Di sepanjang perjalanan, keadaan di dalam mobil tampak hening.
Sitta bahkan tak sama sekali berani menoleh ke kiri, tempat di mana lelaki yang dia pikir bernama Kahfi itu duduk.Sementara Kahfi yang asli, terlihat santai menyetir, melajukan kendaraan mewahnya di tengah jalanan ibukota yang ramai lancar.Sesekali, tatapan Kahfi mencuri pandang ke arah Sitta melalui kaca spion di atas kepalanya. Wajah Sitta yang terlihat badmood membuat Kahfi harus bersusah payah menahan tawa.Rasain lo!Makanya kalau punya mulut itu dijaga!Berani-beraninya ngatain gue kampret, gue kerjain tau rasa lo, hahaha...Ucap Kahfi membatin sambil senyum-senyum sendiri."By the way, Mba Sitta ini sudah kerja apa masih kuliah?" tanya Kahfi dari depan. Dari pada dia sakit perut karena harus terus menerus menahan tawa menyaksikan tingkah kikuk kedua sejoli di belakangnya, alhasil, Kahfi pun memutuskan untuk mencairkan suasana melalui obrolan santai."Mba-mba, emang muka gue keliatan tua banget apa dipanggil Mba? Lagian gue juga baru lulus SMA tau!" Jawab Sitta seperti biasa. Nada bicaranya ketus dengan wajahnya yang terlihat jutek."Oh, jadi kamu masih SMA?" pekik Kahfi kaget.Anjrit, jadi gue lagi berurusan sama anak ingusan dong?Tapi, kenapa mukanya boros banget ya? Gue kira umurnya nggak jauh dari umur gue.Lagi, Kahfi hanya bisa bermonolog dalam hati."Maafin supir aku ya, Sitta. Dia emang nyebelin orangnya. Suka kepo sama kehidupan orang lain," timpal Epen di sisi Sitta. "Di mata aku, kamu itu cantik kok. Cantik banget malah."Epen kembali tersenyum pada Sitta, membuat Sitta jadi bergidik, ngilu.Gigi Epen yang runcing dan maju ke depan itu terlihat seperti senjata mematikan yang dimiliki hewan buas untuk menerkam mangsanya. Sitta jelas tak akan membiarkan lelaki viktor ini mendekatinya, apalagi menerkamnya. Itulah sebabnya, Sitta memutuskan menutup auratnya agar lelaki ini tahu bahwa Sitta adalah perempuan baik-baik.Gue nggak habis pikir, gimana nasib cewek-cewek yang udah disewa Kahfi buat tidur?Apa aman tuh bibir mereka?Sitta jadi berpikir aneh-aneh, saking gelinya dia melihat Kahfi, alias Epen."Btw, kita ini mau kemana sih?" tanya Sitta kemudian saat dirinya melihat konvoi anak SMA yang sedang merayakan kelulusan di jalanan ibukota. Seragam mereka tampak penuh dengan coretan dan tanda tangan teman-teman mereka. Memadati jalan sambil berteriak dan bernyanyi. Keseruan yang jelas tak akan terlupakan seumur hidup.Seandainya saja, Sitta tidak sepengecut ini menghadapi Arka, bisa jadi, dia pun kini sedang konvoi bersama genk motornya untuk merayakan kelulusan. Bukannya malah terjebak di dalam mobil ini bersama lelaki bernama Kahfi yang memiliki wajah aneh bin ajaib itu."Kita mau kemana, Pen?" tanya Kahfi dari jok belakang."Kan tadi Bos bilang mau ke Mall, cuci mata," jawab Kahfi di depan sambil mengerlingkan mata genitnya."Ke Mall? Ah nggak mau! Gue nggak mau ke tempat ramai. Cari tempat sepi aja pokoknya," sambung Sitta cepat yang jelas tak ingin mempermalukan dirinya sendiri di depan banyak orang jika harus jalan berdampingan dengan Kahfi di dalam Mall nanti. Belum lagi, jika seumpama dia sampai bertemu teman-teman sekolahnya. Mau ditaruh di mana muka Sitta nanti?"Duh, Neng Sitta, baru juga ketemu ngajaknya udah langsung ke tempat sepi aja," jawab Kahfi KW dengan wajah malu-malu.Sementara Kahfi yang asli di depan, susah payah menahan tawa hingga perutnya sakit, mendengar ucapan konyol Epen tadi."Apa, kita mau ke hotel aja langsung, Bos? Kayaknya, Sitta ngasih kode keras, Bos," Ucap Kahfi asli dari arah depan."Brengsek! Kurang ajar!" Maki Sitta kesal. "Lo pikir gue cewek apaan, hah? Dasar supir nggak tau diri!""Galak amat sih Neng. Atuh jangan galak-galak jadi perempuan. Nanti lelaki pada takut--""Biarin! Supir lo itu mulutnya perlu di sekolahin lagi tau nggak!" Sitta masih mengomel dengan suara keras, memotong kalimat Epen di sisinya."Udah Pen, lo diem aja deh. Nggak usah ikutan ngomong," omel Epen pada Kahfi."Oce Bos," jawab Kahfi dengan nada puas karena berhasil membuat Sitta marah.Kahfi sendiri benar-benar tak habis pikir melihat penampilan dan sikap Sitta yang sangat bertolak belakang itu.Sebab, jika dilihat dari penampilannya saja, Sitta terlihat sangat anggun dan manis. Wajahnya terkesan kalem dan lugu. Tanpa pernah disangka, jika gadis itu sudah berbicara, telinga dijamin sakit, karena ucapannya yang pedas, sukses menusuk ulu hati."Jadi, kita mau kemana ini, Bos?" Tanya Kahfi kemudian."Terserah lo aja, deh. Gue mah ngikut aja," jawab Epen di belakang. Epen tahu diri, bahwa dia hanya orang yang ditunjuk Kahfi untuk membantu mengatasi masalah lelaki itu dengan wanita bernama Sitta yang kini duduk di sisinya. Untuk itu, Epen pun pasrah saja saat Kahfi membawa mereka menuju sebuah taman di pusat kota.Taman yang suasananya memang cukup sepi di siang bolong begini."Ah gila, panas-panas begini ke tempat terbuka lagi? Item deh kulit gue!" Keluh Sitta saat mobil Kahfi sudah terparkir di pelataran parkir taman.Mengesah berat, Kahfi yang baru saja melepas sabuk pengaman tampak sedikit menggeram kesal. Sitta ini sepertinya tidak ada bersyukurnya jadi manusia, sedikit-sedikit mengeluh ini-itu, bawel sekali. Menyebalkan!"Tadi kan Non sendiri yang bilang, nggak mau ke Mall, tapi ke tempat yang sepi aja. Taman ini lumayan sepi. Tapi masih salah juga, jadi maunya Non ini kemana sebenernya?" Protes Kahfi yang masih mencoba menahan emosi."Yaudah deh, kita ke sini aja, habis mau gimana lagi," oceh Sitta masih dengan nada mengomelnya. Gadis berhijab panjang itu pun keluar dari mobil setelah Kahfi membukakan pintu untuknya."Awas jatuh lagi, saya nggak mau nangkep lagi loh."Jahilnya Kahfi, masih saja sempat-sempatnya dia menggoda Sitta yang terlihat kewalahan bergerak saat turun dari mobil. Dan semua itu diakibatkan oleh gamis panjang milik sang Ibunda yang dia kenakan.Sitta melirik ke arah Kahfi dengan lirikan mautnya, sebelum akhirnya dia berjalan di depan Kahfi bersama Epen tentunya.Saat itu, Sitta dan Epen sempat terlibat obrolan kecil yang sangat membosankan bagi Sitta, sementara Kahfi tampak berjalan mengikuti majikan palsunya dari arah belakang.Ibaratnya obat nyamuk, Kahfi terus mengamati dengan seksama gerak-gerik Sitta dan Epen."Duh, gue haus nih, beliin minum dong," perintah Sitta seenaknya.Epen menoleh ke belakang dan bermain mata dengan Kahfi. Seolah keduanya bisa saling bicara melalui bahasa isyarat gerakan mata mereka."Yaudah, saya belikan minuman dulu ya, Bos," kata Kahfi dengan terpaksa. Lelaki itu berbalik menuju warung yang terdapat di lahan parkir taman tadi, meninggalkan Sitta dan Epen yang menunggu mereka sambil bermain ayunan."Rencananya abis lulus SMA mau ngapain, Neng Sitta? Nikah? Apa kuliah?" tanya Epen melanjutkan percakapan mereka yang sempat tertunda."Ya kuliah lah. Nikah mah masih jauh kali," jawab Sitta cuek.Epen mengangguk paham."Eh, gue mau tanya dong sama lo," ucap Sitta tiba-tiba."Tanya apaan?" Sahut Epen yang terus saja celingukan menanti kehadiran Kahfi. Epen hanya was-was jikalau dia sampai salah bicara atau tidak bisa menjawab pertanyaan yang Sitta ajukan padanya."Lo kalau booking cewek, bayar permalam apa persatu kali main?"Mampus!Pertanyaan macam mana pula itu?Gue harus jawab apa dong?Booking PSK aja nggak pernah ye, kan?Pekik Epen dalam hati.Dia benar-benar bingung.Karena Kahfi yang tak kunjung datang, akhirnya mau tak mau Epen pun menjawab sebisanya atas pertanyaan Sitta tadi terhadapnya.Persetan mau benar atau salah, Epen tak perduli. Dia terlalu bingung untuk memikirkan jawabannya."Ya, persatu kali main lah," jawab Epen sok meyakinkan. Meski dalam hati, Epen terus bertanya-tanya, apa iya, Kahfi yang dia kenal sebagai lelaki alim itu suka main sama cewek bayaran?"Bayarannya berapa satu kali main?" tanya Sitta lebih lanjut.Epen menggaruk-garuk kepala, hingga setelahnya dia kembali menjawab asal, "seratus ribu.""WHAT?" Sitta terpekik kaget. Hampir saja dia tersedak air liurnya sendiri mendengar jawaban Epen."Ke-kenapa Sit?" Tanya Epen panik."Nggak, nggak apa-apa. Gue cuma syok aja, tahu kalau harga PSK yang lo booking bahkan lebih murah dari harga jilbab yang gue pakai ini," ucap Sitta dengan nada merendahkan. "Kalau bayaran jadi tuh PSK bisa semurah itu, apa untungnya dong jadi PSK? Tapi setahu gue, PSK itu kaya-kaya. Ya masa, bayarannya segitu? Emang lo pesen PSK di pinggir jalan apa?" Lagi, Sitta yang masih penasaran akan sosok Kahfi yang dianggapnya mes*m itu, terus saja mengorek soal wanita bayaran di hadapan Epen.Dan hal tersebut, sukses membuat Epen tak bisa berkutik.Untungnya, sebelum Epen mati kebingungan, Kahfi pun datang dengan membawa dua botol minuman dingin di tangannya."Nih Bos, minumannya," ucap Kahfi seraya memberikan botol minuman yang dibawanya pada Epen.Setelah mereka meminum air yang dibawa Kahfi, Sitta pun kembali mengulang ucapannya tadi yang belum mendapat tanggapan Epen."Heh, lo belum jawab pertanyaan gue, lo booking PSK di mana? Kok murah banget, bisa kena harga cuma seratus ribu sekali main?"Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Sitta, Kahfi jelas terkejut.Otaknya berputar berusaha mencerna arti ucapan Sitta hingga dia pun berhasil menyimpulkan sesuatu."Bos, di depan ada tukang bakso mangkal, kayaknya enak, makan yuk?" ucap Kahfi menengahi. Percakapan tak sehat yang dibangun Sitta harus segera disudahi. Kahfi hanya tak mau, ada orang lain yang tahu tentang kehidupan pribadinya lebih dalam.Berhubung Sitta dan Epen lapar, alhasil keduanya pun menyetujui ajakan Kahfi.Saat itu, Sitta sudah beranjak dari atas ayunan yang sejak tadi dia duduki, ketika tatapannya tertuju ke arah dua sejoli yang tampak berjalan santai dan mesra menuju ke area taman bermain di mana Sitta dan Epen berada.Dan kedua bola mata Sitta melebar saking terkejut, tatkala mengetahui bahwa dua sejoli itu adalah Arka dan Dinda!Sial!"Sitta?" pekik Arka kaget bukan main.Awalnya Arka tidak engeuh bahwa wanita berhijab yang berpapasan dengannya di jalan itu adalah Sitta sahabatnya, jika bukan karena Dinda yang memberitahunya.Sementara Sitta, yang memang berharap Arka dan Dinda tak melihatnya merasa lega begitu dia berhasil melewati dua sejoli yang sedang kasmaran itu.Namun, sial bagi Sitta saat ini ketika Arka malah mengejarnya dan menghadang langkah Sitta di depan."Jadi bener lo Sitta?" ucap Arka dengan wajah serius, setengah kaget bercampur tak percaya.Tatapan Arka lekat menelusuri penampilan Sitta dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Lo kenapa, Ta? Kenapa seminggu ini ngindarin gue terus? Lo juga nggak bales-bales sms gue dan nggak angkat telepon gue? Lo nggak masuk sekolah, gue pikir lo sakit, tapi pas gue ke rumah, nyokap lo malah ngusir gue." Cecar Arka panjang lebar.Sitta mengulum bibir, merasa tak enak, malu, sedih sekaligus kesal. Semua perasaan itu bercampur aduk dalam benak Sitta saat ini, hingga m
Makan malam di kediaman Kahfi sudah kembali ramai oleh celoteh riang Kalila.Kalila yang baru saja bercerita bahwa dirinya masuk menjadi nominasi tiga besar lomba cerdas cermat Matematika di sekolahnya. Hal itu jelas mendapat sambutan baik dari Wisnu dan Laras selaku kedua orang tua Kalila. Sama halnya dengan Kahfi yang turut memberikan pujian pada sang adik tercintanya itu."Dulu waktu hamil Kalila Ummi ngidam apa sih? Kok bisa Kalila pinter banget begini? Hebat adiknya Kahfi," puji Kahfi seraya mengelus ubun-ubun Kalila yang tertutup hijab."Ya sama aja sih kayak waktu Ummi hamil kamu dulu, Fi. Ummi perbanyak lagi ibadah, shalat sunnahnya dikencengin, dzikirnya, hafalan qur'annya. Itu aja," jawab Laras mengingat-ingat."Dan yang pasti, saat Ummi hamil dulu, Abi selalu berusaha membuat Ummi bahagia. Karena kunci kesehatan janin di dalam kandungan itu ada pada kebahagiaan hati ibunya," tambah Wisnu menjelaskan dengan penuh kebanggaan. "Ummi kalian ini dulu waktu lagi hamil kalian itu
"Genk motor Rival ancem kami akan memperkosa dan membunuh Sitta kalau sampai kami berani lapor polisi, Bang!"Seperti sebuah dejavu saat kalimat itu keluar dari mulut Andi.Membuat Kahfi tertegun mendengarnya.Hingga ingatan Kahfi pun seolah terbang ke masa lalu.*"Gengnya Regan ancem gue, Fi. Katanya, kalau sampe lo ngaduin soal Regan yang pakai sabu ke Pak Kepsek, Regan akan buat perhitungan sama lo! Dia mau memperkosa Nanda!"*Mengingat hal itu, tubuh Kahfi langsung menegang. Kedua tangan lelaki itu terkepal keras di sisi tubuhnya, bahkan saking kerasnya kepalan tangan itu, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih.Urat nadi di leher Kahfi yang berkulit putih pun tampak menonjol keluar, karena Kahfi yang terlalu kuat menekan kedua rahangnya.Dada lelaki itu bergemuruh dengan hebatnya seolah siap untuk meledakkan lahar panas yang selama ini terpendam bertahun-tahun lamanya di dada.Nanda, gadis yang dicintainya harus ternoda karena ulahnya. Karena keegoisannya.Lantas,
"Sitta?" pekik Arka dari arah luar.Sampai di dalam kamar, di mana Sitta berada, Arka menjadi terkejut saat dilihatnya keberadaan lelaki lain yang bukan anggota genk motor mereka.Hanya saja, kabar mengenai Sitta yang ditemukan pingsan di jalan oleh Andi, membuat Arka panik setengah mati, hingga dia pun mengabaikan keberadaan Kahfi di sana.Mendekati Sitta dan memastikan keadaan Sitta baik-baik saja, sikap Arka terlihat berlebihan."Lo nggak apa-apa, kan Ta?" Tanya Arka sambil memeriksa sekujur tubuh Sitta dari mulai depan belakang, wajah hingga ke bawah lututnya. Hal itu jelas membuat Sitta marah."Ish, apaan sih? Lebay banget. Gue nggak kenapa-napa kali! Mau aja lo diboongin sama Bang Keling," ucap Sitta kemudian.Arka hendak kembali bicara, namun pergerakan Sitta yang lantas berjalan menuju tepian ranjang tempat di mana Kahfi masih terduduk diam di sana membuat Arka pun bungkam suara.Lagi-lagi Arka kembali dibuat penasaran mengenai siapa sebenarnya Kahfi."Gue tau, lo cuma pura-pu
Setelah mengenakan kembali hijabnya dengan sempurna, Sitta turun dari taksi online yang ditumpanginya bersama Kahfi.Awalnya, Sitta berpikir Kahfi akan langsung pulang, namun anehnya, lelaki itu pun ikut turun bersama Sitta saat itu. Entah apalagi keperluannya, Sitta benar-benar tak habis pikir."Lo mau ngapain lagi sih? Ini udah malem tau, rumah gue udah nggak terima tamu!" oceh Sitta sebelum Kahfi mengekor langkahnya ke dalam rumah toko yang dia huni bersama sang ibunda. "Jangan bilang lo mau nginep di rumah gue?" Tandas Sitta lagi.Keduanya tampak berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat di halaman depan teras ruko yang berfungsi untuk tempat parkir kendaraan pelanggan Laundry, tanpa mereka ketahui, Ranti tengah mengintip dari jendela lantai dua rukonya.Karena lampu lantai dua yang memang sengaja Ranti padamkan, jadilah dia tak terlihat keberadaannya di dekat jendela oleh siapa pun."Gue cuma mau memastikan lo bener-bener masuk ke rumah dengan selamat, apa salah?" ucap Kahfi de
"Halo, Kak Bulan?" sapa Sitta di telepon membuka percakapan. "Kemana aja sih? Kok baru telepon? Udah sms Sitta nggak pernah dibales lagi, sok sibuk banget!" Omel Sitta sebelum orang di seberang sempat buka suara.Terdengar tawa kecil suara seseorang di seberang. "Assalamualaikum," ucapnya mengawali percakapan.Sitta berdecak, merasa tersindir dengan ucapan salam sang kakak. "Waalaikum salam," jawabnya malas-malassan."Barusan kakak habis telepon Ibu," beritahu seseorang yang selama ini memiliki peran terpenting bagi keberlangsungan hidup Sitta. Seseorang yang begitu Sitta sayang dan seseorang yang menjadi tempat Sitta mencurahkan segala perasaan gundah gulana dalam hatinya selama ini. Termasuk, tempat Sitta mengadu jika Sitta sedang bertengkar dengan Ibundanya. "Gimana kabar kamu di sana? Ibu bilang, kamu diterima masuk universitas negeri ya di Jakarta? Selamat ya, Sitta."Sitta tak langsung menjawab karena dia masih belum terima atas sikap Bulan yang sudah mengabaikannya beberapa tah
Yasa.Apa kabar, bos?Lama nih nggak pesen barang baru?Lagi sibukkah?Gue cuma mau infoin aja nih, kalau ditempat gue malam ini bakal ada barang baru. Dua orang ABG baru lulus, jamin segel masih rapet. Minat ga?Melempar asal ponsel ke atas meja kerjanya, Kahfi meremas kepala frustasi.Tak sama sekali berniat untuk membalas apa lagi memesan apa yang biasanya dia pesan dari Yasa, karena Kahfi sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan zina pada kedua orang tuanya.Meski, untuk melewati hari-harinya saat ini tanpa sentuhan wanita, Kahfi merasa sangat tersiksa.Sejak dirinya dipergoki berzina oleh Laras, Kahfi memang tak pernah lagi melakukan perbuatan dosa itu meski hal itu membuat Kahfi jadi tidak fokus melakukan pekerjaan baik itu di kantor mau pun saat dia di rumah.Pikiran kotor di dalam kepalanya terus saja mengusiknya dengan sangat, tanpa ampun, dan sulit dihilangkan. Tak boleh melihat wanita dengan pakaian terbuka sedikit, Kahfi langsung berpikir yang tidak-tidak.Hingga akhirnya
Deru bising motor sport hitam yang dikendarai seorang gadis berseragam SMA terdengar nyaring memekik telinga.Suasana jalan di ibukota yang padat merayap tak menghentikan aksi si gadis untuk melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan di atas rata-rata.Kendaraan itu meliuk-liuk tajam di antara padatnya kendaraan di jalan, bahkan tanpa dia memperdulikan suara klakson dan caci maki orang.Hari ini, Sitta datang pagi-pagi ke sekolahnya untuk mengambil Surat Keterangan Lulus agar bisa mendaftar ke perguruan tinggi.Setelah kejadian dirinya mengerjai Kahfi seminggu yang lalu, sampai detik ini, Sitta dan Kahfi memang tak saling berhubungan apalagi bertemu.Sitta lebih sering menghabiskan waktunya di rumah dengan menyendiri di kamarnya untuk kemudian bermain game di komputer, atau sekadar berbalas chat dengan Bulan.Saat ini, Sitta baru saja sampai di lapangan parkir sekolah dan hendak melepas helm full face nya ketika sebuah motor sport lain muncul di sisi kendaraannya. Mengesah berat
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak