"Sitta?" pekik Arka kaget bukan main.
Awalnya Arka tidak engeuh bahwa wanita berhijab yang berpapasan dengannya di jalan itu adalah Sitta sahabatnya, jika bukan karena Dinda yang memberitahunya.Sementara Sitta, yang memang berharap Arka dan Dinda tak melihatnya merasa lega begitu dia berhasil melewati dua sejoli yang sedang kasmaran itu.Namun, sial bagi Sitta saat ini ketika Arka malah mengejarnya dan menghadang langkah Sitta di depan."Jadi bener lo Sitta?" ucap Arka dengan wajah serius, setengah kaget bercampur tak percaya.Tatapan Arka lekat menelusuri penampilan Sitta dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Lo kenapa, Ta? Kenapa seminggu ini ngindarin gue terus? Lo juga nggak bales-bales sms gue dan nggak angkat telepon gue? Lo nggak masuk sekolah, gue pikir lo sakit, tapi pas gue ke rumah, nyokap lo malah ngusir gue." Cecar Arka panjang lebar.Sitta mengulum bibir, merasa tak enak, malu, sedih sekaligus kesal. Semua perasaan itu bercampur aduk dalam benak Sitta saat ini, hingga membuatnya kebingungan dalam menentukan sikap."Ya lo tau kan emang nyokap gue dari dulu nggak suka sama lo, maklumin aja. Lagian siapa juga yang suruh lo ke rumah gue?" Balas Sitta pada akhirnya.Kahfi dan Epen tampak diam memperhatikan dua remaja di hadapannya yang sedang adu mulut itu, sesekali tatapan Kahfi malah beradu pandang dengan sosok Dinda yang juga diam-diam mencuri pandang ke arahnya.Kahfi jelas tidak tahu apa yang terjadi di sini dan siapa sebenarnya lelaki ini, dia sama sekali tidak perduli. Itulah sebabnya, Kahfi memilih diam saja. Hitung-hitung hiburan menyaksikan adegan drama kacangan para ABG labil ini."Gue ke rumah lo karena gue khawatir, Ta. Kok lo malah nyolot sih? Emang gue salah apa sama lo?" Balas Arka tak terima."Nggak, lo nggak salah apa-apa kok. Gue aja yang lagi pengen menyendiri. Yaudah, gue cabut ya, masih ada urusan, yuk," Sitta pun memilih untuk beranjak dari hadapan Arka dan Dinda sebelum rasa sakit hatinya bertambah parah dan membuatnya terlihat bodoh.Saat itu, Sitta justru menggandeng lengan Kahfi untuk pergi bersamanya, bukan lengan EpenSitta masih waras untuk tidak mempermalukan diri di hadapan Arka apalagi Dinda jika mereka sampai tahu dirinya baru saja ketemuan dengan lelaki aneh bin ajaib macam Epen.Itulah sebabnya, Sitta menjadikan Kahfi sebagai tamengnya. Toh, Arka dan Dinda tak akan tahu kalau lelaki yang dia gandeng sebenarnya hanya seorang supir.Epen yang tertinggal oleh Sitta dan Kahfi jelas langsung mengejar.Sementara Arka malah terdiam dengan perasaannya yang berkecamuk hebat.Ada segelintir perasaan tak biasa yang Arka rasakan di hatinya saat melihat penampilan Sitta dengan hijab panjang dan gamis indahnya itu.Di mata Arka, Sitta terlihat berbeda.Cantik, manis, anggun...Dan yang membuat perasaan Arka semakin tak karuan adalah dengan keberadaan sosok lelaki dewasa berwajah tampan itu.Siapa lelaki itu?Kenapa dia bisa ada bersama Sitta?Ada hubungan apa di antara mereka?Itulah pertanyaan-pertanyaan yang seketika muncul begitu saja dalam benak seorang Arka."Yang, yang?"Panggilan Dinda di sisinya membuat lamunan Arka tentang Sitta dan Kahfi pun buyar."Ayo, katanya mau main ayunan?" ajak Dinda setelahnya, seraya menarik lengan Arka untuk ikut bersamanya.Sebelum beranjak dari tempatnya berdiri, kepala Arka sempat kembali menoleh ke belakang. Sayangnya, dia sudah tak lagi mendapati keberadaan Sitta dan dua lelaki yang pergi bersama Sitta tadi.Kenapa perasaan gue jadi begini sih?Gumam Arka membatin.Ini benar-benar aneh.*****Siang bolong dengan panasnya terik matahari yang menyengat kulit, Kahfi, Sitta dan Epen tampak menikmati santap siang mereka di bawah rindangnya pohon beringin yang ada di kawasan pemakaman.Sitta yang meminta pada Kahfi untuk lekas pergi dari taman itu dan mencari tempat lain untuk mereka makan.Alhasil, di sinilah kini mereka berada.Di salah satu kawasan pemakaman umum di pusat Jakarta.Sitta sendiri yang memilih kawasan ini untuk beristirahat."Emang, lelaki tadi siapa sih?" tanya Epen memecah keheningan."Temen sekolah," jawab Sitta acuh tak acuh. Sitta makan begitu lahap, dengan kuah bakso super pedas di mangkuknya. Saking pedasnya bakso yang dia makan, Sitta sampai berkeringat dengan kelopak matanya yang memerah dan berair.Diam-diam, Kahfi yang duduk di sisi Sitta, berhadapan dengan Epen yang sejak tadi terus memperhatikan Sitta pun mengerti bahwa sepertinya, Sitta sedang patah hati.Hanya saja, Kahfi tak mau ikut campur urusan orang sehingga memilih untuk diam saja."Yakin cuma temen? Bukan gebetan? Kayaknya ada yang lagi patah hati nih," ejek Epen lagi sambil cengar-cengir sendiri.Sitta menghentikan sejenak aktifitas makan memakannya. Entah kenapa, ucapan Epen kali ini membuat emosi Sitta yang memang belum stabil seketika memuncak.Sitta yang marah tanpa sebab yang jelas lantas membanting sendok dan garpu yang dia pegang ke mangkuk baksonya, seraya berdiri."Heh, mau dia temen gue atau pacar gue, nggak ada urusannya juga sama lo, kan? Kenapa sih, lo kepo banget sama urusan orang? Urusin dulu tuh gigi lo, sebelum lo ikut campur urusan orang! Ta*!"Sitta pun pergi begitu saja usai dia membentak Epen dengan kalimat kasarnya itu. Namun, langkahnya itu keburu dihentikan Kahfi yang lantas menarik pergelangan tangan Sitta menuju mobil.Lokasi pemakaman itu memang sepi.Tapi, sesepi-sepinya tempat itu, tetap saja masih ada orang lain di sana yang menyaksikan keributan yang Sitta timbulkan tadi.Meski dalam keadaan kewalahan memegangi tangan Sitta yang mencoba berontak, Kahfi masih sempat mengeluarkan uang seratus ribuan dari saku kemejanya dan melemparnya pada Epen agar Epen membayar bakso mereka.Usai membayar baksonya, Epen lantas berlari ke arah mobil di mana Kahfi dan Sitta sudah lebih dulu masuk.Saat ini, posisi Sitta duduk berubah. Dia duduk di sisi Kahfi di depan kemudi, sementara Epen duduk di jok belakang sendiri.Situasi panas membara kian terasa begitu Epen menutup pintu mobilnya, karena dilihatnya saat itu, Kahfi dan Sitta sedang bertengkar hebat."Gue nggak perduli sama urusan pribadi lo ya, tapi gue cuma minta lo hargai orang lain. Jangan seenaknya membentak, mencaci dan ngatain orang dengan kata-kata kasar! Inget, lo itu perempuan dan apa gunanya hijab yang lo pakai kalau sikap lo justru bertolak belakang sama penampilan lo, hah?" Omel Kahfi yang sudah tak tahan lagi untuk tetap memendam kekesalannya pada Sitta akibat perlakuan Sitta terhadap Epen tadi."Heh, lo itu cuma supir! Nggak ada hak untuk ceramahin gue, ya?" Balas Sitta tanpa rasa takut. "Lagian, lo nggak ada urusan sama gue. Berani-beraninya lo kasar sama gue, narik-narik gue paksa ke mobil! Ngaca woi!"Menghela napas berat, Kahfi sadar, emosi tak akan menyelesaikan masalah. Hingga akhirnya, dia mencoba meredam emosinya untuk kemudian bicara dengan nada rendah di sisi Sitta."Sekarang, gue mau lo minta maaf ke Bos gue," perintah Kahfi saat itu.Sitta meliriknya sinis seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Ogah! Siapa lo berani merintah gue?" Tantangnya saat itu."Udah-udah, Pen. Biarin aja. Gue nggak apa-apa kok. Maklumin aja, masih bocah. Jadi, kita yang tua ngalah deh," sahut Epen di belakang mencoba meredakan suasana panas di dalam mobil."Sialan, lo ngatain gue bocah? Gue udah punya KTP tau," lagi, Sitta kembali nyolot ke Epen."Gue nggak akan nganterin lo pulang sebelum lo minta maaf ke Bos gue," lagi, Kahfi mengulang ucapannya. Dia tak mau mengalah kali ini."Oke, gue bisa pulang sendiri!" Ucap Sitta yang memang keras kepala.Detik itu juga, Sitta keluar dari mobil Kahfi dan pergi meninggalkan pemakaman menuju jalan raya."Nggak dikejar woy?" Tanya Epen yang seketika jadi cemas."Nggak, ngapain. Biarin aja dia pulang sendiri. Kan udah gede, udah punya KTP, ya kali nyasar," jawab Kahfi santai yang lantas menghidupkan mesin mobil dan melajukan kendaraan mewahnya itu meninggalkan pemakaman.Ketika mobil Kahfi melintas di hadapannya, Sitta yang masih berdiri di pinggir jalan raya langsung melengos.Hingga saat mobil mewah itu benar-benar pergi menjauh meninggalkannya seorang diri, kedua bahu Sitta pun mencelos.Dia benar-benar bingung.Jarak dari lokasi pemakaman ini dengan kediamannya jelas sangat jauh.Sementara dirinya kini tak memegang uang sepeser pun.Awas aja lo gigi tonggos, supir belagu!Tunggu pembalesan gue!Argghhhhh!Sitta hanya bisa menjerit frustasi dalam hati, mengingat nasib sial bertubi-tubi yang harus dia alami hari ini.Jika tahu pada akhirnya harus begini, Sitta tak akan mau diajak bertemu oleh lelaki buruk rupa bin mes*m bernama Kahfi itu.Sialan!Makan malam di kediaman Kahfi sudah kembali ramai oleh celoteh riang Kalila.Kalila yang baru saja bercerita bahwa dirinya masuk menjadi nominasi tiga besar lomba cerdas cermat Matematika di sekolahnya. Hal itu jelas mendapat sambutan baik dari Wisnu dan Laras selaku kedua orang tua Kalila. Sama halnya dengan Kahfi yang turut memberikan pujian pada sang adik tercintanya itu."Dulu waktu hamil Kalila Ummi ngidam apa sih? Kok bisa Kalila pinter banget begini? Hebat adiknya Kahfi," puji Kahfi seraya mengelus ubun-ubun Kalila yang tertutup hijab."Ya sama aja sih kayak waktu Ummi hamil kamu dulu, Fi. Ummi perbanyak lagi ibadah, shalat sunnahnya dikencengin, dzikirnya, hafalan qur'annya. Itu aja," jawab Laras mengingat-ingat."Dan yang pasti, saat Ummi hamil dulu, Abi selalu berusaha membuat Ummi bahagia. Karena kunci kesehatan janin di dalam kandungan itu ada pada kebahagiaan hati ibunya," tambah Wisnu menjelaskan dengan penuh kebanggaan. "Ummi kalian ini dulu waktu lagi hamil kalian itu
"Genk motor Rival ancem kami akan memperkosa dan membunuh Sitta kalau sampai kami berani lapor polisi, Bang!"Seperti sebuah dejavu saat kalimat itu keluar dari mulut Andi.Membuat Kahfi tertegun mendengarnya.Hingga ingatan Kahfi pun seolah terbang ke masa lalu.*"Gengnya Regan ancem gue, Fi. Katanya, kalau sampe lo ngaduin soal Regan yang pakai sabu ke Pak Kepsek, Regan akan buat perhitungan sama lo! Dia mau memperkosa Nanda!"*Mengingat hal itu, tubuh Kahfi langsung menegang. Kedua tangan lelaki itu terkepal keras di sisi tubuhnya, bahkan saking kerasnya kepalan tangan itu, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih.Urat nadi di leher Kahfi yang berkulit putih pun tampak menonjol keluar, karena Kahfi yang terlalu kuat menekan kedua rahangnya.Dada lelaki itu bergemuruh dengan hebatnya seolah siap untuk meledakkan lahar panas yang selama ini terpendam bertahun-tahun lamanya di dada.Nanda, gadis yang dicintainya harus ternoda karena ulahnya. Karena keegoisannya.Lantas,
"Sitta?" pekik Arka dari arah luar.Sampai di dalam kamar, di mana Sitta berada, Arka menjadi terkejut saat dilihatnya keberadaan lelaki lain yang bukan anggota genk motor mereka.Hanya saja, kabar mengenai Sitta yang ditemukan pingsan di jalan oleh Andi, membuat Arka panik setengah mati, hingga dia pun mengabaikan keberadaan Kahfi di sana.Mendekati Sitta dan memastikan keadaan Sitta baik-baik saja, sikap Arka terlihat berlebihan."Lo nggak apa-apa, kan Ta?" Tanya Arka sambil memeriksa sekujur tubuh Sitta dari mulai depan belakang, wajah hingga ke bawah lututnya. Hal itu jelas membuat Sitta marah."Ish, apaan sih? Lebay banget. Gue nggak kenapa-napa kali! Mau aja lo diboongin sama Bang Keling," ucap Sitta kemudian.Arka hendak kembali bicara, namun pergerakan Sitta yang lantas berjalan menuju tepian ranjang tempat di mana Kahfi masih terduduk diam di sana membuat Arka pun bungkam suara.Lagi-lagi Arka kembali dibuat penasaran mengenai siapa sebenarnya Kahfi."Gue tau, lo cuma pura-pu
Setelah mengenakan kembali hijabnya dengan sempurna, Sitta turun dari taksi online yang ditumpanginya bersama Kahfi.Awalnya, Sitta berpikir Kahfi akan langsung pulang, namun anehnya, lelaki itu pun ikut turun bersama Sitta saat itu. Entah apalagi keperluannya, Sitta benar-benar tak habis pikir."Lo mau ngapain lagi sih? Ini udah malem tau, rumah gue udah nggak terima tamu!" oceh Sitta sebelum Kahfi mengekor langkahnya ke dalam rumah toko yang dia huni bersama sang ibunda. "Jangan bilang lo mau nginep di rumah gue?" Tandas Sitta lagi.Keduanya tampak berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat di halaman depan teras ruko yang berfungsi untuk tempat parkir kendaraan pelanggan Laundry, tanpa mereka ketahui, Ranti tengah mengintip dari jendela lantai dua rukonya.Karena lampu lantai dua yang memang sengaja Ranti padamkan, jadilah dia tak terlihat keberadaannya di dekat jendela oleh siapa pun."Gue cuma mau memastikan lo bener-bener masuk ke rumah dengan selamat, apa salah?" ucap Kahfi de
"Halo, Kak Bulan?" sapa Sitta di telepon membuka percakapan. "Kemana aja sih? Kok baru telepon? Udah sms Sitta nggak pernah dibales lagi, sok sibuk banget!" Omel Sitta sebelum orang di seberang sempat buka suara.Terdengar tawa kecil suara seseorang di seberang. "Assalamualaikum," ucapnya mengawali percakapan.Sitta berdecak, merasa tersindir dengan ucapan salam sang kakak. "Waalaikum salam," jawabnya malas-malassan."Barusan kakak habis telepon Ibu," beritahu seseorang yang selama ini memiliki peran terpenting bagi keberlangsungan hidup Sitta. Seseorang yang begitu Sitta sayang dan seseorang yang menjadi tempat Sitta mencurahkan segala perasaan gundah gulana dalam hatinya selama ini. Termasuk, tempat Sitta mengadu jika Sitta sedang bertengkar dengan Ibundanya. "Gimana kabar kamu di sana? Ibu bilang, kamu diterima masuk universitas negeri ya di Jakarta? Selamat ya, Sitta."Sitta tak langsung menjawab karena dia masih belum terima atas sikap Bulan yang sudah mengabaikannya beberapa tah
Yasa.Apa kabar, bos?Lama nih nggak pesen barang baru?Lagi sibukkah?Gue cuma mau infoin aja nih, kalau ditempat gue malam ini bakal ada barang baru. Dua orang ABG baru lulus, jamin segel masih rapet. Minat ga?Melempar asal ponsel ke atas meja kerjanya, Kahfi meremas kepala frustasi.Tak sama sekali berniat untuk membalas apa lagi memesan apa yang biasanya dia pesan dari Yasa, karena Kahfi sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan zina pada kedua orang tuanya.Meski, untuk melewati hari-harinya saat ini tanpa sentuhan wanita, Kahfi merasa sangat tersiksa.Sejak dirinya dipergoki berzina oleh Laras, Kahfi memang tak pernah lagi melakukan perbuatan dosa itu meski hal itu membuat Kahfi jadi tidak fokus melakukan pekerjaan baik itu di kantor mau pun saat dia di rumah.Pikiran kotor di dalam kepalanya terus saja mengusiknya dengan sangat, tanpa ampun, dan sulit dihilangkan. Tak boleh melihat wanita dengan pakaian terbuka sedikit, Kahfi langsung berpikir yang tidak-tidak.Hingga akhirnya
Deru bising motor sport hitam yang dikendarai seorang gadis berseragam SMA terdengar nyaring memekik telinga.Suasana jalan di ibukota yang padat merayap tak menghentikan aksi si gadis untuk melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan di atas rata-rata.Kendaraan itu meliuk-liuk tajam di antara padatnya kendaraan di jalan, bahkan tanpa dia memperdulikan suara klakson dan caci maki orang.Hari ini, Sitta datang pagi-pagi ke sekolahnya untuk mengambil Surat Keterangan Lulus agar bisa mendaftar ke perguruan tinggi.Setelah kejadian dirinya mengerjai Kahfi seminggu yang lalu, sampai detik ini, Sitta dan Kahfi memang tak saling berhubungan apalagi bertemu.Sitta lebih sering menghabiskan waktunya di rumah dengan menyendiri di kamarnya untuk kemudian bermain game di komputer, atau sekadar berbalas chat dengan Bulan.Saat ini, Sitta baru saja sampai di lapangan parkir sekolah dan hendak melepas helm full face nya ketika sebuah motor sport lain muncul di sisi kendaraannya. Mengesah berat
Usai pengambilan SKL di sekolah, Sitta yang kini sedang dalam masa perpindahan status dari pelajar ke mahasiswa, sama sekali tak memiliki kegiatan yang berarti kecuali dia mengurung diri di kamar seharian.Mau pergi ke basecamp genk motornya pun pagi-pagi begini pasti sepi. Lagian, Sitta memang malas kumpul-kumpul lagi dengan mereka karena tak mau lagi berurusan dengan Arka, awalnya begitu.Namun kini, setelah Sitta mengetahui kebusukan Dinda di belakang Arka, Sitta tak mau tinggal diam dan membiarkan Arka dipermainkan oleh Dinda.Hingga akhirnya, Sitta yang saat itu sedang gabut sendirian, melihat kendaraan Arka yang baru saja melintas di hadapannya dan membawa Dinda di boncengan pun, reflek menguntit kemana kedua sejoli itu pergi.Jarak keduanya cukup dekat kala itu, tapi Arka malah pergi begitu saja tanpa menoleh apalagi menyapa Sitta yang masih asik melamun di parkiran. Dan Sitta, memaklumi hal itu. Pastinya Arka tersinggung dengan apa yang sudah dia ucapkan pada lelaki itu di tam
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak