"Halo, Kak Bulan?" sapa Sitta di telepon membuka percakapan. "Kemana aja sih? Kok baru telepon? Udah sms Sitta nggak pernah dibales lagi, sok sibuk banget!" Omel Sitta sebelum orang di seberang sempat buka suara.
Terdengar tawa kecil suara seseorang di seberang. "Assalamualaikum," ucapnya mengawali percakapan.Sitta berdecak, merasa tersindir dengan ucapan salam sang kakak. "Waalaikum salam," jawabnya malas-malassan."Barusan kakak habis telepon Ibu," beritahu seseorang yang selama ini memiliki peran terpenting bagi keberlangsungan hidup Sitta. Seseorang yang begitu Sitta sayang dan seseorang yang menjadi tempat Sitta mencurahkan segala perasaan gundah gulana dalam hatinya selama ini. Termasuk, tempat Sitta mengadu jika Sitta sedang bertengkar dengan Ibundanya. "Gimana kabar kamu di sana? Ibu bilang, kamu diterima masuk universitas negeri ya di Jakarta? Selamat ya, Sitta."Sitta tak langsung menjawab karena dia masih belum terima atas sikap Bulan yang sudah mengabaikannya beberapa tahun belakangan ini."Sitta? Kamu masih di situ, kan?" ucap Bulan saat tak didengarnya suara apa pun di seberang.Satu detik terlewat.Dua detik pun sama.Hingga sepuluh detik kemudian, Bulan justru dikejutkan oleh suara isak tangis yang pastinya itu berasal dari suara Sitta."Ta, kenapa? Kamu nangis ya?" Tanya Bulan menunjukkan perhatiannya. "Kamu marah ya sama Kakak?" tanya Bulan lebih lanjut. Nada bicaranya seolah menunjukkan segenap perasaan sesal yang bersarang di dadanya selama ini."Udah tau pake nanya!" Jawab Sitta ketus."Maafin kakak, ya?""Nggak usah minta maaf. Kak Bulan nggak salah kok, Bunda yang salah karena udah misahin kita," ucap Sitta dengan penuh kejujuran."Sitta, Kakak kan sudah berulang kali bilang, jangan salahkan Ibu atas apa yang terjadi sama kakak sekarang--""Tapi kan Bunda yang udah usir Kak Bulan dari rumah. Bahkan di saat Kak Bulan bilang mau ke Jakarta, Bunda dengan jahatnya nggak mengizinkan Kakak ke sini. Emang apa salah kakak ke Bunda selama ini? Kakak udah berusaha menjadi anak yang baik, berbakti, selalu menuruti semua perintah Bunda. Tapi, kenapa Bunda seperti nggak mau menganggap Kakak sebagai anaknya sendiri? Ada apa sih sebenarnya dengan kalian?" Tutur Sitta panjang lebar. Merasa dirinya lah satu-satunya manusia terbodoh di rumah karena tak pernah mengetahui apa pun mengenai kehidupan masa lalu sang Ibundanya.Mengenai siapa sebenarnya kedua orang tua Bulan, dan mengenai alasan Ranti membawa Bulan ke rumah mereka di saat Bulan masih remaja."Kan itu memang fakta kalau kakak bukan anak kandung Ibu. Jadi, kamu nggak seharusnya memaksakan kehendak pribadimu dengan mengharuskan Ibu bersikap baik ke kakak. Intinya, selama ini Ibu itu sayang sekali sama kamu dan sudah sewajibnya kamu berbakti sama Ibu. Jangan suka melawan lagi, ya?"Sitta mengesah berat. Nyatanya, bertahun-tahun mereka berpisah dan hidup berjauhan, sikap Bulan yang kelewat baik dan rendah hati itu tak juga berubah.Bulan bahkan seperti tak pernah membenci Ranti meski pun wanita paruh baya itu sudah sering kali menyakiti hatinya."Kalau aja Bunda nggak mengusir Kakak waktu itu, mungkin Sitta bisa bersikap baik sama Bunda," balas Sitta kemudian."Sitta, Kepergian Kakak dari rumah itu bukan karena Ibu mengusir Kakak, tapi karena Kakak yang memang memutuskan untuk pergi, semua bukan salah Ibu.""Kalau bukan salah Bunda terus salah siapa? Setan?""Suatu hari nanti, kamu akan tahu alasan utama mengapa Kakak pergi," ucap sang Kakak dengan suaranya yang terdengar lirih."Nah, yang jadi pertanyaannya itu, suatu harinya itu kapan? Apakah sampai kiamat? Atau, sampai tahun jebot? Hellowww..." Ujar Sitta dengan segala kejengkelannya atas semua rahasia yang sepertinya sedang disembunyikan oleh sang Ibu dan sang kakak darinya, selama ini.Sitta sekarang sudah dewasa, bukan anak usia tujuh tahun yang bisanya hanya melihat tangisan Bulan saat Ranti sedang memarahinya.Sebenarnya, tidak seharusnya Sitta mengulik lebih dalam soal alasan mengapa Bulan memutuskan untuk pergi dari rumah beberapa tahun yang lalu, karena dia tak mau menambah beban kepedihan sang Kakak.Sitta sangat menyayangi Kakaknya.Sejak usia Sitta tujuh tahun, mereka tumbuh bersama di dalam satu kamar yang sama dan hidup saling melengkapi satu sama lain.Kakaknya yang selalu mengalah pada Sitta. Menjaga dan melindungi Sitta dengan tulus dan penuh kasih sayang. Tidak seperti Ibundanya yang selalu sibuk bekerja.Itulah mengapa, hubungan yang terjalin antara Sitta dengan sang Kakak lebih dekat dari pada hubungan Sitta dengan Ibu kandungnya sendiri."Bulan depan insyaAllah Kakak mau ke Jakarta, nanti kita ketemuan ya?" ucap Bulan yang seketika mengalihkan pembicaraan. Membuat Sitta mencebikkan bibir."Pinter banget ngelesnya emang nih orang satu, kalau lagi diajak ngomong serius!" Oceh Sitta masih dengan kejengkelannya pada Bulan.Bulan di sana tampak terkekeh. "Jadi, kamu nggak seneng nih Kakak ke Jakarta?""Nggak!" Jawab Sitta yang masih ngambek."Yaudah, kalau gitu. Kakak nggak akan bilang-bilang nanti kalau udah sampe Jakarta," balas Bulan yang malah meledek balik."Awas aja! Sitta bakal teleponin terus selama dua puluh empat jam full!" Ancam Sitta dengan lelucon konyolnya, membuat Bulan jadi tertawa.Keduanya kembali melanjutkan percakapan seru mereka sekadar melampiaskan rasa rindu. Hingga akhirnya, Bulan pun bertanya, "by the way, kamu sekarang udah punya pacar dong ya pasti? Kenalin dong ke Kakak?""Pacar-pacar, pacar dari Hongkong!"Bulan kembali tertawa."Masa sih gadis secantik kamu belum punya pacar? Terus, si Arka gimana tuh kabarnya? Masih temenan sama dia?" tanya Bulan lebih lanjut."Sama Arka ya masih. Kan Sitta satu SMA lagi sama Arka kemarin. Cuma pas kuliah aja sekarang nggak bareng karena Arka nggak lanjut kuliah. Dia mau langsung cari kerja katanya.""Oh gitu. Ya nggak apa-apa. Kalau udah kerja nanti punya uang sendirikan bisa lanjut kuliah lagi. Arka itu orangnya emang mandiri banget ya dari dulu?"Mengulum senyum pahit, jika sudah membicarakan latar belakang kehidupan Arka, Sitta sering kali merasa sedih. Sebab, dirinya dan Arka sama-sama berasal dari keluarga broken home. Itulah sebabnya, selama ini mereka sangat kompak dan cocok dalam segala hal, kecuali urusan hati."Tumbuh di tengah keluarga broken home ya memang seperti itu konsekuensinya kan, Kak? Seperti Kakak juga yang harus berjuang sendirian di sana tanpa orang tua," lagi, Sitta merasa kedua kelopak matanya memanas. Imbas rasa bersalah atas perlakuan jahat Ranti pada Bulan, Sitta jadi ikut menanggung bebannya juga. "Maafin Bunda ya, Kak, karena udah jahat sama Kakak selama ini..."Bulan di sana terdiam mendengar ucapan Sitta.Bingkai foto di hadapannya menjadi bukti bahwa dulu, kehidupan Bulan sempurna.Dia memiliki ayah dan ibu yang teramat sangat menyayanginya.Hingga hadirnya orang ketiga dalam hubungan rumah tangga kedua orang tuanya membuat semua kebahagiaan yang Bulan rasakan hancur dalam sekejap mata.Sejak hari di mana sang Ibu tau mengenai kelakuan bejat suaminya, ibu kandung Bulan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dan meninggalkan Bulan untuk selama-lamanya.Hari-hari yang Bulan lalui suram sejak saat itu.Sampai pada saatnya, tragedi itu terjadi di mana terkuaknya kasus kematian Sang Ibu yang ternyata bukanlah kasus bunuh diri, melainkan sebuah kasus pembunuhan.Parahnya, pelaku pembunuhan terhadap diri sang Ibunda adalah ayah kandungnya sendiri.Dan sejak saat itulah, Bulan diboyong Ranti ke kediamannya. Mereka masih tinggal di Bandung kala itu.Meski kerap mendapat perlakuan buruk dari Ranti, berkat kehadiran Sitta, kehidupan Bulan yang suram tak terlalu kelam.Sitta menjelma menjadi pelita dalam hidup Bulan yang gelap. Memberinya kekuatan untuk tetap bertahan di tengah terjangan badai hebat cobaan hidup yang dia jalani.Hingga akhirnya, Allah kembali memberikan ujian hebat dalam hidup seorang Ananda Bulan Khadija, tepat di saat dirinya baru saja lulus sekolah menengah pertama.Sebuah cobaan terberat yang harus Bulan pikul sendirian hingga detik ini di pundaknya.Tanpa seorang pun yang tahu...Kecuali...Kahfi.Yasa.Apa kabar, bos?Lama nih nggak pesen barang baru?Lagi sibukkah?Gue cuma mau infoin aja nih, kalau ditempat gue malam ini bakal ada barang baru. Dua orang ABG baru lulus, jamin segel masih rapet. Minat ga?Melempar asal ponsel ke atas meja kerjanya, Kahfi meremas kepala frustasi.Tak sama sekali berniat untuk membalas apa lagi memesan apa yang biasanya dia pesan dari Yasa, karena Kahfi sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan zina pada kedua orang tuanya.Meski, untuk melewati hari-harinya saat ini tanpa sentuhan wanita, Kahfi merasa sangat tersiksa.Sejak dirinya dipergoki berzina oleh Laras, Kahfi memang tak pernah lagi melakukan perbuatan dosa itu meski hal itu membuat Kahfi jadi tidak fokus melakukan pekerjaan baik itu di kantor mau pun saat dia di rumah.Pikiran kotor di dalam kepalanya terus saja mengusiknya dengan sangat, tanpa ampun, dan sulit dihilangkan. Tak boleh melihat wanita dengan pakaian terbuka sedikit, Kahfi langsung berpikir yang tidak-tidak.Hingga akhirnya
Deru bising motor sport hitam yang dikendarai seorang gadis berseragam SMA terdengar nyaring memekik telinga.Suasana jalan di ibukota yang padat merayap tak menghentikan aksi si gadis untuk melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan di atas rata-rata.Kendaraan itu meliuk-liuk tajam di antara padatnya kendaraan di jalan, bahkan tanpa dia memperdulikan suara klakson dan caci maki orang.Hari ini, Sitta datang pagi-pagi ke sekolahnya untuk mengambil Surat Keterangan Lulus agar bisa mendaftar ke perguruan tinggi.Setelah kejadian dirinya mengerjai Kahfi seminggu yang lalu, sampai detik ini, Sitta dan Kahfi memang tak saling berhubungan apalagi bertemu.Sitta lebih sering menghabiskan waktunya di rumah dengan menyendiri di kamarnya untuk kemudian bermain game di komputer, atau sekadar berbalas chat dengan Bulan.Saat ini, Sitta baru saja sampai di lapangan parkir sekolah dan hendak melepas helm full face nya ketika sebuah motor sport lain muncul di sisi kendaraannya. Mengesah berat
Usai pengambilan SKL di sekolah, Sitta yang kini sedang dalam masa perpindahan status dari pelajar ke mahasiswa, sama sekali tak memiliki kegiatan yang berarti kecuali dia mengurung diri di kamar seharian.Mau pergi ke basecamp genk motornya pun pagi-pagi begini pasti sepi. Lagian, Sitta memang malas kumpul-kumpul lagi dengan mereka karena tak mau lagi berurusan dengan Arka, awalnya begitu.Namun kini, setelah Sitta mengetahui kebusukan Dinda di belakang Arka, Sitta tak mau tinggal diam dan membiarkan Arka dipermainkan oleh Dinda.Hingga akhirnya, Sitta yang saat itu sedang gabut sendirian, melihat kendaraan Arka yang baru saja melintas di hadapannya dan membawa Dinda di boncengan pun, reflek menguntit kemana kedua sejoli itu pergi.Jarak keduanya cukup dekat kala itu, tapi Arka malah pergi begitu saja tanpa menoleh apalagi menyapa Sitta yang masih asik melamun di parkiran. Dan Sitta, memaklumi hal itu. Pastinya Arka tersinggung dengan apa yang sudah dia ucapkan pada lelaki itu di tam
"Oh, jadi bener ini yang namanya Kevan?" Ucap Sitta memotong kalimat Kahfi dan dengan cepat lalu mengulurkan tangan ke arah Kevan, "kenalin, saya Sitta, calon istri Kahfi," tambah gadis berhijab syari itu lagi."Oh, saya Kevan," balas Kevan dengan senyum sumringahnya.Suasana di meja tersebut seketika berubah menjadi sangat canggung.Kahfi yang merasa malu atas pengakuan Sitta.Fahri yang jadi senyam-senyum sendiri karena merasa lucu dengan tingkah polos wanita bernama Sitta itu.Sementara Dinda dengan tatapan penuh ketidaksukaannya terhadap sikap Sitta pada Kevan yang dianggapnya SKSD."Kamu kenal dia, Beb?" Tanya Dinda setengah berbisik, meski ucapannya itu tetap saja di dengar oleh yang lain, termasuk Sitta sendiri."Kamu kan liat, aku baru berkenalan tadi sama Sitta, ya berarti kita belum saling kenal sebelumnya," jawab Kevan menjelaskan, yang disusul kembali dengan suara Sitta di sana."Saya sama Dinda kan satu sekolah, Kev. Di sekolah itu Dinda jadi rebutan banyak lelaki tau. Sa
Entah nasib sial apa yang sedang mengikuti Kahfi kali ini.Setelah dirinya berhasil membawa Sitta ke dalam mobil pribadinya di basement untuk kemudian meledakkan amarahnya di sana, namun tak juga dia lakukan saat Sitta yang duduk di sisinya malah menangis tersedu-sedu.Mirip seperti anak kecil yang tak diberi jajan.Dan menjadi kelemahan paling besar bagi Kahfi saat dirinya harus berhadapan dengan wanita yang sedang menangis. Hingga akhirnya, amarah yang tadinya sudah mencapai ubun-ubun pun sirna dalam sekejap mata.Pada akhirnya, Kahfi hanya bisa terdiam di bangku kemudi sambil sesekali menoleh ke arah Sitta yang terus sesenggukan.Tak tahan mendengar suara Sitta yang terus menarik ingusnya di dalam hidung, Kahfi pun menyodorkan tempat tissue pada Sitta yang langsung mengambil isinya untuk kemudian mengeluarkan len*dir yang menumpuk di hidungnya.Melempar asal tissue kotornya ke bawah mobil, membuat amarah Kahfi yang tadinya mereda kembali naik."Ini ada tempat sampah, buang yang ben
"Gimana rencana lo Bar, jadi nggak? Sitta ama Arka udah nggak pernah lagi keliatan gabung di genk kita. Denger kabar sih mereka berantem ya?" Ucap seorang lelaki bertubuh jangkung yang duduk di atas motor.Seorang lelaki lain yang bernama Bari, yang duduk tak jauh dari lelaki jangkung tadi menyesap rokok di tangannya. Kepulan asap berpolusi itu menguar ke area sekitar begitu si lelaki berbicara. "Gue nggak yakin sih Arka bener-bener ninggalin Sitta gitu aja kalo dia nggak punya mata-mata di sini, buktinya waktu di gunung sewaktu Doni mau ngerjain Sitta, gagal, kan?""Iya sih, bener juga. Tapi kira-kira siapa ya mata-matanya Arka di genk kita?" Sambung lelaki jangkung itu lagi."Gue sih curiga, Bang Keling sendiri yang jadi mata-mata Arka," balas Bari seraya melempar puntung rokok di tangannya ke tanah dan menginjaknya."Iya, bener Lang, pasti Arka udah bayar mahal ke Bang Keling buat jagain Sitta, secara Arka itu care banget sama Sitta, kan?" Sahut anggota lain membenarkan perkataan G
Suara derum motor saling bersahut-sahutan.Asap mengepul dari knalpot dua motor peserta balapan liar malam ini.Axen dari Genk Bang Keling, sementara Rayyen dari Genk Andalas.Sebuah kerlingan pengingat apa yang harus Axen lakukan dalam balapan motor kali ini terlihat dari kedua bola mata Bari. Axen pun mengerti. Lelaki itu mulai menutup helm full facenya."Semangat Axen! Lo pasti bisa!" Teriak Andi menyemangati."Gue sih nggak yakin kita bakal menang! Genk Andalas tarik anggota baru yang sebelumnya anggota Genk Mars, kalian taukan Genk Mars?" Ucap Dion saat itu.Siapa yang tidak mengenal Genk Mars, mengingat kemampuan yang dimiliki pemimpin Genk Motor Mars sejauh ini tak ada yang mampu menandingi, jadilah taruhan tertinggi malam itu di pasang untuk memilih genk Andalas sebagai pemenang. Dan lagi, balapan pinggiran ini, hanya balapan kelas teri bagi Genk Mars yang telah berkecimpung di dunia balap liar dalam tingkatan kelas yang lebih tinggi.Jadilah sebuah pertanyaan besar saat anggo
Entah sudah berapa puluh kali Sitta mencoba untuk menghubungi Arka, namun teleponnya tak juga diangkat, bahkan puluhan pesan yang dia kirim pun tak juga dibalas oleh Arka.Bolak-balik di dalam kamar seperti setrikaan rusak, Sitta akhirnya menyerah juga.Huft, Arka lagi ngapain sih? Kenapa dia nggak mau angkat telepon gue?Apa jangan-jangan dia lagi sama Dinda sekarang?Umpat Sitta kesal dalam hati.Berdiri berkacak pinggang menghadap jendela kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah jalanan, Sitta terus berpikir, apakah Arka marah padanya akibat ucapannya di sekolah pagi ini?Itulah sebabnya, Arka jadi tak mau mengangkat telepon dan membalas pesan yang dia kirim?Kembali mengingat-ingat kejadian pagi ini di taman belakang sekolah, Sitta pun sadar bahwa apa yang sudah dia katakan pada Arka hari ini memang keterlaluan.Jadi, wajar saja jika sekarang Arka marah padanya.Menoleh kembali layar ponselnya, sekelebat ingatan tentang percakapannya dengan Kahfi barusan di telepon,
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak