"Kata Ranti, kamu diterima di Universitas Negeri ya Sitta? Ih hebat," puji Laras saat dirinya, Wisnu dan juga Sitta sudah berkumpul di ruang keluarga. Menikmati teh manis hangat dan pisang goreng buatan si Mbok."Iya Tante," jawab Sitta dengan gayanya yang dibuat-buat lugu, ayu dan feminin."Kalau boleh tau, kamu ambil jurusan apa?" sambung Wisnu kemudian."Tekhnik informatika, Om," jawab Sitta lagi.Laras dan Wisnu saling pandang penuh kekaguman."Wah, itu jurusan tekhnik paling sulit kan? Kalau bisa masuk berarti otak kamu memang encer ya, Sit?" puji Wisnu setelahnya."Memang cita-cita mau jadi apa Sitta? Nggak pusing pilih jurusan itu?" Tambah Laras."Niatnya mau jadi programmer, Tante, tapi ya dijalani aja dulu, yang penting kan Sitta nya suka dan nyaman dulu.""Iya, ya. Betul itu," jawab Laras dan Wisnu berbarengan sambil menganggukkan kepala.Mereka kembali menawarkan hidangan di meja pada Sitta ketika di waktu yang bersamaan, Kahfi turun setelah mengganti celana pendeknya denga
Kahfi masih berdiri di ujung jalan.Mengutak-atik ponselnya untuk memesan ojek online, ketika dia mendengar suara Sitta memanggil namanya.Menoleh ke arah di mana Sitta kini berada, Kahfi melihat gadis itu melambaikan tangan, seperti memberi isyarat agar Kahfi kembali mendekat, dibarengi dengan sebuah teriakan."Sini dulu, bantuin gue, kaki gue sakit."Cih, jangan harap, gue bakal ketipu sama muka lo yang memelas itu ya!Mencebikkan bibir, Kahfi hanya bergumam dalam hati, tanpa sama sekali perduli dengan teriakan kedua dan ketiga yang keluar dari mulut Sitta di sana.Saat itu, Kahfi sudah berhasil memesan ojek online, dan dia masih harus menunggu sekitar sepuluh menitan sampai sang tukang ojek pesanannya itu datang.Sitta di sana sudah tidak lagi berteriak, dan sepertinya, gadis itu kini sedang berusaha untuk berdiri dengan susah payah.Memperhatikan gerakan Sitta dengan seksama, hadir segelintir rasa heran dalam benak Kahfi, mengenai gerakan tubuh Sitta yang tertatih-tatih hanya untu
Tak tahu apa yang baru saja terjadi di dalam base camp genk motornya, Sitta jelas terkejut saat mendapati keadaan base camp yang berantakan, seperti baru saja terjadi perkelahian di sana karena tak hanya berantakan, Sitta pun menemukan beberapa bercak darah di lantai."Ini kenapa bisa begini? Ada yang abis berantem?" tanya Kahfi yang juga ikut masuk karena dia harus membantu Sitta berjalan dengan memapah gadis itu."Gue juga nggak tau. Andi sama Ojan nggak ada yang bales pesan gue," jawab Sitta begitu Kahfi sudah membantunya untuk duduk dan Sitta langsung mengecek ponselnya.Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Kahfi jadi berpikir dua kali untuk meninggalkan Sitta sendirian di dalam ruangan ini.Sudah pasti terjadi sesuatu dengan sesama anggota genk motor Sitta hingga menimbulkan kekacauan separah ini di base camp mereka, sementara Kahfi tau bahwa Sitta adalah satu-satunya anggota wanita di dalam genk motornya. Sebab, jika sampai terjadi sesuatu hal buruk menimpa Sitta malam ini, Kahf
Pertarungan yang terjadi antara Kahfi dengan segerombol orang asing bersenjata tajam itu berlangsung sengit dan mendebarkan.Dengan keahliannya dalam ilmu beladiri, Kahfi awalnya cukup tangguh melawan mereka meski tubuhnya sudah mengalami luka sayat pisau di beberapa titik.Namun, sepandai-pandainya Kahfi membela diri dan sekuat-kuatnya dia melawan komplotan tersebut, pada akhirnya Kahfi harus rela menerima kekalahannya, tepat saat sebuah pisau lipat menembus perutnya dari arah depan, disusul dengan pukulan benda tumpul di bahunya."KAHFI...."Sitta yang sejak tadi hanya bisa menangis dan berteriak tak mampu melakukan apa pun karena terlalu panik dan takut.Melihat betapa sadis dan beringasnya komplotan bersenjata itu memperlakukan Kahfi, Sitta jelas tak ingin tinggal diam. Dia sudah berusaha untuk bangkit dan berdiri dengan satu kakinya, meski pada akhirnya dia kembali terjatuh karena kakinya yang terkilir sakitnya bukan main."Kahfi... Tolong... Tolong..." Lagi dan lagi, Sitta hanya
Tiga hari berlalu pasca kejadian mengerikan yang dialami Sitta dan Kahfi di base camp genk motor Keling, kini keadaan Kahfi sudah mulai membaik meski dia belum bisa banyak bergerak akibat operasi yang harus dia jalani di bagian perutnya.Sementara Sitta, sampai detik ini terus mengurung diri di kamar dan tak pernah mau keluar bahkan untuk makan sekali pun.Bayang-bayang tubuh Kahfi yang menjadi bulan-bulanan para preman itu seolah menjadi momok menakutkan bagi Sitta, padahal, itu bukan kali pertama Sitta melihat adegan perkelahian di depan mata kepalanya.Hanya saja, perasaan yang Sitta rasakan saat ini jauh berbeda dengan perasaan yang Sitta rasakan ketika dirinya melihat Arka dan kawan-kawan genk motornya berkelahi.Perasaan bersalah yang Sitta rasakan kali ini sungguh menyiksanya. Membuatnya begitu takut."Ta, nanti sore Bunda mau ke rumah sakit jengukin Kahfi, kamu ikut ya? Dari kemarin, Laras bilang Kahfi nanyain kamu terus. Dia khawatir sama kamu," ucap Ranti saat dirinya mengan
"Kenapa nggak lo coba datengin aja Sitta ke rumahnya? Lo tungguin dulu sampe nyokap Sitta pergi, baru deh lo datengin Sitta ke rumah," saran Damar pada Arka yang terlihat putus asa, karena sampai detik ini, Arka terus mengalami kesulitan untuk menghubungi Sitta."Nomor Sitta aktif kok, Ka. Cuma dia emang nggak bales aja pesan gue. Tapi tuh, centang biru, berartikan dia baca pesan yang gue kirim, iya kan?" Sambung Andi kemudian, sambil memperlihatkan layar ponselnya ke Arka."Itu sih fix, Sitta blokir nomor lo, makanya lo jadi nggak bisa hubungin dia," ucap Damar lagi.Arka tampak mengesah berat.Pasrah.Jika memang Sitta yang sudah tak ingin lagi menjalin hubungan dengannya, lantas untuk apa kini Arka terus saja berharap?"Eh, tapi nggak mungkin juga sih Sitta tiba-tiba blokir nomor Arka begitu kalau cuma gara-gara Dinda. Gue sih mikir, ini perbuatan Tante Ranti, kan doi emang nggak suka sama lo, Ka," kali ini Ojan yang bicara."Atau mungkin, ini ulah si Kahfi? Kan dia calon suami Sit
Sesampainya di rumah sakit, kebetulan saat hendak memasuki ruang rawat Kahfi, Sitta dan Ranti berpapasan dengan Laras dan Kalila yang terlihat keluar dari ruangan itu.Mereka bertemu tepat di depan ruang rawat Kahfi."Eh, udah dateng calon besan," ucap Laras menyambut kedatangan Ranti dan juga Sitta. Laras dan Ranti pun langsung cipika-cipiki dan bersalaman secara bergantian."Bisa aja kamu," jawab Ranti sambil tertawa kecil. "Ini mau pada kemana, kok keluar?" Tanya Ranti kemudian."Mau ke depan janjian beli makan sama Abinya Kalila. Dia baru sampe di depan lagi pesenin makan buat kita, yuk gabung yuk Ran, kamu udah makan belum?" ajak Laras kemudian dengan sebuah isyarat yang dia berikan melalui gerakan bola matanya.Untungnya Ranti cepat mengerti."Aku juga laper sih, tapi nanti di dalem nggak ada orang? Yang jagain Kahfi siapa?" ucap Ranti dengan sandiwara liciknya.Laras tersenyum lebar, merasa puas karena rencananya berjalan mulus.Wanita paruh baya berhijab panjang itu pun membuk
"Ini, pertama kalinya, ada orang lain, yang rela mempertaruhkan nyawanya buat gue, Fi... Makanya gue takut banget waktu itu... Takut, lo nggak selamat... Maafin gue, maafin gue ya Fi..."*Ucapan Sitta di rumah sakit tadi sore masih saja terbayang-bayang dalam benak Kahfi saat ini. Bahkan di saat dirinya seharusnya sudah memejamkan mata dan terlelap dalam mimpi indah, karena waktu yang sudah hampir mendekati pukul dua belas malam.Untuk pertama kalinya, Kahfi terlibat percakapan serius dengan Sitta yang membuat hati Kahfi terenyuh, hingga sulit untuk melupakannya.Terlebih saat Sitta mengatakan tentang ayahnya, juga pengalamannya yang pernah menjadi korban perundungan di masa sekolahnya dulu, sewaktu dirinya masih menjadi siswi sekolah dasar di Bandung.*"Jadi lo pernah tinggal di Bandung?" Tanya Kahfi pada Sitta.Sitta mengangguk. Sesekali punggung tangannya menyeka air mata di pipinya."Kelas satu SD gue masih di Bandung. Terus, gue jadi korban bully sama temen sekelas yang juga te
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak