Tiga hari berlalu pasca kejadian mengerikan yang dialami Sitta dan Kahfi di base camp genk motor Keling, kini keadaan Kahfi sudah mulai membaik meski dia belum bisa banyak bergerak akibat operasi yang harus dia jalani di bagian perutnya.Sementara Sitta, sampai detik ini terus mengurung diri di kamar dan tak pernah mau keluar bahkan untuk makan sekali pun.Bayang-bayang tubuh Kahfi yang menjadi bulan-bulanan para preman itu seolah menjadi momok menakutkan bagi Sitta, padahal, itu bukan kali pertama Sitta melihat adegan perkelahian di depan mata kepalanya.Hanya saja, perasaan yang Sitta rasakan saat ini jauh berbeda dengan perasaan yang Sitta rasakan ketika dirinya melihat Arka dan kawan-kawan genk motornya berkelahi.Perasaan bersalah yang Sitta rasakan kali ini sungguh menyiksanya. Membuatnya begitu takut."Ta, nanti sore Bunda mau ke rumah sakit jengukin Kahfi, kamu ikut ya? Dari kemarin, Laras bilang Kahfi nanyain kamu terus. Dia khawatir sama kamu," ucap Ranti saat dirinya mengan
"Kenapa nggak lo coba datengin aja Sitta ke rumahnya? Lo tungguin dulu sampe nyokap Sitta pergi, baru deh lo datengin Sitta ke rumah," saran Damar pada Arka yang terlihat putus asa, karena sampai detik ini, Arka terus mengalami kesulitan untuk menghubungi Sitta."Nomor Sitta aktif kok, Ka. Cuma dia emang nggak bales aja pesan gue. Tapi tuh, centang biru, berartikan dia baca pesan yang gue kirim, iya kan?" Sambung Andi kemudian, sambil memperlihatkan layar ponselnya ke Arka."Itu sih fix, Sitta blokir nomor lo, makanya lo jadi nggak bisa hubungin dia," ucap Damar lagi.Arka tampak mengesah berat.Pasrah.Jika memang Sitta yang sudah tak ingin lagi menjalin hubungan dengannya, lantas untuk apa kini Arka terus saja berharap?"Eh, tapi nggak mungkin juga sih Sitta tiba-tiba blokir nomor Arka begitu kalau cuma gara-gara Dinda. Gue sih mikir, ini perbuatan Tante Ranti, kan doi emang nggak suka sama lo, Ka," kali ini Ojan yang bicara."Atau mungkin, ini ulah si Kahfi? Kan dia calon suami Sit
Sesampainya di rumah sakit, kebetulan saat hendak memasuki ruang rawat Kahfi, Sitta dan Ranti berpapasan dengan Laras dan Kalila yang terlihat keluar dari ruangan itu.Mereka bertemu tepat di depan ruang rawat Kahfi."Eh, udah dateng calon besan," ucap Laras menyambut kedatangan Ranti dan juga Sitta. Laras dan Ranti pun langsung cipika-cipiki dan bersalaman secara bergantian."Bisa aja kamu," jawab Ranti sambil tertawa kecil. "Ini mau pada kemana, kok keluar?" Tanya Ranti kemudian."Mau ke depan janjian beli makan sama Abinya Kalila. Dia baru sampe di depan lagi pesenin makan buat kita, yuk gabung yuk Ran, kamu udah makan belum?" ajak Laras kemudian dengan sebuah isyarat yang dia berikan melalui gerakan bola matanya.Untungnya Ranti cepat mengerti."Aku juga laper sih, tapi nanti di dalem nggak ada orang? Yang jagain Kahfi siapa?" ucap Ranti dengan sandiwara liciknya.Laras tersenyum lebar, merasa puas karena rencananya berjalan mulus.Wanita paruh baya berhijab panjang itu pun membuk
"Ini, pertama kalinya, ada orang lain, yang rela mempertaruhkan nyawanya buat gue, Fi... Makanya gue takut banget waktu itu... Takut, lo nggak selamat... Maafin gue, maafin gue ya Fi..."*Ucapan Sitta di rumah sakit tadi sore masih saja terbayang-bayang dalam benak Kahfi saat ini. Bahkan di saat dirinya seharusnya sudah memejamkan mata dan terlelap dalam mimpi indah, karena waktu yang sudah hampir mendekati pukul dua belas malam.Untuk pertama kalinya, Kahfi terlibat percakapan serius dengan Sitta yang membuat hati Kahfi terenyuh, hingga sulit untuk melupakannya.Terlebih saat Sitta mengatakan tentang ayahnya, juga pengalamannya yang pernah menjadi korban perundungan di masa sekolahnya dulu, sewaktu dirinya masih menjadi siswi sekolah dasar di Bandung.*"Jadi lo pernah tinggal di Bandung?" Tanya Kahfi pada Sitta.Sitta mengangguk. Sesekali punggung tangannya menyeka air mata di pipinya."Kelas satu SD gue masih di Bandung. Terus, gue jadi korban bully sama temen sekelas yang juga te
"Dia... Seperti memiliki kepribadian ganda, sama seperti ibunya, Zarina.""Berkepribadian ganda gimana, Ummi?" tanya Kahfi lebih lanjut. Cerita sang ibu tentang latar belakang keluarga Sitta yang rumit seolah menarik untuk diikuti. Membuat Kahfi jadi semakin penasaran."Udah lah, kamu tidur sana istirahat. Besok kita lanjut lagi ceritanya. Sudah malem banget ini," ucap Laras yang merasa bahwa tidak seharusnya bercerita lebih lanjut mengenai sosok Bulan pada Kahfi, karena Laras tak ingin Kahfi pun jadi ikut bersu'udzon terhadap sesuatu yang belum terbukti kebenarannya."Jelasin dulu dong, Mi. Kalau cerita jangan setengah-setengah gitu, yang ada Kahfi makin nggak bisa tidur."Laras tersenyum, "cerita tentang Bulan ini belum tentu benar, hanya sebatas dugaan Ummi saja, dan ketakutan Ranti atas apa yang dia ketahui tentang Zarina. Makanya, Ranti nggak mau kalau Sitta itu dekat-dekat sama Bulan," jelas Laras pada akhirnya. "Sebenarnya, aslinya sih Bulan itu anak yang baik, cantik, sholehah
Dua bulan berlalu pasca kejadian naas yang menimpa Kahfi dan Sitta di base camp genk motor Sitta, kasus kematian Keling dan Bari pun sudah terselesaikan, meski tak sesuai harapan.Reygan yang dijadikan tersangka akhirnya dibebaskan karena tak adanya bukti kuat atas tuduhan tersebut.Sementara kematian Bari telah terpecahkan masalahnya, dengan menjadikan anggota genk Andalas sebagai tersangka.Perjanjian taruhan malam itu tak bisa ditepati Bari membuat genk Andalas marah hingga membunuh Bari secara keji.Sementara mengenai kasus pengeroyokan yang dialami Kahfi dan Sitta di base camp, masih belum menemukan titik terang karena orang-orang yang mengeroyok Kahfi memang belum diketahui siapa identitasnya hingga detik ini.Mereka semua bertopeng dan mengenakan atribut serba hitam, yang membuat Kahfi dan Sitta tak bisa mengenali satu pun wajahnya.Setelah melalui proses panjang yang melelahkan, Kahfi dan pihak keluarga memutuskan agar pihak kepolisian tetap melanjutkan penyelidikan lebih lanj
Hari Rabu sore, rasanya sama seperti sore di hari-hari biasanya.Awan putih bersih tampak menghiasi angkasa, berdampingan dengan matahari yang bersinar di puncak bagian barat langit. Warna putihnya bercahaya terang benderang. Menyilaukan mata siapa pun yang menatapnya dengan mata terbuka.Dari balik jendela mobil yang tertutup, Sitta melihat dedaunan melambai dari ranting-ranting pohon yang bergerak tertiup angin.Aktifitas penduduk Jakarta memadati tepi jalan raya hampir di setiap sudut kota.Dari mulai pekerja swasta, Ibu rumah tangga, pedagang asongan, pedagang kaki lima, pengamen, dan para pengemis.Tiada yang berubah di sepanjang apa yang dilihatnya.Lalu lalang kendaraan yang memadati jalan raya seolah menambah sesak ruang di hatinya saat ini. Sesak oleh rasa rindu yang membuncah akan perpisahannya dengan Arka.Dua bulan berlalu sejak dirinya dan Arka harus berpisah di Bandara sebelum keberangkatan Arka menuju Bali, kecupan manis bibir Arka di keningnya seolah masih terasa hingg
Pertemuan malam ini dengan keluarga Kahfi berlangsung lancar.Seperti biasa, Sitta akan menjadi sosok wanita yang pemalu dan pendiam ketika berhadapan dengan calon ibu dan bapak mertuanya.Penampilannya yang syar'i dengan pulasan make up natural di wajahnya seolah menyempurnakan sandiwara Sitta sejauh ini.Sikap santun, dengan tutur katanya yang sopan dan lemah lembut semakin membuat Laras dan Wisnu terkagum-kagum pada sosok Sitta.Hingga kedua orang tua itu merasa bahwa Sitta lah satu-satunya pasangan yang paling tepat dan cocok untuk Kahfi.Malam itu, meja makan terdengar ramai oleh suara Kalila dan juga Laras yang banyak bercerita, membahas hal-hal seputar kebiasaan Kahfi sejak kecil.Tentang bagaimana nakalnya Kahfi dan segala hal tentang Kahfi yang tentunya belum diketahui oleh Sitta selama ini."Kalau Ummi sama Kalila terus-terusan jelek-jelekin Kahfi di depan Sitta, bisa-bisa setelah ini Sitta langsung membatalkan rencananya untuk menikah sama Kahfi deh," ucap Kahfi di tengah h