Setelah mengenakan kembali hijabnya dengan sempurna, Sitta turun dari taksi online yang ditumpanginya bersama Kahfi.
Awalnya, Sitta berpikir Kahfi akan langsung pulang, namun anehnya, lelaki itu pun ikut turun bersama Sitta saat itu. Entah apalagi keperluannya, Sitta benar-benar tak habis pikir."Lo mau ngapain lagi sih? Ini udah malem tau, rumah gue udah nggak terima tamu!" oceh Sitta sebelum Kahfi mengekor langkahnya ke dalam rumah toko yang dia huni bersama sang ibunda. "Jangan bilang lo mau nginep di rumah gue?" Tandas Sitta lagi.Keduanya tampak berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat di halaman depan teras ruko yang berfungsi untuk tempat parkir kendaraan pelanggan Laundry, tanpa mereka ketahui, Ranti tengah mengintip dari jendela lantai dua rukonya.Karena lampu lantai dua yang memang sengaja Ranti padamkan, jadilah dia tak terlihat keberadaannya di dekat jendela oleh siapa pun."Gue cuma mau memastikan lo bener-bener masuk ke rumah dengan selamat, apa salah?" ucap Kahfi dengan nada santai."Pintu rumah gue tinggal lima langkah aja kok dari sini, nggak usah lebay deh. Udah sana pulang," Sitta mengibaskan tangan memberi tanda pengusiran pada Kahfi, namun jemari Kahfi malah menangkap pergelangan tangan itu dengan cepat dan tangkas.Tak sampai di situ aksi Kahfi, lelaki itu pun turut menarik pinggul Sitta hingga perut keduanya menyatu setengah berpelukan.Ranti di atas sana sontak terbelalak melihat pemandangan romantis Sitta dan Kahfi itu hingga tak kuasa menahan kegembiraannya. Bahkan saking senang, Ranti langsung mengabadikan momen langka itu dengan merekam adegan mesra Sitta dan Kahfi menggunakan ponselnya.Ranti berpikir, Laras harus tahu tentang hal ini."Lo masih punya hutang satu dosa ke gue, dan gue mau penjelasannya malam ini juga!" Bisik Kahfi di detik kedua setelah dirinya dan Sitta berada dalam keintiman."Hutang dosa apalagi sih? Lepas!" Sitta berusaha berontak, tapi tekanan tangan Kahfi di pinggulnya begitu kuat. "Gue nggak ngerti maksud lo!""Nyokap lo sama nyokap gue itu sahabatan. Dan selama ini, nyokap gue nggak pernah tahu kalau gue punya apartemen pribadi yang gue jadiin tempat bersenang-senang sama pelacur. Tapi, keesokan hari setelah gue salah kirim alamat apartemen gue ke nomor lo, nyokap gue dateng ke apartemen dan ngelabrak gue! Dan pertanyaannya adalah, darimana nyokap gue bisa tahu alamat apartemen itu kalau bukan dari lo, hah? Coba jelasin!" tutur Kahfi panjang lebar.Sitta dengan debaran di dadanya yang kian menggila akibat keintimannya dengan Kahfi, jadi tak mampu mencerna dengan baik penjelasan panjang dari Kahfi hingga dia pun hanya menjawab, "gue aja nggak tau kalau nyokap lo sama nyokap gue sahabatan, gimana ceritanya gue tahu nomor nyokap lo? Lepasin gue!"Semakin Sitta berontak, Kahfi justru semakin mempererat dekapannya.Bahkan gilanya Kahfi, dia malah semakin memajukan wajah mendekati wajah Sitta saat kembali bicara."Nggak usah coba bohongin gue lagi! Setelah kejadian malam ini lo coba bersandiwara buat ngerjain gue sama temen-temen sialan lo itu, gue nggak akan pernah percaya lagi sama lo, ngerti!""Terserah! Whatever! Gue nggak perduli lo mau percaya apa nggak sama gue, yang jelas, gue sama nyokap lo emang nggak saling kenal dan gue sama sekali nggak tahu siapa sebenarnya nyokap lo karena gue yang emang nggak pernah mau tau sama urusan pribadi nyokap gue selama ini! PUAS LO!"Sitta yang sudah tak tahan dengan kekurang-ajaran Kahfi terpaksa mengambil jurus andalannya dengan menendang selangkangan Kahfi menggunakan lututnya, hingga membuat dekapan Kahfi di pinggulnya pun terlepas.Kahfi yang kesakitan hanya bisa menjerit tertahan sambil memegangi pusakanya, sementara Sitta langsung ngibrit ke dalam rumahnya.Untungnya, kejadian naas penutup kemesraan Kahfi dan Sitta itu tak disaksikan Ranti yang saat itu tiba-tiba menerima telepon dari seseorang.Di balik pintu rukonya, Sitta masih berdiri bersandar di sana.Sekadar merelaksasi debaran di dadanya yang semakin menggila.Entah, kenapa dia jadi seperti ini?Apa karena sentuhan lelaki mesum itu?Idih!Sitta langsung bergidik geli.Sepertinya, dia harus mandi kembang tujuh rupa malam ini karena tubuhnya yang sudah dipegang-pegang Kahfi.Saat itu, Sitta sudah naik tangga menuju kamarnya di lantai dua, ketika tanpa sengaja dia mendengar percakapan sang Ibunda dengan seseorang di dalam kamar Ranti.Suasana hening di sekitar membuat suara Ranti yang pelan terdengar cukup jelas oleh Sitta."Sitta baik-baik aja, kok. Nggak ada yang perlu kamu khawatirkan. Ibu sama Sitta sehat di sini."Menajamkan telinga ke daun pintu kamar Ranti, Sitta pun mencoba menerka-nerka, dengan siapa kiranya sang Ibu bercakap di telepon malam-malam begini."Oh jadi kamu mau ke Jakarta? Yaudah silahkan, tapi maaf, Ibu nggak bisa mengizinkan kamu tinggal di sini lagi bersama kami."Sepertinya, Sitta mulai tahu, siapa sebenarnya lawan bicara sang ibundanya itu. Dari nada bicara Ranti yang terdengar sinis dan ketus, sudah pasti, Ranti sedang berbicara dengan Kakak perempuan Sitta saat ini.Sesungguhnya inilah satu hal yang membuat Sitta menjelma menjadi anak yang selalu melawan pada sang Ibunda. Sitta kesal pada Ranti yang selalu memperlakukan kakak perempuannya dengan cara yang berbeda.Bukan sekali atau dua kali, sang kakak diperlakukan tidak adil oleh sang Ibu selama mereka masih tinggal bersama dahulu. Hingga puncak dari segala perlakuan buruk sang ibunda adalah, ketika Ranti mengusir Bulan secara terang-terangan dari rumah ini.Dan sejak itulah, rasa hormat dan sayang Sitta pada Ranti perlahan berubah menjadi rasa benci dan marah.Bagi Sitta, Bulan adalah Kakak yang baik meski mereka tidak terlahir dari rahim wanita yang sama. Bulan selalu ada untuk Sitta. Menjadi teman Sitta berbagi cerita. Dan ketiadaan Bulan dalam kehidupan Sitta membuat Sitta akhirnya mencari kesenangan di luar bersama anak-anak satu geng motornya.Kenapa Bunda bisa sejahat itu sama Kak Bulan sih? Apa salah Kak Bulan selama ini?Bisik Sitta membatin seraya melanjutkan langkahnya pelan memasuki kamar.Menutup lesu pintu kamar, Sitta lantas membuka pakain gamis dan hijabnya. Bergegas mandi untuk kemudian berganti pakaian dan tidur.Sebelum tidur, Sitta sempat mengecek gawainya, berharap ada satu saja pesan balasan dari Bulan untuknya.Sejak sang Kakak diusir Ranti dari rumah beberapa tahun lalu, Sitta tak pernah lagi bertemu Bulan hingga detik ini. Jangan kan bertemu, bahkan sekadar berkirim kabar melalui sambungan seluler pun tak pernah.Bulan tak pernah membalas pesannya apalagi mengangkat telepon darinya, padahal Sitta sangat merindukan sang kakak.Sebegitu marah kah Bulan pada Ranti, hingga Sitta terkena imbas kemarahannya? Sitta sendiri tak tahu.Sitta masih termenung menatap layar ponselnya ketika layar ponsel itu tiba-tiba berkedip dan berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk."Kak Bulan?" pekik Sitta dengan senangnya."Halo, Kak Bulan?" sapa Sitta di telepon membuka percakapan. "Kemana aja sih? Kok baru telepon? Udah sms Sitta nggak pernah dibales lagi, sok sibuk banget!" Omel Sitta sebelum orang di seberang sempat buka suara.Terdengar tawa kecil suara seseorang di seberang. "Assalamualaikum," ucapnya mengawali percakapan.Sitta berdecak, merasa tersindir dengan ucapan salam sang kakak. "Waalaikum salam," jawabnya malas-malassan."Barusan kakak habis telepon Ibu," beritahu seseorang yang selama ini memiliki peran terpenting bagi keberlangsungan hidup Sitta. Seseorang yang begitu Sitta sayang dan seseorang yang menjadi tempat Sitta mencurahkan segala perasaan gundah gulana dalam hatinya selama ini. Termasuk, tempat Sitta mengadu jika Sitta sedang bertengkar dengan Ibundanya. "Gimana kabar kamu di sana? Ibu bilang, kamu diterima masuk universitas negeri ya di Jakarta? Selamat ya, Sitta."Sitta tak langsung menjawab karena dia masih belum terima atas sikap Bulan yang sudah mengabaikannya beberapa tah
Yasa.Apa kabar, bos?Lama nih nggak pesen barang baru?Lagi sibukkah?Gue cuma mau infoin aja nih, kalau ditempat gue malam ini bakal ada barang baru. Dua orang ABG baru lulus, jamin segel masih rapet. Minat ga?Melempar asal ponsel ke atas meja kerjanya, Kahfi meremas kepala frustasi.Tak sama sekali berniat untuk membalas apa lagi memesan apa yang biasanya dia pesan dari Yasa, karena Kahfi sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan zina pada kedua orang tuanya.Meski, untuk melewati hari-harinya saat ini tanpa sentuhan wanita, Kahfi merasa sangat tersiksa.Sejak dirinya dipergoki berzina oleh Laras, Kahfi memang tak pernah lagi melakukan perbuatan dosa itu meski hal itu membuat Kahfi jadi tidak fokus melakukan pekerjaan baik itu di kantor mau pun saat dia di rumah.Pikiran kotor di dalam kepalanya terus saja mengusiknya dengan sangat, tanpa ampun, dan sulit dihilangkan. Tak boleh melihat wanita dengan pakaian terbuka sedikit, Kahfi langsung berpikir yang tidak-tidak.Hingga akhirnya
Deru bising motor sport hitam yang dikendarai seorang gadis berseragam SMA terdengar nyaring memekik telinga.Suasana jalan di ibukota yang padat merayap tak menghentikan aksi si gadis untuk melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan di atas rata-rata.Kendaraan itu meliuk-liuk tajam di antara padatnya kendaraan di jalan, bahkan tanpa dia memperdulikan suara klakson dan caci maki orang.Hari ini, Sitta datang pagi-pagi ke sekolahnya untuk mengambil Surat Keterangan Lulus agar bisa mendaftar ke perguruan tinggi.Setelah kejadian dirinya mengerjai Kahfi seminggu yang lalu, sampai detik ini, Sitta dan Kahfi memang tak saling berhubungan apalagi bertemu.Sitta lebih sering menghabiskan waktunya di rumah dengan menyendiri di kamarnya untuk kemudian bermain game di komputer, atau sekadar berbalas chat dengan Bulan.Saat ini, Sitta baru saja sampai di lapangan parkir sekolah dan hendak melepas helm full face nya ketika sebuah motor sport lain muncul di sisi kendaraannya. Mengesah berat
Usai pengambilan SKL di sekolah, Sitta yang kini sedang dalam masa perpindahan status dari pelajar ke mahasiswa, sama sekali tak memiliki kegiatan yang berarti kecuali dia mengurung diri di kamar seharian.Mau pergi ke basecamp genk motornya pun pagi-pagi begini pasti sepi. Lagian, Sitta memang malas kumpul-kumpul lagi dengan mereka karena tak mau lagi berurusan dengan Arka, awalnya begitu.Namun kini, setelah Sitta mengetahui kebusukan Dinda di belakang Arka, Sitta tak mau tinggal diam dan membiarkan Arka dipermainkan oleh Dinda.Hingga akhirnya, Sitta yang saat itu sedang gabut sendirian, melihat kendaraan Arka yang baru saja melintas di hadapannya dan membawa Dinda di boncengan pun, reflek menguntit kemana kedua sejoli itu pergi.Jarak keduanya cukup dekat kala itu, tapi Arka malah pergi begitu saja tanpa menoleh apalagi menyapa Sitta yang masih asik melamun di parkiran. Dan Sitta, memaklumi hal itu. Pastinya Arka tersinggung dengan apa yang sudah dia ucapkan pada lelaki itu di tam
"Oh, jadi bener ini yang namanya Kevan?" Ucap Sitta memotong kalimat Kahfi dan dengan cepat lalu mengulurkan tangan ke arah Kevan, "kenalin, saya Sitta, calon istri Kahfi," tambah gadis berhijab syari itu lagi."Oh, saya Kevan," balas Kevan dengan senyum sumringahnya.Suasana di meja tersebut seketika berubah menjadi sangat canggung.Kahfi yang merasa malu atas pengakuan Sitta.Fahri yang jadi senyam-senyum sendiri karena merasa lucu dengan tingkah polos wanita bernama Sitta itu.Sementara Dinda dengan tatapan penuh ketidaksukaannya terhadap sikap Sitta pada Kevan yang dianggapnya SKSD."Kamu kenal dia, Beb?" Tanya Dinda setengah berbisik, meski ucapannya itu tetap saja di dengar oleh yang lain, termasuk Sitta sendiri."Kamu kan liat, aku baru berkenalan tadi sama Sitta, ya berarti kita belum saling kenal sebelumnya," jawab Kevan menjelaskan, yang disusul kembali dengan suara Sitta di sana."Saya sama Dinda kan satu sekolah, Kev. Di sekolah itu Dinda jadi rebutan banyak lelaki tau. Sa
Entah nasib sial apa yang sedang mengikuti Kahfi kali ini.Setelah dirinya berhasil membawa Sitta ke dalam mobil pribadinya di basement untuk kemudian meledakkan amarahnya di sana, namun tak juga dia lakukan saat Sitta yang duduk di sisinya malah menangis tersedu-sedu.Mirip seperti anak kecil yang tak diberi jajan.Dan menjadi kelemahan paling besar bagi Kahfi saat dirinya harus berhadapan dengan wanita yang sedang menangis. Hingga akhirnya, amarah yang tadinya sudah mencapai ubun-ubun pun sirna dalam sekejap mata.Pada akhirnya, Kahfi hanya bisa terdiam di bangku kemudi sambil sesekali menoleh ke arah Sitta yang terus sesenggukan.Tak tahan mendengar suara Sitta yang terus menarik ingusnya di dalam hidung, Kahfi pun menyodorkan tempat tissue pada Sitta yang langsung mengambil isinya untuk kemudian mengeluarkan len*dir yang menumpuk di hidungnya.Melempar asal tissue kotornya ke bawah mobil, membuat amarah Kahfi yang tadinya mereda kembali naik."Ini ada tempat sampah, buang yang ben
"Gimana rencana lo Bar, jadi nggak? Sitta ama Arka udah nggak pernah lagi keliatan gabung di genk kita. Denger kabar sih mereka berantem ya?" Ucap seorang lelaki bertubuh jangkung yang duduk di atas motor.Seorang lelaki lain yang bernama Bari, yang duduk tak jauh dari lelaki jangkung tadi menyesap rokok di tangannya. Kepulan asap berpolusi itu menguar ke area sekitar begitu si lelaki berbicara. "Gue nggak yakin sih Arka bener-bener ninggalin Sitta gitu aja kalo dia nggak punya mata-mata di sini, buktinya waktu di gunung sewaktu Doni mau ngerjain Sitta, gagal, kan?""Iya sih, bener juga. Tapi kira-kira siapa ya mata-matanya Arka di genk kita?" Sambung lelaki jangkung itu lagi."Gue sih curiga, Bang Keling sendiri yang jadi mata-mata Arka," balas Bari seraya melempar puntung rokok di tangannya ke tanah dan menginjaknya."Iya, bener Lang, pasti Arka udah bayar mahal ke Bang Keling buat jagain Sitta, secara Arka itu care banget sama Sitta, kan?" Sahut anggota lain membenarkan perkataan G
Suara derum motor saling bersahut-sahutan.Asap mengepul dari knalpot dua motor peserta balapan liar malam ini.Axen dari Genk Bang Keling, sementara Rayyen dari Genk Andalas.Sebuah kerlingan pengingat apa yang harus Axen lakukan dalam balapan motor kali ini terlihat dari kedua bola mata Bari. Axen pun mengerti. Lelaki itu mulai menutup helm full facenya."Semangat Axen! Lo pasti bisa!" Teriak Andi menyemangati."Gue sih nggak yakin kita bakal menang! Genk Andalas tarik anggota baru yang sebelumnya anggota Genk Mars, kalian taukan Genk Mars?" Ucap Dion saat itu.Siapa yang tidak mengenal Genk Mars, mengingat kemampuan yang dimiliki pemimpin Genk Motor Mars sejauh ini tak ada yang mampu menandingi, jadilah taruhan tertinggi malam itu di pasang untuk memilih genk Andalas sebagai pemenang. Dan lagi, balapan pinggiran ini, hanya balapan kelas teri bagi Genk Mars yang telah berkecimpung di dunia balap liar dalam tingkatan kelas yang lebih tinggi.Jadilah sebuah pertanyaan besar saat anggo
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak