Suara derum motor saling bersahut-sahutan.Asap mengepul dari knalpot dua motor peserta balapan liar malam ini.Axen dari Genk Bang Keling, sementara Rayyen dari Genk Andalas.Sebuah kerlingan pengingat apa yang harus Axen lakukan dalam balapan motor kali ini terlihat dari kedua bola mata Bari. Axen pun mengerti. Lelaki itu mulai menutup helm full facenya."Semangat Axen! Lo pasti bisa!" Teriak Andi menyemangati."Gue sih nggak yakin kita bakal menang! Genk Andalas tarik anggota baru yang sebelumnya anggota Genk Mars, kalian taukan Genk Mars?" Ucap Dion saat itu.Siapa yang tidak mengenal Genk Mars, mengingat kemampuan yang dimiliki pemimpin Genk Motor Mars sejauh ini tak ada yang mampu menandingi, jadilah taruhan tertinggi malam itu di pasang untuk memilih genk Andalas sebagai pemenang. Dan lagi, balapan pinggiran ini, hanya balapan kelas teri bagi Genk Mars yang telah berkecimpung di dunia balap liar dalam tingkatan kelas yang lebih tinggi.Jadilah sebuah pertanyaan besar saat anggo
Entah sudah berapa puluh kali Sitta mencoba untuk menghubungi Arka, namun teleponnya tak juga diangkat, bahkan puluhan pesan yang dia kirim pun tak juga dibalas oleh Arka.Bolak-balik di dalam kamar seperti setrikaan rusak, Sitta akhirnya menyerah juga.Huft, Arka lagi ngapain sih? Kenapa dia nggak mau angkat telepon gue?Apa jangan-jangan dia lagi sama Dinda sekarang?Umpat Sitta kesal dalam hati.Berdiri berkacak pinggang menghadap jendela kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah jalanan, Sitta terus berpikir, apakah Arka marah padanya akibat ucapannya di sekolah pagi ini?Itulah sebabnya, Arka jadi tak mau mengangkat telepon dan membalas pesan yang dia kirim?Kembali mengingat-ingat kejadian pagi ini di taman belakang sekolah, Sitta pun sadar bahwa apa yang sudah dia katakan pada Arka hari ini memang keterlaluan.Jadi, wajar saja jika sekarang Arka marah padanya.Menoleh kembali layar ponselnya, sekelebat ingatan tentang percakapannya dengan Kahfi barusan di telepon,
"Kata Ranti, kamu diterima di Universitas Negeri ya Sitta? Ih hebat," puji Laras saat dirinya, Wisnu dan juga Sitta sudah berkumpul di ruang keluarga. Menikmati teh manis hangat dan pisang goreng buatan si Mbok."Iya Tante," jawab Sitta dengan gayanya yang dibuat-buat lugu, ayu dan feminin."Kalau boleh tau, kamu ambil jurusan apa?" sambung Wisnu kemudian."Tekhnik informatika, Om," jawab Sitta lagi.Laras dan Wisnu saling pandang penuh kekaguman."Wah, itu jurusan tekhnik paling sulit kan? Kalau bisa masuk berarti otak kamu memang encer ya, Sit?" puji Wisnu setelahnya."Memang cita-cita mau jadi apa Sitta? Nggak pusing pilih jurusan itu?" Tambah Laras."Niatnya mau jadi programmer, Tante, tapi ya dijalani aja dulu, yang penting kan Sitta nya suka dan nyaman dulu.""Iya, ya. Betul itu," jawab Laras dan Wisnu berbarengan sambil menganggukkan kepala.Mereka kembali menawarkan hidangan di meja pada Sitta ketika di waktu yang bersamaan, Kahfi turun setelah mengganti celana pendeknya denga
Kahfi masih berdiri di ujung jalan.Mengutak-atik ponselnya untuk memesan ojek online, ketika dia mendengar suara Sitta memanggil namanya.Menoleh ke arah di mana Sitta kini berada, Kahfi melihat gadis itu melambaikan tangan, seperti memberi isyarat agar Kahfi kembali mendekat, dibarengi dengan sebuah teriakan."Sini dulu, bantuin gue, kaki gue sakit."Cih, jangan harap, gue bakal ketipu sama muka lo yang memelas itu ya!Mencebikkan bibir, Kahfi hanya bergumam dalam hati, tanpa sama sekali perduli dengan teriakan kedua dan ketiga yang keluar dari mulut Sitta di sana.Saat itu, Kahfi sudah berhasil memesan ojek online, dan dia masih harus menunggu sekitar sepuluh menitan sampai sang tukang ojek pesanannya itu datang.Sitta di sana sudah tidak lagi berteriak, dan sepertinya, gadis itu kini sedang berusaha untuk berdiri dengan susah payah.Memperhatikan gerakan Sitta dengan seksama, hadir segelintir rasa heran dalam benak Kahfi, mengenai gerakan tubuh Sitta yang tertatih-tatih hanya untu
Tak tahu apa yang baru saja terjadi di dalam base camp genk motornya, Sitta jelas terkejut saat mendapati keadaan base camp yang berantakan, seperti baru saja terjadi perkelahian di sana karena tak hanya berantakan, Sitta pun menemukan beberapa bercak darah di lantai."Ini kenapa bisa begini? Ada yang abis berantem?" tanya Kahfi yang juga ikut masuk karena dia harus membantu Sitta berjalan dengan memapah gadis itu."Gue juga nggak tau. Andi sama Ojan nggak ada yang bales pesan gue," jawab Sitta begitu Kahfi sudah membantunya untuk duduk dan Sitta langsung mengecek ponselnya.Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Kahfi jadi berpikir dua kali untuk meninggalkan Sitta sendirian di dalam ruangan ini.Sudah pasti terjadi sesuatu dengan sesama anggota genk motor Sitta hingga menimbulkan kekacauan separah ini di base camp mereka, sementara Kahfi tau bahwa Sitta adalah satu-satunya anggota wanita di dalam genk motornya. Sebab, jika sampai terjadi sesuatu hal buruk menimpa Sitta malam ini, Kahf
Pertarungan yang terjadi antara Kahfi dengan segerombol orang asing bersenjata tajam itu berlangsung sengit dan mendebarkan.Dengan keahliannya dalam ilmu beladiri, Kahfi awalnya cukup tangguh melawan mereka meski tubuhnya sudah mengalami luka sayat pisau di beberapa titik.Namun, sepandai-pandainya Kahfi membela diri dan sekuat-kuatnya dia melawan komplotan tersebut, pada akhirnya Kahfi harus rela menerima kekalahannya, tepat saat sebuah pisau lipat menembus perutnya dari arah depan, disusul dengan pukulan benda tumpul di bahunya."KAHFI...."Sitta yang sejak tadi hanya bisa menangis dan berteriak tak mampu melakukan apa pun karena terlalu panik dan takut.Melihat betapa sadis dan beringasnya komplotan bersenjata itu memperlakukan Kahfi, Sitta jelas tak ingin tinggal diam. Dia sudah berusaha untuk bangkit dan berdiri dengan satu kakinya, meski pada akhirnya dia kembali terjatuh karena kakinya yang terkilir sakitnya bukan main."Kahfi... Tolong... Tolong..." Lagi dan lagi, Sitta hanya
Tiga hari berlalu pasca kejadian mengerikan yang dialami Sitta dan Kahfi di base camp genk motor Keling, kini keadaan Kahfi sudah mulai membaik meski dia belum bisa banyak bergerak akibat operasi yang harus dia jalani di bagian perutnya.Sementara Sitta, sampai detik ini terus mengurung diri di kamar dan tak pernah mau keluar bahkan untuk makan sekali pun.Bayang-bayang tubuh Kahfi yang menjadi bulan-bulanan para preman itu seolah menjadi momok menakutkan bagi Sitta, padahal, itu bukan kali pertama Sitta melihat adegan perkelahian di depan mata kepalanya.Hanya saja, perasaan yang Sitta rasakan saat ini jauh berbeda dengan perasaan yang Sitta rasakan ketika dirinya melihat Arka dan kawan-kawan genk motornya berkelahi.Perasaan bersalah yang Sitta rasakan kali ini sungguh menyiksanya. Membuatnya begitu takut."Ta, nanti sore Bunda mau ke rumah sakit jengukin Kahfi, kamu ikut ya? Dari kemarin, Laras bilang Kahfi nanyain kamu terus. Dia khawatir sama kamu," ucap Ranti saat dirinya mengan
"Kenapa nggak lo coba datengin aja Sitta ke rumahnya? Lo tungguin dulu sampe nyokap Sitta pergi, baru deh lo datengin Sitta ke rumah," saran Damar pada Arka yang terlihat putus asa, karena sampai detik ini, Arka terus mengalami kesulitan untuk menghubungi Sitta."Nomor Sitta aktif kok, Ka. Cuma dia emang nggak bales aja pesan gue. Tapi tuh, centang biru, berartikan dia baca pesan yang gue kirim, iya kan?" Sambung Andi kemudian, sambil memperlihatkan layar ponselnya ke Arka."Itu sih fix, Sitta blokir nomor lo, makanya lo jadi nggak bisa hubungin dia," ucap Damar lagi.Arka tampak mengesah berat.Pasrah.Jika memang Sitta yang sudah tak ingin lagi menjalin hubungan dengannya, lantas untuk apa kini Arka terus saja berharap?"Eh, tapi nggak mungkin juga sih Sitta tiba-tiba blokir nomor Arka begitu kalau cuma gara-gara Dinda. Gue sih mikir, ini perbuatan Tante Ranti, kan doi emang nggak suka sama lo, Ka," kali ini Ojan yang bicara."Atau mungkin, ini ulah si Kahfi? Kan dia calon suami Sit