"Genk motor Rival ancem kami akan memperkosa dan membunuh Sitta kalau sampai kami berani lapor polisi, Bang!"
Seperti sebuah dejavu saat kalimat itu keluar dari mulut Andi.Membuat Kahfi tertegun mendengarnya.Hingga ingatan Kahfi pun seolah terbang ke masa lalu.*"Gengnya Regan ancem gue, Fi. Katanya, kalau sampe lo ngaduin soal Regan yang pakai sabu ke Pak Kepsek, Regan akan buat perhitungan sama lo! Dia mau memperkosa Nanda!"*Mengingat hal itu, tubuh Kahfi langsung menegang. Kedua tangan lelaki itu terkepal keras di sisi tubuhnya, bahkan saking kerasnya kepalan tangan itu, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih.Urat nadi di leher Kahfi yang berkulit putih pun tampak menonjol keluar, karena Kahfi yang terlalu kuat menekan kedua rahangnya.Dada lelaki itu bergemuruh dengan hebatnya seolah siap untuk meledakkan lahar panas yang selama ini terpendam bertahun-tahun lamanya di dada.Nanda, gadis yang dicintainya harus ternoda karena ulahnya. Karena keegoisannya.Lantas, apakah kini Kahfi akan mengulangi kesalahan yang sama terhadap Sitta? Sementara dia sadar bahwa keselamatan Sitta hari ini masih menjadi tanggung jawabnya karena dia yang mengajak Sitta pergi tadi siang.Jika Sitta sampai celaka, bagaimana dia harus menjelaskan semuanya pada Tante Ranti?Tidak hanya sampai di situ, bahkan hubungan persahabatan Tante Ranti dan Umminya jelas sedang dipertaruhkan saat ini, akibat kecerobohannya.Sitta diculik, setelah dirinya meninggalkan gadis itu sendirian di jalan siang tadi. Dan itu artinya, semua yang terjadi menimpa Sitta hari ini, adalah salahnya.Harusnya Kahfi sadar akan hal itu.Masih bergumul dengan kekalutan dalam hatinya, Kahfi pun akhirnya mampu mengambil keputusan terbijaknya.Lelaki itu berbalik ke arah Andi dan berkata, "berapa hutang kalian ke geng itu?" Tanyanya dengan suara yang terdengar lemah.Binar cerah di mata Andi menandakan bahwa dirinya berhasil meluluhkan hati Kahfi. Meski, Andi masih meragu apakah lelaki tampan di hadapannya saat ini betulan Kahfi atau bukan?*"Ciri-ciri lelaki yang namanya Kahfi itu, giginya tonggos, kulitnya gosong dan rambutnya gondrong. Pokoknya nggak banget deh. Berbeda seratus delapan puluh derajat sama supirnya yang ganteng banget. Sayangnya, tuh supir belagu abis. Ngeselin deh pokoknya! Jadi, kalau bisa, bukan cuma si Kahfi aja yang lo kerjain, tapi si Epen juga! Itu nama supir Kahfi."*Begitulah kiranya penjelasan seseorang pada Andi di lokasi base camp genk mereka hari ini."Hutang genk kami, sepuluh juta, Bang," jawab Andi to the point. "Sa-saya disuruh Bang Keling, ketua genk saya datang ke sini temuin Bang Kahfi dengan harapan Bang Kahfi bisa bantu kesulitan kami saat ini. Bang Keling janji akan balikin uangnya dalam waktu dekat. Yang penting malam ini Sitta bisa bebas dari cengkraman gengnya Rival, Bang," lanjut Andi menjelaskan lebih jauh.Andi melihat ekspresi lelaki di hadapannya tampak kaget mendengar nominal angka yang baru saja dia sebutkan. Dalam hati menahan tawa, Andi pun kembali berkata, "tapi, Abang ini beneran yang namanya Kahfi, kan? Anak dari pemilik rumah ini?"Kahfi terdiam sejenak dengan tatapannya yang lekat ke arah Andi, hingga lelaki itu pun mengangguk pelan.Persetan dengan sandiwaranya yang tadi siang dia lakukan bersama Epen. Toh, Kahfi sendiri tak ada niat untuk kembali berurusan dengan Sitta, setelah kejadian malam ini.Cukup baginya.Kahfi tak ingin membuat kehidupannya yang indah berubah menjadi hari-hari buruk jika dia masih harus berhubungan dengan Sitta. Gadis temperamen yang tajam mulutnya menyaingi keris sakti Siamang Tunggal."Lo ada rekening?" Tanya Kahfi kemudian seraya merogoh ponsel di saku celana pendeknya."Ng-nggak ada, Bang," jawab Andi dengan ekspresi polosnya.Kahfi berdecak malas. Dan itu artinya, dia harus tetap turun tangan sendiri mengambil uang tersebut ke ATM."Lo bawa kendaraan, kan?""Iya, Bang. Bawa, motor," jawab Andi lagi."Sekarang ambil motor lo, anterin gue ke ATM minimarket di depan komplek."Tak ingin membuang waktu lebih banyak, Andi pun bergegas mengambil motor sportnya dan pergi membonceng Kahfi menuju lokasi yang Kahfi maksudkan tadi.Remaja itu menunggu dengan tidak sabar saat Kahfi sedang melakukan transaksi pengambilan uang di mesin ATM.Dilihatnya saat itu, Kahfi melakukan transaksi di beberapa mesin ATM yang berbeda. Itu artinya, lelaki itu memiliki banyak kartu kredit. Keren sekali.Keluar dengan membawa uang cukup banyak, Kahfi meminta plastik hitam pada pemilik warung kopi langganannya."Nih uangnya. Lo bisa tebus Sitta sekarang. Dan ini kartu nama gue, kalau Sitta udah bebas nanti, langsung hubungin gue ke nomor ini, oke?"Ragu, Andi mengambil kartu nama yang disodorkan Kahfi. Terus berpikir bagaimana caranya agar Kahfi bisa ikut bersamanya menuju base camp, karena sejatinya bukan seperti inilah skenario yang sudah disusun malam ini.Bagaimana pun caranya, Kahfi harus datang ke base camp genk motor Rival untuk kemudian menebus Sitta sendiri."Maaf Bang, apa nggak sebaiknya Abang ikut saya nebus Sitta? Soalnya, ini kan uang Abang, jadi, biar abang lebih percaya kalau saya lagi nggak berbohong, Bang," ucap Andi setelah berpikir cukup keras.Sebenarnya, ada segelintir pikiran di benak Kahfi sebelumnya tentang rencana penipuan yang bisa saja dilakukan Andi terhadapnya. Dengan modus mengatasnamakan Sitta. Hanya saja, Kahfi yang memang sudah terlanjur malas bertatap muka langsung dengan Sitta lagi, lebih memilih untuk percaya saja.Hingga akhirnya, bujukan dan kata-kata Andi pun berhasil membuat Kahfi bersedia ikut dengannya menuju base camp genk motor milik Rival.Bukan!Bukan Base Camp kelompok Rival yang saat ini dituju oleh Andi sebenarnya, namun Base camp genk motornya sendiri.Di mana, rekan-rekannya sudah berkumpul dan menyamar sebagai anggota genk motor Rival yang sedang menyekap Sitta."Gue bawa duit yang kalian minta," Ucap Kahfi saat dirinya menghadap ketua genk motor Rival.Padahal, tanpa sepengetahuan Kahfi, lelaki yang berdiri di hadapannya saat ini adalah bang Keling, alias ketua genk motor Andi sendiri."Kedatangan lo udah telat, Bro," ucap Bang Keling seraya menyeringai jahat. Lelaki itu melirik ke arah Andi di belakang Kahfi. "Lo lupa kalau perjanjian kita cuma sampai jam delapan malam? Lewat dari itu..." Kali ini, Bang Keling menunjukkan senyum mesum sarat kepuasan yang dinilai Kahfi sangat menjijikan. "Lo tau kan konsekuensinya..."Perasaan Kahfi mulai tak enak. Terlebih saat seorang lelaki lain dengan tubuh berkeringat dan bertelanjang dada, tampak keluar dari dalam base camp sambil membenarkan retsleting celananya."Bos, gue udah nih, giliran siapa sekarang?" Ucap lelaki itu pada Bang Keling."Kalian memperkosa Sitta?" Teriak Andi dengan wajah garang."Ya, seperti perjanjian a--"BUGH!"Brengsek!" Maki Kahfi yang tak kuasa menahan keterkejutannya, kemarahannya dan kekhawatirannya.Setelah melayangkan pukulan mautnya ke wajah Bang Keling, Kahfi lantas berlari memasuki base camp untuk mencari keberadaan Sitta."Ta, Sitta? Lo di mana, Ta?" teriak Kahfi dengan kedua bola matanya yang sudah memanas, hingga sukses memancing air mata yang kian menggenang."Sitta, lo di mana!" Ketakutan Kahfi semakin menjadi-jadi.Lelaki itu terlihat panik dan sangat frustasi.Satu persatu pintu kamar di dalam ruang base camp yang cukup besar itu dia buka dengan membanting kasar pintunya, namun Kahfi tak juga mendapati keberadaan Sitta.Sampai akhirnya...Di dalam sebuah kamar paling ujung, saat Kahfi membuka pintu tersebut, lalu kedua bola matanya menangkap tubuh seseorang di sana yang tengah tertidur meringkuk di atas kasur dengan posisi membelakanginya. Tubuh gadis itu ditutup selimut hingga yang terlihat hanya kepalanya saja.Seprai yang berantakan menarik perhatian Kahfi selanjutnya.Hingga kepala lelaki itu pun menggeleng pelan. Tungkai kakinya luruh seperti tak bertulang. Tubuhnya mendadak lemas.Bayang-bayang kejadian yang dialami Nanda sekitar delapan tahun silam, seolah kembali terbayang dalam benak Kahfi saat itu.*"Nanda..." Pekik Kahfi saat mendapati kondisi Nanda yang begitu memprihatinkan.Melepas seragam sekolahnya dengan cepat, Kahfi lantas menutupi tubuh Nanda yang polos dan penuh lebam membiru."Nan, bangun Nan, ini aku Kahfi, bangun Nanda?" Ucap Kahfi yang saat itu sudah memangku kepala Nanda.Tangan Nanda yang seketika bergerak menutupi tubuh bagian dadanya membuktikan bahwa kesadaran Nanda belum sepenuhnya hilang. Terlebih saat Kahfi merasakan pergerakan kedua bahu Nanda disusul suara isakan tangis yang terdengar."Nan... Maafin aku, Nan..." ucap Kahfi lagi dengan hati remuk redam bercampur perasaan bersalah yang teramat sangat."Per-gi... Aku malu..." Kata Nanda lirih dengan tubuhnya yang semakin meringkuk rapat.Kahfi celingukan mencari keberadaan pakaian Nanda, tapi tak dia temukan juga, hingga akhirnya, Kahfi pun terpaksa membuka seluruh seragamnya agar bisa dipakai Nanda menutupi tubuh polos gadis malang itu."Aku antar pulang sekarang ya?" Ucap Kahfi lagi.Nanda mengangguk pelan. Lalu Kahfi membantu gadis itu bangkit, sayangnya, belum sempat tubuh Nanda berdiri sempurna, gadis itu sudah lebih dulu kehilangan kesadaran setelah sebelumnya dia terbatuk-batuk, dibarengi dengan aliran darah kental yang keluar dari mulut Nanda saat itu."Nanda? NANDAAA..."*Saat ini, Kahfi masih berusaha mengumpulkan keberanian untuk mendekati Sitta, meski kepala lelaki itu seketika pening dan sakit.Trauma itu seolah menggerogoti jiwanya hingga ke dasar, membuat Kahfi kesulitan bernapas.Hingga pada saatnya, ketika Kahfi berhasil mendekati tempat tidur dan menyentuh bahu wanita berambut sebahu, yang dia yakini itu adalah Sitta, Kahfi justru malah dikejutkan oleh sesuatu...Tepat saat tubuh gadis itu bangkit dan menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya.Dengan tanpa rasa bersalah, gadis itu menoleh ke arah Kahfi meski agak terkejut, tapi, dia tetap tersenyum juga."Hai, Mas Supir yang belagu, mana bos lo yang tengil itu?"Kahfi masih terdiam. Menatap Sitta penuh ketidak mengertian.Karena saat itu, dia melihat keadaan Sitta tampaknya baik-baik saja."Gimana sandiwara gue malam ini? Hebat, kan?" Sitta tertawa puas. "Ya hebatlah, buktinya muka lo sampe pucet dan panik gitu, hahaha..."Detik itu juga Kahfi pun tersadar dari kebodohannya, bahwa ternyata, Sitta tidak diperkosa dan semua yang terjadi malam ini hanyalah sandiwara belaka untuk mengerjai dirinya.Brengsek!"Sitta?" pekik Arka dari arah luar.Sampai di dalam kamar, di mana Sitta berada, Arka menjadi terkejut saat dilihatnya keberadaan lelaki lain yang bukan anggota genk motor mereka.Hanya saja, kabar mengenai Sitta yang ditemukan pingsan di jalan oleh Andi, membuat Arka panik setengah mati, hingga dia pun mengabaikan keberadaan Kahfi di sana.Mendekati Sitta dan memastikan keadaan Sitta baik-baik saja, sikap Arka terlihat berlebihan."Lo nggak apa-apa, kan Ta?" Tanya Arka sambil memeriksa sekujur tubuh Sitta dari mulai depan belakang, wajah hingga ke bawah lututnya. Hal itu jelas membuat Sitta marah."Ish, apaan sih? Lebay banget. Gue nggak kenapa-napa kali! Mau aja lo diboongin sama Bang Keling," ucap Sitta kemudian.Arka hendak kembali bicara, namun pergerakan Sitta yang lantas berjalan menuju tepian ranjang tempat di mana Kahfi masih terduduk diam di sana membuat Arka pun bungkam suara.Lagi-lagi Arka kembali dibuat penasaran mengenai siapa sebenarnya Kahfi."Gue tau, lo cuma pura-pu
Setelah mengenakan kembali hijabnya dengan sempurna, Sitta turun dari taksi online yang ditumpanginya bersama Kahfi.Awalnya, Sitta berpikir Kahfi akan langsung pulang, namun anehnya, lelaki itu pun ikut turun bersama Sitta saat itu. Entah apalagi keperluannya, Sitta benar-benar tak habis pikir."Lo mau ngapain lagi sih? Ini udah malem tau, rumah gue udah nggak terima tamu!" oceh Sitta sebelum Kahfi mengekor langkahnya ke dalam rumah toko yang dia huni bersama sang ibunda. "Jangan bilang lo mau nginep di rumah gue?" Tandas Sitta lagi.Keduanya tampak berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat di halaman depan teras ruko yang berfungsi untuk tempat parkir kendaraan pelanggan Laundry, tanpa mereka ketahui, Ranti tengah mengintip dari jendela lantai dua rukonya.Karena lampu lantai dua yang memang sengaja Ranti padamkan, jadilah dia tak terlihat keberadaannya di dekat jendela oleh siapa pun."Gue cuma mau memastikan lo bener-bener masuk ke rumah dengan selamat, apa salah?" ucap Kahfi de
"Halo, Kak Bulan?" sapa Sitta di telepon membuka percakapan. "Kemana aja sih? Kok baru telepon? Udah sms Sitta nggak pernah dibales lagi, sok sibuk banget!" Omel Sitta sebelum orang di seberang sempat buka suara.Terdengar tawa kecil suara seseorang di seberang. "Assalamualaikum," ucapnya mengawali percakapan.Sitta berdecak, merasa tersindir dengan ucapan salam sang kakak. "Waalaikum salam," jawabnya malas-malassan."Barusan kakak habis telepon Ibu," beritahu seseorang yang selama ini memiliki peran terpenting bagi keberlangsungan hidup Sitta. Seseorang yang begitu Sitta sayang dan seseorang yang menjadi tempat Sitta mencurahkan segala perasaan gundah gulana dalam hatinya selama ini. Termasuk, tempat Sitta mengadu jika Sitta sedang bertengkar dengan Ibundanya. "Gimana kabar kamu di sana? Ibu bilang, kamu diterima masuk universitas negeri ya di Jakarta? Selamat ya, Sitta."Sitta tak langsung menjawab karena dia masih belum terima atas sikap Bulan yang sudah mengabaikannya beberapa tah
Yasa.Apa kabar, bos?Lama nih nggak pesen barang baru?Lagi sibukkah?Gue cuma mau infoin aja nih, kalau ditempat gue malam ini bakal ada barang baru. Dua orang ABG baru lulus, jamin segel masih rapet. Minat ga?Melempar asal ponsel ke atas meja kerjanya, Kahfi meremas kepala frustasi.Tak sama sekali berniat untuk membalas apa lagi memesan apa yang biasanya dia pesan dari Yasa, karena Kahfi sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan zina pada kedua orang tuanya.Meski, untuk melewati hari-harinya saat ini tanpa sentuhan wanita, Kahfi merasa sangat tersiksa.Sejak dirinya dipergoki berzina oleh Laras, Kahfi memang tak pernah lagi melakukan perbuatan dosa itu meski hal itu membuat Kahfi jadi tidak fokus melakukan pekerjaan baik itu di kantor mau pun saat dia di rumah.Pikiran kotor di dalam kepalanya terus saja mengusiknya dengan sangat, tanpa ampun, dan sulit dihilangkan. Tak boleh melihat wanita dengan pakaian terbuka sedikit, Kahfi langsung berpikir yang tidak-tidak.Hingga akhirnya
Deru bising motor sport hitam yang dikendarai seorang gadis berseragam SMA terdengar nyaring memekik telinga.Suasana jalan di ibukota yang padat merayap tak menghentikan aksi si gadis untuk melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan di atas rata-rata.Kendaraan itu meliuk-liuk tajam di antara padatnya kendaraan di jalan, bahkan tanpa dia memperdulikan suara klakson dan caci maki orang.Hari ini, Sitta datang pagi-pagi ke sekolahnya untuk mengambil Surat Keterangan Lulus agar bisa mendaftar ke perguruan tinggi.Setelah kejadian dirinya mengerjai Kahfi seminggu yang lalu, sampai detik ini, Sitta dan Kahfi memang tak saling berhubungan apalagi bertemu.Sitta lebih sering menghabiskan waktunya di rumah dengan menyendiri di kamarnya untuk kemudian bermain game di komputer, atau sekadar berbalas chat dengan Bulan.Saat ini, Sitta baru saja sampai di lapangan parkir sekolah dan hendak melepas helm full face nya ketika sebuah motor sport lain muncul di sisi kendaraannya. Mengesah berat
Usai pengambilan SKL di sekolah, Sitta yang kini sedang dalam masa perpindahan status dari pelajar ke mahasiswa, sama sekali tak memiliki kegiatan yang berarti kecuali dia mengurung diri di kamar seharian.Mau pergi ke basecamp genk motornya pun pagi-pagi begini pasti sepi. Lagian, Sitta memang malas kumpul-kumpul lagi dengan mereka karena tak mau lagi berurusan dengan Arka, awalnya begitu.Namun kini, setelah Sitta mengetahui kebusukan Dinda di belakang Arka, Sitta tak mau tinggal diam dan membiarkan Arka dipermainkan oleh Dinda.Hingga akhirnya, Sitta yang saat itu sedang gabut sendirian, melihat kendaraan Arka yang baru saja melintas di hadapannya dan membawa Dinda di boncengan pun, reflek menguntit kemana kedua sejoli itu pergi.Jarak keduanya cukup dekat kala itu, tapi Arka malah pergi begitu saja tanpa menoleh apalagi menyapa Sitta yang masih asik melamun di parkiran. Dan Sitta, memaklumi hal itu. Pastinya Arka tersinggung dengan apa yang sudah dia ucapkan pada lelaki itu di tam
"Oh, jadi bener ini yang namanya Kevan?" Ucap Sitta memotong kalimat Kahfi dan dengan cepat lalu mengulurkan tangan ke arah Kevan, "kenalin, saya Sitta, calon istri Kahfi," tambah gadis berhijab syari itu lagi."Oh, saya Kevan," balas Kevan dengan senyum sumringahnya.Suasana di meja tersebut seketika berubah menjadi sangat canggung.Kahfi yang merasa malu atas pengakuan Sitta.Fahri yang jadi senyam-senyum sendiri karena merasa lucu dengan tingkah polos wanita bernama Sitta itu.Sementara Dinda dengan tatapan penuh ketidaksukaannya terhadap sikap Sitta pada Kevan yang dianggapnya SKSD."Kamu kenal dia, Beb?" Tanya Dinda setengah berbisik, meski ucapannya itu tetap saja di dengar oleh yang lain, termasuk Sitta sendiri."Kamu kan liat, aku baru berkenalan tadi sama Sitta, ya berarti kita belum saling kenal sebelumnya," jawab Kevan menjelaskan, yang disusul kembali dengan suara Sitta di sana."Saya sama Dinda kan satu sekolah, Kev. Di sekolah itu Dinda jadi rebutan banyak lelaki tau. Sa
Entah nasib sial apa yang sedang mengikuti Kahfi kali ini.Setelah dirinya berhasil membawa Sitta ke dalam mobil pribadinya di basement untuk kemudian meledakkan amarahnya di sana, namun tak juga dia lakukan saat Sitta yang duduk di sisinya malah menangis tersedu-sedu.Mirip seperti anak kecil yang tak diberi jajan.Dan menjadi kelemahan paling besar bagi Kahfi saat dirinya harus berhadapan dengan wanita yang sedang menangis. Hingga akhirnya, amarah yang tadinya sudah mencapai ubun-ubun pun sirna dalam sekejap mata.Pada akhirnya, Kahfi hanya bisa terdiam di bangku kemudi sambil sesekali menoleh ke arah Sitta yang terus sesenggukan.Tak tahan mendengar suara Sitta yang terus menarik ingusnya di dalam hidung, Kahfi pun menyodorkan tempat tissue pada Sitta yang langsung mengambil isinya untuk kemudian mengeluarkan len*dir yang menumpuk di hidungnya.Melempar asal tissue kotornya ke bawah mobil, membuat amarah Kahfi yang tadinya mereda kembali naik."Ini ada tempat sampah, buang yang ben
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak