"Halo? Saya sudah di depan rumah kamu, saya lupa tanya, namamu siapa?" ucap Kahfi setelah dia baru saja memarkirkan kendaraannya di seberang ruko tempat tinggal Sitta.
"Nama gue Sitta," jawab Sitta di seberang yang saat itu sedang mengenakan hijab panjang milik sang ibunda. Sitta baru saja mengambil hijab milik Ranti yang tergantung di jemuran karena dia tak berani masuk kamar ibunya untuk sekadar meminjam hijab panjang.Ibunya itu jika sudah marah, agak menakutkan. Dia tak banyak bicara seperti ibu-ibu kebanyakan yang bawel, tapi lebih pada diam dan mengacuhkan keberadaan Sitta.Mau Sitta bicara apa pun, selama Sitta belum minta maaf dan menyesali perbuatannya, Ranti tetap tak akan menimpali ucapan sang anak gadisnya itu.Bahkan jika Sitta mogok makan seharian, Ranti tetap tak perduli. Alhasil, Sitta yang kelaparan harus menunggu Ranti tidur di malam hari, barulah dia mengendap-endap ke dapur untuk mencari makanan."Nama lo sendiri, siapa?" tanya Sitta balik dengan nada ketus."Wuih, santai Mba, nggak usah pake otot kalau ngomong. Tanya baik-baik emang nggak bisa?" balas Kahfi yang jadi sewot."Mba-mba, sejak kapan gue jadi Mba lo? Lo sama gue itu udah pasti umurnya tuaan lo!" ucap Sitta lagi dengan suaranya yang terdengar nyaring dan menyakitkan telinga."Nah, itu tau kalau gue lebih tua, harusnya lo bisa bicara lebih sopan dong ke gue?" Pada akhirnya, Kahfi yang emosi malah ikut-ikutan bicara dengan kata "lo-gue" pada Sitta. Sepertinya, wanita macam Sitta memang tidak bisa diajak bicara secara baik-baik."Mulut-mulut gue, ya suka-suka gue dong mau ngomong kayak gimana?" lagi, Sitta kembali nyolot. Sama sekali tak merasa bersalah atas sikap kasarnya tadi terhadap Kahfi."Kenapa gue jadi makin penasaran ya sama lo?" ucap Kahfi kemudian. Entah kenapa, sikap kasar Sitta di telepon saat ini membuat Kahfi jadi semakin bersemangat untuk mengerjai wanita itu."Yaudah, gue udah siap nih, cepet jemput," ucap Sitta setelahnya.Kahfi hendak menutup teleponnya namun suara Sitta yang berteriak di seberang membuatnya urung menekan tombol off."Nama lo siapa?" tanya Sitta saat itu."Kahfi."Hingga setelahnya, percakapan mereka pun berakhir sampai di situ."Gue jemput tuh cewek dulu ya Bang, lo tunggu aja di sini. Oh ya, nama tuh cewek Sitta, inget," beritahu Kahfi sebelum lelaki itu keluar dari mobil.Menoleh ke kanan dan ke kiri, Kahfi menyebrang jalan menuju ruko di hadapannya.Memasuki ruko di lantai satu yang merupakan toko laundry, kedatangan Kahfi disambut oleh wanita sebayanya yang merupakan karyawan toko Laundry tersebut."Mau Laundry, Pak?" tanya sang karyawan."Oh, nggak. Saya ke sini mau ketemu Sitta. Sittanya ada?" tanya Kahfi pada si karyawan tersebut."Oh Sitta, sebentar ya, saya tanya bos saya dulu," jawab sang karyawan seraya berlalu dari hadapan Kahfi.Kahfi pun menunggu dengan sabar di bangku tunggu, dan tak lama kemudian, Ranti keluar dari ruangannya untuk menemui sang tamu.Kerutan di kening keriputnya, menandakan bahwa Ranti sedang mencoba mengingat-ingat siapa Kahfi sebenarnya, hingga akhirnya, sebuah senyuman lebar yang merekah di wajah Ranti menunjukkan bahwa dia telah ingat siapa Kahfi sebenarnya."Kahfi? Kamu Kahfi, kan?" Sapa Ranti yang kini sudah berdiri di hadapan Kahfi.Berdiri menyambut Ranti lalu mencium takzim punggung tangan Ranti, Kahfi mengangguk dan mengiyakan ucapan dari wanita yang dia ketahui adalah sahabat karib ibundanya itu."Tumben kamu ke sini? Biasanya Laras," ucap Ranti lagi."Iya Tante, Kahfi ke sini mau ketemu Sitta," ucap Kahfi memberitahu niatannya semula.Lagi, Ranti tampak terkejut mendapati fakta bahwa Sitta dan Kahfi saling mengenal satu sama lain. Tapi, kenapa selama ini Sitta tidak pernah cerita padanya tentang Kahfi?"Kahfi mau minta izin ajak Sitta keluar makan siang," tambah Kahfi lagi. "Mudah-mudahan sih Tante mengizinkan," Kahfi tertawa kikuk sementara Ranti seperti masih tak mempercayai ini semua.Secara, selama ini, yang Ranti tau, satu-satunya lelaki yang dekat dengan Sitta hanyalah Arka. Remaja begajulan yang selalu membawa pengaruh negatif untuk putrinya itu.Dan mengetahui bahwa ternyata Sitta dan Kahfi saling kenal satu sama lain, Ranti jelas merasa begitu senang.Sangat-sangat senang.Sebab, yang Ranti tahu, Kahfi ini adalah anak yang baik dan berbakti. Kahfi lelaki yang taat beribadah dengan segudang prestasi yang dimilikinya. Bahkan sekarang, Kahfi menjadi penerus perusahaan keluarganya.Di usianya yang masih begitu muda, Kahfi ini jelas sangat sempurna sebagai seorang lelaki. Tampan, mapan, baik, dan pastinya dia paham agama karena kedua orang tuanya yang selalu memuji-muji Kahfi di hadapan Ranti selama ini.Ibu mana yang tidak senang melihat sang putri tercintanya itu memiliki teman dekat seperti Kahfi.Sepertinya, Ranti harus segera memberitahu tentang hal ini pada Laras, sahabatnya yang merupakan ibunda Kahfi sendiri."Tante pasti memberi izin dong, masa nggak. Sebentar ya, Tante panggilkan Sitta dulu di atas," ucap Ranti yang dengan tergesa berjalan menuju lantai dua rukonya untuk memanggil Sitta.Dan belum sempat tangan Ranti meraih kenop pintu kamar sang anak untuk membukanya, pintu kamar tersebut sudah lebih dulu dibuka dari arah dalam.Bukan hanya Sitta yang terkejut mendapati keberadaan sang ibu yang berdiri tepat di depan pintu kamarnya, Ranti justru terlihat lebih terkejut mendapati penampilan Sitta yang sangat berbeda siang ini."Sitta?" Gumam Ranti seperti bermimpi, melihat Sitta berpenampilan layaknya seorang ustadzah, meski Ranti tahu bahwa hijab dan gamis yang Sitta kenakan saat itu adalah miliknya. "Kamu..."Ranti masih terlalu speechless dengan ini semua, hingga tubuhnya malah membeku di depan pintu, bahkan dia sampai kesulitan untuk berkata-kata, saking takjubnya."Sitta mau pergi sama Kahfi, Bun," ucap Sitta membuyarkan keterkejutan Ranti."Oh, i-iya, itu Kahfi sudah menunggu kamu di bawah," jawab Ranti terbata masih belum mempercayai ini semua.Perubahan Sitta jelas membuat hati Ranti semakin dipenuhi oleh kebahagiaan. Dan alasan mengapa Sitta tiba-tiba jadi seperti ini, pastinya dikarenakan pengaruh dari Kahfi."Sitta pinjem baju sama kerudungnya ya, Bun," ucap Sitta lagi seraya berlalu dari hadapan Ranti.Tak mau ketinggalan, Ranti pun lekas mengekor langkah sang anak di belakang. Mereka menuruni tangga bersama-sama.Langkah demi langkah yang Sitta ambil seolah bersaing dengan degup jantungnya yang semakin menggila.Sebab, ini kali pertama Sitta pergi keluar bersama lelaki lain selain Arka dan anak-anak genk motornya. Hanya berdua pula."Bun," panggil Sitta sebelum mereka muncul di balik dinding menuju ruangan di mana Kahfi menunggu."Apa?" tanya Ranti yang jadi ikut menghentikan langkahnya karena lengannya yang tiba-tiba ditahan oleh Sitta."Mukanya Kahfi gimana menurut Bunda, jelek nggak sih?" bisik Sitta takut-takut."Hush, kamu kalau ngomong ngaco deh, wong Kahfi itu ganteng begitu kok, memang kamu baru ketemuan kali ini sama dia?"Sitta berdehem untuk merilekskan diri atas kegugupan yang melandanya saat ini. "Nggak sih, Sitta udah sering ketemu, cuma mau minta pendapat Bunda aja." Jawab Sitta yang terpaksa berbohong agar Ranti tak curiga."Yaudah, sana cepet temuin Kahfi, kasian dia nungguin lama," Ranti menggamit lengan Sitta hingga wajah keduanya pun kini muncul dari balik dinding dan berjalan menuju di mana Kahfi duduk.Sitta masih menundukkan kepala, masih ragu untuk menatap ke depan di mana Kahfi kini berada.Berbeda halnya dengan Kahfi, yang tanpa sadar langsung berdiri dengan tatapan lekat dan lurus ke arah Sitta dan Ranti di sana.Jadi, Sitta berhijab?Kayaknya cantik sih, manis, kalem dan anggun juga dari penampilannya.Tapi kok, kayak nggak sinkron gitu sama ucapan dia yang kasar ke gue?Beneran dia Sitta?Gumam Kahfi membatin dengan keraguan besar yang bersarang di dadanya.Saat itu, Kahfi dan Sitta pun berpamitan pada Ranti untuk pergi, sementara Ranti tampak melepas kepergian sang putri dengan senang hati.Kini, Sitta sudah berada di seberang jalan menuju lokasi di mana Kahfi memarkirkan mobil.Sitta terus berusaha menyembunyikan senyum bahagia setelah tahu bahwa lelaki bernama Kahfi itu jauh lebih tampan dari yang dia kira sebelumnya.Hingga Kahfi membuka pintu mobil bagian belakangnya dan mempersilahkan masuk. Hal itu jelas membuat Sitta terheran-heran."Lo pakai supir?" tanya Sitta sebelum masuk ke mobil."Ya, saya supirnya," jawab Kahfi dengan nada meyakinkan.Sitta tampak kebingungan. Sampai akhirnya, seorang lelaki lain melongokkan kepalanya ke arah pintu di mana Sitta berdiri.Gigi tonggosnya tampak mendominasi senyum lebar yang dia perlihatkan pada Sitta."Hai, Sitta? Salam kenal, ini aku Kahfi."What? Apa maksudnya?Pekik Sitta membatin dengan wajah syok bercampur bingung."Maaf ya, saya sudah berbohong sama kamu dan ibu kamu tadi. Sebenarnya, saya ini cuma supir. Nama saya Epen, dan dia, Kahfi yang asli, majikan saya yang mau mengajak kamu ketemuan."Mendengar penjelasan yang diucapkan lelaki tampan berkemeja putih di sisinya itu, seketika kepala Sitta memberat dengan tungkai kakinya yang melemah seperti tak bertulang.Hampir saja Sitta terjatuh jika lelaki tampan yang mengaku supir itu tak lekas menangkap tubuhnya.Ya Allah, mimpi apa gue semalem, diajak ketemuan sama lelaki jadi-jadian kayak dia, mending gue jalan ama supirnya aja deh ketauan, nggak malu-maluin!Huft sial banget gue!Gumam Sitta membatin saat dirinya kini sudah duduk di jok mobil bagian belakang, tepat di sisi lelaki yang mengaku bernama Kahfi.Lelaki berkulit gosong, dengan gigi mancungnya yang tampak mengerikan.Di sepanjang perjalanan, keadaan di dalam mobil tampak hening.Sitta bahkan tak sama sekali berani menoleh ke kiri, tempat di mana lelaki yang dia pikir bernama Kahfi itu duduk.Sementara Kahfi yang asli, terlihat santai menyetir, melajukan kendaraan mewahnya di tengah jalanan ibukota yang ramai lancar.Sesekali, tatapan Kahfi mencuri pandang ke arah Sitta melalui kaca spion di atas kepalanya. Wajah Sitta yang terlihat badmood membuat Kahfi harus bersusah payah menahan tawa.Rasain lo!Makanya kalau punya mulut itu dijaga!Berani-beraninya ngatain gue kampret, gue kerjain tau rasa lo, hahaha...Ucap Kahfi membatin sambil senyum-senyum sendiri."By the way, Mba Sitta ini sudah kerja apa masih kuliah?" tanya Kahfi dari depan. Dari pada dia sakit perut karena harus terus menerus menahan tawa menyaksikan tingkah kikuk kedua sejoli di belakangnya, alhasil, Kahfi pun memutuskan untuk mencairkan suasana melalui obrolan santai."Mba-mba, emang muka gue keliatan tua banget apa dipanggil Mba? L
"Sitta?" pekik Arka kaget bukan main.Awalnya Arka tidak engeuh bahwa wanita berhijab yang berpapasan dengannya di jalan itu adalah Sitta sahabatnya, jika bukan karena Dinda yang memberitahunya.Sementara Sitta, yang memang berharap Arka dan Dinda tak melihatnya merasa lega begitu dia berhasil melewati dua sejoli yang sedang kasmaran itu.Namun, sial bagi Sitta saat ini ketika Arka malah mengejarnya dan menghadang langkah Sitta di depan."Jadi bener lo Sitta?" ucap Arka dengan wajah serius, setengah kaget bercampur tak percaya.Tatapan Arka lekat menelusuri penampilan Sitta dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Lo kenapa, Ta? Kenapa seminggu ini ngindarin gue terus? Lo juga nggak bales-bales sms gue dan nggak angkat telepon gue? Lo nggak masuk sekolah, gue pikir lo sakit, tapi pas gue ke rumah, nyokap lo malah ngusir gue." Cecar Arka panjang lebar.Sitta mengulum bibir, merasa tak enak, malu, sedih sekaligus kesal. Semua perasaan itu bercampur aduk dalam benak Sitta saat ini, hingga m
Makan malam di kediaman Kahfi sudah kembali ramai oleh celoteh riang Kalila.Kalila yang baru saja bercerita bahwa dirinya masuk menjadi nominasi tiga besar lomba cerdas cermat Matematika di sekolahnya. Hal itu jelas mendapat sambutan baik dari Wisnu dan Laras selaku kedua orang tua Kalila. Sama halnya dengan Kahfi yang turut memberikan pujian pada sang adik tercintanya itu."Dulu waktu hamil Kalila Ummi ngidam apa sih? Kok bisa Kalila pinter banget begini? Hebat adiknya Kahfi," puji Kahfi seraya mengelus ubun-ubun Kalila yang tertutup hijab."Ya sama aja sih kayak waktu Ummi hamil kamu dulu, Fi. Ummi perbanyak lagi ibadah, shalat sunnahnya dikencengin, dzikirnya, hafalan qur'annya. Itu aja," jawab Laras mengingat-ingat."Dan yang pasti, saat Ummi hamil dulu, Abi selalu berusaha membuat Ummi bahagia. Karena kunci kesehatan janin di dalam kandungan itu ada pada kebahagiaan hati ibunya," tambah Wisnu menjelaskan dengan penuh kebanggaan. "Ummi kalian ini dulu waktu lagi hamil kalian itu
"Genk motor Rival ancem kami akan memperkosa dan membunuh Sitta kalau sampai kami berani lapor polisi, Bang!"Seperti sebuah dejavu saat kalimat itu keluar dari mulut Andi.Membuat Kahfi tertegun mendengarnya.Hingga ingatan Kahfi pun seolah terbang ke masa lalu.*"Gengnya Regan ancem gue, Fi. Katanya, kalau sampe lo ngaduin soal Regan yang pakai sabu ke Pak Kepsek, Regan akan buat perhitungan sama lo! Dia mau memperkosa Nanda!"*Mengingat hal itu, tubuh Kahfi langsung menegang. Kedua tangan lelaki itu terkepal keras di sisi tubuhnya, bahkan saking kerasnya kepalan tangan itu, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih.Urat nadi di leher Kahfi yang berkulit putih pun tampak menonjol keluar, karena Kahfi yang terlalu kuat menekan kedua rahangnya.Dada lelaki itu bergemuruh dengan hebatnya seolah siap untuk meledakkan lahar panas yang selama ini terpendam bertahun-tahun lamanya di dada.Nanda, gadis yang dicintainya harus ternoda karena ulahnya. Karena keegoisannya.Lantas,
"Sitta?" pekik Arka dari arah luar.Sampai di dalam kamar, di mana Sitta berada, Arka menjadi terkejut saat dilihatnya keberadaan lelaki lain yang bukan anggota genk motor mereka.Hanya saja, kabar mengenai Sitta yang ditemukan pingsan di jalan oleh Andi, membuat Arka panik setengah mati, hingga dia pun mengabaikan keberadaan Kahfi di sana.Mendekati Sitta dan memastikan keadaan Sitta baik-baik saja, sikap Arka terlihat berlebihan."Lo nggak apa-apa, kan Ta?" Tanya Arka sambil memeriksa sekujur tubuh Sitta dari mulai depan belakang, wajah hingga ke bawah lututnya. Hal itu jelas membuat Sitta marah."Ish, apaan sih? Lebay banget. Gue nggak kenapa-napa kali! Mau aja lo diboongin sama Bang Keling," ucap Sitta kemudian.Arka hendak kembali bicara, namun pergerakan Sitta yang lantas berjalan menuju tepian ranjang tempat di mana Kahfi masih terduduk diam di sana membuat Arka pun bungkam suara.Lagi-lagi Arka kembali dibuat penasaran mengenai siapa sebenarnya Kahfi."Gue tau, lo cuma pura-pu
Setelah mengenakan kembali hijabnya dengan sempurna, Sitta turun dari taksi online yang ditumpanginya bersama Kahfi.Awalnya, Sitta berpikir Kahfi akan langsung pulang, namun anehnya, lelaki itu pun ikut turun bersama Sitta saat itu. Entah apalagi keperluannya, Sitta benar-benar tak habis pikir."Lo mau ngapain lagi sih? Ini udah malem tau, rumah gue udah nggak terima tamu!" oceh Sitta sebelum Kahfi mengekor langkahnya ke dalam rumah toko yang dia huni bersama sang ibunda. "Jangan bilang lo mau nginep di rumah gue?" Tandas Sitta lagi.Keduanya tampak berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat di halaman depan teras ruko yang berfungsi untuk tempat parkir kendaraan pelanggan Laundry, tanpa mereka ketahui, Ranti tengah mengintip dari jendela lantai dua rukonya.Karena lampu lantai dua yang memang sengaja Ranti padamkan, jadilah dia tak terlihat keberadaannya di dekat jendela oleh siapa pun."Gue cuma mau memastikan lo bener-bener masuk ke rumah dengan selamat, apa salah?" ucap Kahfi de
"Halo, Kak Bulan?" sapa Sitta di telepon membuka percakapan. "Kemana aja sih? Kok baru telepon? Udah sms Sitta nggak pernah dibales lagi, sok sibuk banget!" Omel Sitta sebelum orang di seberang sempat buka suara.Terdengar tawa kecil suara seseorang di seberang. "Assalamualaikum," ucapnya mengawali percakapan.Sitta berdecak, merasa tersindir dengan ucapan salam sang kakak. "Waalaikum salam," jawabnya malas-malassan."Barusan kakak habis telepon Ibu," beritahu seseorang yang selama ini memiliki peran terpenting bagi keberlangsungan hidup Sitta. Seseorang yang begitu Sitta sayang dan seseorang yang menjadi tempat Sitta mencurahkan segala perasaan gundah gulana dalam hatinya selama ini. Termasuk, tempat Sitta mengadu jika Sitta sedang bertengkar dengan Ibundanya. "Gimana kabar kamu di sana? Ibu bilang, kamu diterima masuk universitas negeri ya di Jakarta? Selamat ya, Sitta."Sitta tak langsung menjawab karena dia masih belum terima atas sikap Bulan yang sudah mengabaikannya beberapa tah
Yasa.Apa kabar, bos?Lama nih nggak pesen barang baru?Lagi sibukkah?Gue cuma mau infoin aja nih, kalau ditempat gue malam ini bakal ada barang baru. Dua orang ABG baru lulus, jamin segel masih rapet. Minat ga?Melempar asal ponsel ke atas meja kerjanya, Kahfi meremas kepala frustasi.Tak sama sekali berniat untuk membalas apa lagi memesan apa yang biasanya dia pesan dari Yasa, karena Kahfi sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan zina pada kedua orang tuanya.Meski, untuk melewati hari-harinya saat ini tanpa sentuhan wanita, Kahfi merasa sangat tersiksa.Sejak dirinya dipergoki berzina oleh Laras, Kahfi memang tak pernah lagi melakukan perbuatan dosa itu meski hal itu membuat Kahfi jadi tidak fokus melakukan pekerjaan baik itu di kantor mau pun saat dia di rumah.Pikiran kotor di dalam kepalanya terus saja mengusiknya dengan sangat, tanpa ampun, dan sulit dihilangkan. Tak boleh melihat wanita dengan pakaian terbuka sedikit, Kahfi langsung berpikir yang tidak-tidak.Hingga akhirnya
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak