Share

25

POV Dinda

"Aah, ca-peknyaaaa," kataku sambil menjatuhkan tubuh di ranjang empuk. Aku merentangkan tangan lebar-lebar, menatap langit-langit ruangan warna putih bersih.

Sungguh rasanya, aku sangat lega karena sudah mengatakan semuanya pada Mama. Dan Mama pun percaya. Langkah selanjutnya adalah mengurus perceraian. Membayangkan tentang perceraian, tiba-tiba aku merasa sangat sedih. Aku dengan cepat menggeleng. Tidak! Tidak ada gunanya aku merasa sedih. Kenapa aku harus melow sementara Mas Angga saja tak punya perasaan padaku? Dia egoist hanya mementingkan diri sendiri.

Jadi, aku tidak boleh sedih. Ini yang terbaik, tekanku dalam hati dan aku menarik napas panjang-panjang. Kurogoh saku celana lalu aku menelepon Yana. Langsung diangkat.

"Halo, Yan? Gimana? Apa kamu udah sampai rumah?" tanyaku.

"Aku udah sampai warung Padang, Din. Mau pulang bareng ayahku," sahutnya.

"Oh, gitu. Yaudah, aku hanya tanya aja."

"Din, Din! Tunggu jangan dimatiin dulu!"

"Apa, Yan?" tanyaku, yang tadinya hendak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status