Suara derit pintu yang dibuka mengalihkan pandang perempuan yang sedang duduk di kursi reot yang penuh tambalan sana sini. Senyumnya mengembang saat tau siapa yang pulang.
"Assalamualaikum,""Wallaikumsalam. Udah pulang, Nduk?" jawab dan tanya Mak Siti, Erna meraih tangan kanan emaknya lalu menciumnya takzim."Pak Udin ada acara nanti jam tujuh, jadi ngajinya cuma dikit." Erna menjawab sambil menghenyakkan diri di kursi. Mengambil toples plastik berisi krupuk gendar, cemilan kesukaanya.Sambil mengunyah matanya mengamati sekeliling ruang tamu yang sekaligus jadi ruang makan. Hanya ada meja kayu yang sudah mulai lapuk, dengan 4 kursi kayu yang juga ditambal sana sini dengan bambu yang diikat kawat agar tetap kuat menopang tubuh yang duduk di atasnya. Di sudut sebelah kanan ada beberapa karung gabah hasil dari derep sawah. Ya, Mak Siti tak akan pernah melewatkan setiap panen padi. Saat itulah yang selalu ditunggu, karena dengan derep itu artinya dapur masih bisa mengebul.Erna anak semata wayang Mak Siti dan Pak Kasno, sebenarnya dia punya saudara laki-laki tapi sudah meninggal 5 tahun lalu. Hidup penuh keterbatasan tak membuat keluarga itu mengeluh. Sekecil apapun yang mereka punya selalu disyukuri."Hidup cuma sebentar jangan banyak ngeluh, tapi banyakin bersyukur biar tambah nikmat dan berkah." Nasehat Pak Kasno yang selau diingat anak istrinya."Bapak kemana Mak kok sepi? Biasanya dengerin radio jam segini," tanya Erna."Lagi kenduri Nduk di rumah Pak Lurah, acara khaul. Sebentar lagi juga pulang," jawab amak Siti tanpa menoleh, matanya fokus pada tampah di pangkuannya.Mata Erna berbinar mendengar jawaban emaknya. "Wahhhh makan enak malam ini, asyikkkk."Mak Siti tersenyum melihat anaknya. Mereka jarang makan enak, bahkan dalam setahun bisa dihitung dengan jari. Mak Siti dan pak Kasno bersyukur anaknya tak pernah menuntut ini itu, makanpun tak pilah pilih. Bagi Erna apapun yang dimasak emaknya itu lezat.Orangtuanya hanya buruh serabutan, ditambah bapaknya yang punya penyakit asma membuat pak Kasno tak bisa bekerja terlalu keras. Disaat teman-temannya asyik bermain Erna sibuk membantu menutu gabah, agar esok keluarganya bisa makan. Kesulitan dan keterbatasan membuat Erna menjadi sosok yang tangguh, pekerja keras, mandiri, dan cerdas.Di sekolah pun selalu menjadi juara. Dirinya bertekat suatu saat bisa mengangkat derajat kedua orangtuanya.Tas koyak, sepatu bolong, baju sragam lusuh, tak membuatnya minder.Selang 10menit terdengar pintu terbuka, wajah Pak Kasno menyembul dari balik pintu."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawab Mak Siti dan Erna serempak.Mata Erna mengamati bapaknya penuh selidik karena tak mendapati kantong kresek di tangan bapaknya.Pak Kasno tersenyum, lantas mendekati putrinya. Berjongkok di depannya lalu menggenggam tangan Erna. Setelah menatap lekat mata putrinya, Pak Kasno mulai bercerita."Malam ini kita makan nasi lauk gendar aja ya, tadi bapak dapet rejeki berkat alhamdulillah." Pak Kasno menarik napas sejenak sebelum melanjutkan ceritanya."Pas lewat pos ronda bapak ketemu orang, sepertinya bukan warga kampung sini. Bapak berhenti untuk sekedar menyapa, ehhh ternyata dia lagi kelaparan Nduk, dari kemarin belum makan, keliatan sih dari wajahnya pucet terus lemes. Yaudah bapak kasih aja berkatnya."Pak Kasno berdiri lalu duduk di kursi. Ada perasaan menyesal dan bersalah, karna anak istrinya tak jadi makan enak."Bapak tau gak? Bapak itu hebat banget, aku bangga sama bapak."Pak Kasno dan Mak Siti saling pandang, tak menyangka putrinya akan berkata demikian."Berbagi di kala ada itu biasa, tapi berbagi saat kita susah itu luar biasa." Erna berucap sambil memeluk bapaknya.Seketika Mak Siti menangis haru, putri kecilnya sudah bisa berpikir dewasa, jauh melampaui umurnya.NASI BERKAT 2Mak Siti membuka ceting bambu, menyendok nasi lalu menyodorkan ke suaminya. Saat ingin menyendokkan nasi untuk Erna, tangannya ditahan putrinya."Aku bisa sendiri, Mak. Mak duduk saja, ya! Mak cukup layani Bapak saja, Erna udah gede malu diambilin mulu." Erna berucap sambil nyengir dan mengambil sendok nasi dari tangan Mak Siti.Mak Siti tersenyum, baginya Erna tetaplah putri kecilnya. Tapi tak dipungkiri dirinya bangga putrinya sudah bisa mandiri di usia belia.Jangan tanya macigcom atau perabot listrik yang lainnya, masak pun masih menggunakan tungku kayu. Tetangganya berbaik hati menyalurkan listrik ke rumah, oleh sebab itu keluarga Pak Kasno merasa sungkan kalau harus memakai listrik berlebihan. Terlebih mereka hanya bayar semampunya. Dua buah bohlam 15 watt untuk menerangi ruang tamu dan dapur, serta kamar mandi. Tiga bohlam 5 watt untuk dua kamar dan teras, bagi Pak Kasno sudah cukup. Yang penting malam gak gelap, putrinya bisa belajar dengan nyaman, dirinya dan
Nasi Berkat 3Amben berukuran 2x1 meter di bawah pohon rambutan, jadi tempat favorit Pak Kasno untuk membuat besek bambu. Karena penyakitnya tak memperbolehkan terlalu capek, hanya dengan cara ini lah beliau mendapatkan uang untuk menafkahi keluarganya.Keahliannya didapat turun temurun dari orangtuanya yang telah lama meninggal. Terkadang kalau ada pelepah kelapa yang tua, Pak Kasno membuat sapu lidi. Sedangkan blarak kelapa atau daun kelapa yang kering, digunakan untuk tambahan kayu bakar.Mak Siti menghampiri suaminya, dengan tangan kanan memegang teko berisi teh, dan tangan kiri memegang piring berisi cemilan. Terlihat asap masih mengepul di atas piring, pertanda makanan itu baru saja matang. Dari baunya saja sudah bisa ditebak, pasti enak, walau dibuat dari bahan sederhana."Pak, tehnya!" ucapak Siti sambil meletakkan teko dan piring di samping kanan suaminya."Trimakasih Mak, wahhh kayaknya enak nih rolade anget-anget," jawab Pak Kasno."Maaf ya Pak, hanya teh tawar, gula habis,
Nasi Berkat 4Selepas salat asar, Mak Siti mulai menggoreng krupuk gendar. Sebelum salat tadi, Mak Siti lebih dulu menyiapkan kayu bakar dan blarak, yang diambil dari gubug kecil samping rumah, yang dibuat khusus untuk menyimpan kayu bakar. Tak lupa, sebakul krupuk gendar mentah, dan setengah liter minyak goreng."Alhamdulillah, masih ada setengah liter. Mudah-mudahan cukup," ucapnya dalam hati.Mak Siti tersenyum senang, sambil menepukkan kedua tangan. Setelah dirasa semua komplit, barulah Mak Siti ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Menunaikan empat rakaat salat dengan khusuk, berdoa, meminta kepada-Nya. Setelah minyak dirasa panas, satu persatu krupuk gendar mentah dimasukkan ke penggorengan. Tak perlu menunggu lama, tak sampai dua menit, krupuk pun matang.Digoreng di tungku, dengan bahan bakar kayu dan blarak, membuat krupuk gendar beraroma khas. Digorengnya juga sedikit lebih lama. Kalau cukup matang saja warnanya kuning keemasan, tapi kalau digoreng agak lama warna agak keco
Nasi Berkat 5Pukul dua dini hari, Pak Kasno sudah selesai ronda. Setelah pamit dengan Pak Sidik, Pak Kasno langsung bergegas pulang.Merogoh saku jaket lusuhnya, mengeluarkan kunci rumah yang ia simpan di sana.Klek klekTanda kunci terbuka. Pak Kasno membuka pintu sepelan mungkin, agar tak mengganggu anak istrinya yang masih tertidur pulas.Tempat yang dituju pertama adalah kamar mandi. Setelah melepas jaket, dan menaruh begitu saja di atas amben dapur, lalu melangkah ke kamar mandi. Mecuci kaki dan tangan, kemudian membasuh wajah agar lebih segar.Saat hendak meraih gagang pintu kamar, Pak Kasno menoleh kearah amben. Tangan yang sudah terulur untuk membuka pintu ditariknya kembali. Berbalik, mengambil jaket, dan menyampirkan di pundaknya.Membuka pintu kamar dengan sangat pelan, agar tak menimbulkan bunyi. Setelahnya menggantungkan jaket dibelakang pintu, barulah beranjak menghampiri istrinya di peraduan.Walau sudah berusaha sepelan mungkin menjatuhkan bobot tubuhnya di samping is
Nasi Berkat 6Mak Siti duduk di bibir ranjang, merapikan rabut putrinya yang menutupi sebagian wajah. Menggoyang lengannya pelan, untuk membangunkannya."Udah pagi, Nduk, bangun nanti subuhnya keburu habis!"Erna menggeliat, perlahan membuka netranya. "Iya, Mak!" sahut Erna.Setelah memastikan putrinya terbangun, mengelus pipinya penuh sayang dengan senyum tulus seorang ibu. "Anak pintar, lekas bangun mak bikinin sarapan!" Mak Siti segera beranjak untuk membuat sarapan.Erna menyingkap selimut, duduk lalu melipat selimut dan menaruhnya di atas bantal, menepuk-nepuk bekasnya tidur. Setelahnya menengadahkan kedua tangan, mengucap hamdallah kepada Rabb nya, yang telah memberinya nikmat tidur dengan nyenyak dan masih diberi kesempatan umur panjang dan kesehatan.Turun dari ranjang, berjalan kearah jendela kamarnya. Membuka hordeng, perlahan membuka jendela lebar-lebar. Menghirup udara pagi pedesaan yang masih sangat segar dengan bau khasnya, dengan mata terpejam. Hal itu jadi kebiasaany
Nasi Berkat 7Pukul tujuh pagi, acara panen sayuran selesai. Mak Siti sengaja membawa semua hasil panen ke amben depan rumah, dengan harapan ada tetangga yang mampir dan sudi membeli sayurannya.Mak Siti duduk selonjoran, sambil mengikat sayuran dengan bambu muda yang dibelah tipis-tipis. Lentur, dan cukup kuat untuk mengikat sayuran.Tak berapa lama, Yu Jum istrinya Pak Rusdi lewat depan rumah, lalu berhenti untuk menyapa Mak Siti."Pagi-pagi udah panen sayur, Mak," ujar Yu Jum. Namanya Bu Jumiah, tapi Mak Siti biasa memanggilnya Yu Jum.Mak Siti mendongak untuk melihat siapa yang mengajaknya bicara."Ehh, Yu Jum, dari mana Mbak Yu?""Biasa, jalan pagi, nyari udara segar. Sekalian olahraga," jawab Yu Jum lalu terkekeh."Sayurnya seger-seger banget, baru metik ya, Mak?" Mak Siti menjawab sambil menyunggingkan senyum. "Iya, Mbak Yu, udah waktunya dipetikin. Sayang kalau dibiarin, nanti mubazir."Sejenak terbersit dihatinya, berharap Yu Jum ingat tentang upah suaminya yang belum dibaya
Nasi Berkat 8Mak Siti melangkahkan kaki ke dalam rumah, menengok suaminya sudah membaik atau belum.Dengan sangat pelan membuka pintu kamar.Terlihat Pak Kasno masih lelap tertidur, jika pagi tadi masih tertidur dengan posisi duduk, maka kini beliau sudah bisa tidur berbaring.Walau masih terdengar suara napasnya yang agak tersengal, bisa tidur berbaring sudah alhamdulillah.Duduk di pinggir pembaringan, mengelus lengan suaminya pelan. Berusaha membangunkan dengan cara lembut, agar tak kaget."Pak, bangun dulu sebentar, yuk! Sarapan dulu, sedikit gak apa. Biar keisi perutnya."Pak Kasno terbangun, membuka matanya perlahan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Cahaya matahari pagi menerobos dari celah genteng dan jendela kamar yang terbuka. Kamar yang tak pengap dengan sirkulasi udara baik, sangat membantu untuk kesembuhan Pak Kasno kala penyakitnya kambuh. Paru-parunya butuh oksigen yang bagus."Iya, Mak, sudah jam berapa ini? Bapak kelamaan tidurnya, ya?""Enggak, P
Nasi Berkat 9Mak Siti berjalan keliling kampung, menjajakan sayur dagangannya. Tiap orang yang ia jumpai di jalan, akan ditawarin sayuran hasil panennya sendiri.Ibu-ibu yang sedang menjemur baju, menyapu halaman rumah, dan yang sedang bercengkerama di depan rumahnya tak luput jadi sasaran Mak Siti.Namun hasilnya masih nihil.Ada seorang ibu paruh baya yang sedang menyuapi anaknya di teras depan rumahnya. Mak Siti perlahan menghampiri. Sambil berjalan, tak lupa Mak Siti berdoa dalam hati semoga ibu itu mau membeli dagangannya."Lagi nyuapin, Bu?" tanya Mak Siti lembut.Ibu itu menoleh, lalu tersenyum menganggukkan kepala. "Iya, Bu, maunya makan di luar, gak mau kalau di dalam."Ibu itu mengamati Mak Siti lebih teliti. "Istrinya Pak Kasno kan, ya? Mak Siti?" Ibu itu bertanya untuk meyakinkan jika ia tak salah orang.Mak Siti tersenyum lembut. "Iya, Bu.""Pak Kasno kadang suka bersihin halaman belakang, suami saya kadang suka gak mau bersihin kalau udah capek pulang kerja. Libur mend