Home / Pernikahan / NASI BERKAT / 5. Penyakit Pak Kasno

Share

5. Penyakit Pak Kasno

Author: Fizchanayla
last update Last Updated: 2023-09-26 06:39:54

Nasi Berkat 5

Pukul dua dini hari, Pak Kasno sudah selesai ronda. Setelah pamit dengan Pak Sidik, Pak Kasno langsung bergegas pulang.

Merogoh saku jaket lusuhnya, mengeluarkan kunci rumah yang ia simpan di sana.

Klek klek

Tanda kunci terbuka. Pak Kasno membuka pintu sepelan mungkin, agar tak mengganggu anak istrinya yang masih tertidur pulas.

Tempat yang dituju pertama adalah kamar mandi. Setelah melepas jaket, dan menaruh begitu saja di atas amben dapur, lalu melangkah ke kamar mandi. Mecuci kaki dan tangan, kemudian membasuh wajah agar lebih segar.

Saat hendak meraih gagang pintu kamar, Pak Kasno menoleh kearah amben. Tangan yang sudah terulur untuk membuka pintu ditariknya kembali. Berbalik, mengambil jaket, dan menyampirkan di pundaknya.

Membuka pintu kamar dengan sangat pelan, agar tak menimbulkan bunyi. Setelahnya menggantungkan jaket dibelakang pintu, barulah beranjak menghampiri istrinya di peraduan.

Walau sudah berusaha sepelan mungkin menjatuhkan bobot tubuhnya di samping istrinya, tetap saja ranjang tua itu berderit.

Kriet

Mak Siti menggeliat, membuka matanya perlahan. Saat samar-samar melihat suaminya sudah duduk bersender di ranjang sebelahnya, mak Siti mengucek mata agar penglihatanya lebih jelas.

"Sudah pulang, Pak? Jam berapa ini?" tanya Mak Siti.

Pak Kasno mengulas senyum lembut, lalu mengusap kepala istrinya dengan sayang. "Barusan pulang Mak, tidur lagi, ini baru jam dua."

Mak Siti hanya mengangguk, membenahi selimutnya, dan memejamkan mata kembali, meranjut mimpi yang terjeda.

Tak lama Pak Kasno merebahkan tubuhnya. Memejamkan mata. Mengikuti istrinya merajut mimpi.

****

 

Pukul empat subuh, sayup-sayup terdengar suara orang mengaji dari arah masjid. Ya, selarut apapun Pak Kasno tidur, beliau akan terbangun di waktu subuh.

Walau cuma tidur kurang dari dua jam, Pak Kasno sudah merasa segar kembali. Biasanya selepas jamaah salat subuh, akan melanjutkan tidur kembali, sekitar satu atau dua jam. Itu beliau lakukan kalau malamnya mendapat jatah giliran ronda.

Lain halnya jika hari biasa, maka, pulang dari masjid kadang langsung berkutat dengan pekerjaan.

Kalau dirasa badan fit, akan keliling kampung untuk menawarkan tenaganya. Walau hanya membersihkan kandang, kadang mencabuti rumput.

Tak pernah mematok upah jasanya, karna Pak Kasno sadar diri, apa yang bisa dikerjakan hanya pekerjaan ringan. Seikhlasnya, berapapun akan diterima. Tanpa mematok upah pun, terkadang masih ada saja orang yang memanfaatkannya, upah yang tak pantas bahkan kadang tak dibayar.

Menjalaninya penuh dengan kesabaran. Apapun itu, terbuka dengan istrinya. Itulah sebabnya, beban seberat apapun akan terasa ringan karna ada orang yang akan selalu menguatkan satu sama lainnya.

Mengerjapkan mata, menoleh kesamping kanan, dan hanya menemukan selimut yang sudah terlipat rapi. Rupanya istrinya telah bangun duluan. Perlahan bangkit dari pembaringan, duduk di pinggir ranjang. Saat hendak berdiri dadanya terasa sesak, napasnya mulai tersengal.

Pak Kasno berjalan tertatih, dengan tangan kanan memegang dada.

Mak Siti yang sedang duduk di dingklik kayu, di depan tungku seketika menoleh karna mendengar suara langkah kaki suaminya. Melihat suaminya memegangi dada, mak Siti buru-buru beranjak menghampirinya.

Memapah pelan sampai di amben, memastikan suaminya duduk dengan nyaman.

"Bapak kecapean ya, ga usah ke masjid dulu! Salat di rumah aja, tunggu sesaknya kalo udah agak reda!" wajah mak Siti nampak begitu khawatir. Walau sudah dua puluh tahun hidup dengan pak Kasno, terbiasa melihat penyakit suaminya kambuh.

Pak Kasno mencoba tersenyum, agar istrinya tak cemas. Keringat dingin mengucur, napasnya tersengal. Kedua tangannya memegang pinggiran amben untuk menahan bobot tubuhnya.

Mak Siti mengambil air putih hangat dan obat, menyodorkan ke suaminya. "Diminum dulu pak obatnya, biar cepet sembuh!"

"Makasih, Mak!" jawab Pak Kasno.

"Duduknya geser ke sebelah sana pak, deket tungku biar anget!" ucap mak Siti lembut.

Pak Kasno hanya menggangguk. Menggeser pelan tubuhnya, sampai di ujung amben dekat tungku. Mak Siti duduk di bawah, menggunakan dingklik kecil. Dengan telaten memijat kaki suaminya.

"Kaki bapak dingin banget. Semalem tidur ga selimutan ya?" tanya mak Siti pelan.

"Iya, lupa, niat rebahan malah bablas tidur," jawab suaminya.

Perlahan, sesaknya mulai reda. Kalau parah terkadang napas saja sampai bunyi ngik ngik ngik, jika sudah seperti itu Mak Siti hanya bisa sabar menunggui suaminya, karna perlahan akan mereda dengan sendirinya. Minum obat hanya untuk meredakan, kalau sudah parah hanya sedikit membantu.

Itulah mengapa Pak Kasno tak bisa bekerja terlalu capek, jika kambuh kadang sampai dua atau tiga hari baru sembuh, malam hari tak bisa tidur. Hanya bisa duduk bersandar pada kepala ranjang, agar tetap bisa bernapas sedikit nyaman. Jika berbaring, maka bisa dipastikan sesak di dadanya akan semakin betah. Mak Siti, istrinya, selalu terjaga, setia menunggui suaminya, jika sewaktu-waktu pak Kasno butuh sesuatu atau bantuan, dirinya langsung bergerak cepat. Tak ada kata capek, atau keluhan, semua dia lakukan dengan ikhlas, sebagai bentuk baktinya kepada suami.

Keadaan sehat saja mereka hidup pas-pasan, apa lagi kalau sakit. Itulah sebabnya Pak Kasno tak memaksakan diri dalam bekerja. Jika sakit, tak cuma dirinya yang repot, istri dan anaknya juga kerepotan. Pekerjaan banyak yang terbengkalai karna fokus utama kesembuhan dirinya. Tak jarang harus hutang sana sini.

"Mak, bapak mau salat," pinta Pak Kasno.

"Sebentar Pak, napasnya masih kayak gitu kok!" tolak Mak Siti dengan halus.

"Keburu habis waktu subuhnya, bapak pelan-pelan aja kok, nanti salatnya duduk."

Mak Siti menghela napas panjang, sakit pun sifat keras kepalanya tak hilang. "Yaudah, tapi wudhunya pake air anget aja, nanti kalau air dingin malah kambuh lagi."

Beranjak dari duduknya, mengambil segayung air panas yang ada di panci di atas tungku. Membawanya ke kamar mandi, menuangkan kedalam ember kecil bekas cat, lalu menambahkan air dingin. Ember bekas cat yang bagian bawahnya dilubangi seukuran jari telunjuk, digunakan untuk berwudhu.

Mak Siti lalu menghampiri suaminya.

"Airnya udah siap Pak, pelan aja jalannya! Abis salat langsung rebahan, istirahat, biar cepet sehat. Mak mau Liat Erna dulu udah bangun belum, udah jam lima ini."

Pak Kasno hanya mengangguk, berdiri perlahan dari tempatnya duduk. Setelah dirasa tubuhnya kuat untuk berjalan, pelan Pak Kasno berjalan ke kamar mandi. Mengambil air wudhu untuk menunaikan kewajibannya. Sakit bukanlah alasan untuk lalai kepada-Nya.

🤗mengulik sedikit tentang penyakit pak Kasno ya gaes,, yang penasaran sama rencana mak Siti harap sabar, insyaallah di part selanjutnya

Related chapters

  • NASI BERKAT   6. Nikmat di pagi hari

    Nasi Berkat 6Mak Siti duduk di bibir ranjang, merapikan rabut putrinya yang menutupi sebagian wajah. Menggoyang lengannya pelan, untuk membangunkannya."Udah pagi, Nduk, bangun nanti subuhnya keburu habis!"Erna menggeliat, perlahan membuka netranya. "Iya, Mak!" sahut Erna.Setelah memastikan putrinya terbangun, mengelus pipinya penuh sayang dengan senyum tulus seorang ibu. "Anak pintar, lekas bangun mak bikinin sarapan!" Mak Siti segera beranjak untuk membuat sarapan.Erna menyingkap selimut, duduk lalu melipat selimut dan menaruhnya di atas bantal, menepuk-nepuk bekasnya tidur. Setelahnya menengadahkan kedua tangan, mengucap hamdallah kepada Rabb nya, yang telah memberinya nikmat tidur dengan nyenyak dan masih diberi kesempatan umur panjang dan kesehatan.Turun dari ranjang, berjalan kearah jendela kamarnya. Membuka hordeng, perlahan membuka jendela lebar-lebar. Menghirup udara pagi pedesaan yang masih sangat segar dengan bau khasnya, dengan mata terpejam. Hal itu jadi kebiasaany

    Last Updated : 2023-09-26
  • NASI BERKAT   7. Kelakuan Yu Jum

    Nasi Berkat 7Pukul tujuh pagi, acara panen sayuran selesai. Mak Siti sengaja membawa semua hasil panen ke amben depan rumah, dengan harapan ada tetangga yang mampir dan sudi membeli sayurannya.Mak Siti duduk selonjoran, sambil mengikat sayuran dengan bambu muda yang dibelah tipis-tipis. Lentur, dan cukup kuat untuk mengikat sayuran.Tak berapa lama, Yu Jum istrinya Pak Rusdi lewat depan rumah, lalu berhenti untuk menyapa Mak Siti."Pagi-pagi udah panen sayur, Mak," ujar Yu Jum. Namanya Bu Jumiah, tapi Mak Siti biasa memanggilnya Yu Jum.Mak Siti mendongak untuk melihat siapa yang mengajaknya bicara."Ehh, Yu Jum, dari mana Mbak Yu?""Biasa, jalan pagi, nyari udara segar. Sekalian olahraga," jawab Yu Jum lalu terkekeh."Sayurnya seger-seger banget, baru metik ya, Mak?" Mak Siti menjawab sambil menyunggingkan senyum. "Iya, Mbak Yu, udah waktunya dipetikin. Sayang kalau dibiarin, nanti mubazir."Sejenak terbersit dihatinya, berharap Yu Jum ingat tentang upah suaminya yang belum dibaya

    Last Updated : 2023-09-26
  • NASI BERKAT   8. warung Bude Marni

    Nasi Berkat 8Mak Siti melangkahkan kaki ke dalam rumah, menengok suaminya sudah membaik atau belum.Dengan sangat pelan membuka pintu kamar.Terlihat Pak Kasno masih lelap tertidur, jika pagi tadi masih tertidur dengan posisi duduk, maka kini beliau sudah bisa tidur berbaring.Walau masih terdengar suara napasnya yang agak tersengal, bisa tidur berbaring sudah alhamdulillah.Duduk di pinggir pembaringan, mengelus lengan suaminya pelan. Berusaha membangunkan dengan cara lembut, agar tak kaget."Pak, bangun dulu sebentar, yuk! Sarapan dulu, sedikit gak apa. Biar keisi perutnya."Pak Kasno terbangun, membuka matanya perlahan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Cahaya matahari pagi menerobos dari celah genteng dan jendela kamar yang terbuka. Kamar yang tak pengap dengan sirkulasi udara baik, sangat membantu untuk kesembuhan Pak Kasno kala penyakitnya kambuh. Paru-parunya butuh oksigen yang bagus."Iya, Mak, sudah jam berapa ini? Bapak kelamaan tidurnya, ya?""Enggak, P

    Last Updated : 2023-10-28
  • NASI BERKAT   9. usaha Mak Siti

    Nasi Berkat 9Mak Siti berjalan keliling kampung, menjajakan sayur dagangannya. Tiap orang yang ia jumpai di jalan, akan ditawarin sayuran hasil panennya sendiri.Ibu-ibu yang sedang menjemur baju, menyapu halaman rumah, dan yang sedang bercengkerama di depan rumahnya tak luput jadi sasaran Mak Siti.Namun hasilnya masih nihil.Ada seorang ibu paruh baya yang sedang menyuapi anaknya di teras depan rumahnya. Mak Siti perlahan menghampiri. Sambil berjalan, tak lupa Mak Siti berdoa dalam hati semoga ibu itu mau membeli dagangannya."Lagi nyuapin, Bu?" tanya Mak Siti lembut.Ibu itu menoleh, lalu tersenyum menganggukkan kepala. "Iya, Bu, maunya makan di luar, gak mau kalau di dalam."Ibu itu mengamati Mak Siti lebih teliti. "Istrinya Pak Kasno kan, ya? Mak Siti?" Ibu itu bertanya untuk meyakinkan jika ia tak salah orang.Mak Siti tersenyum lembut. "Iya, Bu.""Pak Kasno kadang suka bersihin halaman belakang, suami saya kadang suka gak mau bersihin kalau udah capek pulang kerja. Libur mend

    Last Updated : 2023-10-29
  • NASI BERKAT   10. Erna menghadapi bullying

    Nasi Berkat 10"Ehh, temen-temen, jangan ada yang mau beli krupuk Erna! Gak enak, kotor, jorok." Seorang gadis dengan rambut kuncir kuda, mencoba mengompori teman-temannya. Anak itu duduk di bangku kelas lima, itu artinya kakak kelas Erna.Erna yang sedang menawarkan krupuk dagangannya, seketika mematung.Anak-anak mulai berkerumun. Banyak yang berbisik-bisik, ada juga yang menatapnya tajam. Melihat dari ujung kaki hingga ujung kepala.Entah punya masalah apa anak kelas lima itu dengan Erna. Tega sekali."Lihat, pakaiannya dekil, sepatunya kotor! Pasti krupuknya juga kotor."Merasa menjadi pusat perhatian, seketika hati Erna menciut. Dia menunduk, tak berani menatap teman-temannya.Setegar apapun, Erna tetap anak umur sepuluh tahun yang rapuh jika di bully.Air mata itu perlahan menetes, makin lama makin banyak. Tak hanya membasahi pipi, tapi juga seragam dan kerudung lusuhnya. Erna terisak. Berdiri dikelilingi teman-temannya, menangis sesenggukan. Tangan kanannya menggenggam erat pla

    Last Updated : 2023-10-30
  • NASI BERKAT   11. adab dan pesan tersirat Pak Udin

    Nasi Berkat 11Sepulang sekolah Erna tak langsung pulang. Duduk termenung di bangku panjang depan kelasnya. Sesekali membalas sapaan temannya."Na, ayo pulang! Ngapain malah ngelamun di sini, pamali, udah sepi nanti kesambet," tegur Hesti teman sebangku Erna. Hesti lalu ikut duduk di samping Erna."Kamu sendiri ngapain malah ikut duduk? Bukannya pulang sana, nanti dicariin pak ustad lho, anak gadisnya belum pulang," goda Erna sambil terkekeh. Hesti teman sebangku sekaligus sahabatnya. Anak bungsu Pak Udin, guru ngaji Erna.Hesti yang sedang mengikat tali sepatunya lantas berhenti, duduk tegak dengan menyilangkan tangan di dada. Dengan wajah kesal, menyipitkan mata, menatap tajam Erna. Seolah berkata 'aku tidak suka'.Erna yang ditatap dengan tatapan mengintimidasi, bukannya takut malah terbahak-bahak melihat wajah sahabatnya itu yang terlihat menggemaskan itu menurut dirinya. Erna tertawa terbahak. "Kamu tuh ga pantes kalau marah, ga usah sok menggertak gitu deh!"Hesti mendengus kes

    Last Updated : 2023-10-31
  • NASI BERKAT   12. penyesalan Mak Siti

    Nasi Berkat 12Mak Siti berjalan tergesa-gesa, merasa bersalah karena meninggalkan suaminya yang sedang sakit terlalu lama. Biasanya walau dalam keadaan sangat kekurangan pun Mak Siti tak akan tega meninggalkan suaminya sendirian dalam keadaan sakit. Merawat dan melayani sebaik mungkin. Pasrah kepada-Nya, karena yakin rezeki tidak akan tertukar, bisa datang dari pintu manapun.Entah apa yang ada di benaknya, begitu banyak kebutuhan yang mendesak untuk segera dipenuhi, membuat dirinya sejenak terobsesi untuk terus mengejar lembaran rupiah. Memang betul manusia hidup butuh uang, namun nyatanya ketika hanya dunia saja yang difikirkan, berapapun rezeki akan terasa kurang. Sedangkan ketika mengejar akhirat dengan sendirinya dunia juga akan mengikuti. Karena kuncinya adalah bersyukur, sekecil apapun rezeki akan terasa lapang jika disyukuri dengan penuh ikhlas."Astagfirullah, maafkan hamba ya Allah," ucap lirih Mak Siti.Mak Siti berjalan dengan terus beristigfar dalam hati."Mak, Mak Siti!

    Last Updated : 2023-11-02
  • NASI BERKAT   13. kegundahan Erna

    Nasi Berkat 13Erna berhenti di samping amben yang terletak di bawah pohon rambutan depan rumahnya. Keadaan amben berantakan, sisa sayur yang di ikat Mak Siti belum dibereskan. Ada beberapa tali dari bambu juga.Menoleh ke samping rumah, pelepah dan daun kelapa berserakan. Keranjang yang ia gunakan untuk memanen sayuran tadi pagi juga tergeletak begitu saja.Pintu depan tertutup rapat, pun dengan rumah yang sepi membuat Erna heran. Tak biasanya seperti ini.Erna lalu berjalan ke samping rumah, mengambil keranjang yang tergeletak begitu saja di tanah."Tumben, rumah berantakan. Apa Bapak belum sembuh, ya? Ahh tapi tadi pagi udah mendingan kok," gumamnya sendiri.Mendekati pintu samping rumah, mulai terdengar suara orang tuanya, diselingi gelak tawa."Bapak sama Mak di rumah, sepertinya Bapak juga sudah sehat tapi kenapa rumah berantakan sekali," ucap Erna dalam hati.Erna lalu membuka pintu perlahan."Assalamualaikum," Erna mengucap salam. Meletakkan keranjang didekat pintu, membiarkan

    Last Updated : 2023-11-02

Latest chapter

  • NASI BERKAT   45. Perjuangan dan pengorbanan -TAMAT

    NASI BERKAT 45"Apa ada yang berkata buruk sama kamu?" tanya Pak Kasno menatap lekat wajah istrinya.Mak Siti tersenyum menatap wajah suaminya. Menyembunyikan lara hati yang masih basah. "Nggak ada, Pak. Ayo, makan! Mak udah lapar. Setelah salat harus kesana lagi."Mak Siti memilih menutup topik pembicaraan agar tak merembet kemana-mana. Ia menyendok nasi untuk dirinya sendiri karena Erna dan suaminya sudah lebih dulu makan sebelum ia pulang, tapi belum selesai.Usai salat dhuhur, Mak Siti segera ke rumah Bu Jaya kembali. Takut jika kelamaan jadi bahan gunjingan lagi. Serba salah jadi orang miskin, tapi Mak Siti tidak mau menyalahkan takdir, juga tidak mau meratapi nasibnya karena itu hanya akan membuat dirinya terpuruk."Kamu nggak ikut, Nduk?" tanya Pak Kasno saat Erna menatap kepergian Emaknya dari teras rumah."Enggak, ahh. Udah gede, malu. Mending di rumah bantuin Bapak," jawab Erna sambil mengayunkan kakinya masuk ke rumah.

  • NASI BERKAT   44. Sebuah harapan di tengah himpitan

    NASI BERKAT 44Sinar matahari yang menerobos celah genteng membuat Mak Siti mengerjapkan mata. Perlahan ia membuka kelopak matanya. Ia merasakan badannya lebih ringan. Pundaknya pun tidak sepegal tadi.Dengan perlahan Mak Siti duduk, lalu beringsut menurunkan kedua kakinya. Duduk di tepian ranjang dengan kaki menggantung. Dua tangannya membenahi rambut yang sedikit berantakan.Pandangannya beralih pada jam tua di dinding. Sedikit terkejut karena rupanya ia tertidur cukup lama. Suaminya bilang akan membangunkannya sebelum azan dhuhur, tapi sekarang sudah jam satu.Saat hendak memakai sendal, samar suara gelak tawa terdengar. Mak Siti mengerutkan kening."Kayak suaranya Erna," gumam lirih Mak Siti.Mak Siti melangkahkan kakinya ke depan. Penasaran dengan suara riuh yang dia dengar. Dari ambang pintu dia melihat suaminya, Erna, juga Tejo sedang asik menata irisan gendar di rigen.Dua sudut bibirnya melengkung, menerbitkan s

  • NASI BERKAT   43. kekurangan dan kelebihan

    NASI BERKAT 43Mungkin orang menganggap Tejo bodoh, tapi sebenarnya tidak. Dia ingin seperti anak-anak yang lain, tapi seringnya dibuli membuat Tejo seperti berontak.Dan anehnya, Tejo sangat peka. Dia tau mana orang yang tulus dan yang tidak. Itu sebabnya dia tidak pernah berbuat usil dengan keluarga Pak Kasno. Kenakalannya dianggap hal lumrah. Dan sepasang suami istri itu akan mengingatkan dengan sabar setiap kesalahan Tejo.Dalam pelajaran mungkin Tejo payah. Namun dia sangat pintar menggambar. Hanya dengan mendengar suaranya saja, Tejo bisa menggambar burung sesuai imajinasinya, dengan sangat detail. Ketrampilan inilah yang harusnya diasah. Lagi-lagi keterbatasan dana membuat bakatnya terpendam. Terlebih kemampuan yang dia miliki dianggap sepele dan tidak penting bagi sebagian orang. Tidak ada yang mengarahkan. Mbah Ratni hanya sekedar merawat. Perempuan sepuh itu mana mengerti akan hal seperti itu."Kamu ngapain di situ, Tajo?" tanya Pak Kasno menatap Tejo yang bengong di tengah

  • NASI BERKAT   42. Takut kehilangan

    NASI BERKAT 42"Mak sakit?" Pak Kasno mengulurkan tangannya, menyentuh dahi istrinya. Tidak panas, tapi wajahnya sedikit pucat dan sayu. Terlihat jelas raut wajah cemas Pak Kasno.Mak Siti tersenyum, lalu menggeleng pelan untuk meyakinkan suaminya, bahwa ia baik-baik saja. "Mak gak apa-apa, Pak. Cuma sedikit capek. Badan kok tiba-tiba lemes banget abis numpuk gendar. Badan pegel, sakit semua. Rebahan sebentar nanti juga sembuh."Tiba-tiba mata Pak Kasno berkabut. Dengan cepat ia mengusap kasar matanya. Entah kenapa tiba-tiba takut kehilangan istrinya."Pak ... kenapa?" tanya Mak Siti lirih memegang lengan sang suami.Pak Kasno terkesiap, lalu menggeleng pelan. Berusaha mengubur pikiran buruknya."Bapak takut, Mak ninggalin bapak.""Astagfirullah. Gak boleh ngomong gitu, Pak" tegur Mak Siti pelan."Bukannya Bapak selalu mengingatkan, kalau kita akan kedatangan tamu yang tidak bisa dicegah kedatangannya. Rezeki, m

  • NASI BERKAT   41. Ada apa dengan Mak Siti?

    NASI BERKAT 41"Mak Siti mau ke mana?" tanya Tejo yang baru keluar dari kamarnya.Mak Siti yang hampir sampai pintu pun menghentikan langkah lalu menoleh ke belakang lagi. Menatap Tejo yang kini sudah berpakaian lengkap dengan bau parfum yang sangat menyengat."Mak mau pulang, Tejo. Masih banyak kerjaan. Kasian Pak Kasno sendirian di rumah," jawab Mak Siti sembari menatap Tejo.Mbah Ratni berjalan pelan dari belakang. Setelah sampai di samping cucunya, ia langsung menepuk pundak Tejo."Kalau pakai parfum itu kira-kira. Jangan sebotol habis sekali pakai!" ujar Mbah Ratni menahan kesal, lalu menghela napas kasar.Mak Siti menahan tawa melihat Tejo cemberut karena dimarahi Mbah Ratni."Kan biar wangi, Mbah," protes Tejo sambil mengendus bajunya."Bukan wangi, tapi mual yang cium bau kamu," sungut Mbah Ratni.Mak Siti akhirnya mendekati mereka. "Parfumnya mana? Mak mau lihat, boleh?"Tejo langsung

  • NASI BERKAT   40. Mbah Ratni dan Tejo

    NASI BERKAT 40"Mak, sarapan dulu!" tegur Pak Kasno saat melihat istrinya masih membereskan abu sisa kayu bakar."Jangan terlalu diforsir tenaganya. Dari sebelum subuh belum istirahat, lho." Pak Kasno melanjutkan ucapannya seraya menatap lekat istrinya.Mak Siti menoleh tersenyum. "Iya, Pak. Biar mak cuci tangan dulu." Mak Siti lalu menepuk-nepuk tangannya untuk menghilangkan debu yang menempel lalu gegas ke kamar mandi mencuci tangan.Suami dan putrinya sudah menyuap sarapan saat Mak Siti menghampiri amben. Ia menarik dingklik dan duduk di sana, sedang suami dan putrinya duduk di atas amben.Pak Kasno menaruh piringnya, lalu mengambil piring kosong dan menyendokkan nasi untuk sang istri. Menambahkan tempe goreng dan urap di atasnya."Ish, kenapa jadi Bapak yang layani mak, sih," cetus Mak Siti tak enak hati.Pak Kasno tersenyum menyodorkan piring ke istrinya. "Sesekali nggak apa. Perempuan yang sudah pontang panting dar

  • NASI BERKAT   39. Kesibukan di pagi hari

    NASI BERKAT 39"Assalamualaikum!" Mak siti mengucap salam seraya membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam rumah."Waalaikumsalam," sahut Erna dari dapur terdengar sayup-sayup.Ternyata Erna sedang memindahkan nasi aron ke dandang untuk dikukus. Gadis belia itu dengan cekatan melakukannya. Mak Siti memang mengajari putrinya untuk bisa apa saja sedari kecil. Agar kapan pun ia tidak ada Erna bisa mengandalkan dirinya sendiri tanpa merepotkan orang lain."Biar mak yang naruh di tungku, Nduk. Berat itu," ujar Mak Siti mengayunkan kakinya mendekati Erna lalu menaruh keranjang di lantai begitu saja."Lekas salat subuh, nanti gantian sama mak!" titah Mak Siti yang langsung diangguki Erna.Gegas Erna meninggalkan dingklik yang sedang ia duduki di depan tungku dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudu. Mandinya nanti setelah selesai salat saja pikirnya, karena udara yang terasa sangat dingin menusuk tulang.Dengan cekatan Mak Siti mengangkat dandang dan menaruhnya di tungku paling depan. P

  • NASI BERKAT   38. Rejeki bertubi-tubi di pagi hari

    NASI BERKAT 38Sebelum subuh Mak Siti sudah bangun. Ia menoleh ke samping menatap sang suami yang masih pulas dalam alam mimpi. Berucap syukur sudah diberi tidur nyenyak dan umur panjang. Dengan perlahan menurunkan kakinya dan duduk di tepi pembaringan. Merapikan rambut dan menyanggulnya.Tempat pertama yang dituju tentu saja kamar mandi. Usai menuntaskan hajat dan mencuci muka, Mak Siti melangkahkan kakinya ke dekat sumur untuk melihat sayuran yang ia letakkan di bakul. Ia menyunggingkan senyum saat melihat sayuran itu masih nampak segar.Mak Siti mengambil bakul berisi sayur tempuh wiyung dan sintrong yang sudah ia pisahkan untuk dimasak sendiri. Menyiramnya dengan air agar bersih dan segar lalu mengambil baskom kecil untuk menampung air tirisan dari bakul agar tidak becek di mana-mana.Saat menaruh di amben dapur, matanya menatap kayu bakar yang ia letakkan di samping tungku. Ternyata sudah mau habis."Tinggal sedikit kayunya," ucapnya

  • NASI BERKAT   37. Semangkok soto

    NASI BERKAT 37"Nggak gerah Pak Kasno pakai baju tebal begitu?" tanya Pak Rusdi menatap Pak Kasno risih.Pak Kasno tersenyum lalu menggeleng pelan. "Enggak, Pak. Biasa aja."Bapak-bapak yang lain lantas menatap Pak Kasno lalu sibuk mengobrol kembali. Sebagian besar dari mereka sudah paham kalau tubuh Pak Kasno tak sekuat mereka. Kadang justru lebih banyak sakitnya dari pada sehatnya.Hal pertama yang tetangga Pak Kasno tanyakan ketika bertemu bukanlah pekerjaan, tapi kesehatannya. Tubuh sehat menjadi hal luar biasa bagi Pak Kasno. Namun tak semua tetangga seperti itu, karena sifat orang pasti berbeda-beda."Nggak pantes banget tahlilan kok pakai baju kayak gitu," cibir Pak Rusdi."Mbok yang umum kayak yang lainnya," tambahnya lagi."Yang pakai baju Pak Kasno kok situ yang gerah sih, Pak." Bapak-bapak yang duduk di samping Pak Kasno menimpali ucapan Pak Rusdi yang menurutnya tak etis.Pak Kasno menghela napas pel

DMCA.com Protection Status