Kakak dan adik itu berpapasan saat keduanya sampai di ruang tv. Merasa di buru waktu, keduanya pun segera kembali ke ruangan keluarga.
Saat keduanya sampai.
Azel mendengar dengan jelas jika ibunya mengatakan perihal pernikahannya dengan cemas. Ia ingin bertanya soal itu. Namun saat melihat binar kerinduan di mata sang ibu, ia mencoba menepis dulu pertanyaan dan rasa penasarannya.
"Azelia." Arumi berdiri dari duduknya dengan senyuman lega. Wanita berhidung mancung itu merasa bahagia, karena setelah sekian lama, akhirnya ia bisa melihat putrinya itu pulang kembali ke rumah. Ia tidak perlu lagi repot-repot video call dengan putrinya itu jika merasa rindu.
Satrio sang ayah juga merasa senang melihat putrinya kembali dalam keadaan sehat. Rasa khawatirnya pun hilang saat itu juga.
Azka kembali duduk di sofa, di dekat istrinya tercinta.
Sebelum membaur, Azel mendekati Rose lebih dulu dan meminta tolong pada sepupunya itu untuk membayarkan ongkos taksinya. "Tolong ya, supirnya udah nungguin di depan," pintanya dengan nada memelas.
Rose tidak bisa berbuat apa-apa, jika Azel sudah begitu."Oke!" jawab Rose yang baik. Ia pun bangkit dari duduknya dan bergegas keluar untuk menemui Pak supir taksi yang sudah menunggu di halaman depan.
Ketika bayangan Rose sudah menghilang dari ruangan keluarga.
Azel yang tidak bisa menahan rasa rindunya lagi, segera membaur dan duduk di antara Ayah dan Bundanya. Mereka saling berpelukan melepas kerinduan yang tertahan selama beberapa tahun itu.
Selesai memeluk orang tuanya. Azel menyelinap ke tempat duduk kakaknya. Ia duduk di tengah pasangan suami-istri itu, dan memeluk keduanya dengan penuh cinta. Ia juga mengecup sebelah pipi pasutri itu.
"Mulai sekarang berhenti mencium kakakmu ini." Kata Azka memberi perintah mutlak untuk adiknya itu. Takut istrinya marah, ia pun segera memeluk pinggang sang istri.
Melihat reaksi kakaknya, Azel hanya bisa menjawab, 'Oke!" dengan jari jempol dan telunjuk yang menempel membentuk O dan tiga jari lain berdiri.
Azel selalu seperti anak kucing yang baru bertemu induknya, saat pertama kali bertemu lagi dengan kakaknya.
Terlepas dari sifatnya yang manja kepada kakaknya, Liona sebagai sang istri tidak pernah terganggu atau cemburu. Karena wanita blasteran Indonesia-Jerman itu tahu, jika dua bersaudara itu saling menyayangi.
Setelah saling meluapkan perasaan rindu masing-masing, Azel kembali duduk di antara orang tuanya. Senyuman bahagia seperti tidak bisa menghilang dari wajah semua orang.
Azel menarik nafas beberapa kali, dan menghembuskan dengan perlahan. Setelahnya ia baru berucap.
"Oh iya, tadi Bunda belum jawab pertanyaanku. Pernikahan untuk siapa tadi, Bun?" Azel akhirnya meletupkan pertanyaan itu. Ia bukanlah pelupa.
Wanita berambut merah tomat itu menatap semua anggota keluarganya. Pertanyaan yang baru saja ia lontarkan justru membungkam mereka dalam beberapa detik. Tidak ada tanda-tanda mereka ingin menjelaskan, lalu ia berkata: "Tadi namaku disebut, loh!" protesnya karena keheningan sesaat itu.
Arumi dan Satrio saling pandang, seperti sedang lempar dadu, yang kalah memberikan penjelasan. Dan akhirnya si istrilah yang mengalah untuk mengungkapkan semua.
"Pernikahan untuk kamu dan Deren anak sahabat Ayah." Arumi pelan-pelan saat mengatakannya.
"Apa?" Konstan Azel terbangun dari duduknya.
Pernikahan? Ia baru pulang tapi sudah di suguhkan dengan sebuah pernikahan. Bahkan jika diperhatikan, ayahnya juga tidak sakit. Semua membodohinya untuk sebuah pernikahan? Huh!
Azel mengingat dengan jelas alasan ibunya meminta dirinya untuk pulang ke Indonesia. Namun saat melihat dengan mata kepalanya sendiri jika ayahnya dalam keadaan sehat wal afiat, tentu saja ia merasa bersyukur. Namun di balik rasa syukurnya itu, ada satu hal yang tidak dapat ia terima begitu saja, yaitu pernikahan. Ia bahkan belum protes tentang kebohongan kesehatan ayahnya.
"Aku menolak! aku nggak mau nikah karena perjodohan," ujar Azel rendah namun tetap terdengar tegas. Ia masih tak habis pikir dengan orang tuanya yang rela membohongi dirinya demi nama persahabatan.
'Persahabatan apanya? konyol'
Arumi berdiri menyusul Azel, dan berkata, "Dicoba dulu ... kalian bisa pendekatan dulu, kan?" bujuk Arumi memelan sambil mengelus pundak putrinya itu dan membawanya untuk kembali duduk. Arumi sangat hafal dengan watak keras yang dimiliki putrinya itu, mereka hanya harus terus membujuk, agar Azel melunak.
Azel yang sudah duduk, kembali di sambar oleh perkataan Bundanya.
"Di coba!?" Azel menoleh, menatap ibunya miris. "Apa Ayah dan Bunda ingin menjadikkan pernikahanku sebagai bahan uji coba?" tanyanya tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibunya.
Arumi yang cemas segera buka suara, "Bukan begitu! Bunda pikir umur kamu sudah nggak muda lagi, dan juga kamu sedang tidak punya kekasih, kan?" Arumi menatap putrinya dengan lembut.
"Jadi, apa salahnya jika dicoba dulu. Kalian bisa kenalan dulu lalu pendekatan. Bunda yakin kalian pasti cocok, Deren anaknya baik kok, ganteng lagi," bujuk Arumi perlahan, agar putrinya setuju. Ia bilang Deren ganteng karena memang pernah melihat Deren beberapa kali saat menhadiri pesta ulang tahun pernikahan Pras dan istrinya.
Azel diam untuk berpikir sejenak.
"Oke, aku mau lihat fotonya dulu. Kalau orangnya baik dan ganteng! aku bisa pikir-pikir dulu sebelum setuju." Azel mulai penasaran saat ibunya bilang wajah calon suaminya rupawan.
Tak bisa di pungkiri jika ia memang penggila pria tampan. Apalagi jika sudah berbau K-Pop, aktor-aktor dari Korea Selatan seperti Lee Min-ho, Song Joong ki, Cha Eun Woo, Taecyeon 2PM, Lee Jong suk, Gong Yo, Yo Ah in, Kim Bum, Lee Min Ki, Choi Minho SHINEE, juga para member BTS, EXO, BigBang, Suju, 2PM, dan masih banyak lagi yang lainnya. Azel adalah budaknya lelaki tampan. Hanya dengan melihat video mereka di aplikasi sosial media, sudah cukup membuat Azel berbunga-bunga.
Walaupun begitu, ia tetaplah wanita yang berpendirian.
"Foto?" tanya Arumi memastikan.
"Em," kata Azel dengan anggukan kecil.
Arumi melihat suaminya. "Ayah punya foto Deren?" tanyanya.
Satrio menggeleng. "Ayah mana punya, Bun. Lagian ngapain mau lihat fotonya, besok kamu bisa lihat dia secara langsung." Ungkap Satrio kepada putrinya.
"Ah, iya. Bunda hampir lupa loh! besok kita ada janji makan malam dengan keluarga Om Pras di restoran. Kita berencana untuk ngenalin kalian berdua di sana." Senyum Arumi mengembang, saat mengingat rencana itu.
Azel terdiam. Ia menatap wajah ibunya yang terlihat sangat bersemangat ketika membahas perjodohannya. Ia juga menatap ayahnya yang hanya diam seolah pasrah dengan keputusan yang akan di ambil olehnya. Walau sebenarnya dirinya tahu jika ayahnya juga pasti menginginkan putrinya ini setuju.
Hembusan nafas berat lolos dari mulut Azel, lalu ia berkata, "Besok Azel akan lihat seberapa ganteng si Deren itu," ujarnya sambil meletakkan jemarinya di punggung tangan ibunya tercinta.
Arumi dan Satrio tertegun sejenak sebelum akhirnya keduanya tersenyum lega. Azka dan istrinya pun tersenyum lega. Mereka semua tak menyangka jika membujuk Azel akan terjadi semudah ini. Selama 7 tahun tidak tinggal bersama, sikap bijaksana Azel sungguh membuat semua orang hampir pingsan karena tak percaya.
Jika itu Azel 7 tahun yang lalu, mungkin suasana di ruang keluarga tidak akan senyaman ini. Dan mungkin saja saat ini Azel sudah membanting pintu dan mengurung diri dalam kamar sampai orang tuanya mengabulkan keinginannya.
Seiring waktu berjalan, tentu membuat Azel semakin dewasa, untuk saat ini hanya itu yang bisa ia katakan. Adapun besok, ia harus melihat dulu apakah sosok Deren benar-benar baik dan tampan? dengan begitu ia baru benar-benar bisa memutuskan untuk setuju atau tidak dengan perjodohan konyol ini.
Suasana di ruangan keluarga terasa sedikit canggung saat ini. Kruyuk. Namun, suara perut Azel terdengar beberapa kali, membuat semua orang lepas kendali dan tertawa terbahak-bahak termasuk Rose yang baru saja tiba. Azel hanya menunjukkan cengiran kuda untuk menutupi rasa malunya. "Duh, putri bunda laper ya?" tanya Arumi basa-basi padahal sudah tahu jelas jawabannya lewat suara yang di hasilkan perut putrinya itu. "Iya..." Azel nyengir lagi. "Kalau begitu, kita makan dulu saja. Ngobrolnya dilanjut nanti setelah makan..." Kata Arumi lalu melihat Rose. "Rose pasti laper juga, kan?" ujarnya dengan senyum menyelidik. Rose tidak mengelak. "Hehe... Bunda tau aja," jawab Rose dengan tawa sedikit sungkan. "Kalau begitu." Satrio bangkit dari sofa. "Ayo! kita ke ruangan makan," ajaknya kepada istri dan anak
Besok Malamnya, pukul 19:00 di restoran hotel bintang lima. Sebuah ruangan VVIP sudah di siapkan khusus untuk pertemuan antar dua keluarga itu.Hotel ini adalah salah satu hotel mewah milik keluarga Prasetyo Diningrat. Kedua belah pihak keluarga sudah berkumpul di sana untuk membahas pasal perjodohan putra-putri mereka, kecuali Deren."Bagaimana kalau kita makan dulu, mungkin sebentar lagi Deren akan datang," ujar Jane merasa tak enak hati. Jane adalah istri Prasetyo dan ibu kandung Deren, sudah pasti lah.Prasetyo menjentikkan jarinya dan pelayan segera datang membawa buku menu. Prasetyo dan Jane memesan makanan yang sama, yaitu steak tenderloin tak lupa juga meminta waiters itu membawakan wine.Sedangkan Satrio dan Arumi sama-sama memesan spageti carbonara."Kalau Azel, mau pesan apa sayang?" tanya Jane ramah."Baks
Takdir adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, keduanya telah bertemu secara tidak sengaja dari awal. Mendengar kelembutan bundanya, mulut Azel gatal ingin segera memberikan jawaban. "Udah, Bun. Kemarin waktu di bandara. Aku nggak sengaja naik mobil dia ... dan Ayah sama Bunda perlu tau, aku di turunkan di jalan tol, lalu dia ninggalin aku begitu aja. Aku harus jalan berkilo-kilo meter untuk keluar dari area itu. Apa Ayah dan Bunda masih berpikir jika dia laki-laki yang baik?" Azel mencoba memberikan penjelasan jujur, menilai ada kesempatan untuknya menjelekkan pria itu. Satrio dan Arumi terdiam. Tentu saja keduanya percaya dengan penuturan putri satu-satunya itu, mereka yang mendidiknya dari kecil untuk tidak berbohong. Tetapi Satrio berprinsip, jika janji tetaplah janji. Bahkan pepatah mengatakan jika janji adalah hutang. Suaminya Arumi itu takut jika s
Deren tersenyum dengan bangga mendengar desahan wanita yang sekarang berada di bawah tubuhnya. Ia adalah laki-laki normal dengan fisik kuat dan hasrat yang besar. Dan nyatanya ia mampu melakukan itu dengan baik, bahkan lebih. Deren marah saat bayangan persetubuhan antara mantan tunangannya, Lisa dengan pria lain tiba-tiba memenuhi otaknya. Karena marah, Deren pun mempercepat gerakan tubuhnya dengan geram. Ia terus menghujam wanita itu dengan kasar, dirinya tak peduli jika pelacur ini akan mati karena desakan-nya. "Amm-am pun ... Tu-an," wanita itu bicara dengan susah payah, memohon belas kasih dari laki-laki di atasnya. Permohonan wanita itu didengar oleh Deren. Tapi bukannya melambat, Deren justru merasa lebih bernafsu. Ia merasa akan segera mendapatkan pelepasan, Deren pun semakin mempercepat gerakannya dan tak lama terdengar erangan kenikmatan dari bibir sexy l
10 menit kemudian, mobil BMW 740Li itu sampai di kawasan perumahan elit di wilayah Kuningan. Sedan hitam itu melewati gerbang, memasuki halaman kediaman Prasetyo. Ben turun lebih dulu, membuka pintu penumpang. Deren keluar dari mobil, ia berjalan ke pintu masuk rumah. Namun tiba-tiba ia berhenti dan berbalik, lalu berkata kepada laki-laki yang lebih muda 1 tahun darinya itu. "Ben, sepertinya saya akan lama di sini." "Iya, Bos." jawab Ben, ia sudah mengetahuinya. "Bukankah kau tidak suka menunggu?" Deren bertanya. "Benar." Ben mengangguk. Ben sudah lama mengikuti Deren, keduanya hampir mengenal satu sama lain. "Kalau begitu tolong ambil beberapa pekerjaan di apartemen saya," perintah Deren tanpa bisa dibantah. Ben menerima perintah bosnya
Setelah selesai bergelut dengan dua perempuan cantik di atas ranjang. Tubuh Deren yang berotot mengeluarkan banyak keringat, meski sebenarnya ialah orang yang dilayani. Dengan terhuyung, ia turun dari ranjang. Melangkah pelan-pelan dan tertatih, agar tidak jatuh saat berjalan untuk masuk ke dalam kamar mandi. Seperti malam-malam biasanya, ia akan berdiri agak lama di bawah guyuran air shower yang hangat. Meluapkan emosinya lalu meringankan kepalanya lagi. Malam adalah galaxy yang selalu membawa gairah kesenangan dan kesedihan secara bersamaan. Setengah jam kemudian. Pintu kamar mandi terbuka, Deren berjalan keluar dengan handuk putih yang melingkar di pinggangnya. Air menetes dari rambut basahnya yang ia sugar kebelakang. Deren berhenti agak jauh dari ranjang, berdiri di titik terakhir langkahnya. Mengetahui dua wanita yang sudah lunas di bayarnya itu belum pergi. Matanya yang
Tuhan sepertinya menjawab doa Azel semalam. Supaya diberikan jalan yang mudah, agar ia bisa menguak keburukan calon suaminya. Azel mendapat keberuntungan besar. Mendengar jika wanita muda itu akan dipekerjakan di apartemen milik Deren. Azel punya rencana untuk mengambil alih profesi itu. *** Azel dan Rose menginjak rem, tepat di depan pintu lift yang hampir tertutup. Dengan gesit Rose menekan tombol lift, agar pintu itu kembali terbuka. Berhasil. Keduanya pun tersenyum. Saat pintu lift terbuka lebar, wanita muda di dalam lift menatap keduanya yang berdiri bersandingan. Azel dan Rose mencetak senyum, membalas tatapan tanpa curiga dari wanita berkaos putih pas body itu. Dua sepupu itu masuk ke dalam lift. Ketiganya kini berbagi udara yang sama di satu ruangan yang akan bergerak ke atas. Setelah pintunya tertutup rapat. Azel dan Rose membiarkan wanita muda itu pergi lebih dulu. Kedua
Ana berada di dalam kebimbangan yang menyiksa untuk waktu yang cukup lama. Ia merasa nyeri di antara dua alisnya. Dalam hatinya, ia masih ragu jika dua wanita ini adalah orang baik. Apa lagi ia baru saja keluar dari cangkang keongnya. Dirinya takut jika mereka hanya akan menyeretnya dalam masalah. Bagi Ana, alasan kedua wanita ini juga sangat tidak jelas. Mengeluarkan uang sebesar itu untuk pekerjaannya yang bahkan belum kontrak --- sangat tidak masuk di akal. Mereka hanya orang kaya gila! Sampai saatnya pintu lift terbuka Ana belum juga menjawab. Langkah yang buru-buru, segera membawa tubuhnya keluar dari lift. Ana berjalan pergi tanpa menoleh dua wanita di dalam lift. Namun saat suara Rose terdengar untuk menasehatinya, Ana diam di tempatnya.