Rumor itu kaya wabah penyakit mematikan, menyebar dengan cepat tanpa bisa dikendalikan. Berdampak mematikan bagi korbannya.
—Reyana Stronghold—
Mati satu tumbuh seribu, semboyan yang melekat erat dalam percintaan Reya. Tak heran jika dirinya mendapat sebutan playgirl. Bukan maunya seperti itu, tapi salahkan saja mantan-mantan Reya yang selalu selingkuh.
Reya memang tak pernah beruntung dalam kisah asmaranya, selalu berakhir tragis seperti sinetron tengik. Buktinya ini yang keseratus kalinya Reya di selingkuhi, jumlah yang cukup fantastis bukan.
Mungkin setelah ini Reya harus mengadakan acara give away untuk perayaan keseratus.
Give away mantan laknat.
Entah kutukan macam apa yang menimpanya, tapi setiap kali Reya menjalin hubungan semua akan berakhir menyedihkan. Kalau gak diselingkuhin ya ditinggalin tanpa kepastian atau ngilang gak ada jejak kaya setan.
Beruntung hati Reya bakoh, sekuat semen tiga roda cap kaki tiga. Reya tipikal orang yang mudah jatuh cinta dan juga gampang patah hati, tapi ia juga mudah melupakan. Lihat saja sekarang.
Jika kebanyakan cewek akan menangis bombay setelah putus cinta, maka tidak berlaku untuk Reya. Ia justru melampiaskannya dengan bermain game online bersama teman-teman cowoknya.
Hatinya terus mengutuk Gilang, menyumpah serapah cowok gak tahu diri itu. Mungkin jika ada tante Vina, dia akan langsung meneriaki Gilang dengan sebutan MAGADIR.
MANTAN GAK TAHU DIRI!!!
Reya tak mengalihkan pandangannya dari layar ponsel sedetik pun, ia menganggap jika semua musuh di game itu para mantan durjana. Maka dengan kelincahan tangannya, Reya membabat habis mereka.
"First blood."
"Double kill."
"Triple kill."
"Maniac!"
"Savage."
Kelima temannya sampai melongo, pasalnya mereka tak diberi jatah musuh satu pun semuanya sudah dihantam habis oleh Reya.
"Reya kalau lagi mode marah serem ya," bisik cowok berwajah blasteran Indo-Belanda.
"Lo gak tahu, kalau cewek lagi patah hati bisa berubah jadi penyihir. Awas lo, bisa-bisa di kutuk jadi pangeran kodok," sahut cowok di sebelahnya, terkikik geli memandang wajah lawan bicaranya yang berubah tegang.
"Aissh!!" Reya mendengus, melihat permainan game-nya berakhir. Padahal tim-nya menang, tapi wajah Reya malah terlihat kesal.
Tentu saja, ia jadi tak punya pelampiasan untuk menumpahkan kekesalannya karena Gilang. Seandainya membunuh dilegalkan, Gilang sudah ia jadikan hantu kuyang dengan semua organnya ia jual ke tengkulak. Kulit mulusnya Reya jadikan gendang.
Akang gendang! Kalau saya bilang bunuh, bunuh.
Bunuh, bunuh, bunuh!
Reya mengembuskan nafas berat, memejamkan matanya sejenak. Bohong jika dirinya baik-baik saja, bagaimana pun Reya tidak bisa menyangkal kalau ia masih sayang sama Gilang. Kapten tim futsal kebanggaan sekolahnya.
Reya juga tahu soal rumor kalau Gilang itu playboy. Tapi gimana dong, Reya gak bisa menampik pesona Gilang, cowok tampan dengan kulit semulus pantat bayi. Gilang mirip oppa-oppa Korea yang sering Reya tonton.
Apalagi kalau cowok itu sedang di lapangan, mencetak gol dengan keringat bercucuran ditubuhnya. Reya bahkan bisa melihat kilauan cahaya yang keluar dari tubuh Gilang. Seperti Park Seo Joon ketika tampil di drakor kesayangannya.
Aura, Aura, Aura!
Reya membuka matanya, ketika bayangan papanya justru muncul dengan kenarsisannya menirukan gaya Park Seo Joon. Reya bergidik geli, papanya memang orang paling narsis dengan tingkat kepedean stadium empat. Tak tertolong.
"Woy, si botak masuk!" teriak Boim, lari terbirit-birit ke bangkunya.
Si botak yang di maksud ialah guru matematikanya yang berkepala botak, guru paling garang dan tidak mengenal toleransi bahkan dengan perempuan sekalipun.
Kata-kata yang selalu Reya ingat jika ada anak yang tidak mengerjakan PR. 'Dengan kekuatan bulan, saya akan menghukummu.' Yups, itu kata-kata Sailor moon dan herannya guru matematikanya selalu menggunakan kata-kata itu untuk menghukum para murid.
Tapi percayalah jika kalian mendengar itu dari mulutnya, akan terdengar sangat mengerikan seperti ancaman psikopat diiringi suara tawa menggelegar.
"Mampus, gue belum ngerjain PR!" pekik Reya, memukul kencang jidatnya sendiri.
Teman-teman Reya menoleh, prihatin. Pasalnya tidak ada waktu lagi untuk menyalin jawaban.
"Tenang aja, udah gue isiin jawabannya." Teman sebangku Reya memberikan buku matematika milik Reya.
Reya memandang cowok itu dengan mata berbinar. "Ah, Ichi. Makasih. Lo emang bestfriend gue." Reya tanpa canggung memeluk cowok bernama Ricky itu.
Tanpa Reya sadari jika pelukannya membuat jantung Ricky hampir ingin meledak, merasakan gejolak di dalam dada. Napasnya saja sampai tersendat-sendat seperti orang kena asma.
"Yassshhh! Mata gue ternodai!" pekik cowok blasteran, ia langsung memalingkan wajahnya.
"Anjir, bikin jiwa jomblo gue meronta-ronta," gerutu cowok di sebelahnya yang ikut memalingkan badannya menghadap ke depan.
Reya tak peduli, ia sudah terbiasa dengan reaksi teman-temannya yang memang pada jomblo karatan.
———————
Bel istirahat berbunyi, Reya merentangkan tangannya. Melakukan sedikit peregangan setelah hampir dua jam tersiksa dengan pelajaran matematika yang membuat dadanya sesak dan otaknya insecure.
Reya akui, ia memang bukan gadis pintar. Meski ikut berbagai les tambahan, nyatanya otaknya tetap stuck di tempat. Apalagi kalau berhubungan dengan matematika, otaknya seperti berhenti berfungsi dan tiba-tiba amnesia.
"Re, ntar mau ikut gak?" Cowok blasteran merangkul Reya, mereka berenam tengah berjalan menuju kantin.
"Em, ke mana?" tanya Reya.
"Biasa, war," bisik cowok itu. Karena keduanya berada di belakang barisan, maka tak ada yang tahu apa yang tengah diobrolkan.
"Tawuran!" pekik Reya, suaranya yang lantang sukses membuat teman-temannya menoleh. Bukan hanya mereka bahkan anak-anak di sekitar koridor dan gilanya mereka tengah berada di depan ruangan BK.
REYA SIALAN! Umpat cowok itu dalam hati.
"Heh Mail, lo ngomongin apa ke Reya, jangan bilang lo ngajakin dia?" Ricky mendelik dengan bola mata melebar seperti kelereng, disusul teman-temannya yang lain menatapnya tajam.
Mail menyengir, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebenarnya nama dia Michael, tapi Reya sering memanggilnya Mail dan teman-temannya jadi ikut-ikutan manggil Mail.
Ismail bin Mail, kalian pasti tahu dari mana Reya terinspirasi.
Bukan hanya Michael yang namanya dirubah oleh Reya, tapi semua teman-temannya. Ricky contohnya, dipanggil Ichi, kata Reya cowok itu mirip tokoh anime bernama Ichi yang sering ia tonton.
Sementara Cakra dan Candra, si kembar sinting itu dipanggil upin-ipin karena kata Reya mereka mirip kartun dari negeri tetangga. Bahkan Reya juga menyarankan keduanya untuk dibotakin dan Candra dikasih jambul di tengah, yang ada bukan mirip upin malah mirip cecep.
Kalau Remi lebih parah, dia dipanggil Rembo. Kalian tahu siapa Rembo? Bukan tokoh dalam film action yang terkenal itu, tapi Rembo sendiri nama ayam milik tok Dalang.
"Jadi kalian sembunyiin ini dari gue?" Reya mengerucutkan bibirnya, menatap kelima cowok itu dengan mata berkaca-kaca.
Mana tahan mereka semua. Reya terlalu menggemaskan. Seperti bayi panda dengan mata bulat dan bibir mungil, hidungnya yang kecil dan mancung terlihat kembang kempis. Apalagi kalau sampai pipinya mengembung, ikan dory saja kalah apalagi Nemo.
"Bukan gitu Re, gimana ya jelasinnya." Remi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung memberi pencarahan pada Reya.
"Terserah, pokoknya gue gak mau tahu. Gue nanti ikut. Titik!" Reya langsung berjalan mendahului mereka.
"Ah, dasar combro. Ember banget si mulut lo," gerutu Cakra. "Re, tungguin." Cakra mengejar Reya yang berjalan cepat menuju kantin disusul yang lainnya setelah mengomeli Michael habis-habisan.
Kantin yang tadinya ramai seperti pasar seketika sepi layaknya kuburan ketika Reya masuk. Reya sadar jika dirinya jadi pusat perhatian dan bahan gibah. Gak heran si mereka semua begitu, kalau tontonannya acara gosip dan rumpi gibahin aib orang, ditambah folowingnya akun gosip.
Memang rumor lebih gesit dari pada virus penyakit, berpindah tempat dari mulut ke mulut tanpa mempedulikan dampak yang ditimbulkan. Bahkan mereka juga tidak peduli jika korbannya mati.
Beruntung Reya bermental baja, tapi bagaimana dengan mereka yang bermental seperti wafer. Baru digenggam saja sudah remuk apalagi kalau dipatahkan, diinjak-injak.
"Gak usah dengerin," kata Ricky membawa semangkuk bakso untuk Reya. Mereka berenam duduk di tengah dan jadi pusat perhatian penghuni kantin.
"Apa perlu gue yang turun tangan? Ngomong-ngomong gue bisa membunuh tanpa menyentuh loh, keren kan?" celetuk Michael.
"Oh, ya?" Reya menaikkan sebelah alisnya, jelas Reya meragukan ucapan Michael.
"Lo raguin gue? Apa perlu gue kirim santet online?" Michael mengeluarkan ponselnya. "Sebutin siapa yang mau lo santet, gue bakal kirim secara online."
"Lo pindah profesi jadi dukun Il," sahut Cakra.
"Iya, dukun gaul yang udah glow up," balas Michael. "Buruan sebutin Re, oke biar lo percaya gue bakal kirim santet ke Rembo. Siap-siap Rem." Michael melirik Remi.
Remi sendiri memutar bola matanya, tak heran dengan tingkah ajaib Michael yang selalu absurd dan garing.
"Dah selesai, santet terkirim."
Tiba-tiba ponsel Remi berbunyi, mengalihkan perhatian mereka semua. Remi membukanya, ia langsung melempar tatapan tajam ke Michael yang sedang cengengesan.
"Kampret!" umpat Remi.
Candra yang penasaran, melihat layar ponsel Remi. Seketika ia tertawa terbahak-bahak. "Sinting lo, kalo cuma kirim stiker gue juga bisa," kata Candra, lalu mengirimkan stiker ke nomor WA Michael.
"Kambing lo!" Michael langsung menclak-menclak, karena yang dikirim Candra adalah stiker dirinya yang diedit jadi Lucintah Lunar dengan tulisan yang menyertai. 'Korban Santet'.
Tawa mereka pecah, bahkan Reya juga ikutan tertawa terbahak-bahak. Teman-temannya selalu bisa mencairkan suasana, tawa mereka juga menular ke dirinya. Reya beruntung punya teman seperti mereka meski terkadang gila tapi mereka yang terbaik bagi Reya.
Buanglah mantan pada tempatnya,Mantan itu ibarat sampah yang gak bisa didaur ulang.-Reyana Stronghold-"Jadi? Kenapa lo selingkuh?"Gilang tersenyum kecil, sebenarnya ia lelah sejak pagi diberondong pertanyaan yang sama. Gara-gara kejadian tadi pagi namanya langsung jaditrendingtopik di SMA Rajawali. Semua anak dari kelas X sampai kelas XII membicarakannya tanpa henti."Gini, lo punya rokok sama permen. Lo pilih mana?" Gilang melemparkan pertanyaan itu pada teman-temannya.
Reya berjalan tertatih menaiki tangga, mengabaikan panggilan orang-orang. Ia juga menepis saat Alvaro atau pun mamanya yang berniat membantu. Reya gondok dengan papanya yang selalu memaksakan kehendak."Emangnya gue bocah kecil apa, pakebodyguardsegala. Anak artis aja gak dikawalbodyguardaman-aman aja tuh, padahal emaknya banyak haters," gerutu Reya.Reya menyeret kakinya masuk ke kamar, membanting pintu sampai menimbulkan bunyi dentuman keras. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang, menatap langit-langit kamar yang penuh dengan hiasan bintang dan benda-benda angkasa lainnya.
Duahal yang tak bisa ditolerir dalam sebuah hubungan, perselingkuhan dan kekerasan.-Reyana Stronghold-Mentari sudah muncul dari persembunyiannya, teriknya masuk ke kamar melewati celah gorden yang tersingkap. Suara kicauan burung santer terdengar, bersahutan dengan suara alarm yang membahana di dalam ruangan kamar yang masih gelap gulita.Reya mengerang, merubah posisi miring serta menutupi telinganya dengan bantal. Suara alarm yang berbunyi nyaring memekakkan telinga, mengusik Reya yang tengah tertidur pulas.Meski telinganya telah ia tutup bantal dan bergelung di dalam selimut tebal, nyatanya suara alarm masih terdengar jelas di telinga Reya."Aaarrg ... berisik!!" Reya bangun, mengacak-ngacak rambut saking kesalnya. Ia melirik alarm yang masih terus berbunyi, menunjukkan pukul 06.00.Reya meraih alarm di atas nakas, bersiap melemparkannya keluar jendela. Tapi ucapan papanya tiba-tiba terngiang di
Satu kebohongan akan menjerumuskan pada kebebohangan-kebohangan selanjutnya.-Gavin-Reya merutuki mulutnya sendiri yang asal nyeplos. Ia menyeret kakinya, berusaha mengabaikan Gavin yang terus menuntut penjelasan."Jadi gue pacar nih bukanbodyguard?"Astaga naga dragon ball!!!
Jangan menggangu macan yang sedang tidur, kecuali kau siap menanggung resikonya.—Reyana—Terik matahari begitu menyengat, Reya duduk di tepi lapangan. Ia hanya bisa melihat teman-temannya yang sedang bermain basket, padahal biasanya Reya yang ikut bertanding. Reya menunduk, menatap kakinya. Dua hari yang lalu Dokter Adrian baru saja melepas gipsnya, tapi tetap saja Reya belum boleh berlari."Woy, Mail. Lempar!" teriak Remi, menyuruh Michael mengoper bola basket ke arahnya.Tapi yang Michael lakukan justru melempar bola keringdan hasilnya jelas meleset. Teman-temannya mengumpati Michael, gara-gara dia tim mereka tertinggal jauh."Lo gimana si Il? Jadi kalah kan kita, harusnya tadi lo oper ke Rembo kalau gak ke gue." Candra mengomel dengan deru napas memburu, sudah setengah permainan dan poin mereka jauh tertinggal dari lawan."Ya maap, gue gak fokus. Capek," jawab Michael.
Ketika lo menyulut api ke gue, maka yang gue lakuin lempar bensin ke apinya.-Reyana Stronghold-"Gavin, hidung lo." Mata Reya melebar ketika melihat darah segar mengalir dari kedua hidung Gavin.Emosi Reya semakin menggebu-gebu, ia menatap tajam cewek di depannya. "Ini semua gara-gara lo nenek lampir!" Telunjuknya menunjuk-nunjuk cewek itu."Gue? Enak aja, lo yang nonjok. Kenapa jadi gue yang disalahin? Dasar nenek sihir!" Cewek itu menepis tangan Reya."Wah kurang ajar ngatain gue nenek sihir, berani lo?!" tantang Reya, menggulung bajunya sampai bahu."Berani sama-sama makan nasi, kecuali lo makannya sajen baru gue takut," cibir cewek di depan Reya."Fuck!"umpat Reya, tangannya sudah gemas ingin merontokkan rambut cewek itu dan baku hantam kembali terjadi.Tapi semua itu tak berlangsung lama karena suara lantang menginterupsi se
Cinta itu kaya matematika, sulit di mengerti terlalu rumit untuk dipahami.-Reyana S-Sepanjang perjalanan, Reya tertawa terbahak-bahak. Membayangkan wajah Rika dan bu Siwi yang tampak mengenaskan. Bahkan Reya membayangkan Rika dan bu Siwi sekarang tengah mendorong motornya.Sinting!Satu hal yang muncul dalam benak Gavin dan Alvaro yang melihat tingkah Reya. Gavin tampak tak peduli, ia tetap fokus menyetir meski dalam benaknya terus bertanya-tanya apa yang salah dengan Reya? Perasaan tidak ada yang lucu, tapi kenapa Reya terus tertawa? Berbeda dengan Alvaro yang sangat penasaran."Re," panggil Alvaro."Hm." Reya mengalihkan perhatiannya ke Alvaro."Bukan ... lo kan?" tanya Alvaro ragu-ragu.Reya mengernyitkan dahinya, bingung. "Maksudnya?""Yang ngelakuin bukan lo kan?""Nglakuin apa?" Reya tak mengerti maksud pertanyaan Alvaro."Yang tadi."
Ketakutan hanya akan membuatmu mati secara perlahan, lawan rasa takutmu. Tunjukkan pada dunia, jika kamu baik-baik saja. Meski hatimu tidak sedang baik-baik saja.-Reyana S-Gavin baru saja akan mengerjakan tugas sekolahnya, ketika listrik tiba-tiba padam. Setelah itu terdengar suara jeritan dari kamar sebelah---kamar Reya.Gavin yang panik refleks beranjak berdiri, bahkan ia sampai tak memperhatikan jalannya dalam keadaan gelap."Aarrrgh!" erang Gavin, meringis kesakitan karena kakinya menabrak sudut bagian bawah ranjang."Gavin!!!" Teriakan Reya kembali terdengar.Dengan langkah pincang, Gavin berjalan ke kamar Reya. Ia mengumpat saat akan masuk, tapi pintunya di kunci dari dalam."Reya, buka!" teriak Gavin, menggedor pintu kamar Reya. Tak ada sahutan kecuali tangisan yang semakin kencang. "Reya, buka. Ini gue, Gavin."Gavin tak bisa diam saja menunggu, karena tidak ada tanda-tanda Reya akan
Tak cukup kata-kata untuk menunjukkan seberapa sempurnanya kuasa takdir mempertemukan seseorang. Mereka yang berbeda, namun mampu saling melengkapi satu sama lain. Percayalah, dibalik sakitnya putus cinta ada seseorang terbaik yang Allah siapkan sebagai penggantinya.-ButiranRinso-Waktu cepat bergulir, sudah dua minggu Reya menghabiskan waktu di rumah sakit. Akibat kepalanya yang bocor dan harus dijahit sebanyak tiga kali. Harusnya waktu pembagian rapor Reya naik ke atas panggung untuk menerima penghargaan dari kepala sekolah, atas pencapaiannya karena berhasil mendapat peringkat pertama di kelas.Namun karena perbuatan Selin dan Rika yang sengaja memukul kepala Reya dengan tongkatbaseball&n
Ketika kamumencitaiseseorang, tanamkan rasa cintanya dalam hati, sebutkan namanyadisetiapdoa yang kau panjatkan.-Reyana-Reya terbangun, napasnya memburu dengan keringat bercucuran di dahi. Reya seperti orang bingung, matanya bergerak liar memandang sekitar."Reya, syukurlah kamu sudah bangun." Ana hendak memeluknya, namun Reya tiba-tiba menepis. "Ada apa Re?""Gavin, mana Ma?" tanya Reya. Matanya jelalatan ke mana-mana."Gavin?""Iya, Gavin. Aku harus cari Gavin. Dia dalam
Lelah menunggu, Reya memutuskan untuk pulang. Ia berdiri di depan gerbang menunggu taksionlinepesanannya datang. Reya masih berusaha menghubungi nomor Gavin, meski hasilnya tetap sama————berakhir dengan suara mba-mba operator yang menyambut."Mba Reya?"Reya mengalihkan perhatiannya ketika sebuah mobil berhenti di depannya. Kaca depan terbuka, menampilkan seorang mas-mas yang menoleh ke arahnya."Ya?""Sesuai aplikasi Kak?" Orang itu merubah panggilannya saat melihat Reya masih menggunakan seragam abu-abunya.Reya mengangguk, menyadari taksi pesanannya ternyata. Ia sudah akan membuka pintu mobil, namun suara teriakan Remi mengurungkan niat
Bukan sekedar cinta monyet, tapi cinta suci pangeran kodok untuk putri kentang.-Gavin-Harga diri seorang laki-laki itu wanita yang paling dicintainya. Mereka siap pasang badan buat mempertahankan harga dirinya, apapun konsekuensinya."Gavin?" Reya memicingkan matanya saat melihat Gavin keluar dari gerbang, menghampiri Galang. "Mau ngapain dia?" Rasa penasaran mendorong Reya untuk melangkah keluar, namun tepukan di pundak mengejutkan Reya. Refleks ia memutar tubuhnya ke belakang."Papa!" Mata Reya melotot melihat papanya berdiri di belakang. "Papa ngapain?""Harusnya papa yang tanya, kamu ngapain di sini? Sudah malam kenapa masih ke
Reya menghela napas untuk yang kesekian kali, menatap miris wajah Ricky yang penuh lebam. Sudut bibirnya juga robek, belum lagi pelipisnya yang berdarah.Reya begitu telaten mengobati wajah Ricky, memberikan obat merah dan salep lalu menempelkan plaster di pelipis Ricky. Keduanya membisu beberapa saat, hingga akhirnya suara Ricky memecah keheningan di dalam UKS."Maaf."Reya mengernyit, menurunkan tangannya dari wajah Ricky. Kemudian menatap Ricky dengan ekspresi datar."Maafin gue," ulang Ricky, kepalanya tertunduk tak berani menatap Reya. "Lo bener, harusnya gue gak nyalahin semuanya ke lo. Harusnya gue juga gak balas dendam ke lo yang sama-sama jadi korbannya Sam. Maaf. Gue salah. Maaf———" Ricky terkesiap ketika R
Bukannya tidak mau bertahan, hanya saja memang tidak pantas untuk dipertahankan.-Reyana-Bunga layu ketika tidak dirawat dengan benar, tapi akan mekar saat dirawat dengan benar.Sama halnya dengan sebuah hubungan, semua akan terasa indah ketika menjalaninya dengan orang yang tepat dan akan berbanding terbalik saat menjalaninya dengan orang yang salah.🌺🌺🌺🌺Sepanjang perjalanan pulang, Gavin sama sekali tak bersuara. Matanya terus menatap ke depan dan bibirnya terkunci rapat, namun deru napasnya terdengar memburu.
Karma itu nyata, cepat atau lambat akan membunuhmu secara perlahan.-Reyana-Ketika seseorang merasa dirinya di atas angin, padahal masih ada awan dan langit yang lebih tinggi darinya."Kadal arab!""Buaya buntung!""Monyet Australi!""Tikus Zimbabwe!!"Entah sudah berapa nama binatang yang Reya absen, bibirnya terus komat-kamit. Seandainya Reya tahu mantra ajian santet, pasti sudah Reya bacakan saat ini juga. Atau paling tidak doa pengusir seta
Seperti minggu biasanya, Galang dan teman-temannya pergi ke mall. Sekedar cuci mata atau nongkrong di salah satu kafe langganan.Galang yang awalnya mau ke toilet mengurungkan niatnya saat melihat siluet cewek yang cukup familiar, Cewek yang tengah diincarnya. Ia memilih berdiri di samping pintu toilet wanita, menunggu cewek tadi keluar.Bunyi notifikasi mengalihkan perhatian Galang, ia membuka pesan dari temannya yang menanyakan keberadaannya. Galang segera mengetikkan balasan, memberitahu mereka jika dirinya terpaksa harus pergi lebih dulu karena ada urusan. Setelah itu kembali memasukkan ponselnya ke saku.Cukup lama menunggu, Galang mulai bosan. Sedari tadi ia hanya berdiri sembari memainkan permen karet di mulutnya. Hingga suara langkah kaki menginterupsi, Galang menoleh, senyumny
Pelajaran pertama hari ini olahraga, Gavin sudah bersiap akan keluar kelas mengikuti teman-temannya yang sudah keluar lebih dulu menuju lapangan. Namun langkahnya sempat terhenti saat matanya bersitubruk dengan tatapan mata Tiara yang tertuju padanya.Tapi Tiara lebih dulu memutus kontak mata, kemudian melengos berjalan keluar kelas."Kenapa dia?" Suara Alvaro menyadarkan Gavin dari keterdiaman.Gavin menoleh, mengedikkan bahu karena ia sendiri juga bingung. Apa mungkin Tiara marah karena ditolak kemarin? Seandainya iya, harusnya Tiara tahu kalau itu sudah jadi resiko ketika dirinya nekad menembak Gavin."Ya udah biarin, lagi PMS kali." Alvaro merangkul bahu Gavin. "Ayo."Sepanjang p