Malam sabtu ini, untuk pertama kalinya Rere pergi keluar rumah. Dia seperti menemukan kehidupan baru di jalan jalan Bandung yang ramai.
Mereka berkeliling alun alun raya yang ramai dengan pedagang dan pengunjung, ada pula turis yang sedang berwisata kuliner, mereka tampak menikmati jajanan khas Bandung sama seperti Rere.
Amelia menceritakan beberapa tempat yang bagus yang biasanya dipenuhi pengunjung, dia juga menceritakan pengalaman kencan pertamanya dengan seorang pria di taman jomblo. Lalu bernostalgia mengingat bagaimana dulu dia berubah menjadi tomboy seperti sekarang.
Rere menjadi pendengar yang baik sepanjang perjalanan petualangan mereka. Dia menyukai sifat terbuka Amelia dan cerita cerita lucunya meski beberapa terdengar kurang masuk akal.
Di sini, Rere akhirnya memutuskan merekrut Amel sebagai temannya. Teman yang benar benar berteman.
Gadis tomboy itu menengok arlogi saat sedang mengunyah gorengan.
"Eh, udah waktunya." Ucapnya spontan.
Rere yang duduk di sampingnya mengerutkan dahi. "Kenapa?"
"Kita ke Southbank sekarang?" Gadis itu menarik Rere dan meninggalkan gorengannya di meja. "Ayok!"
"Eh, tunggu sebentar." Rere kembali ke meja yang ia duduki tadi dan mengambil dompetnya yang tergeletak di sana.
"Anak anak ngadain party di SBC, kita nggak boleh telat." Amel menyalakan mesin motor.
Rere dengan sigap duduk di belakang sambil mengenakan helmnya. "Party apa?" gadis itu lalu melihat jam di layar ponselnya. "Jam segini?"
"Ikut aja, ada senior yang ultah gitu. Seru deh pokoknya." Amel memutar pedal gas di tangannya dan langsung melesat menyelinap diantara kendaraan besar di jalanan.
....
Sesampainya di tempat bernama Southbank itu, Rere dikejutkan dengan menampakan tempat tersebut.
Ia awalnya mengira kalau SBC yang di maksud Amel adalah kafe atau tempat nongkrong semacamnnya. Tapi, ini sangat berbeda. Tempat ini begitu asing, terlihat seperti tempat orang orang clubbing.
Di depan pintu masuk, Rere dan Amel di jegat oleh dua orang penjaga bertubuh besar dan berpakaian serba hitam. Rere merasa gugup, dia hanya berdiri di belakang Amel sambil sedikit meremas pundak temannya itu.
"Kartu identitas?" salah satu penjaga itu menatap Amel.
Amel terlihat cukup santai saat ditatap dengan sorot mata tajam sang penjaga, dia seperti sudah terbiasa.
"Temen Kak Roni, SMA Taruna Bakti Husada, Ameliaβ" gadis itu menoleh pada temannya yang bersembunyi di belakang dan menunjuknya dengan sebuah isyarat. "Renata."
"Oke."
Kedua penjaga itu mempersilahkan mereka masuk.
Rere yang masih bingung hanya bisa ikut dan mengekor di belakang Amel seperti marmut kecil. Dia punya firasat aneh di tempat ini. Suasananya sangat tidak nyaman.
"Kok bisa diijinin masuk?" Rere akhirnya bertanya karena sangat penasaran.
Amel hanya menyeringai. "Iya, lah. Itu cuma formalitas doang. Sebenernya siapapun bebas masuk sini asal nggak bikin keributan."
"Oh." gadis berambut kastanye itu hanya mampu mangut mangut.
Sampai di dalam Club, netranya di suguhi pemandangan yang luar biasa aneh. Bukan seperti pesta ulang tahun yang sering ia datangi sebelum sebelumnya, tempat ini jauh lebih kacau dari dugaan Rere.
Ruangan yang luas yang terdiri dari Bar, Diskotik, Tempat karaoke dan Kamar penginapan ini membuat Rere merinding ngeri.
Usia gadis itu baru menginjak 17 tahun, dan saat tinggal di Jakarta pun, dia belum pernah sekali pun masuk ke tempat seperti ini.
"Ini tempat Clubbing?" Rere bertanya pada Amelia yang menyeretnya ke konter bar.
"Iya." jawab Amel dengan santai.
Astaga.
"Mel, gue nggak mau ah. Gue takut." Rere dengan kasar melepas tangannya dari genggaman Amelia.
"Kenapa? Kita nggak bakal ngapa ngapain kok, Re. Cuma mau gabung party Kak Roni doang."
"Kak Roni siapa? Gue nggak kenal."
Amelia menunjuk salah satu sudut meja yang ramai dengan anak muda seusia mereka. "Tuh, di sana. Kita nggak aneh aneh, kok. Santai aja."
"Nggak mabok, kan?" Rere bertanya untuk memastikan.
"Nggak, Re. Nggak bakal." Amel mengacungkan sumpah dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.
"..."
"Percaya sama gue."
....
Di rumah kediaman Arga, Zian tengah sibuk berkutat dengan pena dan bukunya di atas meja belajar. Dia tengah mengerjakan tugas sekolah yang sebenarnya bisa di kumpulkan minggu depan.
Tapi, dia tidak suka menunda pekerjaan rumah, terlebih di saat tidak ada kegiatan seperti saat ini.
Ponsel di sampingnya berdering, Zian yang tengah fokus pun tidak bisa mengabaikan hal mengganggu itu dan mau tak mau harus mengangkat panggilannya.
"Apa, Dan?" Danu sepupunya yang menelpon. Raut wajah Zian langsung berubah datar kembali.
"Ada party alumni di SBC, ikut yuk!" ucap Danu to the poin.
Zian memutar matanya dengan malas saat mendengar ajakan itu. Dia mengembuskan nafas lesu sebelum menjawab. "SBC? Gila lo! Nggak mau gue."
"Kenapa?" suara disebrang telpon terdengar kecewa. "Kan kita rame rame."
"Nggak ah, gue males ke tempat gituan. Kalo kalian mau pergi, pergi aja. Nggak usah ajak gue." Zian hampir menutup telpon jika saja Danu tidak buru buru menyela.
"Iya iya, gue ngerti. Tapi, besok jalan, kuy."
"Kemana lagi?"
"Ada deh, pokoknya lo harus ikut."
"Iya, iya deh. Gimana besok." lalu sambungan telpon itu dia tutup secara sepihak.
Zian kemudian menghela nafas lesu.
Entah kenapa dia mendadak murung. Rasanya ada yang tiba tiba mengusik hatinya.
Dia teringat Rania sang Mama.
Mungkin, weekend ini dia akan menyempatkan waktu untuk berjiarah.
....
Amel menyeret temannya ke arah sekelompok orang yang berkerumun di sebuah sudut, sampai di sana dia melambaikan tangan pada orang seolah olah sudah mengenal mereka semua.
"Eh, Mel. Kirain lo kagak dateng." sapa seorang pria berambut punky yang membalas lambaian tangan si gadis tomboy.
Teman di sebelah pria itu ikut menyapa. "Iya, nih. Udah kita tungguin dari tadi." ucapnya. "Eh, btw itu siapa? Temen baru, yak?"
"Rere, anak baru di sekolahan. Sabi kali ikut kita nongkrong di sini." Amel langsung menyeret Rere ke hadapan orang orang si sana. Bermaksud memperkenalkan gadis itu pada semua kawannya.
"Rere." ucapnya malu malu.
Gadis kastanye itu langsung disapa hangat.
"Santai aja, Re. Gak perlu nervous." ucap salah satu dari mereka. Rere memberi anggukan pelan padanya.
"Di sini, lo nggak harus kenal kita semua, yang penting have fun aja dulu." ucap yang lainnya dengan menepuk bahu gadis pemalu itu.
"Iya,"
"Eh, iya. Kenalin itu Roni, bandar kita malem ini." ucap Amel menunjuk pada seorang pria yang duduk sambil memainkan ponsel di sebuah meja melingkar.
Rere menoleh padanya, dan dia tidak merasa asing dengan wajah lelaki itu.
"Ron, kenalin anggota baru." ucap wanita yang tadi menepuk bahunya.
Lelaki bernama Roni itu mengangkat kepalanya. Menatap gadis yang di kenalkan oleh temannya barusan.
"Gue Ro ... Ni." dia sempat terkejut melihat Renata yang ternyata adalah gadis yang ia temui di lapangan basket sore tadi.
"Rere." gadis berambut kastanye itu menunduk malu malu. Meskipun mereka pernah bertemu sebelumnya, dia tidak berani untuk bersikap sok akrab.
"Yang tadi, kan?" Reno bertanya untuk memastikan.
Rere yang mengerti pertanyaan pria itu memberi anggukan kepala.
Amel mengerutkan dahinya. "Yang tadi? Maksudnya?" gadis itu bertanya pada Rere.
Tapi, Rere tidak berani memberikan jawaban.
Roni membantu gadis itu memberi penjelasan. "Tadi, gue nggak sengaja lempar bola ke dia."
Amel tersengih. "Lo masih main basket di sekolahan?"
"Nggak main sih, cuma latihan doang." pria itu meralat.
"Di rumah lo kan ada lapangan buat main basket, kenapa mesti di sekolahan?" tanya teman yang lain.
Roni menoleh ke arahnya. "Emang kenapa? Gue suka main di lapangan sekolah ya karena tempatnya enak, bener nggak, Re?" tiba tiba dia menatap ke arah Renata.
Gadis itu spontan melongo. 'Kok nanya ke gue?' kira kira begitulah hatinya bergumam.
Amel kontan menatap temannya itu juga. Dia merasa ada yang aneh dari interaksi Roni dan Rere.
Apa mereka sudah saling kenal sebelumnya?
Karena Amel ingat betul sifat Roni yang akan sok cuek dan dingin pada orang yang baru dia kenal. Bahkan padanya pun begitu saat dulu.
Kenapa sekarang dia malah sok akrab dengan teman sebangkunya ini?
.....
"Re, Roni jomblo, lho." cetus Amel ketika ia dan Rere menunggu minuman mereka di buatkan oleh pramutama bar.
Rere mengerutkan dahinya. "Terus hubungannya sama gue apa kalo dia jomblo?"
"Ya, nggak ada hubungannya. Cuma sekedar info aja barangkali lo mau deketin dia."
Rere nyaris tersedak mendengar itu. "Deketin dia? Gue?" gadis itu menunjuk dirinya.
"Keliatannya sih Roni naksir sama lo."
"Naksir?" Rere ingin tertawa terpingkal pingkal, namun perasaan lucu itu hanya dia tahan dalam hati. "Please deh Amelia. Gue bahkan baru kenalan sama dia. Gimana ceritanya dia naksir sama gue?"
"Gue udah dua tahun gaul sama dia. Baru kali ini gue liat dia ngajak cewek ngobrol kayak tadi."
Bartender memberikan masing masing dari mereka segelas minuman dingin. Amel mengambil keduanya lalu ia berikan satu pada Rere.
"Emang biasanya gimana?"
"Ya, gitu lah. Pokoknya beda."
Saat Rere ingin mengajukan pertanyaan lain soal bagaimana Amel bisa yakin kalau Roni menyukainya, suara microphone yang di tepuk tepuk tiba tiba menyela. Asalnya dari atas panggung kecil di sudut Club.
Kedua gadis itu langsung menoleh ke arah sana dan terlihatlah pria yang sedang mereka bincangkan berdiri di sana, bersiap siap untuk membawakan sebuah lagu.
Rere cukup terkejut. Jadi, Roni ternyata tidak hanya lihai bermain basket, tapi juga seorang penyanyi.
"Selamat malam semua. Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar." Pria itu bicara dengan memberikan senyuman memukau. Yang membuat siapapun yang melihatnya akan seketika terhipnotis.
"Saya baru saja di tantang oleh salah satu teman, harus menyanyikan lagu di sini. Gimana? Kalian nggak keberatan, kan?"
"Nyanyi, nyanyi." teriak beberapa orang di sudut yang tidak lain adalah teman teman Roni sendiri.
Pria diatas panggung tampak tersengih menahan malu. Dia mengangguk kemudian mencabut mic dari gagang penyangga.
"Oke, sepertinya tidak ada pilihan lain." ucapnya pasrah.
"Woo~" teriak orang orang yang antusias menunggu si pemain basket ini menyuarakan nyanyiannya.
Musik mulai di putar. Petikan gitar, bass dan suara drum sudah memburu sang penyanyi dadakan itu.
Rere tampak tertarik. Dia tak melepaskan atensinya dari orang yang berdiri diatas panggung. Amel yang duduk di sebelah gadis itu hanya mampu tersenyum melihat ketertarikan Rere pada Roni, teman sekaligus seniornya.
~~~~~
And now it's crossed out in red
But I still can't forget if I wanted too
And it drives me insane
Think I'm hearing your name, everywhere I go
But it's all in my head
It's just all in my head
But you won't see me break, call you up in three days
Or send you a bouquet, saying, "It's a mistake"
Drink my troubles away, one more glass of champagne
And you know
I'm the first to say that I'm not perfect
And you're the first to say you want the best thing
But now I know a perfect way to let you go
Give my last hello, hope it's worth it
Here's your perfect
My best was just fine
How I tried, how I tried to be great for you
I'm flawed by design and you love to remind me
No matter what I do
But you won't see me break, call you up in three days
Or send you a bouquet, saying, "It's a mistake"
Drink my troubles away, one more glass of champagne
And you know
I'm the first to say that I'm not perfect
And you're the first to say you want the best thing
But now I know a perfect way to let you go
Give my last hello, hope it's worth it
I'm the first to say that I'm not perfect
And you're the first to say you want the best thing (best thing, yeah)
But now I know a perfect way to let you go
Give my last hello, hope it's worth it
Say yeah, yeah, yeah
But now I know a perfect way to let you go
Give my last hello, hope it's worth it
Here's your perfect
~~~~~
Pada beberapa lirik, di mana orang orang fokus memperhatikan dia bernyanyi, Roni sesekali melirik pada Renata.
Gadis itu, menepuk nepuk tangan mengikuti alunan musik. Dia sadar pada beberapa kesempatan Roni menatap ke arahnya. Tapi, dia tidak mau berpikir yang bukan bukan. Apalagi soal yang dikatakan Amel bahwa pria itu naksir kepadanya.
Itu sangat tidak masuk akal.
Meskipun Rere juga cukup tertarik pada Roni, dia harus tahu diri dan melihat posisinya. Mereka baru saja berkenalan. Konyol rasanya bila dia tiba tiba mendekati lelaki itu.
Mungkin, jika dia dan Amel hang out bersama lagi di tempat ini dilain kesempatan, dia akan bisa bertemu dengan Roni lagi. Dan lambat laun menjalin keakraban dengannya.
"Eh gue anterin pulang, ya?" tawar Roni menawarkan tumpangan pada Rere saat Gadis itu hendak pulang bersama Amelia.Rere menjawab "Enggak usah. Gue pulang bareng Amel, aja. Kita naik motor, kok." ucapnya masih terlihat malu-malu. Roni tersenyum. "Mending sama gue aja. Gue bawa mobil. Ya, siapa tau nanti hujan kan nggak bakal kehujanan." pria itu belum menyerah. Rere menengok ke arah temannya. "Terus Amel gimana?" Gadis tomboy itu menepuk bahu Renata dengan santai "Gak usah pikirin gue, gue bisa kok balik sendiri." ucapnya. "Tapi kan udah malem juga. masa iya gue pulang ke rumah jam segini." "Eh, iya juga sih." Amelia berpikir. "Ya udah lo nginep di rumah gue aja. Besok pagi gue anterin lo pulang.""Oke." Rere tampak setuju. "Gue nginep di rumah lo.""Jadi ... Nggak mau diantar, nih?" Roni kembali bertanya. "Enggak deh, kak. Next time aja." jawab gadis itu sambil tersenyum. "Oke." Roni menoleh ke arah Amel. "Lain kali ajak dia nongki bareng kita lagi di sini." ucapnya. "Siappp
"Oma, Zian cuma tanya ... Emang ada kejadian apa waktu Zian kecil?" Remaja itu terus mendesak wanita tua di depannya karena rasa penasaran yang luar biasa. Sejak Oma Linda bilang kalau dia tahu tentang Rere dan juga Mama tirinya, Zian seperti dihantui sesuatu. Dia mengalami kejadian serius dahulu, tapi tidak dapat ia ingat sama sekali. "Omaaa ..." Zian kembali merengek. Wanita tua yang di panggil Oma itu menyimpan cangkir tehnya pada tatakan. Di atas bukit belakang rumahnya, mereka menggelar sebuah kain kecil untuk piknik sekedar menikmati pemandangan pagi di taman bunga buatannya. Dia merawat tempat ini dengan sangat apik dan tertata. Bunga bunga yang berwarna warni begitu terlihat cantik dan menawan saat di terpa sinar matahari pagi. Maniknya yang sayu dengan kelopak mata yang turun karena faktor usia tidak memadamkan semangat dalam diri jompo tua itu. Dia menatap Zian dengan jutaan perasaan yang tidak bisa di jelaskan. Bibir keriputnya tersenyum, tapi matanya menyiratkan rasa i
My StepBrother, I Love U. Bagian 1 : PrologKELAHIRANKU KE DUNIA ~Malaikat mengambil nyawaku~πMalam itu, Mama terus mengerang kesakitan. Perutnya terasa seperti teriris-iris pisau dari dalam. Tangannya meremat seprai hingga seprai itu berubah menjadi kusut. "Sudah bukaan ke delapan, bu. Anda pasti bisa." seorang perawat mengecek sudah seberapa jauh bibir rahim Mamaku terbuka saat itu. Papa mengamati keadaan Mama dengan cemas. Dia sama sekali tidak beranjak dari sisi istrinya yang terus menangis karena kesakitan. "Kepalanya mulai keluar. Ayo tarik napas dan mulai mengejan!" dokter memberi intruks
My StepBrother, I Love U.Bagian 2DITINGGAL MATI~Menjadi bintang dilangit.~πHari ini adalah hari pemakaman Mama.Rania, begitulah orang orang memanggilnya. Wanita cantik yang di kenal pekerja keras dan seorang ibu yang penyayang itu menghembuskan napas terakhirnya tadi malam.Meninggalkan suami dan juga anak laki-kakinya yang baru berusia 18 tahun. Rania meninggal karena penyakit jantung yang ia derita. Dua malam sebelum kepergiannya, dia mengalami serangan jantung dan harus di larikan ke rumah sakit. Namun, waktunya ternyata tidak berlangsung lama. Setelah perawatan intensif yang ia terima, keadaannya semakin memburuk dan akhirnya menutup usia pada umur 40 tahun.Zian begitu syok a
My StepBrother, I Love U. bagian 3HIDUP TERUS BERJALAN~Banyak yang peduli sama lo!~πSeminggu berlalu, remaja tanggung bersurai legam itu masih setia mengurung dirinya di dalam kamar. Beberapa temannya bahkan datang berkali-kali untuk membujuknya agar mau kembali bersekolah. Namun, Zian tampaknya belum memulihkan hati dari kehancurannya di tinggal sang Mama. Dia enggan pergi kemana pun, termasuk ke sekolah. Sama seperti kemarin, Danu Ardana, remaja tinggi dengan pinggang ramping dan gaya rambut spiky-nya datang lagi ke rumah Zian, untuk menjenguk sekaligus membujuk lelaki itu agar mau keluar dari sarangnya. Danu bukan hanya
My StepBrother, I Love U. Bagian 4MANUSIA BERNAMA RERE~Dia anak Papa, adik kamu~πDi dalam stadion, empat remaja itu duduk di jejeran paling depan. Tak banyak yang menonton pertandingan, mengingat ini hanya turnamen biasa yang selalu di adakan setiap minggu."Tunas bangsa! Tunas bangsa!""Cakar elang! Cakar elang!"Sorak sorai para gadis berpom-pom menambah ramai suasana di dalam stadion. Mereka secara bergantian menyoraki kedua kubu yang tengah sengit beradu taktik di lapangan. Grup Cakar elang mengguli skor sementara, di mana mereka mendapat nilai cukup jauh di banding grup lawannya yaitu Tunas bangsa.Zian tampak menikmati laju pertandingan. Matanya begitu fokus pada
My StepBrother, I Love U. Bagian 5MENDADAK MENJADI KAKAK~Nggak ada mirip-miripnya~ π"Den." bi Asri memanggil sembari mengetuk pintu kamar bercat coklat tempat Zian berada. "Papa manggil buat makan.""Aku nggak makan, bi. Mau langsung tidur aja." Zian menyahut dari dalam."Tapi, tadi siang kan aden nggak makan." bi Asri berucap dengan cemas."Udah makan, kok. Bareng Danu." Zian berbohong. Dia sebenarnya lapar, hanya saja malas jika harus bertemu lagi dengan Rere. Dia tidak suka gadis itu."Yaudah, bibi kasih tau Papa aden."Zian tidak menjawab. Setelahnya, bi Asri langsung pergi.Zian menjatuhkan diri di atas ranjang yang empuk. Dengan kedua tangan menopang kepala, dia menatap langit-langit kamarnya. Menghela napas beberapa kali se
My StepBrother, I Love U. Bagian 6 ORANG YANG TIDAK PENGERTIAN~ Ma, Rere nggak betah ~ π Menjadi Rere tidaklah mudah. Gadis itu tengah mengepak pakaian ke dalam koper saat Papa dan Mamanya berselisih paham di ruang tengah. Mereka saling tuding, saling melempar tanggung jawab atas anak mereka, Rere. Menentukan siapa yang akan membawa gadis itu nanti. Karina, wanita cantik dengan kulit seputih giok dan rambut kastanye bergelombang yang menutupi kedua bahunya itu sedang mengomel. Dia melayangkan protes-protesnya pada Arga, sang suami. Dengan lantang wanita itu menuduh Arga tidakmau ikut bertanggung jawab atas kehidupan Rere. Dan lebih memprioritaskan Zian, anak dari istri pertamanya. Arga tersungu
"Oma, Zian cuma tanya ... Emang ada kejadian apa waktu Zian kecil?" Remaja itu terus mendesak wanita tua di depannya karena rasa penasaran yang luar biasa. Sejak Oma Linda bilang kalau dia tahu tentang Rere dan juga Mama tirinya, Zian seperti dihantui sesuatu. Dia mengalami kejadian serius dahulu, tapi tidak dapat ia ingat sama sekali. "Omaaa ..." Zian kembali merengek. Wanita tua yang di panggil Oma itu menyimpan cangkir tehnya pada tatakan. Di atas bukit belakang rumahnya, mereka menggelar sebuah kain kecil untuk piknik sekedar menikmati pemandangan pagi di taman bunga buatannya. Dia merawat tempat ini dengan sangat apik dan tertata. Bunga bunga yang berwarna warni begitu terlihat cantik dan menawan saat di terpa sinar matahari pagi. Maniknya yang sayu dengan kelopak mata yang turun karena faktor usia tidak memadamkan semangat dalam diri jompo tua itu. Dia menatap Zian dengan jutaan perasaan yang tidak bisa di jelaskan. Bibir keriputnya tersenyum, tapi matanya menyiratkan rasa i
"Eh gue anterin pulang, ya?" tawar Roni menawarkan tumpangan pada Rere saat Gadis itu hendak pulang bersama Amelia.Rere menjawab "Enggak usah. Gue pulang bareng Amel, aja. Kita naik motor, kok." ucapnya masih terlihat malu-malu. Roni tersenyum. "Mending sama gue aja. Gue bawa mobil. Ya, siapa tau nanti hujan kan nggak bakal kehujanan." pria itu belum menyerah. Rere menengok ke arah temannya. "Terus Amel gimana?" Gadis tomboy itu menepuk bahu Renata dengan santai "Gak usah pikirin gue, gue bisa kok balik sendiri." ucapnya. "Tapi kan udah malem juga. masa iya gue pulang ke rumah jam segini." "Eh, iya juga sih." Amelia berpikir. "Ya udah lo nginep di rumah gue aja. Besok pagi gue anterin lo pulang.""Oke." Rere tampak setuju. "Gue nginep di rumah lo.""Jadi ... Nggak mau diantar, nih?" Roni kembali bertanya. "Enggak deh, kak. Next time aja." jawab gadis itu sambil tersenyum. "Oke." Roni menoleh ke arah Amel. "Lain kali ajak dia nongki bareng kita lagi di sini." ucapnya. "Siappp
Malam sabtu ini, untuk pertama kalinya Rere pergi keluar rumah. Dia seperti menemukan kehidupan baru di jalan jalan Bandung yang ramai.Amel menunjukan beberapa angkringan makanan ringan yang bisa mereka beli untuk sekedar mengganjal perut. Dari mulai batagor, cilok bakar sampai tahu isi. Rere menikmati cemilannya bersama si gadis tomboy.Mereka berkeliling alun alun raya yang ramai dengan pedagang dan pengunjung, ada pula turis yang sedang berwisata kuliner, mereka tampak menikmati jajanan khas Bandung sama seperti Rere.Amelia menceritakan beberapa tempat yang bagus yang biasanya dipenuhi pengunjung, dia juga menceritakan pengalaman kencan pertamanya dengan seorang pria di taman jomblo. Lalu bernostalgia mengingat bagaimana dulu dia berubah menjadi tomboy seperti sekarang.Rere menjadi pendengar yang baik sepanjang perjalanan petualangan mereka. Dia menyukai sifat terbuka Amelia dan cerita cerita lucunya meski beberapa terdengar kurang masuk akal.Di sini, Rere akhirnya memutuskan m
Bel sekolah berbunyi.Menandakan waktu pembelajaran telah berakhir. Rere menoleh ke sebelah kirinya, ke arah bangku yang Zian duduki. Di sana, remaja itu tengah berbincang heboh bersama teman-temannya sembari merapikan alat tulis ke dalam tas.Jarang sekali Rere melihat dia tertawa lepas, atau bahkan tersenyum saat berbicara dengannya. Tapi, saat melihat Zian begitu ekspresif bersama teman-temannya, entah mengapa gadis itu menjadi ikut merasa senang.Apa Zian akan bermain basket lagi?Apa dia harus menunggu seperti kemarin?"Abis ini, lo free nggak, Re?" Amel teman sebangkunya tiba tiba bertanya.Rere spontan menoleh padanya. "Mm .. Iya, kenapa emang?"Gadis tomboy itu memajukan wajahnya lalu berbisik. "Hang Out, yuk.""Kemana?""Ada deh. Lo pasti suka." ucap Amel sambil menggoyangkan alisnya percaya diri."Iya, tapi kemana dulu?""Southbank."Rere kontan mengerutkan alisnya. "Tempat apaan tuh?""Makanya ikut aja.""Sekarang?"Amel tidak bisa untuk tidak menahan tawa. Teman sebangkuny
Malam itu, Rere tidak bisa tidur. Dia terus merapatkan matanya kuat kuat, namun tak juga terlelap.Bayangan wajah Zian, dan moment ketika lelaki itu mengucapkan terimakasih terus berputar di kepalanya seperti role film.Kesal berguling guling tanpa arah, gadis berambut kastanye itu bangkit dan duduk bersidekap di atas kasur. Di tengok jam dinding yang ada di dekat jendela, pukul 02.05 dini hari.Shitt!Dia benar benar tidak diberi rasa kantuk sedikit pun.Setelah menghela napas panjang berulang kali, Rere akhirnya memutuskan turun dari ranjang, berjalan ke arah dapur untuk membuat susu hangat.Katanya, meminum susu membuat orang cepat mengantuk. Dia ingin mencoba metode itu. Barang kali berhasil.Setelah menyusuri ruang demi ruang rumah yang gelap, gadis bernama asli Renata itu menyalakan saklar lampu dapur. Ia beringsut membuka kulkas dan mengambil kotak susu UHT berukuran 1 liter. Menuangkan
"Rere Sini." Amel memanggil sembari menepuk-nepuk bangku di sebelahnya. Tepat saat Rere bingung hendak duduk di mana setelah di usir oleh Zian kemarin, gadis tomboy itu memberinya solusi. "Duduk bareng gue aja." ajaknya. Rere mendekat lalu duduk di bangku sebelah Amelia dengan hati-hati. "Thanks.""Kemaren kenapa pulang gitu aja?" Amel bertanya, dia menyatukan tangannya pada meja kemudian membaringkan kepala, menatap pada Rere. Gadis berambut kastanye itu menggeleng kaku. "Nggak apa apa."
My StepBrother, I Love U. Bagian 6 ORANG YANG TIDAK PENGERTIAN~ Ma, Rere nggak betah ~ π Menjadi Rere tidaklah mudah. Gadis itu tengah mengepak pakaian ke dalam koper saat Papa dan Mamanya berselisih paham di ruang tengah. Mereka saling tuding, saling melempar tanggung jawab atas anak mereka, Rere. Menentukan siapa yang akan membawa gadis itu nanti. Karina, wanita cantik dengan kulit seputih giok dan rambut kastanye bergelombang yang menutupi kedua bahunya itu sedang mengomel. Dia melayangkan protes-protesnya pada Arga, sang suami. Dengan lantang wanita itu menuduh Arga tidakmau ikut bertanggung jawab atas kehidupan Rere. Dan lebih memprioritaskan Zian, anak dari istri pertamanya. Arga tersungu
My StepBrother, I Love U. Bagian 5MENDADAK MENJADI KAKAK~Nggak ada mirip-miripnya~ π"Den." bi Asri memanggil sembari mengetuk pintu kamar bercat coklat tempat Zian berada. "Papa manggil buat makan.""Aku nggak makan, bi. Mau langsung tidur aja." Zian menyahut dari dalam."Tapi, tadi siang kan aden nggak makan." bi Asri berucap dengan cemas."Udah makan, kok. Bareng Danu." Zian berbohong. Dia sebenarnya lapar, hanya saja malas jika harus bertemu lagi dengan Rere. Dia tidak suka gadis itu."Yaudah, bibi kasih tau Papa aden."Zian tidak menjawab. Setelahnya, bi Asri langsung pergi.Zian menjatuhkan diri di atas ranjang yang empuk. Dengan kedua tangan menopang kepala, dia menatap langit-langit kamarnya. Menghela napas beberapa kali se
My StepBrother, I Love U. Bagian 4MANUSIA BERNAMA RERE~Dia anak Papa, adik kamu~πDi dalam stadion, empat remaja itu duduk di jejeran paling depan. Tak banyak yang menonton pertandingan, mengingat ini hanya turnamen biasa yang selalu di adakan setiap minggu."Tunas bangsa! Tunas bangsa!""Cakar elang! Cakar elang!"Sorak sorai para gadis berpom-pom menambah ramai suasana di dalam stadion. Mereka secara bergantian menyoraki kedua kubu yang tengah sengit beradu taktik di lapangan. Grup Cakar elang mengguli skor sementara, di mana mereka mendapat nilai cukup jauh di banding grup lawannya yaitu Tunas bangsa.Zian tampak menikmati laju pertandingan. Matanya begitu fokus pada