My StepBrother, I Love U.
bagian 3HIDUP TERUS BERJALAN
~Banyak yang peduli sama lo!~🍁
Sama seperti kemarin, Danu Ardana, remaja tinggi dengan pinggang ramping dan gaya rambut spiky-nya datang lagi ke rumah Zian, untuk menjenguk sekaligus membujuk lelaki itu agar mau keluar dari sarangnya.
Danu bukan hanya sekedar sahabatnya, dia juga teman semasa kecil sekaligus sepupu Zian. Anak dari tante Riana, adik Mamanya.
"Nana .. Ke mall, yuk. Temenin beli boxer." Danu berteriak sembari menggedor-gedor pintu kamar Zian.
Nana atau Zizi atau Rara adalah panggilan ejekannya pada Zian. Dia biasanya sengaja memanggil lelaki itu dengan nama perempuan agar Zian kesal. Semoga saja, kali ini remaja itu marah kepadanya dan mau keluar dari kamar untuk sekedar menonjok wajahnya.
"Nana, ih." Danu memisuh geram. Dia sudah mengetuk pintu kamar Zian beberapa kali, tapi sama sekali tidak di respon.
"Apa sih, Nu? Pergi sana, ah." umpat Zian dari dalam.
"Ayok temenin beli boxer ... boxer gue robek gara-gara main futsal kemaren!"
"Emang boxer lo cuma satu apa?!"
"Iya, itu yang motif macan favorit gue. Gue harus beli lagi yang baru." Danu pantang menyerah sebelum pintu kamar Zian terbuka.
"Bareng Riko aja."
Danu mendengus dengan keras. "Dia lagi jalan sama ceweknya."
"Yaudah, pergi aja sendiri."
Kesabaran Danu nampaknya mulai menipis. "Ih, lo tuh kenapa sih! Susah banget keluar rumah doang. Nggak baek Na ngurung diri terus di kamar." dia berseru lantang.
Zian tidak lagi menjawab. Hanya hening bermenit-menit yang membuat Danu kian merasa frustasi. Namun, lelaki itu masih belum mau beranjak dari tempatnya.
"Zian!"
"Ziiaaan!"
Pintu kayu di depannya tiba-tiba berderit, kemudian perlahan terbuka hingga tampaklah sosok Zian di baliknya. Danu memajukan wajahnya, dia melihat ruangan di belakang lelaki itu begitu gelap dan terlihat agak horor. Membuatnya seketika bergidik ngeri, mengingat dia amat benci pada yang namanya kegelapan.
"Berisik, lo! Sana pulang." ketus Zian kemudian hendak menutup kembali pintu kamarnya. Namun, dengan sigap Danu memasang kakinya untuk mengganjal pintu tersebut.
"Eits, enak aja maen ngusir. Kasih masuk kek sebentar." Danu tak mau membuang kesempatan.
Jika tidak sekarang, kapan lagi cowok itu mau membuka pintu kamarnya.
Zian menghela napas. "Mau ngapain?"
"Numpang pipis. Kebelet, nih."
Zian memutar bola matanya dengan malas kemudian mendesis. Pintu kamar ia buka lebar-lebar agar remaja narsis itu bisa masuk ke dalam.
"Buruan."
"Lampunya nyalain dulu." Danu nyengir dengan wajah tengilnya. Membuat Zian harus menghela napas panjangnya sekali lagi.
"Dasar."
Setelah saklar lampu ia hidupkan, Danu langsung menyambar tubuhnya dengan pelukan. Zian begitu terkesiap hingga nyaris jatuh terjungkal kebelakang jika saja tangannya tidak buru-buru berpegangan pada tembok. Danu ini benar benar membuatnya terkejut.
"Danu!" Zian berteriak karena kaget, sekaligus kesal.
Tapi, remaja yang lebih tinggi darinya itu malah memeluk tubuhnya semakin erat.
"Udah, ya. Jangan ngunci diri lagi. Gue tau lo sedih tapi jangan sampe nyiksa diri sendiri kayak gini." Danu bergumam lirih. Membuat Zian tak berdaya dan hanya mampu mematung di tempatnya.
"Gue emang nggak tau rasanya di tinggalin mama, karena bunda gue masih hidup. Tapi, gue ngerti. Pasti berat buat lo. Tapi, lo juga harus inget. Lo nggak sendiri, lo punya gue, punya temen-temen yang lain juga. Banyak yang peduli sama lo."
Zian hanya tertunduk mendengar perkataan Danu barusan. Lelaki itu memang ada benarnya. Di dunia ini dia tidak sendirian. Masih banyak sekali orang-orang yang menyayangi dirinya, entah itu keluarga ataupun teman.
"Nu?" Zian memanggil dengan pelan.
Sang empu nama berdegum dan menoleh padanya. "Apa?"
"Gue ... nggak bisa napas."
"Oh?" Danu buru-buru melepaskan pelukannya. "Sorry."
"Lo bener. Lagi pula, gue juga nggak mungkin kayak gini terus selamanya." Zian menarik satu sudut bibirnya. Berusaha untuk tersenyum.
Danu lega. Akhirnya, usaha untuk membawa kembali sahabatnya itu pada kehidupan luar tidak berbuah sia-sia.
"Mulai sekarang, nggak ada lagi sedih-sedihan! Kalo sekali lagi gue liat lo murung kayak gini, gue bakal nyuruh bi Asri pulang kampung."
"Hah?" Zian tercenung lalu mengerutkan alisnya. "Apa sih bawa-bawa bi Asri segala." dia terkekeh kecil. Guyonan garing Danu sukses membuatnya geleng-geleng kepala.
"Ya, ya gitulah. Intinya sekarang cepetan ganti baju terus kita pergi." Danu mendorong punggung Zian menuju sebuah lemari pakaian.
"Harus banget sekarang, ya?"
"Iya, Zian Nara putra Arga Wijaya. Temen-temen yang lain udah nungguin. Cepetan!"
🍁
Di salah satu tempat angkringan, ada dua remaja dengan pakaian styles-nya melambaikan tangan pada Zian dan Danu yang baru saja tiba. Mereka senang bukan kepalang saat melihat salah satu teman mereka yang menghilang selama seminggu ini akhirnya kembali.
"Gila! Zian ternyata masih idup." celoteh lelaki bernama Riko dengan menyikut orang di sampingnya.
"Hus! Yang meninggal itu ibunya, tau!"
"Iya iya. Gue becanda."
"Udah lama nunggu?" Danu menyapa keduanya dengan jabat tangan khas geng mereka. Kemudian Zian mengikuti setelahnya.
"Lumayan."
"Zi, gue turut berduka ya soal nyokap lo." si rambut hitam Surya menepuk bahu kanan Zian.
"Gue juga." Riko turut berucap setelahnya.
"Em, makasih."
"Udah-udah. Gue ngajak Zian keluar bukan buat bahan bela sungkawa kalian. Jadi, mending kitu pergi nyari hiburan."
"Kemana?"
"Denger-denger ada turnamen basket gitu di stadion deket sekolahan. Nonton, yuk!" Danu memberi usulan.
Kedua temannya yang tidak terlalu suka olahraga itu saling bertukar pandang sejenak kemudian menatap Danu penuh tanda tanya.
"Nonton basket? Serius?" tanya Riko ragu-ragu.
Danu menggerakan ekor matanya ke arah Zian. Dia memberi kode pada kedua teman lemot-nya itu bahwa ini adalah ide yang bagus untuk menghibur Zian, karena lelaki itu amat menggemari dunia basket.
"Ahh ..." Riko dan Surya akhirnya mengerti. Mereka dengan kompak mengangguk dan menyetujui usulan Danu. Sementara Zian, dia hanya ikut saja.
"Ayok! Nanti turnamennya keburu selesai." seru Danu dengan memiting leher Zian dan menyeret lelaki itu untuk mengikuti langkahnya.
Zian tidak menolak, dia membiarkan Danu menuntun tubuhnya kemana pun mereka pergi.
Dari sini, dia mengerti satu hal. Meski kehilangan membuatnya begitu terpuruk dan bersedih, dia tetap harus bangkit dan kembali menata hati.
Hidup terus berjalan, dan apapun yang akan terjadi di masa depan. Dia harus menghadapi semuanya dengan dada yang lapang.
🍁
My StepBrother, I Love U. Bagian 4MANUSIA BERNAMA RERE~Dia anak Papa, adik kamu~🍁Di dalam stadion, empat remaja itu duduk di jejeran paling depan. Tak banyak yang menonton pertandingan, mengingat ini hanya turnamen biasa yang selalu di adakan setiap minggu."Tunas bangsa! Tunas bangsa!""Cakar elang! Cakar elang!"Sorak sorai para gadis berpom-pom menambah ramai suasana di dalam stadion. Mereka secara bergantian menyoraki kedua kubu yang tengah sengit beradu taktik di lapangan. Grup Cakar elang mengguli skor sementara, di mana mereka mendapat nilai cukup jauh di banding grup lawannya yaitu Tunas bangsa.Zian tampak menikmati laju pertandingan. Matanya begitu fokus pada
My StepBrother, I Love U. Bagian 5MENDADAK MENJADI KAKAK~Nggak ada mirip-miripnya~ 🍁"Den." bi Asri memanggil sembari mengetuk pintu kamar bercat coklat tempat Zian berada. "Papa manggil buat makan.""Aku nggak makan, bi. Mau langsung tidur aja." Zian menyahut dari dalam."Tapi, tadi siang kan aden nggak makan." bi Asri berucap dengan cemas."Udah makan, kok. Bareng Danu." Zian berbohong. Dia sebenarnya lapar, hanya saja malas jika harus bertemu lagi dengan Rere. Dia tidak suka gadis itu."Yaudah, bibi kasih tau Papa aden."Zian tidak menjawab. Setelahnya, bi Asri langsung pergi.Zian menjatuhkan diri di atas ranjang yang empuk. Dengan kedua tangan menopang kepala, dia menatap langit-langit kamarnya. Menghela napas beberapa kali se
My StepBrother, I Love U. Bagian 6 ORANG YANG TIDAK PENGERTIAN~ Ma, Rere nggak betah ~ 🍁 Menjadi Rere tidaklah mudah. Gadis itu tengah mengepak pakaian ke dalam koper saat Papa dan Mamanya berselisih paham di ruang tengah. Mereka saling tuding, saling melempar tanggung jawab atas anak mereka, Rere. Menentukan siapa yang akan membawa gadis itu nanti. Karina, wanita cantik dengan kulit seputih giok dan rambut kastanye bergelombang yang menutupi kedua bahunya itu sedang mengomel. Dia melayangkan protes-protesnya pada Arga, sang suami. Dengan lantang wanita itu menuduh Arga tidakmau ikut bertanggung jawab atas kehidupan Rere. Dan lebih memprioritaskan Zian, anak dari istri pertamanya. Arga tersungu
"Rere Sini." Amel memanggil sembari menepuk-nepuk bangku di sebelahnya. Tepat saat Rere bingung hendak duduk di mana setelah di usir oleh Zian kemarin, gadis tomboy itu memberinya solusi. "Duduk bareng gue aja." ajaknya. Rere mendekat lalu duduk di bangku sebelah Amelia dengan hati-hati. "Thanks.""Kemaren kenapa pulang gitu aja?" Amel bertanya, dia menyatukan tangannya pada meja kemudian membaringkan kepala, menatap pada Rere. Gadis berambut kastanye itu menggeleng kaku. "Nggak apa apa."
Malam itu, Rere tidak bisa tidur. Dia terus merapatkan matanya kuat kuat, namun tak juga terlelap.Bayangan wajah Zian, dan moment ketika lelaki itu mengucapkan terimakasih terus berputar di kepalanya seperti role film.Kesal berguling guling tanpa arah, gadis berambut kastanye itu bangkit dan duduk bersidekap di atas kasur. Di tengok jam dinding yang ada di dekat jendela, pukul 02.05 dini hari.Shitt!Dia benar benar tidak diberi rasa kantuk sedikit pun.Setelah menghela napas panjang berulang kali, Rere akhirnya memutuskan turun dari ranjang, berjalan ke arah dapur untuk membuat susu hangat.Katanya, meminum susu membuat orang cepat mengantuk. Dia ingin mencoba metode itu. Barang kali berhasil.Setelah menyusuri ruang demi ruang rumah yang gelap, gadis bernama asli Renata itu menyalakan saklar lampu dapur. Ia beringsut membuka kulkas dan mengambil kotak susu UHT berukuran 1 liter. Menuangkan
Bel sekolah berbunyi.Menandakan waktu pembelajaran telah berakhir. Rere menoleh ke sebelah kirinya, ke arah bangku yang Zian duduki. Di sana, remaja itu tengah berbincang heboh bersama teman-temannya sembari merapikan alat tulis ke dalam tas.Jarang sekali Rere melihat dia tertawa lepas, atau bahkan tersenyum saat berbicara dengannya. Tapi, saat melihat Zian begitu ekspresif bersama teman-temannya, entah mengapa gadis itu menjadi ikut merasa senang.Apa Zian akan bermain basket lagi?Apa dia harus menunggu seperti kemarin?"Abis ini, lo free nggak, Re?" Amel teman sebangkunya tiba tiba bertanya.Rere spontan menoleh padanya. "Mm .. Iya, kenapa emang?"Gadis tomboy itu memajukan wajahnya lalu berbisik. "Hang Out, yuk.""Kemana?""Ada deh. Lo pasti suka." ucap Amel sambil menggoyangkan alisnya percaya diri."Iya, tapi kemana dulu?""Southbank."Rere kontan mengerutkan alisnya. "Tempat apaan tuh?""Makanya ikut aja.""Sekarang?"Amel tidak bisa untuk tidak menahan tawa. Teman sebangkuny
Malam sabtu ini, untuk pertama kalinya Rere pergi keluar rumah. Dia seperti menemukan kehidupan baru di jalan jalan Bandung yang ramai.Amel menunjukan beberapa angkringan makanan ringan yang bisa mereka beli untuk sekedar mengganjal perut. Dari mulai batagor, cilok bakar sampai tahu isi. Rere menikmati cemilannya bersama si gadis tomboy.Mereka berkeliling alun alun raya yang ramai dengan pedagang dan pengunjung, ada pula turis yang sedang berwisata kuliner, mereka tampak menikmati jajanan khas Bandung sama seperti Rere.Amelia menceritakan beberapa tempat yang bagus yang biasanya dipenuhi pengunjung, dia juga menceritakan pengalaman kencan pertamanya dengan seorang pria di taman jomblo. Lalu bernostalgia mengingat bagaimana dulu dia berubah menjadi tomboy seperti sekarang.Rere menjadi pendengar yang baik sepanjang perjalanan petualangan mereka. Dia menyukai sifat terbuka Amelia dan cerita cerita lucunya meski beberapa terdengar kurang masuk akal.Di sini, Rere akhirnya memutuskan m
"Eh gue anterin pulang, ya?" tawar Roni menawarkan tumpangan pada Rere saat Gadis itu hendak pulang bersama Amelia.Rere menjawab "Enggak usah. Gue pulang bareng Amel, aja. Kita naik motor, kok." ucapnya masih terlihat malu-malu. Roni tersenyum. "Mending sama gue aja. Gue bawa mobil. Ya, siapa tau nanti hujan kan nggak bakal kehujanan." pria itu belum menyerah. Rere menengok ke arah temannya. "Terus Amel gimana?" Gadis tomboy itu menepuk bahu Renata dengan santai "Gak usah pikirin gue, gue bisa kok balik sendiri." ucapnya. "Tapi kan udah malem juga. masa iya gue pulang ke rumah jam segini." "Eh, iya juga sih." Amelia berpikir. "Ya udah lo nginep di rumah gue aja. Besok pagi gue anterin lo pulang.""Oke." Rere tampak setuju. "Gue nginep di rumah lo.""Jadi ... Nggak mau diantar, nih?" Roni kembali bertanya. "Enggak deh, kak. Next time aja." jawab gadis itu sambil tersenyum. "Oke." Roni menoleh ke arah Amel. "Lain kali ajak dia nongki bareng kita lagi di sini." ucapnya. "Siappp
"Oma, Zian cuma tanya ... Emang ada kejadian apa waktu Zian kecil?" Remaja itu terus mendesak wanita tua di depannya karena rasa penasaran yang luar biasa. Sejak Oma Linda bilang kalau dia tahu tentang Rere dan juga Mama tirinya, Zian seperti dihantui sesuatu. Dia mengalami kejadian serius dahulu, tapi tidak dapat ia ingat sama sekali. "Omaaa ..." Zian kembali merengek. Wanita tua yang di panggil Oma itu menyimpan cangkir tehnya pada tatakan. Di atas bukit belakang rumahnya, mereka menggelar sebuah kain kecil untuk piknik sekedar menikmati pemandangan pagi di taman bunga buatannya. Dia merawat tempat ini dengan sangat apik dan tertata. Bunga bunga yang berwarna warni begitu terlihat cantik dan menawan saat di terpa sinar matahari pagi. Maniknya yang sayu dengan kelopak mata yang turun karena faktor usia tidak memadamkan semangat dalam diri jompo tua itu. Dia menatap Zian dengan jutaan perasaan yang tidak bisa di jelaskan. Bibir keriputnya tersenyum, tapi matanya menyiratkan rasa i
"Eh gue anterin pulang, ya?" tawar Roni menawarkan tumpangan pada Rere saat Gadis itu hendak pulang bersama Amelia.Rere menjawab "Enggak usah. Gue pulang bareng Amel, aja. Kita naik motor, kok." ucapnya masih terlihat malu-malu. Roni tersenyum. "Mending sama gue aja. Gue bawa mobil. Ya, siapa tau nanti hujan kan nggak bakal kehujanan." pria itu belum menyerah. Rere menengok ke arah temannya. "Terus Amel gimana?" Gadis tomboy itu menepuk bahu Renata dengan santai "Gak usah pikirin gue, gue bisa kok balik sendiri." ucapnya. "Tapi kan udah malem juga. masa iya gue pulang ke rumah jam segini." "Eh, iya juga sih." Amelia berpikir. "Ya udah lo nginep di rumah gue aja. Besok pagi gue anterin lo pulang.""Oke." Rere tampak setuju. "Gue nginep di rumah lo.""Jadi ... Nggak mau diantar, nih?" Roni kembali bertanya. "Enggak deh, kak. Next time aja." jawab gadis itu sambil tersenyum. "Oke." Roni menoleh ke arah Amel. "Lain kali ajak dia nongki bareng kita lagi di sini." ucapnya. "Siappp
Malam sabtu ini, untuk pertama kalinya Rere pergi keluar rumah. Dia seperti menemukan kehidupan baru di jalan jalan Bandung yang ramai.Amel menunjukan beberapa angkringan makanan ringan yang bisa mereka beli untuk sekedar mengganjal perut. Dari mulai batagor, cilok bakar sampai tahu isi. Rere menikmati cemilannya bersama si gadis tomboy.Mereka berkeliling alun alun raya yang ramai dengan pedagang dan pengunjung, ada pula turis yang sedang berwisata kuliner, mereka tampak menikmati jajanan khas Bandung sama seperti Rere.Amelia menceritakan beberapa tempat yang bagus yang biasanya dipenuhi pengunjung, dia juga menceritakan pengalaman kencan pertamanya dengan seorang pria di taman jomblo. Lalu bernostalgia mengingat bagaimana dulu dia berubah menjadi tomboy seperti sekarang.Rere menjadi pendengar yang baik sepanjang perjalanan petualangan mereka. Dia menyukai sifat terbuka Amelia dan cerita cerita lucunya meski beberapa terdengar kurang masuk akal.Di sini, Rere akhirnya memutuskan m
Bel sekolah berbunyi.Menandakan waktu pembelajaran telah berakhir. Rere menoleh ke sebelah kirinya, ke arah bangku yang Zian duduki. Di sana, remaja itu tengah berbincang heboh bersama teman-temannya sembari merapikan alat tulis ke dalam tas.Jarang sekali Rere melihat dia tertawa lepas, atau bahkan tersenyum saat berbicara dengannya. Tapi, saat melihat Zian begitu ekspresif bersama teman-temannya, entah mengapa gadis itu menjadi ikut merasa senang.Apa Zian akan bermain basket lagi?Apa dia harus menunggu seperti kemarin?"Abis ini, lo free nggak, Re?" Amel teman sebangkunya tiba tiba bertanya.Rere spontan menoleh padanya. "Mm .. Iya, kenapa emang?"Gadis tomboy itu memajukan wajahnya lalu berbisik. "Hang Out, yuk.""Kemana?""Ada deh. Lo pasti suka." ucap Amel sambil menggoyangkan alisnya percaya diri."Iya, tapi kemana dulu?""Southbank."Rere kontan mengerutkan alisnya. "Tempat apaan tuh?""Makanya ikut aja.""Sekarang?"Amel tidak bisa untuk tidak menahan tawa. Teman sebangkuny
Malam itu, Rere tidak bisa tidur. Dia terus merapatkan matanya kuat kuat, namun tak juga terlelap.Bayangan wajah Zian, dan moment ketika lelaki itu mengucapkan terimakasih terus berputar di kepalanya seperti role film.Kesal berguling guling tanpa arah, gadis berambut kastanye itu bangkit dan duduk bersidekap di atas kasur. Di tengok jam dinding yang ada di dekat jendela, pukul 02.05 dini hari.Shitt!Dia benar benar tidak diberi rasa kantuk sedikit pun.Setelah menghela napas panjang berulang kali, Rere akhirnya memutuskan turun dari ranjang, berjalan ke arah dapur untuk membuat susu hangat.Katanya, meminum susu membuat orang cepat mengantuk. Dia ingin mencoba metode itu. Barang kali berhasil.Setelah menyusuri ruang demi ruang rumah yang gelap, gadis bernama asli Renata itu menyalakan saklar lampu dapur. Ia beringsut membuka kulkas dan mengambil kotak susu UHT berukuran 1 liter. Menuangkan
"Rere Sini." Amel memanggil sembari menepuk-nepuk bangku di sebelahnya. Tepat saat Rere bingung hendak duduk di mana setelah di usir oleh Zian kemarin, gadis tomboy itu memberinya solusi. "Duduk bareng gue aja." ajaknya. Rere mendekat lalu duduk di bangku sebelah Amelia dengan hati-hati. "Thanks.""Kemaren kenapa pulang gitu aja?" Amel bertanya, dia menyatukan tangannya pada meja kemudian membaringkan kepala, menatap pada Rere. Gadis berambut kastanye itu menggeleng kaku. "Nggak apa apa."
My StepBrother, I Love U. Bagian 6 ORANG YANG TIDAK PENGERTIAN~ Ma, Rere nggak betah ~ 🍁 Menjadi Rere tidaklah mudah. Gadis itu tengah mengepak pakaian ke dalam koper saat Papa dan Mamanya berselisih paham di ruang tengah. Mereka saling tuding, saling melempar tanggung jawab atas anak mereka, Rere. Menentukan siapa yang akan membawa gadis itu nanti. Karina, wanita cantik dengan kulit seputih giok dan rambut kastanye bergelombang yang menutupi kedua bahunya itu sedang mengomel. Dia melayangkan protes-protesnya pada Arga, sang suami. Dengan lantang wanita itu menuduh Arga tidakmau ikut bertanggung jawab atas kehidupan Rere. Dan lebih memprioritaskan Zian, anak dari istri pertamanya. Arga tersungu
My StepBrother, I Love U. Bagian 5MENDADAK MENJADI KAKAK~Nggak ada mirip-miripnya~ 🍁"Den." bi Asri memanggil sembari mengetuk pintu kamar bercat coklat tempat Zian berada. "Papa manggil buat makan.""Aku nggak makan, bi. Mau langsung tidur aja." Zian menyahut dari dalam."Tapi, tadi siang kan aden nggak makan." bi Asri berucap dengan cemas."Udah makan, kok. Bareng Danu." Zian berbohong. Dia sebenarnya lapar, hanya saja malas jika harus bertemu lagi dengan Rere. Dia tidak suka gadis itu."Yaudah, bibi kasih tau Papa aden."Zian tidak menjawab. Setelahnya, bi Asri langsung pergi.Zian menjatuhkan diri di atas ranjang yang empuk. Dengan kedua tangan menopang kepala, dia menatap langit-langit kamarnya. Menghela napas beberapa kali se
My StepBrother, I Love U. Bagian 4MANUSIA BERNAMA RERE~Dia anak Papa, adik kamu~🍁Di dalam stadion, empat remaja itu duduk di jejeran paling depan. Tak banyak yang menonton pertandingan, mengingat ini hanya turnamen biasa yang selalu di adakan setiap minggu."Tunas bangsa! Tunas bangsa!""Cakar elang! Cakar elang!"Sorak sorai para gadis berpom-pom menambah ramai suasana di dalam stadion. Mereka secara bergantian menyoraki kedua kubu yang tengah sengit beradu taktik di lapangan. Grup Cakar elang mengguli skor sementara, di mana mereka mendapat nilai cukup jauh di banding grup lawannya yaitu Tunas bangsa.Zian tampak menikmati laju pertandingan. Matanya begitu fokus pada