“Ada apa ini?” tanya Dafa panik saat melihat dua orang berpakaian penegak hukum berdiri saat melihat dirinya. “Kami dari kepolisian datang kemari untuk melakukan penangkapan terhadap saudara Dafa Adiwiyata atas kasus perencanaan penculikan terhadap saudari Nabila Adiyansyah.” Salah satu polisi memberikan surat penangkapan Dafa. Dafa sangat terkejut mendengar ucapan polisi. Dia ingin mengelak tapi tak mungkin karena membawa surat penangkapannya. “Ini pasti ada kesalahan,” ujar Dafa tak mau mengakui. “Untuk memastikannya, kami harap Anda mau bekerjasama dengan ikut kami ke kantor polisi untuk memberikan keterangan. Jika memang terbukti Anda tak bersalah, kami pasti akan membebaskan,” ujar polisi. “Anda juga berhak mendapat kuasa hukum untuk menangani kasus Anda ini. Tapi untuk sekarang, kami harap Anda bisa bekerjasama,” timpal polisi satunya. Dafa tak berkutik, meski dia mengelak dan memberontak pun tak ada gunanya Dafa pun akhirnya dibawa polisi atas kasus penyerangan yang menju
“Kenapa kamu menemuinya?” tanya Amar yang cemas jika Nabila berubah pikiran, belum lagi dirinya tidak diajak bertemu Dafa.Nabila menoleh Amar yang berjalan di sampingnya, hingga kemudian membalas, “Aku hanya menegaskan kepadanya, jika nanti dia bebas setelah menjalani masa hukuman, aku tidak ingin dia menemuiku atau Citra. Aku tidak mau dia mengganggu hidup kami lagi.”Amar mengangguk-angguk paham, keresahan jika Nabila akan berubah pikiran kini hilang sudah.“Baguslah, dengan begitu dia tidak akan macam-macam lagi,” ucap Amar kemudian.Nabila menganggukkan kepala, dia pun sekarang lega karena dengan begini proses perceraiannya dengan Dafa akan semakin lancar, mengingat Dafa terjerat kasus penyerangan juga percobaan penculikan yang sangat menguntungkan baginya.“Aku sudah menghubungi Ayana, kita ke kafe Deon untuk merayakan ini. Aku yang traktir,” ucap Nabila dengan senyum merekah penuh kebahagiaan.Amar mengangguk mengiakan ajakan Nabila, mereka pun pergi bersama setelah berpisah de
Ayana keluar kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang basah. Dia menatap Deon yang sedang duduk di ranjang sambil mengecek berkas pekerjaan, lantas menoleh Ansel yang tidur dengan nyenyak.“Kamu masih mengurus pekerjaan padahal di rumah,” ucap Ayana sambil duduk di samping Deon menghadap suaminya itu.Deon langsung mengalihkan pandangan dari berkas ke Ayana, lantas membalas, “Ya, karena tadi ada yang belum aku selesaikan sebelum kuserahkan padamu.”Ayana mengambil berkas yang ada di tangan Deon, lantas meletakkan di nakas.Deon pun bingung dengan yang dilakukan Ayana, hingga melihat istrinya naik ranjang dan duduk di pangkuannya.Ayana duduk berhadapan dengan Deon, lantas merangkulkan kedua lengan di leher suaminya itu.“Apa kamu tidak bisa fokus denganku saja kalau di rumah, hm?”“Aku selalu fokus denganmu. Apa yang kurang?” tanya Deon sambil memeluk pinggang Ayana.“Kamu tidak rindu?” tanya Ayana balik sambil menyisir rambut suaminya.“Hm … jangan memancing. Kamu habis operasi, b
“Aku sebenarnya curiga,” ucap Azlan saat menemui Ayana di hari berikutnya.“Apa yang membuatmu curiga?” tanya Ayana sambil menatap sang adik yang terlihat serius.Azlan mengetuk-ngetukkan jari di meja, kemudian mencondongkan tubuh ke Ayana.“Apa menurutmu Mama menjalin hubungan dengan orang atau semacamnya. Semalam saat membalas pesanku, dia menjawab jika ada urusan. Tapi kenapa membalasnya sangat malam,” ucap Azlan yang curiga.Ayana terdiam mendengar ucapan Azlan, jika memang sang mama menjalin hubungan spesial dengan seorang pria, haruskah mereka senang atau cemas.“Waktu itu Mama juga bersikap aneh, hanya saja apa benar Mama menyukai pria di usianya sekarang?” tanya Ayana sedikit ragu.“Siapa tahu. Kita tidak tahu ‘kan dalam hatinya Mama bagaimana, apalagi Mama juga sendirian. Dia tidak mau tinggal di rumahmu, juga rumahku.” Azlan sangat yakin jika pemikirannya benar.Ayana berpikir sejenak, hingga kemudian membalas, “Ah … tapi menurutku tidak mungkin. Aku tidak yakin Mama suka sa
“Ayana sepertinya mencurigaiku. Dia menatapku aneh tiap mendapat panggilan telepon darimu.”“Dia bilang apa?”“Tidak mengatakan apa-apa, hanya saja aku yang merasa aneh karena menyembunyikan sesuatu darinya. Apa kita bicara saja dengannya juga Azlan. Maksudku kita jujur saja,” ujar Suci sambil menoleh Firman yang sedang menyetir.Firman menoleh sekilas ke Suci, lantas kembali fokus ke jalanan.“Aku sebelumnya sudah menawari, apa kita harus bilang ke anak-anak, tapi kamu yang tidak siap karena masih malu sebab kita bercerai pun baru berapa bulan,” ujar Firman bukan ingin menjelaskan, tapi mengingatkan betapa cemasnya Suci akan penilaian anak-anak.“Iya, tapi sekarang aku merasa aneh saja. Malah seperti seseorang yang sedang dicurigai selingkuh,” ujar Suci kemudian.“Kalau memang kamu tak nyaman menyembunyikan fakta ini, ya sudah kita cari waktu yang tepat untuk bicara dengan Ayana dan Azlan. Bagaimanapun nanti tanggapan mereka, kita juga harus siap menerimanya,” ungkap Firman kemudian.
“Citra, mama mau bicara, tapi mama minta agar Citra dengar sampai selesai. Juga, misal Citra tidak paham, Citra bisa tanya jangan marah,” ucap Nabila akhirnya memutuskan untuk bicara ke Citra soal Dafa. Citra menatap Amar dan Nabila dengan ekspresi bingung, hingga kemudian menganggukkan kepala. Nabila meminta agar Amar menyingkir lebih dulu karena bagaimanapun dia harus bicara berdua dengan Citra agar putrinya bisa menangkap dengan baik maksud ucapannya. Nabila memangku Citra, lantas menyiapkan diri untuk jujur ke putrinya itu. “Mungkin Papa tidak akan pernah ke sini dan menemui Citra lagi,” ucap Nabila membuka pembicaraan. “Kenapa?” tanya Citra yang sangat terkejut. “Papa harus dipenjara karena berusaha menyakiti mama. Maaf kalau mama tidak bilang ke Citra, mama hanya takut Citra cemas. Papa harus mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Mama dan Papa pun akan berpisah dan kita tidak akan bisa tinggal seperti dulu dengan Papa, jadi mama minta Citra jangan marah, ya.” Nabil
“Ayolah, Ay. Masa kamu tidak penasaran dan tanya langsung apa benar Mama dan Papa mau rujuk?” Azlan datang ke kantor Ayana dan membuat heboh lagi. Ayana membuang napas kasar mendengar rengekan sang adik, hingga kemudian memandang Azlan yang berdiri di depan meja. “Kita ga bisa langsung bilang kalau mereka ingin rujuk atau apalah, sebelum mereka mengatakan sendiri, Lan. Tunggu saja, aku yakin mereka akan jujur nantinya jika itu benar,” ujar Ayana pusing sendiri menghadapi adiknya itu. “Aku semalam terus memancing Papa agar mau jujur, tapi dia tidak mau bilang, malah ngatain aku gila.” Azlan sebal karena ayahnya masih saja menutupi apa yang dilakukan, padahal Azlan sudah tahu. “Memang kamu bilang apa?” tanya Ayana penasaran. “Aku bilang jangan sampai Papa jajan di luar, dalam artian jajan wanita agar dia membela diri kemudian jujur. Eh, tapi malah mengataiku gila,” jawab Azlan. Ayana hampir tersedak mendengar ucapan Azlan, sungguh bisa-bisanya sang adik melakukan hal aneh seperti
Hari itu. Ayana sibuk menyiapkan barang yang akan dibawa, terutama perlengkapan Ansel. Dia akan pergi piknik bersama yang lain, sesuai dengan rencana bersama yang lain.“De, coba cek di dapur, apa makanan yang aku minta sudah siap,” ucap Ayana ke Deon yang baru saja selesai ganti baju.“Oke.” Deon pun pergi ke dapur untuk melakukan perintah Ayana.Ayana sudah selesai berkemas, lantas mengecek Ansel yang ada di baby box.“Sudah siap pergi, Tampan?” Ayana mengangkat Ansel dari baby box, lantas memindah ke ranjang karena ingin dipakaikan topi dan jaket.Ayana terlihat senang karena setelah sekian lama fokus bekerja dan fokus dengan masalah yang terjadi, kini Ayana bisa bersantai.Hingga saat Ayana baru saja memakaikan topi Ansel, ponsel yang ada di atas nakas berdering. Ayana meraih ponsel itu lantas menjawab tanpa melihat siapa yang menghubungi.“Halo.” Ayana mengapit ponsel dengan pundak dan pipi.“Ay.”Ayana terkejut hingga langsung melihat nama yang menghubungi. Ternyata dia tak sala