Chaos
"Pagi Pak El." Sapa Ody.
"Pagi Dy."
"Permisi Pak." Ujar Ody yang minta ijin untuk merapikan simpul dasi El.
"Ehm, Dy... Saya mau minta maaf untuk..."
"It's Okey Pak. Mungkin semalam Bapak sudah terlalu lelah saja, jadi tolong jangan terlalu dipikirkan. Kita sekarang hanya harus fokus dengan meeting pagi ini dengan Mr. Choi. Meeting ini sangat penting untuk perusahaan kita Pak."
"Okey, Thanks Dy."
"Bapak, mau sarapan di bawah atau saya bawakan saja? Pak Bobby sudah ada di restoran."
"Bawakan saja Dy, saya mau pelajari lagi kontrak ini sebelum kita serahkan pada Mr. Choi."
"Baik Pak, ini berkas kontraknya.” Kata Ody yang sudah selesai membuat simpul dasi El lalu menyerahkan berkas kontrak yang tadi di bawanya.
“Kalau begitu saya tinggal dulu, kita akan berangkat 15 menit lagi ya Pak."
"Okey Dy."
Ody bergegas keluar dari kamar El. Sesampainya di luar dia segera menghirup udara banyak-banyak, jantungnya berdebar kencang hingga membuatnya kesulitan bernafas. Ody mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya untuk mendinginkan wajahnya terasa panas hingga membuatnya agak memerah.
"Dy, kamu kenapa?" Tanya Bobby yang tiba-tiba muncul di belakang Ody
"Astaga... Aduh Pak Bobby ngagetin aja."
"Hei, kamu kenapa?"
"Nggak papa Pak."
"Nggak papa gimana? Kamu demam ya? Muka kamu merah banget." Ujar Bobby sambil menyentuhkan punggung tangannya di kening Ody namun segera di tepis Ody.
"Ah, nggak papa kok pak." Kata Ody yang langsung memundurkan tubuhnya satu langkah kebelakang menjauh dari Bobby.
"Beneran kamu nggak kenapa-napa? Jangan sampai pingsan waktu meeting ya?"
"Iya pak, saya sehat kok."
"Kamu sudah makan kan?" Tanya Bobby masih mengamati Ody yang terlihat agak gugup dan wajahnya merah. Perasaannya berkata telah terjadi sesuatu dengan Ody.
"Sudah Pak. Maaf Pak saya permisi dulu mau ambilkan bekal untuk Pak El. Oya, saya tunggu 10 menit lagi di lobby ya Pak."
"Okey."
"Kalau begitu saya permisi dulu Pak."
"Ya." Sahut Bobby yang langsung menekan bell kamar El.
Tak lama El membuka pintu dengan penampilan yang sudah rapi seperti biasanya.
"Dah siap bro?" Tanya Bobby saat memasuki kamar El
"Udah kok."
"Bro, si Ody kenapa?"
"Hah? Kenapa gimana?" Tanya El yang terlihat bingung
"Lo nggak lihat tadi keluar dari kamar lo? Mukanya merah banget, gue pikir dia lagi sakit loh bro."
"Masa sih? Kok gue nggak lihat sih?"
"Lha tadi dia pasangin dasi buat lo kan?"
"Iya."
"Lo nggak lihat gitu?"
"Nggak."
"Parah lo bro. Perhatiin dikit kek asisten lo itu. Dia kerja keras buat lo tau."
"Iya deh. Udah yuk, jalan sekarang. Ntar Ody malah nunggu kelamaan lagi di bawah."
Meeting hari ini sekalipun berjalan agak alot tapi bersyukur bahwa semua bisa selesai dengan lancar. Ada beberapa hal yang harus direvisi sebelum kontrak ditandatangani. Semua sudah diserahkan pada Ody dan Bobby untuk menyelesaikan seluruh detail revisinya. Besok pagi El jadi bisa agak bersantai dan menghabiskan waktu bersama Chika untuk merayakan anniversary mereka. Baru besok lusa mereka dijadwalkan untuk melakukan tanda tangan kontrak kerjasama.
*****
Hari minggu yang berat bagi Ody. Dikala semua bossnya jalan-jalan, bersantai, ngedate, bahkan menghabiskan uang di kasino, dia harus tinggal di dalam kamar untuk menyelesaikan seluruh detail kontrak kerjasama perusahaan mereka. Kepenatan kerja Ody benar-benar terpampang nyata. Di hari yang seharusnya dia libur, tapi malah harus bekerja keras.
Sudah sejak kemarin malam El tidak bersedia dihubungi. Dia menyalakan mode diam pada ponselnya, bahkan hampir seluruh panggilan masuknya dialihkan ke nomor Ody.
"El harus menambahkan gaji dan bonus untukku. Pekerja mana yang mau gila-gilaan bekerja sepertiku. Kuda pun ada istirahatnya." Omel Ody setelah mengangkat panggilan ke 15 dari para klien El.
"Mereka semua tidak ada kerjaan ya sehingga terus menghubungi walau sedang hari libur. Tidak bisakah ditunda hingga senin datang?" Rutuk Ody yang semakin kesal karena banyaknya yang harus diurusnya.
"Riz, baca email yang baru ku kirim. Besok selesaikan semuanya sebelum jam kantor selesai. Thanks." Tulis Ody melalui chat untuk memberi perintah pada Riza sekertaris El di kantor.
Ody kemudian berdiri dari kursinya lalu meregangkan seluruh otot -otot punggungnya yang sudah mulai mengkerut karena terlalu lama duduk menghadap laptop. Hingga tiba-tiba terdengar suara ponselnya lagi-lagi berdering.
"Hallo."
"Betul ini dengan Ms. Claudia?"
"Ya, dengan siapa saya bicara?"
"Saya Mey Lie, sekretaris Mr. Choi.”
“Ya Ms. Mey Lie ada yang bisa saya bantu?”
“Begini, bos kami meminta untuk bertemu segera. Ada masalah dengan kontrak yang besok akan ditandatangani."
"Masalah? Bukankah semua sudah diselesaikan 2 hari yang lalu?" Ujar Ody yang terkejut dengan permintaan Mey Lie
"Benar, tapi tampaknya ada kesalahpahaman antara pihak anda dan pihak kami. Bos kami meminta untuk perundingan ulang dan beliau meminta Mr. El Bennet sendiri yang menangani masalah ini. Tolong minta Mr. El untuk mengangkat panggilan dari bos kami." Jelas Mey Lie sangat hati-hati.
"Maaf untuk sementara ini Mr. El Bennet sedang tidak bisa di hubungi."
"Tolong upayakan terlebih dahulu Ms. Claudia. Saya tunggu informasi dari Anda."
"Baiklah akan saya usahakan."
"Terima kasih." Ucap Mey Lie langsung memutus panggilan. Kepala Ody mendadak berdenyut kencang. Pekerjaannya baru saja selesai tapi sudah datang pekerjaan lain.
Ody dengan cepat menekan nomor Bobby, kondisi darurat ini tak mungkin diselesaikannya sendiri. Dering ke 5 panggilan Ody diangkat.
"Ya Dy."
"Pak, bisa kembali ke hotel?"
"Apa? Saya nggak denger lagi di kasino." Ucap Bobby agak berteriak.
"Balik ke hotel!"
"Kenapa?" Tanya Bobby agak menjauh dari keramaian
"Ada masalah dengan kontrak Mr. Choi. Tolong segera kembali ke hotel Pak. Darurat!!" Seru Ody mulai panik.
"Okey-okey. Saya ke kamar kamu saja." jawab Bobby cepat
Ody masih enggan menghubungi El, karena pesannya El tak mau diganggu dan meminta semua diurus Ody dan Bobby. Dia tidak bisa membuat kesepakatan tanpa adanya Bobby atau El. 30 menit kemudian Bobby sampai di kamar Ody.
"Masalahnya apa Dy?" Tanya Bobby begitu memasuki kamar Ody.
"Saya juga ngerti Pak, katanya ada kesalahpahaman antara pihak kita dan pihak mereka. Mereka minta perundingan ulang dan harus Pak El yang menangani sendiri."
"Gimana ceritanya bisa salah paham?! Kita sudah sepakat kok!" Seru Bobby panas.
"Saya sudah coba terangkan Pak. Tapi Mr. Choi tampaknya terus menghubungi Pak El namun beliau tidak menerima jawaban karena panggilannya terus ditolak. Tadi yang menghubungi saya sekertaris Mr. Choi, dia minta saya mengusahakan agar Mr. Choi dapat bicara dengan Pak El. Bagaimana ini pak?" Jelas Ody panjang lebar dengan wajah panik.
"Coba kamu kontak sekertarisnya Mr. Choi. Biar saya yang bicara." Perintah Bobby.
"Baik Pak."
"Selamat sore Ms. Mey Lie bisa hubungkan kami dengan Mr. Choi?" Pinta Ody kemudian menyerahkan ponselnya pada Bobby.
"Baik Ms. Claudia."
"Hallo Mr. Choi. Saya Bobby Direktur Legal PT. InTel Persada. Kemarin kita berjumpa dalam meeting 2 hari lalu. Saya yang akan mewakili Mr. El Bennet untuk membicarakan masalah yang anda maksud dengan kesalahpahaman."
"Sore Mr. Bobby. Maaf saya tidak bersedia bicara dengan anda sebagai perwakilan Mr. El, Saya hanya mau bicara langsung dengan Mr. El bukan dengan perantara atau perwakilan."
"Okey jika anda ingin bicara dengan Mr. El. Tapi tolong jelaskan kepada kami kesalahpahaman apa yang anda maksudkan? Karena saat ini Mr. El sedang tidak bisa di ganggu."
"Dengar, jika kalian ingin kontak kerjasama ini berlanjut tolong minta Mr. El menghubungi saya segera. Jika tidak kontrak akan saya batalkan." Ucap Mr. Choi dengan nada tinggi lalu mematikan sambungan telepon tanpa memberi penjelasan.
"Apa? Mr. Choi.. Mr. Choi!! Dasar bajingan tengik." Teriak Bobby frustasi.
"Gimana ini Pak?"
"Kita harus cari El sekarang. Aku nggak mau kontrak ini batal begitu saja. Kerja keras kita selama ini akan sia-sia Dy kalau sampai ini gagal."
"Tapi Pak El minta.."
"Saya sudah nggak peduli Dy. Ayo kita cari dia. Dia dinner dimana?"
"Brasserie Parisian"
"Okey, nggak terlalu jauh. Ayo kita kesana sekarang." Seru Bobby yang langsung beranjak keluar dari kamar Ody. Ody hanya menurut dan mengekor di belakang Bobby.
Namun sesampainya di Brasserie, mereka mencari-cari keberadaan El tapi tak ditemukan juga.
"Gimana nih Pak?"
"Coba kamu hubungi lagi! Gimana?"
"Nggak diangkat Pak. Coba saya telephone Mbak Chika aja deh."
"Betul, coba telephone."
"Hallo, Mbak Chika. Lho, Mbak kok nangis? Mbak dimana sekarang? Bandara?! Mbak kenapa? Pak El dimana? Astaga. Trus ini Mbak Chika mau kemana? Mbak jangan nekat dong. Mbak Chika.. Mbak. Mbak!!"
"Gimana Dy?"
"Rumit Pak. Mbak Chika sekarang di bandara, dia nggak tau dimana Pak El. Mereka baru aja putus Pak!"
"Hah? Lha gimana sih?"
"Ini Mbak Chikanya nangis-nangis lagi Pak, kelihatannya kacau juga. Katanya dia mau meninggalkan Macau malam ini. Aduh saya kok jadi khawatir ya Pak. Ni pak El kemana lagi?"
"Waduh... kok jadi gini sih Dy."
"Saya juga nggak tau Pak. Jujur saya bingung sekarang."
"Okey gini aja, kamu cari El, harus dapet malam ini! Saya susulin Chika ke bandara. Terus kabari saya perkembangannya ya Dy!"
"Baik pak."
Bobby dan Ody berpencar. Bobby menuju ke bandara untuk menyusul Chika sedangkan Ody mencari keberadaan El yang entah dimana rimbanya. Ody memutuskan untuk kembali ke hotel tempat mereka menginap dan berusaha tanpa henti menghubungi El. Hingga akhirnya panggilan Ody yang entah keberapa kali diangkat oleh El. Terdengar suara hentakan musik yang begitu keras hingga memekakan telinga hingga dia menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga. Ody menduga bahwa saat ini El sedang berada di sebuah klub malam.
"Hallo Bapak dimana?" Ucap Ody sedikit berteriak
"Dy, saya nggak mau diganggu. Kamu nggak ingat pesan saya?" Ujar El yang suaranya seperti sedang mabuk.
"Bapak ada dimana? Biar saya jemput Bapak sekarang."
"Kamu mau jemput saya? Saya kan bareng Chika ngapain kamu jemput saya hah? Kamu cemburu?"
"Aduh, Bapak dimana sih?" Teriak Ody lagi hingga beberapa orang yang ada di lobby hotel menoleh memperhatikannya.
"Okey-okey, saya kasih tau kamu dimana saya."
"Iya, Bapak dimana biar saya jemput Bapak sekarang."
"Saya di hotel." jawab El lalu sambungan terputus.
"Pak, Pak El. Pak!! Sial.. Bener-bener ya." Gerutu Ody kesal luar biasa.
Dengan cepat Ody berlari menuju klub malam yang ada di hotel tempat mereka menginap. Dalam perjalanannya menuju ke klub, Ody sempat menghubungi sekretaris Mr. Choi membuat janji untuk besok pagi dan memberi alasan yang masuk akal agar mereka mau mengulur waktu.
Setibanya Ody didepan klub suara musik yang kencang beradu dengan teriakan orang-orang bersorak dari dalam klub, belum lagi bau alkohol yang menyengat dan permainan lampu disko membuat Ody agak pusing. Dia segera menghampiri petugas security yang sedang berjaga di depan pintu dan meminta tolong untuk ikut membantunya mencari keberadaan El. Setelah 10 menit mencari akhirnya dia menemukan El yang sudah nyaris tak sadarkan diri dengan badan menelungkup di meja bar.
"Pak, bangun Pak. Ayo kita kembali ke kamar Bapak." Teriak Ody yang suaranya tak begitu terdengar karena kerasnya musik di dalam klub.
"Eh Ody cantik. Kamu beneran jemput saya. Saya bisa balik sendiri sama Chika kok. Atau kamu diem-diem suka sama saya ya?"
"Sudah ya Pak, pulang sama saya aja. Besok Bapak ada meeting penting Pak. Bapak juga dari tadi di kontak Mr. Choi."
"Aduh... kamu berisik tau nggak. Nanti bibir manis kamu saya lakban mau? Atau mau saya cium lagi kaya kemarin."
"Ayo Pak kita balik aja. Sir, can you help me take this man to his room?" Ucap Ody pada seorang security yang menemaninya
"Of course Mam." Jawab security tersebut.
Ody dan security yang berbadan cukup besar itu membopong El menuju kamarnya. Sepanjang jalan tak henti-hentinya El berteriak-teriak dan meracau, beberapa orang yang berpapasan dengan mereka menatap ke arah mereka hingga membuat Ody merasa malu dibuatnya. Tiba-tiba terdengar suara ponsel Ody saat di dalam lift, dan langsung mengangkatnya.
"Aduh Pak, jangan nyender dong berat nih. Hallo Pak Bobby." Ucap Ody yang agak kerepotan sambil menjawab panggilan Bobby.
Galau Beberapa jam sebelumnya. Seharian ini El dan Chika berjalan-jalan mengelilingi Makau, menghabiskan waktu berdua untuk merayakan anniversary mereka yang ke 3. Bahagia bagi El karena setelah sekian lama El bisa mengajak Chika untuk jalan-jalan tanpa gangguan pekerjaan. Ya ini berkat Ody dan Bobby yang dengan sigapnya menyelesaikan semua tugas dan pekerjaan untuknya. Saat ini El dan Chika sedang duduk di salah satu restoran yang merupakan tempat pertama kali mereka bertemu. Brasserie yang ada di Parisian. Restoran ini cukup ramai, namun lagi-lagi berkat Ody mereka bisa mendapat tempat yang cukup spesial. "Happy anniversary yah babe." Ucap El usai memasangkan sebuah kalung dengan liontin b
Crash Mengandung adegan 21++ , Mohon kebijakan pembaca sekalian. "Ketemu Dy?" Tanya Bobby panik melalui sambungan telepon. "Ketemu Pak, di klub dalam kondisi mabuk parah." Ucap Ody agak terengah-engah karena sedang membopong El. "Hah?" "Iya ini saya baru mau bawa ke kamarnya sama security klub." "Aduh pak El, jangan teriak-teriak." pekik Ody karena El mulai berteriak-teriak lagi seperti orang kesurupan jenglot "Memangnya kenapa? Kok kamu ribut sih." ucap El dengan suara lantang. Perasaan selama bekerja dengan El, Ody tak pernah melihat El mabuk hi
Broken Perlahan-lahan Ody beranjak dari ranjang El menuju kamar mandi. Dia duduk di bawah pancuran shower, merasakan bagian intinya yang masih terasa perih dan nyeri. Ody berusaha mengatur akal dan emosinya walaupun rasanya sulit dan ingin rasanya berontak. Ody menangis meratapi nasibnya yang begitu malang, suara tangisnya begitu memilukan hati. “Tuhan kenapa ini harus terjadi kepadaku sekarang? Kenapa harus aku yang mengalami ini, disaat aku masih harus bekerja keras untuk keluargaku.” Gumam Ody di sela tangisannya “Apa dosaku Tuhan? Apa kesalahanku hingga aku bernasib begini? Kenapa Engkau mengujiku dengan jalan seperti ini Tuhan?” Ucap Ody lagi dengan tangisan yang menyayat-nyayat. Hampir 1 jam Ody ada dibawah guyuran ai
What Happened? Jam menunjukkan pukul 4 pagi saat El tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Rasa nyeri di kepalanya benar-benar luar biasa bagai ditusuk ribuan paku. Dia memaksakan bangun dan berjalan menuju lemari pakaian. Biasanya Ody akan selalu membawakan kotak obat-obatan untuknya, dan menyelipkannya di antara pakaiannya. Begitu menemukannya dia segera mencari obat sakit kepala di dalam kotak tersebut dan meminumnya. Setelah itu El berjalan gontai menuju kamar mandi lalu menyalakan keran dan membasahi kepala dengan air panas. Beberapa menit kemudian saat yang diminumnya tadi mulai bekerja dan pusing yang dialaminya mulai mereda, kesadaran El perlahan mulai pulih. Ruang kamar mandi menjadi semakin hangat seperti di sauna, hingga uap panas memenuhi seluruh ruangan. Di bawah kucura
Masalah Ternyata meminta bantuan dari Bobby tidak lantas membuat perasaan El menjadi damai dan tenang, yang ada malah semakin kacau mengingat begitu banyak masalah yang menimpa dirinya secara bertubi-tubi hanya dalam satu malam. Mulai dari putus dengan Chika, ditambah urusan kontrak dengan Mr. Choi yang akan dibatalkan, dan yang paling membuatnya pusing adalah mungkin saja dia telah tidur dan menghancurkan hidup seorang perempuan yang entah siapa. Semua masalah itu bagaikan batu besar diatas bahunya. El sedang duduk di sofa kamarnya menatap jauh ke luar jendela, memikirkan segala hal yang mungkin terjadi setelah ini juga langkah yang akan di buatnya. Dia sungguh menata pikirannya serta menyusun prioritas masalah yang harus diselesaikannya segera. Tit... Cekrek...
Are you Okey? Seusai acara runding ulang tadi, Ody memang lebih banyak diam. Dia selalu berusaha menghindari El dan tidak mau menatap wajah El dengan memilih untuk selalu berada di belakang Bobby. El sendiri masih bingung bagaimana harus mulai mengajak bicara Ody tentang kejadian semalam. Kepalanya berputar cepat memikirkan kata-kata yang tepat untuk dikatakan, tapi tiap kali akan mulai bicara selalu saja lidahnya terasa kelu. "Bob.." Panggil El "Hemm.." Jawab Bobby yang sudah memejamkan matanya, rasa kantuk mendera dirinya. "Gue mulai ngomongnya ke Ody gimana ya?" "Ya ngomong aja."
Sebenarnya..Sepanjang minggu ini menjadi hari - hari yang berat bagi Ody. Dia harus betah berhadapan dengan El sepanjang hari bahkan terkadang terpaksa lembur.Entah bagaimana mendeskripsikan apa yang dirasa Ody saat ini, semua bercampur jadi satu hingga mulutnya tak sanggup lagi berkata-kata. Kepalanya berdenyut-denyut ketika mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Nafsu makannya turun drastis hingga rasanya semua pakaian kerjanya mendadak longgar."Dy, ayo makan." Ajak El yang mengamati perubahan Ody sejak pulang dari Macau."Silahkan Pak, saya nanti saja. Kebetulan pekerjaan saya menumpuk dan besok saya sudah mulai cuti.""Kamu nggak lagi sakit kan? Muka kamu pucet banget lo
Misi Aryo Setelah mendengar pengakuan Ody, hati Aryo begitu hancur berkeping-keping. Kepalanya mendidih tiap kali mengingat bagaimana adik kesayangannya telah dilukai bos brengsek yang diam-diam dicintai adiknya ini. "Yes, lo sibuk nggak?" Tulis Aryo melalui chat kepada salah satu temannya. "Nggak, ni lagi mau makan siang. Kenapa?" Balas Yesi "Bisa gue telepon?" "Bisa. Sekarang?" Balas Yesi yang langsung dijawab Aryo dengan menekan nomor Yesi dan menghubunginya. Terdengar bunyi nada sambung melalui ponsel Aryo. Memasuki nada sambung ke 3 panggilan Aryo diangkat.
Kimora Angelica Rivera Gadis kecil kesayangan El kini telah bertumbuh jadi gadis super cantik dengan perpaduan wajah bule dan oriental. Kimora bertumbuh dengan sehat dan kuat, apa yang dulu mereka khawatirkan bahwa Kim tidak akan bertumbuh sehat nyatanya terbantahkan. Meskipun perjalanan hidupnya tidak mudah, namun gadis kecil yang sudah beranjak remaja itu kini bertumbuh jadi kuat dan pemberani yang cenderung nekat. "Dad, please.. ijinkan aku sekolah ke Singapura," bujuk Kim entah untuk yang ke berapa puluh kali. Pembahasan ini sudah berjalan begitu lama, sejak kasus bully yang dialami Kim 1 tahun lalu. Kim memang tak mau membahas hal itu karena takut membuat kedua orang tuanya cemas namun tak dapat di pungkiri bahwa salah satu alasan Kim memutuskan untuk meninggalkan Indonesia adalah karena hal itu. "Kim, apa nggak bisa ya cari sekolah di Indonesia aja? Di Indonesia juga banyak sekolah bagus kok," ucap El berusaha mengubah keinginan Kim. "Dad, aku ingin berkembang. Jadi tolong i
Pelangi Sehabis Hujan Kepergian Victor 6 bulan lalu memang begitu menyesakkan bagi seluruh keluarga Harrison. Bahkan sebelum kepergiannya itu, dia menitipkan pesan yang sama pada Riana, Erina, dan Ody. Pesan yang meminta mereka untuk memaafkan dirinya yang egois dan berbahagia setelah dia meninggalkan dunia ini. Dia juga berharap agar kepergiannya dapat menebus segala kesalahannya pada mereka selama ini. Situasi jadi jauh lebih baik saat ini. Riana dan Erina belakangan lebih sering menghabiskan waktu bersama. Mereka sepakat untuk memulai segalanya dengan lebih baik sebagai seorang sahabat sekaligus besan. El sendiri mulai dapat bernafas lega. Kasus Rahmat Sutedjo berjalan dengan sangat lancar, ada begitu banyak bantuan yang tak terduga datang silih berganti. Hingga satu demi satu masalahnya pun perlahan dapat diselesaikan. Sekarang, semua orang sedang menikmati buah dari perjuangan mereka. Karena badai tak akan selalu bertahan dan sang surya pasti akan kembali bersinar. Setelah mela
Awal Sebuah AkhirEl menatap punggung Riana yang sedang duduk di taman sendirian. Dari kejauhan El dapat melihat tubuh Riana sedikit berguncang karena tangisnya yang tersedu-sedu. Perlahan El coba mendekati Riana lalu duduk di sampingnya tanpa bicara sepatah katapun.Rasanya dada Riana begitu sesak, dia sungguh tersiksa mengetahui semua fakta yang baru saja didengarnya dari Victor dan Erina. Lelah menangis Riana hanya bisa menyandarkan kepalanya di bahu El. Beban di hatinya terlalu berat untuk ditanggungnya sendiri.El tetap setia menemani Riana hingga hari semakin malam. Ketika Riana sudah cukup tenang, El berusaha menemukan kata-kata penghiburan yang tepat agar dapat meringankan beban hati Riana."Kalau terlalu berat jangan di tahan Ma, lepasin aja," ucap El merangkul bahu Riana erat. "Mama, nggak pernah sangka bahwa akan jadi seperti ini," ujar Riana menghapus sisa air matanya."El paham, Ma. El juga nggak sangka waktu dengar semuanya dari mulut Mami dan Papa." Sontak mata Riana m
Ketika Semua JelasSituasi dalam ruang ICU terasa begitu memberatkan hati Riana. Melihat pria yang sudah puluhan tahun menemani hari-harinya sedang terbaring lemah tak berdaya. Meski sakit membelenggunya hatinya karena berulang kali Victor telah menorehkan luka hingga hampir membuatnya menceraikan cintanya itu. Menurut dokter Lio yang menangani jantungnya, kondisi tubuh Victor melemah. Andai dilakukan operasi saat ini resikonya kematian di atas mejanya akan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan disementara waktu adalah mempertahankannya hingga kondisinya lebih stabil dan dapat dilakukan tindakan pembedahan.Victor menatap Riana yang berada di sisi kirinya, tangannya menggenggam erat tangan Riana sambil tersenyum tipis. Lalu dia menoleh ke sisi kanannya dimana Erina berdiri. "Rin," sapa Victor pelan."Hai, Vic," balas Erina ramah. "Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu," ucapnya dengan suara bergetar. Victor menatap lekat wajah Erina yang masih terlihat cantik seperti puluhan
Obrolan RinganHari menjelang malam saat kondisi Victor terlihat mulai membaik dan dia meminta bertemu semua anggota keluarga. Walaupun kondisi Ody dan Kim saat ini sudah sangat baik, bahkan Ody juga kembali ceria seperti sebelumnya, namun tak dapat dipungkiri bahwa perasaan tak nyaman jelas muncul di hati mereka. Seakan Victor meminta mereka semua berkumpul untuk berpamitan.Seperti sekarang, Victor sedang bertemu dengan Riana dan Erina secara pribadi, sedang yang lain menunggu di luar. El hanya bisa mengawasi keadaan yang ada tanpa mau menjelaskan apapun pada Amara, Aryo, maupun Ody. Dia tahu niatan Victor untuk menemui semua orang hari ini."Bao, apa mereka akan baik-baik saja di dalam?" bisik Ody yang duduk di kursi ruang tunggu ICU.
Pengakuan Erina5 hari telah berlalu, El mulai bisa sedikit lega dan jadi lebih banyak bersyukur. Tekanan yang dialaminya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Setelah tim legal menyelesaikan seluruh berkas kasus Rahmat Sutedjo, kini kondisi Kim juga semakin kuat dan sudah mulai lepas dari alat bantu nafasnya. Perbaikan kondisi Kim membuat keadaan Ody pun ikut jadi lebih baik. Ody kembali seperti Ody yang dikenalnya. Perempuan itu memang diakui El sangat tangguh. Namun berbeda dengan yang dialami Victor, kondisinya masih belum ada perbaikan.El sudah kembali berkantor walaupun tak penuh waktu. Seperti pagi ini, ketika mobil El baru saja berhenti di depan lobi kantor Intel tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nama Amara. El segera menekan tombol hijau di layar ponselnya dan panggilan langsung terhubung.
Berita MengejutkanSetelah 10 menit menunggu, akhirnya Amara, Aryo, dan Erina pun tiba. El segera pamit untuk menemui Ody sebelum pergi ke kantor. Tampaknya dia memang harus mulai bergerak untuk membereskan semua kerumitan yang terjadi. Mungkin tidak semuanya dapat diselesaikannya, namun setidaknya dia telah berusaha menyelesaikan bagiannya."Ai," Panggil El sambil mendekati Ody yang terlihat meringkuk diranjang."Hmmm," gumam Ody masih dengan memejamkan matanya."Bolehkah, aku pergi sebentar ke kantor?" tanya El sambil membelai lengan Ody yang berbaring membelakanginya, "ada urusan yang harus segera ku selesaikan. Aku janji ini tak akan lama," terang El."Okay," ucap Ody singka
Lelah Lahir BatinSejak semalam Ody tampak pendiam, dia tampak menyimpan segala pikirannya seorang diri. Sesungguhnya, El sendiri tertekan hingga tak tau harus berbuat apa. Jelas keadaan ini tak mudah dijalani El, mengingat kondisi Kim yang masih berjuang, melihat Ody yang sedang terpuruk, ditambah lagi kondisi Victor yang sempat memburuk, dan masih banyak masalah yang harus ditanggung El sendirian. Karena merasa tak dapat berbuat banyak untuk mengurai situasi yang ada, akhirnya dia hanya bisa memilih untuk diam sejenak memikirkan solusi terbaik sambil terus berada disisi Ody."Ai, kamu butuh sesuatu?" Tanya El yang langsung berdiri ketika melihat Ody hendak beranjak dari kasurnya."Aku cuma mau ke toilet," sahut Ody."Biar ku bant
Hallo KimOdy menatap lekat ke wajah El yang jelas sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sedari tadi Ody berusaha menelisik, mencari kebenaran dari ucapan El. Perasaannya saat ini terasa tak nyaman, hatinya tak tenang. Entah dari mana, tapi firasatnya berkata putri kecil mereka sedang tidak baik-baik saja.Ody berusaha mencari celah untuk mencari jawaban dari firasatnya. Penasaran dengan ekspresi yang terus meragu di wajah El membuat Ody semakin yakin bahwa terjadi sesuatu. Dia mulai menggali kebenaran dengan menanyakan nama pilihan El untuk bayi mereka."Oya, nama apa yang kamu pilih untuknya?" tanya Ody sambil menatap wajah El lekat."Namanya, Kimora Angelica Rivera Harrison," jawab El dengan sen