Are you Okey?
Seusai acara runding ulang tadi, Ody memang lebih banyak diam. Dia selalu berusaha menghindari El dan tidak mau menatap wajah El dengan memilih untuk selalu berada di belakang Bobby.
El sendiri masih bingung bagaimana harus mulai mengajak bicara Ody tentang kejadian semalam. Kepalanya berputar cepat memikirkan kata-kata yang tepat untuk dikatakan, tapi tiap kali akan mulai bicara selalu saja lidahnya terasa kelu.
"Bob.." Panggil El
"Hemm.." Jawab Bobby yang sudah memejamkan matanya, rasa kantuk mendera dirinya.
"Gue mulai ngomongnya ke Ody gimana ya?"
"Ya ngomong aja."
"Mulainya?"
"Hai Dy apa kabar?"
"Ya masak apa kabar sih Bob, lo ma aneh deh."
"Lo tanya dan gue jawab kan?" Jawab Bobby yang terlihat malas
"Somplak..." Ujar El sambil menoyor kepala Bobby.
Saat ini mereka ada diatas pesawat kembali menuju ke Jakarta. Ody yang menghindari El semenjak tadi memilih untuk memejamkan matanya agar tidak diajak bicara El. setelah 1 jam terbang, El memutuskan untuk menghampiri Ody di kursinya. Bobby yang duduk di sebelah El tampaknya sudah tertidur pulas. Perlahan El duduk di kursi kosong sebelah Ody.
Ody yang sempat memejamkan matanya merasakan tubuhnya mulai sakit, langsung menyadari kehadiran El dari bau tubuh El yang sangat dikenalnya. Ody tampak sulit menyembunyikan kegugupannya.
"Are you okey Dy? Muka kamu merah banget. Kamu demam?" Tanya El sambil hendak menyentuh kening Ody dengan punggung tangannya, namun reflek Ody menepis tangan El.
"Ah.. Maaf Pak El. Saya permisi ke toilet sebentar pak." Ucap Ody yang berusaha kabur dari El. Namun pergelangan tangannya digenggam El. Ody hanya bisa memejamkan matanya menahan sakit di pergelangan tangannya.
"Nanti dulu, saya mau bicara. Duduk.." Perintah El yang mau tak mau membuat Ody harus memaksakan diri untuk duduk. Ody hanya bisa menunduk lalu kembali duduk disamping El.
"Ody..." Panggil El sambil menatap Ody dengan pandangan menyelidik hingga membuat Ody tak mampu berkata-kata dan menunduk semakin dalam.
"Dy, coba liat saya? Saya mau tanya sesuatu ke kamu." perintah El lagi, yang mau tak mau membuat Ody mendongakkan sedikit kepalanya, menatap El sekilas kemudian menunduk lagi.
"Bapak mau tanya apa?" Tanya Ody cepat, rasanya berat bagi dirinya untuk berlama-lama ada disamping El.
"Kenapa kamu menghindari saya seharian ini?" Tanya El berusaha melihat ekspresi Ody. Detak jantung Ody bertalu-talu, dia menggigit bibir bawahnya menahan cemas.
"Ody, jawab saya!"
"Saya nggak menhindari bapak. Itu cuma perasaan Pak El."
"Itu bukan perasaan saya. Pagi ini kamu nggak pasangin dasi untuk saya." Ucap El, sambil terus mengamati Ody
"Ya karena Pak El sudah pakai dasi sendiri."
"Tapi berantakan. Kamu nggak berniat gitu rapikan dasi saya?"
"Maaf Pak."
"Sepanjang hari kamu juga nggak banyak ngomong, kecuali saya tanya."
"Ya kan bapak yang minta."
"Kapan?"
"Kemarin malam." Ujar Ody yang langsung mengernyitkan dahinya sambil merutuki kelancangan mulutnya yang malah mengarahkan pembicaraan.
"Kemarin malam waktu saya mabuk, saya bilang apa ke kamu?" El mulai melakukan interogasi, karena menemukan celah. Ody berusaha juga mencari celah untuk menghindari.
"Bapak bilang saya cerewet, berisik, dan minta saya buat diam." Ucap Ody dengan suara tercekat menahan tangisnya.
"Cuma itu?"
"Ya banyak, orang bapak teriak-teriak macam orang kesurupan, sampai bikin saya malu karena diliatin banyak orang." ucap Ody dengan susah payah
"Parah banget?"
"Ya gitu lah Pak." Jawab Ody sekenanya sambil menundukkan kepalanya dalam.
El sadar Ody tidak pernah melakukan hal tersebut, bahkan ketika dia berbuat salah sekalipun. Tapi kali ini berbeda, Ody benar-benar menghindari tatapan El.
"Terus saya bilang apa tentang hansip?"
"Hansip? Ohh.. Bapak bilang hansip komplek kerjanya bagus, terus minta saya kasih bonus ke hansip komplek." Jelas Ody
"Saya bilang gitu?" Mempertanyakan kebenaran cerita Ody
"Iya. Bapak nggak sadar?"
"Terus waktu saya mabuk, ada kejadian apa lagi?"
"Nggak ada apa-apa."
"Jangan bohong Ody." Ujar El yang membuat Ody semakin dilanda kepanikan. Perutnya tiba-tiba terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk.
"Bapak mau denger apa sih dari saya?" Tanya Ody kesal karena merasa terus di introgasi oleh El.
"Saya mau penjelasan."
"Penjelasan apa yang Bapak mau dengar dari saya?" Ucap Ody keras.
"Pertama, tentang luka di leher saya. Kedua, kenapa saya bisa telanjang? Ketiga, kenapa ada kancing baju berceceran di kamar saya juga ada lipstik kamu tertinggal di kamar saya? Dan yang ke empat, kenapa ada bercak darah di ranjang saya?" Tanya El mengejar menuntut penjelasan. Ody berpikir cepat menghindari untuk menjelaskan apa yang dilakukan El padanya.
"Pertama luka di leher pak El itu karena kuku saya, maaf untuk itu saya nggak sengaja Pak. Itu karena Pak El berontak waktu mau dibawa ke kamar, saya sampai kerepotan sama security klub." Dusta pertama Ody.
“Ya Tuhan ampuni aku atas setiap dusta yang akan ku buat.” Batin Ody.
"Untuk pertanyaan kedua, Itu karena pak El muntah. Muntahannya mengotori seluruh baju pak El. Saya minta tolong security buat bantu saya lepas baju bapak. Ini juga menjelaskan pertanyaan ketiga bapak, bapak muntahnya nggak kira-kira. Sampai ngenain baju saya juga, setelah muntah bapak jatuh pingsan sambil narik baju saya sampai kancingnya lepas. Penjelasan masalah lipstik, waktu saya mau angkat badan pak El ke kasur, tas yang saya bawa jatuh mungkin lipstik saya juga jatuh keluar dari dalam tas saya saat itu." Sederet dusta yang diucapkan Ody sedikit membuatnya lega, dan berharap bahwa El mempercayainya.
"Lalu untuk pertanyaan ke empat saya?"
"Ya itu darah dari luka Pak El. Maaf untuk itu, tolong jangan potong gaji saya ya Pak." Ujar Ody kembali berbohong.
"Jadi saya nggak ngelakuin apapun ke kamu?"
"Nggak ada Pak." Ujar Ody sambil menahan rasa sakit didadanya.
"Syukurlah. Kamu yakin kan saya nggak melakukan hal buruk ke kamu?"
"Yakin Pak." Ujar Ody yang menelan ludahnya banyak-banyak, menahan rasa sakit yang luar biasa. Bahkan seluruh tubuhnya masih terasa begitu sakit dan ngilu. Bekas kepemilikan yang ada area tubuhnya, belum lagi memar di pergelangan tangannya akibat cengkeraman tangan El, bahkan nyeri di bagian intinya pun masih terasa menyakitkan. Ody berusaha menahan semua rasa itu dan sesungguhnya saat ini tubuhnya terasa menggigil. Tampaknya ada luka di dalam yang membuatnya agak demam.
Sepanjang perjalanan Ody benar-benar menghindari El. Dia tidak ingin El melihat kondisinya yang semakin drop. Saat tiba di Jakarta, tubuhnya sudah tak mampu untuk menahan rasa sakit. Dia hanya mengirim pesan pada Bobby.
"Pak Bobby, bisa langsung pulang saja dengan Pak El. Mobil jemputan sudah menunggu di pintu kedatangan. Saya pulang sendiri karena ada urusan lain. Terima kasih Pak." Tulis Ody melalui pesan singkat.
"Kenapa Bob?"
"Nggak papa, Ody ada urusan katanya. Dia bilang lo suruh pulang sendiri. Udah dijemput juga di depan."
"Ooo.."
"Bob, gue bisa minta tolong lagi?"
"Apa?"
"Gue minta lo cari semua informasi tentang Ody, dan tolong kirim orang buat awasin dia mulai dari sekarang."
"Lo udah tanya ke dia?"
"Udah, tapi gue yakin dia bohong."
"Kenapa lo bisa bilang gitu?"
"Sepanjang jawab pertanyaan gue, dia selalu menunduk. Ody itu perempuan yang percaya dirinya tinggi dan eyes contact buat dia itu penting tapi kali ini dia bener-bener menghindari pandangan gue. Gue yakin dia nyembunyiin sesuatu."
"Lo beneran mau tanggung jawab kalau sampai sesuatu yang lo pikirin itu beneran terjadi?"
"Gue nggak yakin Bob, tapi disisi lain gue ngerasa bersalah sama dia Bob. Andai itu hal buruk itu beneran terjadi, gue nggak mau dia sampai nanggung kesalahan gue sendirian."
"Okey kalau itu sudah jadi keputusan lo. gue akan dukung lo, karena gue tau sahabat gue bukan pengecut dan pecundang. Lo orang yang sangat bertanggung jawab." Ujar Bobby bersungguh-sungguh, walaupun disisi lain hatinya bersorak.
“Satu lagi.”
“Apa?”
“Cari tau keberadaan Chika.”
“Chika? Buat apa?”
“Urusan gue sama dia belum beres.”
“Maksud lo?”
“Lo nggak perlu tau, cukup cari aja dimana keberadaan Chika. Secepatnya!” Ujar El memberi perintah, Hati bobby yang awalnya berbunga kembali meredup. Dia sadar bahwa sahabatnya ini masih mencintai Chika dan belum rela melepaskannya.
Sebenarnya..Sepanjang minggu ini menjadi hari - hari yang berat bagi Ody. Dia harus betah berhadapan dengan El sepanjang hari bahkan terkadang terpaksa lembur.Entah bagaimana mendeskripsikan apa yang dirasa Ody saat ini, semua bercampur jadi satu hingga mulutnya tak sanggup lagi berkata-kata. Kepalanya berdenyut-denyut ketika mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Nafsu makannya turun drastis hingga rasanya semua pakaian kerjanya mendadak longgar."Dy, ayo makan." Ajak El yang mengamati perubahan Ody sejak pulang dari Macau."Silahkan Pak, saya nanti saja. Kebetulan pekerjaan saya menumpuk dan besok saya sudah mulai cuti.""Kamu nggak lagi sakit kan? Muka kamu pucet banget lo
Misi Aryo Setelah mendengar pengakuan Ody, hati Aryo begitu hancur berkeping-keping. Kepalanya mendidih tiap kali mengingat bagaimana adik kesayangannya telah dilukai bos brengsek yang diam-diam dicintai adiknya ini. "Yes, lo sibuk nggak?" Tulis Aryo melalui chat kepada salah satu temannya. "Nggak, ni lagi mau makan siang. Kenapa?" Balas Yesi "Bisa gue telepon?" "Bisa. Sekarang?" Balas Yesi yang langsung dijawab Aryo dengan menekan nomor Yesi dan menghubunginya. Terdengar bunyi nada sambung melalui ponsel Aryo. Memasuki nada sambung ke 3 panggilan Aryo diangkat.
Kuat MentalUsai sudah masa cuti Ody. Liburan yang lebih banyak dihabiskannya untuk merenung dan meratapi nasib dibanding bersenang-senang. Saatnya kembali pada realita dimana Ody harus berhadapan lagi dengan El. Menyembunyikan semua luka yang dirasakan demi tujuannya. Dia hanya bisa berharap bahwa semua kekhawatirannya selama ini tidak akan terjadi."Pagi Riz." Sapa Ody memasuki area ruang kantor direksi. Riza tampak baru datang dari pantry membawa secangkir kopi."Pagi Mbak Ody. Mana sogokan buat aku dari Bandung?" Todong Riza yang menyeringai lebar hingga matanya tertutup tinggal segaris sambil menengadahkan tangannya."Hiss.. Kamu tu yah bisanya ngemis.. Ada, nanti aja waktu lunch." Ujar Ody dengan tersenyum sinis untuk menggoda Riza
Nice Guy"Yo, weekend nongkrong disini? Mau balik bareng nggak?" Ujar Yesi yang melihat Aryo sedang nongkrong di dekat pos satpam."Nggak lah Yes, gue soalnya masih ada urusan habis ini." Tolak Aryo secara halus."Urusan apaan? Ngapel?" Goda Yesi yang memang sudah mengenal Aryo sejak kuliah walaupun mereka berbeda jurusan."Hiss.. Kepo banget sih lo. Udah, sana balik udah di tunggu jemputan lo tuh." Ujar Aryo sambil menunjuk suami Yesi yang sudah menjemputnya."Ya udah gue balik duluan. Happy weekend ya Yo, bye.""Sip. Ati-ati." Ucap Aryo sambil mengacungkan jempolnya pada Yesi.
Guardian Angelo"Hah? Siapa tadi kamu bilang?" Tanya El bingung."Kepala IT yang baru di kantor kita El.""Kepala IT?""Iya.""Kok bisa kepala IT kita ada disini?""Tadi mobil gue mogok waktu mau jalan kesini, terus dia tolongin dan antar dan temenin gue disini.""Terus.""Ya waktu perawat bilang kalau Papa butuh donor darah dia dengan sukarela menawarkan diri.""Siapa sih? Orangnya sekarang mana?" Tanya El penasaran
ProtectiveHari masih pagi namun kehebohan sudah terjadi di apartemen Ody. Mulai hari ini Aryo akan mengantar jemput Ody ke kantor. Kepala Ody hampir pecah setelah semalaman harus berdebat dengan Aryo karena sikapnya yang over protective."Ko, aku ada mobil dan supir yang antar jemput kok. Ngapain sih maksa banget buat jemput aku?" Teriak Ody dari dalam kamar."Mulai sekarang aku yang bakal antar jemput kamu. Nggak ada lagi penolakan, ngerti?!" Jawab Aryo yang sedang berdiri bersandar di pintu sambil menatap Ody"Tapi kan.." Ucap Ody yang langsung dipotong Aryo."Sttt berisik. Bisa nggak sih kamu tu nurut sama Koko? Koko nggak akan celakai kamu kok. Koko ini sayang kamu Dy
Pupus Belakangan Aryo benar-benar memberikan perhatian extra ke Ody. Dia melihat kondisi tubuh Ody yang semakin naik turun. Dugaannya sudah mengarah bahwa saat ini Ody sedang hamil. "Vir, Pak Aryo itu pacaran sama Ody yah?" Tanya Amara tiba-tiba pada Vira saat mereka melewati divisi IT. "Banyak yang bilang sih gitu Bu. Kenapa Bu?" Jawab Vira sambil sesekali mengamati perubahan ekspresi Amara. "Ehm.. Nggak papa, cuma penasaran aja dia keliatannya sering antar jemput Ody belakangan. Ody juga jadi jarang lembur belakangan ini." Ujar Amara yang sambil memasuki lift. "Iya sih, aku juga sering lihat Pak Aryo suka nongkrong di atas motornya kalau pas jam pulang kantor nunggu
Menahan siksaanBelakangan kondisi fisik Ody benar-benar tidak bagus. Kejadian hampir pingsan beberapa waktu lalu benar-benar menjadi pertanda buruk. Sejak hari itu kesehatannya semakin lama semakin menurun. Entah apa yang terjadi tapi Ody jadi merasa sering kurang enak badan, mual juga mulai sering menghantuinya, pusing yang datang tiba-tiba hingga membuat pekerjaannya semakin berat.Belum lagi setumpuk jadwal dan pekerjaan yang mengantri bak gerbong kereta api. Mobilitas El yang semakin padat karena rencana pembukaan kantor baru di Singapura. El baru saja mengakuisisi Fastcomm milik Mr. Chan menjadi miliknya sehingga PT. Intel Persada akan melakukan ekspansi ke Singapura."Dy, semua persiapan sudah beres kan?" Tanya El saat mereka sedang duduk di exclusive lounge bandara.
Kimora Angelica Rivera Gadis kecil kesayangan El kini telah bertumbuh jadi gadis super cantik dengan perpaduan wajah bule dan oriental. Kimora bertumbuh dengan sehat dan kuat, apa yang dulu mereka khawatirkan bahwa Kim tidak akan bertumbuh sehat nyatanya terbantahkan. Meskipun perjalanan hidupnya tidak mudah, namun gadis kecil yang sudah beranjak remaja itu kini bertumbuh jadi kuat dan pemberani yang cenderung nekat. "Dad, please.. ijinkan aku sekolah ke Singapura," bujuk Kim entah untuk yang ke berapa puluh kali. Pembahasan ini sudah berjalan begitu lama, sejak kasus bully yang dialami Kim 1 tahun lalu. Kim memang tak mau membahas hal itu karena takut membuat kedua orang tuanya cemas namun tak dapat di pungkiri bahwa salah satu alasan Kim memutuskan untuk meninggalkan Indonesia adalah karena hal itu. "Kim, apa nggak bisa ya cari sekolah di Indonesia aja? Di Indonesia juga banyak sekolah bagus kok," ucap El berusaha mengubah keinginan Kim. "Dad, aku ingin berkembang. Jadi tolong i
Pelangi Sehabis Hujan Kepergian Victor 6 bulan lalu memang begitu menyesakkan bagi seluruh keluarga Harrison. Bahkan sebelum kepergiannya itu, dia menitipkan pesan yang sama pada Riana, Erina, dan Ody. Pesan yang meminta mereka untuk memaafkan dirinya yang egois dan berbahagia setelah dia meninggalkan dunia ini. Dia juga berharap agar kepergiannya dapat menebus segala kesalahannya pada mereka selama ini. Situasi jadi jauh lebih baik saat ini. Riana dan Erina belakangan lebih sering menghabiskan waktu bersama. Mereka sepakat untuk memulai segalanya dengan lebih baik sebagai seorang sahabat sekaligus besan. El sendiri mulai dapat bernafas lega. Kasus Rahmat Sutedjo berjalan dengan sangat lancar, ada begitu banyak bantuan yang tak terduga datang silih berganti. Hingga satu demi satu masalahnya pun perlahan dapat diselesaikan. Sekarang, semua orang sedang menikmati buah dari perjuangan mereka. Karena badai tak akan selalu bertahan dan sang surya pasti akan kembali bersinar. Setelah mela
Awal Sebuah AkhirEl menatap punggung Riana yang sedang duduk di taman sendirian. Dari kejauhan El dapat melihat tubuh Riana sedikit berguncang karena tangisnya yang tersedu-sedu. Perlahan El coba mendekati Riana lalu duduk di sampingnya tanpa bicara sepatah katapun.Rasanya dada Riana begitu sesak, dia sungguh tersiksa mengetahui semua fakta yang baru saja didengarnya dari Victor dan Erina. Lelah menangis Riana hanya bisa menyandarkan kepalanya di bahu El. Beban di hatinya terlalu berat untuk ditanggungnya sendiri.El tetap setia menemani Riana hingga hari semakin malam. Ketika Riana sudah cukup tenang, El berusaha menemukan kata-kata penghiburan yang tepat agar dapat meringankan beban hati Riana."Kalau terlalu berat jangan di tahan Ma, lepasin aja," ucap El merangkul bahu Riana erat. "Mama, nggak pernah sangka bahwa akan jadi seperti ini," ujar Riana menghapus sisa air matanya."El paham, Ma. El juga nggak sangka waktu dengar semuanya dari mulut Mami dan Papa." Sontak mata Riana m
Ketika Semua JelasSituasi dalam ruang ICU terasa begitu memberatkan hati Riana. Melihat pria yang sudah puluhan tahun menemani hari-harinya sedang terbaring lemah tak berdaya. Meski sakit membelenggunya hatinya karena berulang kali Victor telah menorehkan luka hingga hampir membuatnya menceraikan cintanya itu. Menurut dokter Lio yang menangani jantungnya, kondisi tubuh Victor melemah. Andai dilakukan operasi saat ini resikonya kematian di atas mejanya akan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan disementara waktu adalah mempertahankannya hingga kondisinya lebih stabil dan dapat dilakukan tindakan pembedahan.Victor menatap Riana yang berada di sisi kirinya, tangannya menggenggam erat tangan Riana sambil tersenyum tipis. Lalu dia menoleh ke sisi kanannya dimana Erina berdiri. "Rin," sapa Victor pelan."Hai, Vic," balas Erina ramah. "Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu," ucapnya dengan suara bergetar. Victor menatap lekat wajah Erina yang masih terlihat cantik seperti puluhan
Obrolan RinganHari menjelang malam saat kondisi Victor terlihat mulai membaik dan dia meminta bertemu semua anggota keluarga. Walaupun kondisi Ody dan Kim saat ini sudah sangat baik, bahkan Ody juga kembali ceria seperti sebelumnya, namun tak dapat dipungkiri bahwa perasaan tak nyaman jelas muncul di hati mereka. Seakan Victor meminta mereka semua berkumpul untuk berpamitan.Seperti sekarang, Victor sedang bertemu dengan Riana dan Erina secara pribadi, sedang yang lain menunggu di luar. El hanya bisa mengawasi keadaan yang ada tanpa mau menjelaskan apapun pada Amara, Aryo, maupun Ody. Dia tahu niatan Victor untuk menemui semua orang hari ini."Bao, apa mereka akan baik-baik saja di dalam?" bisik Ody yang duduk di kursi ruang tunggu ICU.
Pengakuan Erina5 hari telah berlalu, El mulai bisa sedikit lega dan jadi lebih banyak bersyukur. Tekanan yang dialaminya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Setelah tim legal menyelesaikan seluruh berkas kasus Rahmat Sutedjo, kini kondisi Kim juga semakin kuat dan sudah mulai lepas dari alat bantu nafasnya. Perbaikan kondisi Kim membuat keadaan Ody pun ikut jadi lebih baik. Ody kembali seperti Ody yang dikenalnya. Perempuan itu memang diakui El sangat tangguh. Namun berbeda dengan yang dialami Victor, kondisinya masih belum ada perbaikan.El sudah kembali berkantor walaupun tak penuh waktu. Seperti pagi ini, ketika mobil El baru saja berhenti di depan lobi kantor Intel tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nama Amara. El segera menekan tombol hijau di layar ponselnya dan panggilan langsung terhubung.
Berita MengejutkanSetelah 10 menit menunggu, akhirnya Amara, Aryo, dan Erina pun tiba. El segera pamit untuk menemui Ody sebelum pergi ke kantor. Tampaknya dia memang harus mulai bergerak untuk membereskan semua kerumitan yang terjadi. Mungkin tidak semuanya dapat diselesaikannya, namun setidaknya dia telah berusaha menyelesaikan bagiannya."Ai," Panggil El sambil mendekati Ody yang terlihat meringkuk diranjang."Hmmm," gumam Ody masih dengan memejamkan matanya."Bolehkah, aku pergi sebentar ke kantor?" tanya El sambil membelai lengan Ody yang berbaring membelakanginya, "ada urusan yang harus segera ku selesaikan. Aku janji ini tak akan lama," terang El."Okay," ucap Ody singka
Lelah Lahir BatinSejak semalam Ody tampak pendiam, dia tampak menyimpan segala pikirannya seorang diri. Sesungguhnya, El sendiri tertekan hingga tak tau harus berbuat apa. Jelas keadaan ini tak mudah dijalani El, mengingat kondisi Kim yang masih berjuang, melihat Ody yang sedang terpuruk, ditambah lagi kondisi Victor yang sempat memburuk, dan masih banyak masalah yang harus ditanggung El sendirian. Karena merasa tak dapat berbuat banyak untuk mengurai situasi yang ada, akhirnya dia hanya bisa memilih untuk diam sejenak memikirkan solusi terbaik sambil terus berada disisi Ody."Ai, kamu butuh sesuatu?" Tanya El yang langsung berdiri ketika melihat Ody hendak beranjak dari kasurnya."Aku cuma mau ke toilet," sahut Ody."Biar ku bant
Hallo KimOdy menatap lekat ke wajah El yang jelas sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sedari tadi Ody berusaha menelisik, mencari kebenaran dari ucapan El. Perasaannya saat ini terasa tak nyaman, hatinya tak tenang. Entah dari mana, tapi firasatnya berkata putri kecil mereka sedang tidak baik-baik saja.Ody berusaha mencari celah untuk mencari jawaban dari firasatnya. Penasaran dengan ekspresi yang terus meragu di wajah El membuat Ody semakin yakin bahwa terjadi sesuatu. Dia mulai menggali kebenaran dengan menanyakan nama pilihan El untuk bayi mereka."Oya, nama apa yang kamu pilih untuknya?" tanya Ody sambil menatap wajah El lekat."Namanya, Kimora Angelica Rivera Harrison," jawab El dengan sen