Sebenarnya..
Sepanjang minggu ini menjadi hari - hari yang berat bagi Ody. Dia harus betah berhadapan dengan El sepanjang hari bahkan terkadang terpaksa lembur.
Entah bagaimana mendeskripsikan apa yang dirasa Ody saat ini, semua bercampur jadi satu hingga mulutnya tak sanggup lagi berkata-kata. Kepalanya berdenyut-denyut ketika mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Nafsu makannya turun drastis hingga rasanya semua pakaian kerjanya mendadak longgar.
"Dy, ayo makan." Ajak El yang mengamati perubahan Ody sejak pulang dari Macau.
"Silahkan Pak, saya nanti saja. Kebetulan pekerjaan saya menumpuk dan besok saya sudah mulai cuti."
"Kamu nggak lagi sakit kan? Muka kamu pucet banget loh."
"Nggak Pak, saya baik-baik saja."
"Kamu yakin?"
"Yakin Pak. Sudah Bapak makan siang dulu saja. Tadi Mbak Amara kontak saya katanya sudah tunggu Bapak⁹ di bawah."
"Okey deh. Kamu beneran nggak mau ikut makan siang bareng?"
"Nggak Pak, terima kasih."
"Ya udah."
Ody menghela nafas panjang ketika El keluar melewati pintu kantornya. Tubuh Ody luruh terduduk di kursi kerjanya. Dari pagi perut Ody tak kemasukan apapun, mungkin saat ini dia sudah masuk angin.
Pandangannya mulai berkunang - kunang, tubuhnya terasa begitu lemas, perutnya terasa mual, dan keringat dingin mulai bercucuran. Ody mulai menelungkupkan kepalanya diatas meja kerjanya.
"Mbak Ody, ini berkas yang mbak minta tadi." Ucap Riza yang tiba-tiba sudah berdiri di depan Meja kerjanya.
"Taruh situ aja Riz. Terus pergi istirahat sana."
"Mbak Ody nggak papa? Mbak nggak lagi sakit kan?"
"Okey kok Riz."
"Ya ampun mbak Ody pucat banget. Mbak Ody nggak mau ijin aja gitu?"
"Nggak papa Ri..." Ucap Ody yang tak terselesaikan karena dia sudah berlari menuju kamar mandi di ujung ruang kerjanya.
"Mbak Ody!!" Teriak Riza panik melihat Ody yang berlari kalang kabut menuju ke toilet.
"Mbak, Mbak Ody nggak papa?" Teriak Riza panik
Ody menumpahkan seluruh isi perutnya, yang hanya terisi air putih sejak pagi. Kepalanya semakin berdenyut, tubuhnya begitu lemas.
"Mbak, mau saya antar ke dokter?" Tanya Riza saat Ody sudah kembali ke meja kerjanya.
"Nggak usah Riz, aku cuma masuk angin biasa kok. Belakangan karena banyak kerjaan jadi telat makan dan sering begadang. It's okey." Ujar Ody sambil mengurut-ngurut kepalanya yang pusing berdenyut-denyut.
"Ya udah, Mbak pulang aja kalau gitu."
"Nggak bisa. Besok aku mulai cuti, jadi semua pekerjaan harus aku beresin hari ini."
"Udah, nanti aku aja yang lanjutin. Mbak Ody pulang aja, nanti yang ada cuti liburnya abis buat cuti sakit. Pulang yah." Bujuk Riza.
"Tapi aku belum pamit Riz."
"Udah, nanti aku yang pamitin. Mbak Ody udah kondisi begini masa Pak El nggak kasih ijin. Pasti kasih lah, mungkin kalau beliau tau Mbak Ody langsung di bawa rumah sakit buat rawat inap."
"Aku cuma masuk angin ya Riz, bukan kena penyakit yang bikin aku harus rawat inap."
“Ya makanya Mbak Ody jangan bandel. Udah pulang aja.”
“Iya, iya.”
“Bisa pulang sendiri apa mau aku temenin?”
“Aku pulang sendiri aja. Aku tau kalau kamu mau kabur di jam kantor.”
“Hiss.. Sejak kapan Mbak Ody jadi paranormal yang bisa baca pikiran orang? Jadi suka bener deh kalau ngomong, pastul..”
“Nggak perlu jadi dukun buat lihat isi pikiran kamu Riz, udah nyata terpampang dari muka kamu yang mupeng. Lagian apa pastul? Aku taunya pastel, enak.”
“Hiss.. Pas betul Mabk Ody.”
“Iya-iya, pas betul. Udah, aku pulang ya Riz. Tolong kamu serahkan dokumen ini ke Pak El setelah dia pulang makan siang nanti."
"Beres, pokoknya aman deh. Mbak Ody fokus ajah liburan jangan pikirin urusan kantor."
"Sip. Thanks Riz, aku balik dulu."
Ody berjalan pelan merasakan tubuhnya yang tak karu-karuan. Rasanya kakinya tak menapak di lantai, ringan, gontai. Perlahan Ody keluar dari kantor dan kembali ke apartemennya. Pikirannya berkecamuk, hingga seperti orang linglung.
"Bagaimana Kalau…" pikir Ody yang langsung segera di tepisnya.
*****
Seperti yang telah direncanakan Ody pulang ke Bandung dan memulai cutinya selama 1 minggu penuh. Peringatan meninggalnya sang ayah sudah berlangsung kemarin, dan rasanya dia tak ingin menyia-nyiakan sisa waktu cutinya.
"Mami, lagi masak apa?" Tanya Ody sambil memeluk tubuh ibunya dari belakang.
"Mami masak makanan kesukaan kamu, nanti makan yang banyak yah. Mami lihat badan kamu kurus banget." Ucap Erina sambil mencium pipi putri kesayangannya itu.
"Hemm, pasti enak deh. Mau Ody bantuin?"
"Nggak usah Nak, udah kamu istirahat dulu aja nanti begitu selesai Mami panggil deh."
"Ya udah kalau gitu… Oya Mam, Koko mana?"
"Kalau jam segini seharusnya masih di empang."
"Ody nyusulin ke empang dulu deh."
"Ya udah, sekalian nanti ajakin Koko pulang buat makan siang bareng yah."
"Okey Mam. Ody pergi dulu yah. Bye Mam." Ucap Ody sambil mencium pipi ibunya lalu beranjak pergi.
"Bye, hati-hati ya Dy."
"Okey Mami." teriak Ody dari depan pintu dapur
Ody mengendarai skuter motor miliknya berjalan pelan menuju empang milik Aryo kakaknya. Pikirannya saat ini sedang melanglang buana entah kemana. Dia mulai memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi kedepan, bagaimana dengan hidupnya setelah ini. Semua begitu membebani dan menekan hati Ody.
“Ko..”Panggil Ody begitu melihat Aryo sedang bersiap memberi makan ikan di empang.
“Dy, ngapain kesini?” Tanya Aryo sambil membelai kepala adiknya lembut.
“Bantuin Koko lah.” Ucap Ody sambil tersenyum.
“Hiss, nanti kulit putih bersih kamu jadi item gimana?”
“Aku bukan cewek manja ya Ko.”
“Iyah cantik. Nih pakai capingnya ya jangan sampai kulit kamu kebakar.” Ujar Aryo sambil memakaikan caping ke kepala Ody.
“Iya. Sekarang aku bantu apa?”
“Kasih makan ikannya aja deh. Koko mau ke kebun sebentar abis itu kita pulang bareng buat makan siang, okey?”
“Siap bos.”
Aryo berjalan meninggalkan Ody di empang sendirian. Ody memilih duduk di pojokan empang yang teduh, sambil sesekali melempar pelet pakan ikan dengan pandangan kosong. Beberapa karyawan Aryo yang berlalu lalang sesekali mencoba menyapa Ody tapi tak satupun yang dijawab karena pikirannya sedang tak pada tempatnya. Tugas yang diberikan Aryo pun akhirnya hanya dijadikan objek yang dipandanginya lama hingga Aryo kembali dari kebun hidroponik di samping empang.
“Dy, kamu kenapa?” Tanya Aryo setelah mengamati adiknya yang duduk melamun.
“Hah? Kenapa Ko?”
“Koko tanya kamu kenapa?”
“Aku? Aku kenapa?”
“Kamu ditanya malah balik nanya. Kamu kenapa ngelamun? Itu tadi Koko suruh kamu kasih makan ikan kenapa sekarang pakannya cuma dipandangin?”
“Ah.. Ini..” Jawab Ody panik
“Dy, kamu lagi ada masalah ya? Mau coba cerita sama Koko?” Tawar Aryo
“Masalah? Nggak kok, aku baik-baik aja.” Jawab Ody berusaha menutupi kepanikannya
“Kalau baik-baik aja, kamu nggak akan panik. Sekarang malah matanya berkaca-kaca gitu.”
“I’m fine Ko. Ini kelilipan.”
“Kelilipan pakan ikan? Jangan bohong deh. Koko itu kenal kamu Dy. Ayo cerita sama Koko kamu ada masalah apa?”
“Ko..”
“Hemm..”
“Aku.. Aku..”
“Kamu kenapa? Coba cerita aja, siapa tau koko bisa bantu masalah kamu.”
“Koko nggak bisa bantu.”
“Kenapa? Masalah sama bos kamu?” Tanya Aryo yang tepat sasaran
“Memang bos kamu kenapa? Kamu di pecat?” Lanjut Aryo
“Nggak.” Jawab Ody lemah
“Terus kenapa?”
“Aku... Pengen resign.”
“Kenapa?”
“Karena..”
“Dy, ada masalah apa sampai kamu mau resign? Bukannya kerja kamu disitu bagus?”
“Masalahnya..” Kata-kata Ody kembali terhenti, rasanya begitu berat untuk memulai cerita.
“Dy, sebenarnya apa yang kamu sembunyikan dari Koko?”
“Aku bingung gimana ceritanya.”
“Gini deh, jawab dulu kenapa kamu mau resign?”
“Karena.. Aku..”
“Ody, kamu percaya sama Koko kan?” Tanya Aryo yang dijawab Ody dengan anggukan kepala.
“Kalau kamu percaya please, cerita sama Koko. Apa pekerjaannya terlalu berat?”
“Bukan ko. Aku bertahan di perusahaan itu karena aku suka pekerjaannya. Walaupun berat tapi aku suka makanya aku jalanin.”
“Jadi kenapa dong kamu mau resign?”
Sulit bagi Ody untuk menceritakan masalah yang sebenarnya dialaminya. Lidahnya terasa kelu, suaranya tercekat, air mata mulai meleleh di pipinya. Arya sadar bahwa masalah yang dihadapi adiknya pasti berat.
“Sekarang Koko tanya dan kamu jawab pake ngangguk sama geleng aja, okey! Apa alasan resign kamu ada hubungannya sama bos kamu?” Tanya Aryo yang sudah mulai kesal tapi berusaha di tahannya dan dijawab Ody dengan mengangguk.
“Bos kamu kasar sama kamu?” Tanyanya lagi dan dijawab dengan anggukan.
“Dia pukul kamu?” Tanya Aryo yang mulai panas karena tau bos adiknya berlaku kasar. Ody hanya menggelengkan kepala.
“Dia berbuat nggak senonoh sama kamu?” Tembak Aryo langsung membuat Ody tak berkutik.
“Ody, jawab! Apa dia berbuat nggak senonoh sama kamu?!” Tanya Aryo dengan wajah memerah menahan amarahnya. Ody tak sanggup menjawab namun Aryo yakin jawabannya iya.
“Sekarang jawab dengan jelas, dia apain kamu?” Tanya Aryo sudah tak mampu menahan amarahnya. Ody yang ketakutan hanya bisa menangis sambil menutupi wajahnya. Dari suara tangisannya, Aryo dapat mengasumsikan beban berat yang ditanggung adiknya.
“Ody Jawab!”
“Dia perkosa aku minggu lalu.” Jawab Ody akhirnya yang membuat Aryo bagai december petir di siang bolong. Aryo meradang, matanya memerah, dia mulai menggertakkan giginya menahan amarahnya.
“Bajingan!!! Koko harus kasih pelajaran sama cowok bajingan kaya dia!” Teriak Aryo akhirnya penuh amarah
“Ko, please. Jangan marah-marah gini, jangan kasih tau Mami juga masalah ini.” Ujar Ody di sela tangisannya.
“Gimana nggak marah?! Dy, dia itu sudah ngerusak kamu! Gila namanya kalau Koko nggak marah kamu diperlakukan begitu.” Seru Aryo sambil mengepalkan tangannya, hatinya panas bukan main.
“Udah Resign aja! Sisanya biar Koko yang urus!” Ucap Aryo yang dengan cepat melenggang namun gerakannya terhenti saat Ody tiba-tiba memeluk tubuhnya erat dari belakang.
“Ko, aku takut. Gimana kalau terjadi sesuatu sama aku?” Ujar Ody pelan, sambil masih terisak.
Aryo membalik tubuhnya lalu mendekap erat adik perempuannya. Ada perasaan nyeri di dadanya mengetahui fakta bahwa adik kesayangannya telah diperkosa. Aryo merasa begitu bersalah, karena tak mampu menjaga adiknya dengan baik.
“Dy, maafin Koko yang nggak bisa jagain kamu seperti pesan almarhum Papi. Maafin Koko yang lalai Dy. Koko yang salah karena nggak bisa melindungi kamu dari pria bajingan kaya bos kamu itu.” Ucap Aryo sambil menciumi puncak kepala Ody. Dia sadar adiknya yang kuat itu sudah sangat rapuh saat ini.
“Koko nggak salah, ini salah Ody yang nggak bisa jaga diri.”
“Adik Koko nggak salah, kamu itu adik Koko yang terbaik. Sekarang denger Koko, biar Koko bantu kamu urus semuanya. Kamu bisa resign dengan tenang, nggak usah mikirin macem-macem lagi.”
“Aku nggak bisa resign sekarang Ko.”
“Kenapa?”
“Karena sebenarnya..”
“Sebenarnya apa?”
“Sebenarnya aku sudah jatuh cinta sama bosku itu.”
Holla kesayangan Mommy Audy.. Apa kabar? Huh, akhirnya Mommy bisa mulai Up bab baru lagi deh.. Mulai bulan ini Mommy akan Up bab baru setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Jadi tungguin cerita Mommy yah.. Jangan sampai ketinggalan, akan ada banyak babak seru kedepannya. Jangan lupa juga tambahkan buku ini di daftar pustaka kalian dan tinggalkan juga komentar kalian.. Love you kesayangan Mommy...
Misi Aryo Setelah mendengar pengakuan Ody, hati Aryo begitu hancur berkeping-keping. Kepalanya mendidih tiap kali mengingat bagaimana adik kesayangannya telah dilukai bos brengsek yang diam-diam dicintai adiknya ini. "Yes, lo sibuk nggak?" Tulis Aryo melalui chat kepada salah satu temannya. "Nggak, ni lagi mau makan siang. Kenapa?" Balas Yesi "Bisa gue telepon?" "Bisa. Sekarang?" Balas Yesi yang langsung dijawab Aryo dengan menekan nomor Yesi dan menghubunginya. Terdengar bunyi nada sambung melalui ponsel Aryo. Memasuki nada sambung ke 3 panggilan Aryo diangkat.
Kuat MentalUsai sudah masa cuti Ody. Liburan yang lebih banyak dihabiskannya untuk merenung dan meratapi nasib dibanding bersenang-senang. Saatnya kembali pada realita dimana Ody harus berhadapan lagi dengan El. Menyembunyikan semua luka yang dirasakan demi tujuannya. Dia hanya bisa berharap bahwa semua kekhawatirannya selama ini tidak akan terjadi."Pagi Riz." Sapa Ody memasuki area ruang kantor direksi. Riza tampak baru datang dari pantry membawa secangkir kopi."Pagi Mbak Ody. Mana sogokan buat aku dari Bandung?" Todong Riza yang menyeringai lebar hingga matanya tertutup tinggal segaris sambil menengadahkan tangannya."Hiss.. Kamu tu yah bisanya ngemis.. Ada, nanti aja waktu lunch." Ujar Ody dengan tersenyum sinis untuk menggoda Riza
Nice Guy"Yo, weekend nongkrong disini? Mau balik bareng nggak?" Ujar Yesi yang melihat Aryo sedang nongkrong di dekat pos satpam."Nggak lah Yes, gue soalnya masih ada urusan habis ini." Tolak Aryo secara halus."Urusan apaan? Ngapel?" Goda Yesi yang memang sudah mengenal Aryo sejak kuliah walaupun mereka berbeda jurusan."Hiss.. Kepo banget sih lo. Udah, sana balik udah di tunggu jemputan lo tuh." Ujar Aryo sambil menunjuk suami Yesi yang sudah menjemputnya."Ya udah gue balik duluan. Happy weekend ya Yo, bye.""Sip. Ati-ati." Ucap Aryo sambil mengacungkan jempolnya pada Yesi.
Guardian Angelo"Hah? Siapa tadi kamu bilang?" Tanya El bingung."Kepala IT yang baru di kantor kita El.""Kepala IT?""Iya.""Kok bisa kepala IT kita ada disini?""Tadi mobil gue mogok waktu mau jalan kesini, terus dia tolongin dan antar dan temenin gue disini.""Terus.""Ya waktu perawat bilang kalau Papa butuh donor darah dia dengan sukarela menawarkan diri.""Siapa sih? Orangnya sekarang mana?" Tanya El penasaran
ProtectiveHari masih pagi namun kehebohan sudah terjadi di apartemen Ody. Mulai hari ini Aryo akan mengantar jemput Ody ke kantor. Kepala Ody hampir pecah setelah semalaman harus berdebat dengan Aryo karena sikapnya yang over protective."Ko, aku ada mobil dan supir yang antar jemput kok. Ngapain sih maksa banget buat jemput aku?" Teriak Ody dari dalam kamar."Mulai sekarang aku yang bakal antar jemput kamu. Nggak ada lagi penolakan, ngerti?!" Jawab Aryo yang sedang berdiri bersandar di pintu sambil menatap Ody"Tapi kan.." Ucap Ody yang langsung dipotong Aryo."Sttt berisik. Bisa nggak sih kamu tu nurut sama Koko? Koko nggak akan celakai kamu kok. Koko ini sayang kamu Dy
Pupus Belakangan Aryo benar-benar memberikan perhatian extra ke Ody. Dia melihat kondisi tubuh Ody yang semakin naik turun. Dugaannya sudah mengarah bahwa saat ini Ody sedang hamil. "Vir, Pak Aryo itu pacaran sama Ody yah?" Tanya Amara tiba-tiba pada Vira saat mereka melewati divisi IT. "Banyak yang bilang sih gitu Bu. Kenapa Bu?" Jawab Vira sambil sesekali mengamati perubahan ekspresi Amara. "Ehm.. Nggak papa, cuma penasaran aja dia keliatannya sering antar jemput Ody belakangan. Ody juga jadi jarang lembur belakangan ini." Ujar Amara yang sambil memasuki lift. "Iya sih, aku juga sering lihat Pak Aryo suka nongkrong di atas motornya kalau pas jam pulang kantor nunggu
Menahan siksaanBelakangan kondisi fisik Ody benar-benar tidak bagus. Kejadian hampir pingsan beberapa waktu lalu benar-benar menjadi pertanda buruk. Sejak hari itu kesehatannya semakin lama semakin menurun. Entah apa yang terjadi tapi Ody jadi merasa sering kurang enak badan, mual juga mulai sering menghantuinya, pusing yang datang tiba-tiba hingga membuat pekerjaannya semakin berat.Belum lagi setumpuk jadwal dan pekerjaan yang mengantri bak gerbong kereta api. Mobilitas El yang semakin padat karena rencana pembukaan kantor baru di Singapura. El baru saja mengakuisisi Fastcomm milik Mr. Chan menjadi miliknya sehingga PT. Intel Persada akan melakukan ekspansi ke Singapura."Dy, semua persiapan sudah beres kan?" Tanya El saat mereka sedang duduk di exclusive lounge bandara.
Ini Artinya?Setelah menangis semalaman pagi ini Ody bangun tanpa melihat Amara disisi ranjangnya. Tampaknya Amara memang tidak pulang semalam. Ody berjalan gontai menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap karena pikirannya yang semalam kacau harus segera diluruskan. Hari ini adalah hari yang sibuk untuknya dengan jadwal yang begitu padat mulai dari upacara pembukaan kembali Fastcomm yang menjadi member dari Intel Persada group hingga gala dinner nanti malam. Ody tak punya waktu untuk meratapi nasibnya saat ini, biarlah urusannya dipikirkan nanti bersama Aryo.Titt"Dy..." Sapa Amara saat memasuki kamar."Mbak Amara, baru pulang?" Ujar Ody sambil melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi.
Kimora Angelica Rivera Gadis kecil kesayangan El kini telah bertumbuh jadi gadis super cantik dengan perpaduan wajah bule dan oriental. Kimora bertumbuh dengan sehat dan kuat, apa yang dulu mereka khawatirkan bahwa Kim tidak akan bertumbuh sehat nyatanya terbantahkan. Meskipun perjalanan hidupnya tidak mudah, namun gadis kecil yang sudah beranjak remaja itu kini bertumbuh jadi kuat dan pemberani yang cenderung nekat. "Dad, please.. ijinkan aku sekolah ke Singapura," bujuk Kim entah untuk yang ke berapa puluh kali. Pembahasan ini sudah berjalan begitu lama, sejak kasus bully yang dialami Kim 1 tahun lalu. Kim memang tak mau membahas hal itu karena takut membuat kedua orang tuanya cemas namun tak dapat di pungkiri bahwa salah satu alasan Kim memutuskan untuk meninggalkan Indonesia adalah karena hal itu. "Kim, apa nggak bisa ya cari sekolah di Indonesia aja? Di Indonesia juga banyak sekolah bagus kok," ucap El berusaha mengubah keinginan Kim. "Dad, aku ingin berkembang. Jadi tolong i
Pelangi Sehabis Hujan Kepergian Victor 6 bulan lalu memang begitu menyesakkan bagi seluruh keluarga Harrison. Bahkan sebelum kepergiannya itu, dia menitipkan pesan yang sama pada Riana, Erina, dan Ody. Pesan yang meminta mereka untuk memaafkan dirinya yang egois dan berbahagia setelah dia meninggalkan dunia ini. Dia juga berharap agar kepergiannya dapat menebus segala kesalahannya pada mereka selama ini. Situasi jadi jauh lebih baik saat ini. Riana dan Erina belakangan lebih sering menghabiskan waktu bersama. Mereka sepakat untuk memulai segalanya dengan lebih baik sebagai seorang sahabat sekaligus besan. El sendiri mulai dapat bernafas lega. Kasus Rahmat Sutedjo berjalan dengan sangat lancar, ada begitu banyak bantuan yang tak terduga datang silih berganti. Hingga satu demi satu masalahnya pun perlahan dapat diselesaikan. Sekarang, semua orang sedang menikmati buah dari perjuangan mereka. Karena badai tak akan selalu bertahan dan sang surya pasti akan kembali bersinar. Setelah mela
Awal Sebuah AkhirEl menatap punggung Riana yang sedang duduk di taman sendirian. Dari kejauhan El dapat melihat tubuh Riana sedikit berguncang karena tangisnya yang tersedu-sedu. Perlahan El coba mendekati Riana lalu duduk di sampingnya tanpa bicara sepatah katapun.Rasanya dada Riana begitu sesak, dia sungguh tersiksa mengetahui semua fakta yang baru saja didengarnya dari Victor dan Erina. Lelah menangis Riana hanya bisa menyandarkan kepalanya di bahu El. Beban di hatinya terlalu berat untuk ditanggungnya sendiri.El tetap setia menemani Riana hingga hari semakin malam. Ketika Riana sudah cukup tenang, El berusaha menemukan kata-kata penghiburan yang tepat agar dapat meringankan beban hati Riana."Kalau terlalu berat jangan di tahan Ma, lepasin aja," ucap El merangkul bahu Riana erat. "Mama, nggak pernah sangka bahwa akan jadi seperti ini," ujar Riana menghapus sisa air matanya."El paham, Ma. El juga nggak sangka waktu dengar semuanya dari mulut Mami dan Papa." Sontak mata Riana m
Ketika Semua JelasSituasi dalam ruang ICU terasa begitu memberatkan hati Riana. Melihat pria yang sudah puluhan tahun menemani hari-harinya sedang terbaring lemah tak berdaya. Meski sakit membelenggunya hatinya karena berulang kali Victor telah menorehkan luka hingga hampir membuatnya menceraikan cintanya itu. Menurut dokter Lio yang menangani jantungnya, kondisi tubuh Victor melemah. Andai dilakukan operasi saat ini resikonya kematian di atas mejanya akan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan disementara waktu adalah mempertahankannya hingga kondisinya lebih stabil dan dapat dilakukan tindakan pembedahan.Victor menatap Riana yang berada di sisi kirinya, tangannya menggenggam erat tangan Riana sambil tersenyum tipis. Lalu dia menoleh ke sisi kanannya dimana Erina berdiri. "Rin," sapa Victor pelan."Hai, Vic," balas Erina ramah. "Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu," ucapnya dengan suara bergetar. Victor menatap lekat wajah Erina yang masih terlihat cantik seperti puluhan
Obrolan RinganHari menjelang malam saat kondisi Victor terlihat mulai membaik dan dia meminta bertemu semua anggota keluarga. Walaupun kondisi Ody dan Kim saat ini sudah sangat baik, bahkan Ody juga kembali ceria seperti sebelumnya, namun tak dapat dipungkiri bahwa perasaan tak nyaman jelas muncul di hati mereka. Seakan Victor meminta mereka semua berkumpul untuk berpamitan.Seperti sekarang, Victor sedang bertemu dengan Riana dan Erina secara pribadi, sedang yang lain menunggu di luar. El hanya bisa mengawasi keadaan yang ada tanpa mau menjelaskan apapun pada Amara, Aryo, maupun Ody. Dia tahu niatan Victor untuk menemui semua orang hari ini."Bao, apa mereka akan baik-baik saja di dalam?" bisik Ody yang duduk di kursi ruang tunggu ICU.
Pengakuan Erina5 hari telah berlalu, El mulai bisa sedikit lega dan jadi lebih banyak bersyukur. Tekanan yang dialaminya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Setelah tim legal menyelesaikan seluruh berkas kasus Rahmat Sutedjo, kini kondisi Kim juga semakin kuat dan sudah mulai lepas dari alat bantu nafasnya. Perbaikan kondisi Kim membuat keadaan Ody pun ikut jadi lebih baik. Ody kembali seperti Ody yang dikenalnya. Perempuan itu memang diakui El sangat tangguh. Namun berbeda dengan yang dialami Victor, kondisinya masih belum ada perbaikan.El sudah kembali berkantor walaupun tak penuh waktu. Seperti pagi ini, ketika mobil El baru saja berhenti di depan lobi kantor Intel tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nama Amara. El segera menekan tombol hijau di layar ponselnya dan panggilan langsung terhubung.
Berita MengejutkanSetelah 10 menit menunggu, akhirnya Amara, Aryo, dan Erina pun tiba. El segera pamit untuk menemui Ody sebelum pergi ke kantor. Tampaknya dia memang harus mulai bergerak untuk membereskan semua kerumitan yang terjadi. Mungkin tidak semuanya dapat diselesaikannya, namun setidaknya dia telah berusaha menyelesaikan bagiannya."Ai," Panggil El sambil mendekati Ody yang terlihat meringkuk diranjang."Hmmm," gumam Ody masih dengan memejamkan matanya."Bolehkah, aku pergi sebentar ke kantor?" tanya El sambil membelai lengan Ody yang berbaring membelakanginya, "ada urusan yang harus segera ku selesaikan. Aku janji ini tak akan lama," terang El."Okay," ucap Ody singka
Lelah Lahir BatinSejak semalam Ody tampak pendiam, dia tampak menyimpan segala pikirannya seorang diri. Sesungguhnya, El sendiri tertekan hingga tak tau harus berbuat apa. Jelas keadaan ini tak mudah dijalani El, mengingat kondisi Kim yang masih berjuang, melihat Ody yang sedang terpuruk, ditambah lagi kondisi Victor yang sempat memburuk, dan masih banyak masalah yang harus ditanggung El sendirian. Karena merasa tak dapat berbuat banyak untuk mengurai situasi yang ada, akhirnya dia hanya bisa memilih untuk diam sejenak memikirkan solusi terbaik sambil terus berada disisi Ody."Ai, kamu butuh sesuatu?" Tanya El yang langsung berdiri ketika melihat Ody hendak beranjak dari kasurnya."Aku cuma mau ke toilet," sahut Ody."Biar ku bant
Hallo KimOdy menatap lekat ke wajah El yang jelas sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sedari tadi Ody berusaha menelisik, mencari kebenaran dari ucapan El. Perasaannya saat ini terasa tak nyaman, hatinya tak tenang. Entah dari mana, tapi firasatnya berkata putri kecil mereka sedang tidak baik-baik saja.Ody berusaha mencari celah untuk mencari jawaban dari firasatnya. Penasaran dengan ekspresi yang terus meragu di wajah El membuat Ody semakin yakin bahwa terjadi sesuatu. Dia mulai menggali kebenaran dengan menanyakan nama pilihan El untuk bayi mereka."Oya, nama apa yang kamu pilih untuknya?" tanya Ody sambil menatap wajah El lekat."Namanya, Kimora Angelica Rivera Harrison," jawab El dengan sen