Mak Comblang
Hari ini adalah perjalanan yang melelahkan menuju ke Shanghai. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam waktu setempat ketika mereka tiba di Shanghai. Sebelumnya Ody dan El harus terbang dari Jakarta menuju ke Singapore terlebih dahulu selain untuk transit juga karena ada kontrak kerjasama dengan Roy rekan bisnis El yang harus mereka selesaikan.
Ody ingin melepas penatnya dengan mandi air hangat. Rasanya dia ingin segera membasuh tubuhnya yang terasa begitu lengket setelah beraktivitas seharian lalu berbaring karena esok hari dia harus bangun pagi dan mempersiapkan meeting penting dengan Mr. Choi. Dia mau kontrak kerjasama yang sudah dipersiapkannya dengan susah payah berjalan mulus.
Usai mandi dan berendam air hangat rasa kantuk mulai menghinggapi Ody, sayang tidak begitu dengan perutnya. Untung saja Ody selalu membawa persediaan mie cup dalam traveling bag nya. Saat Ody hendak menyeruput mie nya terdengar suara ketukan pintu.
Tok tok tok..
"Siapa malam-malam begini mengetuk pintu kamarnya?" Pikir Ody.
"Who's there?" Teriak Ody.
"Saya Dy." Ujar El. Ody buru-buru membuka pintu kamarnya.
"Malam Pak. Ada yang perlu saya bantu?" Tanya Ody.
"Mau temani saya keluar? Saya lapar."
"Bapak mau makan apa?"
"Sesuatu yang hangat."
"Mie cup mau?"
"Boleh. Kamu ada?"
"Ada Pak. Mari silahkan masuk dulu, nanti saya buatkan." Ujar Ody mempersilahkan El masuk ke dalam kamarnya.
"Thank you Dy.” ucap El lalu berjalan masuk menuju jendela besar yang menampilkan pemandangan Shanghai malam hari.
“Kamar kamu nyaman Dy?" Tanya El sambil menatap ke luar jendela.
"Nyaman kok Pak." Sahut Ody sambil merebus air dalam teko pemanas.
El lalu duduk di sofa panjang yang ada di kamar Ody sambil sesekali memperhatikan asisten pribadinya yang sedang membuat mie cup. Tubuh Ody yang putih dengan tinggi semampai berbalut lingerie gown warna nude sekalipun ditutupi silk robes masih terlihat begitu seksi dimata El hingga membuat sesuatu di balik celananya menggeliat.
Rambut coklat Ody yang bergelombang seakan melambai pada El, mengundangnya untuk mendekat. Memang tak dapat dipungkiri Ody terlihat cantik dan sempurna. Misal El tak bersama Chika mungkin dia sudah mengencani Ody.
"Silahkan dimakan pak." Ucap Ody sambil menyerahkan mie cup dan secangkir teh diatas meja.
"Thank you ya Dy." Ujar El yang tanpa sengaja menatap ke arah belahan dada Ody yang terlihat jelas saat dirinya menunduk.
El menelan ludahnya sambil menahan gugup dan segera mengambil cangkir berisi teh panas.
"Ah.. Pak awa.."
"Auuu.. panas."
"Aduh, hati-hati Pak." Ujar Ody panik dan segera menyahut tisu yang ada di samping TV lalu membantu El membersihkan tumpahan teh di kemejanya.
Saat Ody membantu El membersihkan kemejanya, El sempat membuka beberapa kancing kemejanya dan menampilkan dada bidang El yang di tumbuhi bulu-bulu halus. Tercium juga aroma mint dari tubuh El yang memabukkan Ody. Hal itu membuat Ody tiba-tiba merasa gerah hingga wajah putihnya bersemu merah.
"Ehm.. Bapak mau saya ambilkan pakaian ganti?" Tawar Ody
"It's okey Dy. Basah sedikit aja kok, cuma tadi teh panasnya tumpah ke badan saya makanya agak kaget." Ujar El santai sambil mengibas-ngibaskan sisa teh di kemejanya.
"Ah.. kalau begitu silahkan dimakan Pak nanti keburu dingin. Ehm.. Bapak mau saya buatkan teh lagi atau mau air mineral saja?"
"Air mineral aja Dy."
"Baik Pak." Ujar Ody langsung mengambilkan 1 botol air mineral dan meletakkannya di meja lalu duduk di samping El.
"Dy boleh nggak saya tanya?" Tanya El setelah menelan mie di mulutnya.
"Boleh Pak, Bapak mau tanya apa?" Tanya Ody balik sambil menyeruput mienya yang mulai dingin.
"Kamu sudah punya pacar?"
"Uhukkk.." Ody langsung tersedak mendengar pertanyaan El.
"Pelan-pelan Dy. Ini minum dulu." Kata El menyerahkan air mineral miliknya pada Ody sambil menepuk pelan punggung Ody.
Tanpa disadari El sentuhan itu mengirimkan sinyal aneh ke sekujur tubuh Ody yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Ody segera menyahut botol itu dan menggak air minum itu, berusaha mengendalikan wajahnya yang bersemu merah.
"Ehem.. Terima kasih Pak. Ehm.. Untuk pertanyaan Bapak tadi maksudnya?"
"Nggak ada maksud apa-apa. Saya cuma tanya aja. Apa kamu udah punya pacar?"
"Ehm.. Saya nggak punya pacar Pak. Sehari-hari kan saya terlalu sibuk di kantor jadi nggak sempat memikirkan urusan itu Pak." Ujar Ody bersungguh- sungguh.
"Tapi kamu pernah pacaran kan?"
"Ehm.. pernah Pak, tapi sudah cukup lama jaman saya masih kuliah. Itu pacar pertama saya."
"Oya? Ganteng nggak?"
"Ya kalau menurut saya sih ganteng Pak."
"Kalau di banding sama saya?"
"Ah.. Jauh ya Pak."
"Jauh gimana?"
"Iyaa... Bapak itu kan diatas rata-rata ya. Jadi bisa disimpulkan lah Pak."ujar Ody tersipu.
"Hahaha.. Ody, Ody. Tinggal bilang saya lebih ganteng aja susah ya." Ucap El yang membuat wajah Ody semakin merah tampak menggemaskan.
"Cari pacar Dy. Saya rasa akan ada banyak pria yang tertarik sama kamu deh. Kamu itu cantik,cerdas, dan cekatan. Kamu juga pandai membawa diri, pasti gampanglah untuk cari pacar." Lanjut El.
"Diusia saya yang sekarang, saya sih nggak berharap menemukan pacar Pak, saya carinya suami." Ujar Ody malu-malu.
"Bagus itu. Kamu ingin suami yang seperti apa? Siapa tau saya bisa jadi mak comblang buat kamu."
"Ah... Mana berani saya Pak."
"Sudah jawab saja."
"Ehm, saya suka pria romantis dan pekerja keras Pak."
"Kaya saya dong?"
"Ah.. Bapak.."
"Bercanda Dy. Okey, nanti kalau saya ada kandidat yang cocok untuk kamu saya kenalin ke kamu yah."
"Nggak usah repot-repot Pak."
"Nggak papa, saya dengan senang hati kok melakukannya."
Malam ini menjadi obrolan paling santai yang pernah dilakukan Ody dan El. Selama ini obrolan diantara mereka hanya seputar pekerjaan dan bisnis. Hubungan diantara mereka pun hanya sebatas profesional kerja. Tapi malam ini mereka bisa saling terbuka membicarakan hal yang ringan tentang pribadi masing-masing.
Dari obrolan itu El baru tahu bahwa Ody dan kakaknya sedang bekerja keras menutup hutang almarhum ayahnya yang bisnisnya bangkrut akibat ditipu oleh kliennya. Kakak Ody merupakan pengusaha empang dan punya perkebunan hidroponik, sedangkan ibunya hanya seorang guru SMA.
Ini alasan kenapa Ody jarang mengambil cuti dan lebih memilih lembur dibanding berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Ody butuh banyak uang untuk melunasi semua hutangnya.
"Bapak mau saya buatkan minuman hangat?"
"Boleh deh, buat ngangetin badan saya."
"Okey, sebentar ya Pak." Ujar Ody bangkit berdiri hendak membuatkan minuman untuk El.
Namun karena terlalu cepat berdiri membuat Ody agak limbung. El yang melihat tubuh Ody goyang segera menangkap tubuh Ody dan akhirnya jatuh di pangkuan El.
Mata El dan Ody saling menatap. Entah setan apa yang merasuki El hingga tiba-tiba dia menarik tubuh Ody mendekat, mengikis jarak diantara mereka dan dengan cepat El mendaratkan ciuman ke bibir Ody yang terasa agak memaksa.
Ody yang agak terkejut dengan sergapan El yang tiba-tiba, sempat mengerjapkan mata beberapa kali mencerna apa sedang terjadi kemudian dengan cepat mendorong tubuh El menjauh. Ody segera berdiri dari pangkuan El lalu membuat jarak yang agak jauh dari El.
"Dy, maaf." ujar El langsung bangkit berdiri, dia juga kaget dengan tindakan gila yang baru saja dilakukannya.
"Maaf juga Pak, ini sudah malam dan mungkin Bapak terlalu lelah. Sebaiknya bapak istirahat sekarang, lagi pula besok pagi kita harus meeting dengan Mr.Choi." usir Ody halus
"Ah.. iya. Kalau begitu saya kembali ke kamar saya. Sampai ketemu besok." El berjalan menuju pintu keluar diikuti Ody.
"Iya Pak,selamat malam." Ujar Ody lalu segera menutup pintu setelah El keluar dari kamarnya.
Tubuhnya bersandar di pintu lalu luruh ke lantai. Ody meringkuk memeluk lututnya. Dia bingung dengan perasaannya sendiri dan kejadian barusan. Perasaan yang selama ini dipendamnya pada El kembali muncul ke permukaan.
Chaos "Pagi Pak El." Sapa Ody. "Pagi Dy." "Permisi Pak." Ujar Ody yang minta ijin untuk merapikan simpul dasi El. "Ehm, Dy... Saya mau minta maaf untuk..." "It's Okey Pak. Mungkin semalam Bapak sudah terlalu lelah saja, jadi tolong jangan terlalu dipikirkan. Kita sekarang hanya harus fokus dengan meeting pagi ini dengan Mr. Choi. Meeting ini sangat penting untuk perusahaan kita Pak." "Okey, Thanks Dy." "Bapak, mau sarapan di bawah atau saya bawakan saja? Pak Bobby sudah ada di restoran."
Galau Beberapa jam sebelumnya. Seharian ini El dan Chika berjalan-jalan mengelilingi Makau, menghabiskan waktu berdua untuk merayakan anniversary mereka yang ke 3. Bahagia bagi El karena setelah sekian lama El bisa mengajak Chika untuk jalan-jalan tanpa gangguan pekerjaan. Ya ini berkat Ody dan Bobby yang dengan sigapnya menyelesaikan semua tugas dan pekerjaan untuknya. Saat ini El dan Chika sedang duduk di salah satu restoran yang merupakan tempat pertama kali mereka bertemu. Brasserie yang ada di Parisian. Restoran ini cukup ramai, namun lagi-lagi berkat Ody mereka bisa mendapat tempat yang cukup spesial. "Happy anniversary yah babe." Ucap El usai memasangkan sebuah kalung dengan liontin b
Crash Mengandung adegan 21++ , Mohon kebijakan pembaca sekalian. "Ketemu Dy?" Tanya Bobby panik melalui sambungan telepon. "Ketemu Pak, di klub dalam kondisi mabuk parah." Ucap Ody agak terengah-engah karena sedang membopong El. "Hah?" "Iya ini saya baru mau bawa ke kamarnya sama security klub." "Aduh pak El, jangan teriak-teriak." pekik Ody karena El mulai berteriak-teriak lagi seperti orang kesurupan jenglot "Memangnya kenapa? Kok kamu ribut sih." ucap El dengan suara lantang. Perasaan selama bekerja dengan El, Ody tak pernah melihat El mabuk hi
Broken Perlahan-lahan Ody beranjak dari ranjang El menuju kamar mandi. Dia duduk di bawah pancuran shower, merasakan bagian intinya yang masih terasa perih dan nyeri. Ody berusaha mengatur akal dan emosinya walaupun rasanya sulit dan ingin rasanya berontak. Ody menangis meratapi nasibnya yang begitu malang, suara tangisnya begitu memilukan hati. “Tuhan kenapa ini harus terjadi kepadaku sekarang? Kenapa harus aku yang mengalami ini, disaat aku masih harus bekerja keras untuk keluargaku.” Gumam Ody di sela tangisannya “Apa dosaku Tuhan? Apa kesalahanku hingga aku bernasib begini? Kenapa Engkau mengujiku dengan jalan seperti ini Tuhan?” Ucap Ody lagi dengan tangisan yang menyayat-nyayat. Hampir 1 jam Ody ada dibawah guyuran ai
What Happened? Jam menunjukkan pukul 4 pagi saat El tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Rasa nyeri di kepalanya benar-benar luar biasa bagai ditusuk ribuan paku. Dia memaksakan bangun dan berjalan menuju lemari pakaian. Biasanya Ody akan selalu membawakan kotak obat-obatan untuknya, dan menyelipkannya di antara pakaiannya. Begitu menemukannya dia segera mencari obat sakit kepala di dalam kotak tersebut dan meminumnya. Setelah itu El berjalan gontai menuju kamar mandi lalu menyalakan keran dan membasahi kepala dengan air panas. Beberapa menit kemudian saat yang diminumnya tadi mulai bekerja dan pusing yang dialaminya mulai mereda, kesadaran El perlahan mulai pulih. Ruang kamar mandi menjadi semakin hangat seperti di sauna, hingga uap panas memenuhi seluruh ruangan. Di bawah kucura
Masalah Ternyata meminta bantuan dari Bobby tidak lantas membuat perasaan El menjadi damai dan tenang, yang ada malah semakin kacau mengingat begitu banyak masalah yang menimpa dirinya secara bertubi-tubi hanya dalam satu malam. Mulai dari putus dengan Chika, ditambah urusan kontrak dengan Mr. Choi yang akan dibatalkan, dan yang paling membuatnya pusing adalah mungkin saja dia telah tidur dan menghancurkan hidup seorang perempuan yang entah siapa. Semua masalah itu bagaikan batu besar diatas bahunya. El sedang duduk di sofa kamarnya menatap jauh ke luar jendela, memikirkan segala hal yang mungkin terjadi setelah ini juga langkah yang akan di buatnya. Dia sungguh menata pikirannya serta menyusun prioritas masalah yang harus diselesaikannya segera. Tit... Cekrek...
Are you Okey? Seusai acara runding ulang tadi, Ody memang lebih banyak diam. Dia selalu berusaha menghindari El dan tidak mau menatap wajah El dengan memilih untuk selalu berada di belakang Bobby. El sendiri masih bingung bagaimana harus mulai mengajak bicara Ody tentang kejadian semalam. Kepalanya berputar cepat memikirkan kata-kata yang tepat untuk dikatakan, tapi tiap kali akan mulai bicara selalu saja lidahnya terasa kelu. "Bob.." Panggil El "Hemm.." Jawab Bobby yang sudah memejamkan matanya, rasa kantuk mendera dirinya. "Gue mulai ngomongnya ke Ody gimana ya?" "Ya ngomong aja."
Sebenarnya..Sepanjang minggu ini menjadi hari - hari yang berat bagi Ody. Dia harus betah berhadapan dengan El sepanjang hari bahkan terkadang terpaksa lembur.Entah bagaimana mendeskripsikan apa yang dirasa Ody saat ini, semua bercampur jadi satu hingga mulutnya tak sanggup lagi berkata-kata. Kepalanya berdenyut-denyut ketika mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Nafsu makannya turun drastis hingga rasanya semua pakaian kerjanya mendadak longgar."Dy, ayo makan." Ajak El yang mengamati perubahan Ody sejak pulang dari Macau."Silahkan Pak, saya nanti saja. Kebetulan pekerjaan saya menumpuk dan besok saya sudah mulai cuti.""Kamu nggak lagi sakit kan? Muka kamu pucet banget lo
Kimora Angelica Rivera Gadis kecil kesayangan El kini telah bertumbuh jadi gadis super cantik dengan perpaduan wajah bule dan oriental. Kimora bertumbuh dengan sehat dan kuat, apa yang dulu mereka khawatirkan bahwa Kim tidak akan bertumbuh sehat nyatanya terbantahkan. Meskipun perjalanan hidupnya tidak mudah, namun gadis kecil yang sudah beranjak remaja itu kini bertumbuh jadi kuat dan pemberani yang cenderung nekat. "Dad, please.. ijinkan aku sekolah ke Singapura," bujuk Kim entah untuk yang ke berapa puluh kali. Pembahasan ini sudah berjalan begitu lama, sejak kasus bully yang dialami Kim 1 tahun lalu. Kim memang tak mau membahas hal itu karena takut membuat kedua orang tuanya cemas namun tak dapat di pungkiri bahwa salah satu alasan Kim memutuskan untuk meninggalkan Indonesia adalah karena hal itu. "Kim, apa nggak bisa ya cari sekolah di Indonesia aja? Di Indonesia juga banyak sekolah bagus kok," ucap El berusaha mengubah keinginan Kim. "Dad, aku ingin berkembang. Jadi tolong i
Pelangi Sehabis Hujan Kepergian Victor 6 bulan lalu memang begitu menyesakkan bagi seluruh keluarga Harrison. Bahkan sebelum kepergiannya itu, dia menitipkan pesan yang sama pada Riana, Erina, dan Ody. Pesan yang meminta mereka untuk memaafkan dirinya yang egois dan berbahagia setelah dia meninggalkan dunia ini. Dia juga berharap agar kepergiannya dapat menebus segala kesalahannya pada mereka selama ini. Situasi jadi jauh lebih baik saat ini. Riana dan Erina belakangan lebih sering menghabiskan waktu bersama. Mereka sepakat untuk memulai segalanya dengan lebih baik sebagai seorang sahabat sekaligus besan. El sendiri mulai dapat bernafas lega. Kasus Rahmat Sutedjo berjalan dengan sangat lancar, ada begitu banyak bantuan yang tak terduga datang silih berganti. Hingga satu demi satu masalahnya pun perlahan dapat diselesaikan. Sekarang, semua orang sedang menikmati buah dari perjuangan mereka. Karena badai tak akan selalu bertahan dan sang surya pasti akan kembali bersinar. Setelah mela
Awal Sebuah AkhirEl menatap punggung Riana yang sedang duduk di taman sendirian. Dari kejauhan El dapat melihat tubuh Riana sedikit berguncang karena tangisnya yang tersedu-sedu. Perlahan El coba mendekati Riana lalu duduk di sampingnya tanpa bicara sepatah katapun.Rasanya dada Riana begitu sesak, dia sungguh tersiksa mengetahui semua fakta yang baru saja didengarnya dari Victor dan Erina. Lelah menangis Riana hanya bisa menyandarkan kepalanya di bahu El. Beban di hatinya terlalu berat untuk ditanggungnya sendiri.El tetap setia menemani Riana hingga hari semakin malam. Ketika Riana sudah cukup tenang, El berusaha menemukan kata-kata penghiburan yang tepat agar dapat meringankan beban hati Riana."Kalau terlalu berat jangan di tahan Ma, lepasin aja," ucap El merangkul bahu Riana erat. "Mama, nggak pernah sangka bahwa akan jadi seperti ini," ujar Riana menghapus sisa air matanya."El paham, Ma. El juga nggak sangka waktu dengar semuanya dari mulut Mami dan Papa." Sontak mata Riana m
Ketika Semua JelasSituasi dalam ruang ICU terasa begitu memberatkan hati Riana. Melihat pria yang sudah puluhan tahun menemani hari-harinya sedang terbaring lemah tak berdaya. Meski sakit membelenggunya hatinya karena berulang kali Victor telah menorehkan luka hingga hampir membuatnya menceraikan cintanya itu. Menurut dokter Lio yang menangani jantungnya, kondisi tubuh Victor melemah. Andai dilakukan operasi saat ini resikonya kematian di atas mejanya akan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan disementara waktu adalah mempertahankannya hingga kondisinya lebih stabil dan dapat dilakukan tindakan pembedahan.Victor menatap Riana yang berada di sisi kirinya, tangannya menggenggam erat tangan Riana sambil tersenyum tipis. Lalu dia menoleh ke sisi kanannya dimana Erina berdiri. "Rin," sapa Victor pelan."Hai, Vic," balas Erina ramah. "Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu," ucapnya dengan suara bergetar. Victor menatap lekat wajah Erina yang masih terlihat cantik seperti puluhan
Obrolan RinganHari menjelang malam saat kondisi Victor terlihat mulai membaik dan dia meminta bertemu semua anggota keluarga. Walaupun kondisi Ody dan Kim saat ini sudah sangat baik, bahkan Ody juga kembali ceria seperti sebelumnya, namun tak dapat dipungkiri bahwa perasaan tak nyaman jelas muncul di hati mereka. Seakan Victor meminta mereka semua berkumpul untuk berpamitan.Seperti sekarang, Victor sedang bertemu dengan Riana dan Erina secara pribadi, sedang yang lain menunggu di luar. El hanya bisa mengawasi keadaan yang ada tanpa mau menjelaskan apapun pada Amara, Aryo, maupun Ody. Dia tahu niatan Victor untuk menemui semua orang hari ini."Bao, apa mereka akan baik-baik saja di dalam?" bisik Ody yang duduk di kursi ruang tunggu ICU.
Pengakuan Erina5 hari telah berlalu, El mulai bisa sedikit lega dan jadi lebih banyak bersyukur. Tekanan yang dialaminya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Setelah tim legal menyelesaikan seluruh berkas kasus Rahmat Sutedjo, kini kondisi Kim juga semakin kuat dan sudah mulai lepas dari alat bantu nafasnya. Perbaikan kondisi Kim membuat keadaan Ody pun ikut jadi lebih baik. Ody kembali seperti Ody yang dikenalnya. Perempuan itu memang diakui El sangat tangguh. Namun berbeda dengan yang dialami Victor, kondisinya masih belum ada perbaikan.El sudah kembali berkantor walaupun tak penuh waktu. Seperti pagi ini, ketika mobil El baru saja berhenti di depan lobi kantor Intel tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nama Amara. El segera menekan tombol hijau di layar ponselnya dan panggilan langsung terhubung.
Berita MengejutkanSetelah 10 menit menunggu, akhirnya Amara, Aryo, dan Erina pun tiba. El segera pamit untuk menemui Ody sebelum pergi ke kantor. Tampaknya dia memang harus mulai bergerak untuk membereskan semua kerumitan yang terjadi. Mungkin tidak semuanya dapat diselesaikannya, namun setidaknya dia telah berusaha menyelesaikan bagiannya."Ai," Panggil El sambil mendekati Ody yang terlihat meringkuk diranjang."Hmmm," gumam Ody masih dengan memejamkan matanya."Bolehkah, aku pergi sebentar ke kantor?" tanya El sambil membelai lengan Ody yang berbaring membelakanginya, "ada urusan yang harus segera ku selesaikan. Aku janji ini tak akan lama," terang El."Okay," ucap Ody singka
Lelah Lahir BatinSejak semalam Ody tampak pendiam, dia tampak menyimpan segala pikirannya seorang diri. Sesungguhnya, El sendiri tertekan hingga tak tau harus berbuat apa. Jelas keadaan ini tak mudah dijalani El, mengingat kondisi Kim yang masih berjuang, melihat Ody yang sedang terpuruk, ditambah lagi kondisi Victor yang sempat memburuk, dan masih banyak masalah yang harus ditanggung El sendirian. Karena merasa tak dapat berbuat banyak untuk mengurai situasi yang ada, akhirnya dia hanya bisa memilih untuk diam sejenak memikirkan solusi terbaik sambil terus berada disisi Ody."Ai, kamu butuh sesuatu?" Tanya El yang langsung berdiri ketika melihat Ody hendak beranjak dari kasurnya."Aku cuma mau ke toilet," sahut Ody."Biar ku bant
Hallo KimOdy menatap lekat ke wajah El yang jelas sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sedari tadi Ody berusaha menelisik, mencari kebenaran dari ucapan El. Perasaannya saat ini terasa tak nyaman, hatinya tak tenang. Entah dari mana, tapi firasatnya berkata putri kecil mereka sedang tidak baik-baik saja.Ody berusaha mencari celah untuk mencari jawaban dari firasatnya. Penasaran dengan ekspresi yang terus meragu di wajah El membuat Ody semakin yakin bahwa terjadi sesuatu. Dia mulai menggali kebenaran dengan menanyakan nama pilihan El untuk bayi mereka."Oya, nama apa yang kamu pilih untuknya?" tanya Ody sambil menatap wajah El lekat."Namanya, Kimora Angelica Rivera Harrison," jawab El dengan sen