Galau
Beberapa jam sebelumnya.
Seharian ini El dan Chika berjalan-jalan mengelilingi Makau, menghabiskan waktu berdua untuk merayakan anniversary mereka yang ke 3. Bahagia bagi El karena setelah sekian lama El bisa mengajak Chika untuk jalan-jalan tanpa gangguan pekerjaan. Ya ini berkat Ody dan Bobby yang dengan sigapnya menyelesaikan semua tugas dan pekerjaan untuknya.
Saat ini El dan Chika sedang duduk di salah satu restoran yang merupakan tempat pertama kali mereka bertemu. Brasserie yang ada di Parisian. Restoran ini cukup ramai, namun lagi-lagi berkat Ody mereka bisa mendapat tempat yang cukup spesial.
"Happy anniversary yah babe." Ucap El usai memasangkan sebuah kalung dengan liontin berlian yang berkilauan.
"Happy anniversary juga Ben. Ini buat kamu." Balas Chika sambil menyerahkan sebuah kotak.
"Apa ini?"
"Bukalah." Ujar Chika sambil tersenyum
"Wow, Patek Philippe. Keren banget Babe."
"Sini aku yang pakaiin."
"Thank you yah Babe."
"Suka?"
"Sukalah. Aku memang belum punya yang ini diantara koleksi jam aku."
"Syukur deh kalau kamu suka."
"Kamu seneng nggak ngabisin waktu berdua sama aku dua hari ini?" Tanya El
"I'm happy. Kamu sendiri?"
"Me too."
"Aku harap ini bisa jadi kenangan indah buat kamu ya." Ujar Chika
"Pasti."
"Permisi, ini dessertnya. Sudah keluar semua ya pesanannya?" tanya pelayan sambil meletakkan menu terakhir ke hadapan El dan Chika.
"Ya, Terima kasih." Kata El pada pelayan yang membawakan makanan untuk mereka
"Babe, kamu cantik hari ini." Ucap El sebelum menikmati dessertnya
"Emang biasanya nggak?"
"Biasanya cantik, tapi hari ini lebih cantik aja."
"Gombal. Nggak bosen apa bilang gitu terus? Seharian ini aja udah lebih dari 10 kali mungkin kamu bilang gitu."
"Ya karena memang kenyataannya kamu cantik Babe."
Saat Chika menyendok dessertnya tiba-tiba dia berhenti. Dia melihat sesuatu didalam dessert itu yang diyakininya itu sebuah cincin tanpa harus membongkar seluruh isi dessert itu. Tampaknya El memang sudah berencana untuk melamarnya malam ini. Namun perasaan Chika berkata bahwa ini saat yang tepat untuk mengungkapkan isi hati yang selama ini dipendamnya.
"Ben." Ucap Chika memanggil El dengan panggilan sayangnya. Tidak ada orang lain yang memanggil El dengan panggilan itu kecuali Chika.
"Hemm.." gumam El yang sedang menyuapkan dessertnya kedalam mulut.
"Boleh aku ngomong sesuatu?"
"Boleh dong."
"Kamu ngerasa nggak sih, kalau hubungan kita nggak berkembang?" ujar Chika dengan wajah serius, El langsung meletakkan sendok dessertnya.
"Maksudnya?"
"Sejujurnya selama ini aku cuma ngejalanin hubungan kita begitu aja. Aku lelah Ben, kita sering kali berdebat untuk sesuatu yang sesungguhnya nggak membuat hubungan ini jadi lebih baik. Aku merasa hubungan kita hambar Ben. Do you feel that?"
"Babe, kita baik-baik aja kok."
"Ben, please.. Kamu tau kenyataannya. Kita sudah sama-sama lelah Ben. I don't feel anything."
"Babe, ayo kita coba lagi. Kita udah bisa jalanin 3 tahun ini kan, dan kita bisa." Ucap El sambil menggenggam tangan Chika.
"Bukan bisa Ben. Kamu sadar nggak sih bahwa kita tu saling menyakiti. Kamu tau hubungan ini nggak akan berakhir baik jika kita terus memaksakan diri untuk bersama. Aku rasa akan ada pribadi lain yang lebih bisa mengisi dan mengerti kamu dibanding aku. Aku nggak sanggup terus ada disamping kamu, Ben."
"Babe, please. Maafin aku. Mungkin aku yang kurang berusaha dalam hubungan ini. Aku akan berubah Babe. Please kasih aku kesempatan Babe. Aku janji akan berusaha lebih keras." Ujar El memohon
"Ben, sudah cukup kamu berusaha untuk hubungan ini. Mungkin memang bukan aku yang seharusnya ada disamping kamu. Sekarang please lepasin aku ya Ben. Aku mau kamu mencari bahagiamu dan biarkan aku mencari bahagiaku."
"No, Chika. Kamu bahagia itu aku."
"Ben, jangan keras kepala. Kita udah nggak bisa sama-sama lagi Ben. Kamu juga tau itu, cuma kamu belum rela aja ngelepasin aku."
"Babe, please Babe. Jangan tinggalin aku. Gimana aku kalau nggak ada kamu?"
"Kamu akan baik-baik saja Ben. Kamu akan tetap jadi Ben yang aku kenal. Thanks buat semua waktu kebersamaan kita selama 3 tahun ini. Thanks sudah jagain aku juga selama ini. Aku sayang kamu sungguh, tapi maaf kita nggak bisa sama-sama lagi." Ujar Chika mengucapkan kata perpisahan
"Aku harap kita sama-sama dewasa yah menerima ini. Kita sama-sama tau ini bukan karena salah kamu atau aku. Kita yang memutuskan untuk tidak bersama lagi sebagai pasangan tapi kita masih bisa berteman kan?" Lanjut Chika
“Aku belum memutuskan apapun Chika!”
“Ben, please jangan keras kepala.”
"Apa kamu yakin Babe?"
"Aku yakin. It is done Ben." Ucap Chika menahan air matanya dan memaksakan senyumnya sambil mendorong piring berisi dessert miliknya yang berisi cincin itu ke hadapan El.
El sudah tak dapat berkata apapun badannya terasa begitu lemas, kepalanya tertunduk dalam. Ingin rasanya dia berteriak keras, rasanya begitu sakit hatinya. Tanpa terasa air matanya mulai menetes. Chika yang juga sudah mulai tak sanggup menahan air matanya segera berdiri lalu berpamitan.
"I’m sorry Ben. Aku pergi ya Ben, kamu jaga diri baik-baik." Ucap Chika lagi sambil mengecup pucuk kepala El lalu bergegas pergi meninggalkan El sendirian.
*****
"Ayo angkat Chika, kamu dimana sih?" Gumam Bobby sambil setengah berlari. Kepalanya menengok ke kanan kiri mencari- cari dimana Chika berada, tangannya menggenggam ponsel yang ditempelkan ke telinganya berusaha menghubungi Chika.
Dari kejauhan Bobby melihat sosok yang dicarinya sedang berdiri dengan tangan bersandar papan reklame. Bobby mempercepat jalannya mendekati sosok itu.
"Hei, kenapa pergi sendirian?" Ucap Bobby sambil menepuk bahu Chika yang membuat Chika agak terkejut. Namun seketika itu juga dia langsung menghambur dalam pelukan Bobby dan menangis sejadi-jadinya hingga beberapa orang yang ada disekitar mereka menatap ke arah mereka berdua. Bobby dengan sigap menutupi tubuh Chika dengan tubuhnya yang lebih besar
"It's okey, you will be fine. Aku disini buat nemenin kamu. Kamu nggak sendirian." Ujar Bobby sambil membelai punggung Chika lembut, Chika masih saja menangis tersedu-sedu tanpa dapat berkata sepatah katapun, hingga 30 menit kemudian tangis Chika mulai mereda.
"Sudah lebih tenang?" Tanya Bobby yang diangguki Chika.
"Okey sekarang duduk dulu disini. Pakai topi aku supaya orang nggak lihat wajah cantik kamu yang berubah jelek karena kebanyakan nangis." Ucap Bobby lagi sedikit menunduk dan memasangkan topi yang dipakainya ke kepala Chika.
"Mana boarding pass kamu? Aku pinjam sebentar. Tunggu disini, jangan kemana-mana. Okey?" Ujar Bobby lalu menerima tiket yang di sodorkan Chika, membelai kepala Chika lembut dan beranjak pergi kearah check-in counter.
Bobby datang ke counter mencoba untuk mengatur kursinya di pesawat agar ada disamping Chika. Sambil menunggu permintaannya di proses, Bobby menghubungi Ody yang tadi ditinggalkannya dengan terburu-buru. Bersyukurnya memang El sudah ditemukan walau dalam keadaan mabuk. Bobby sungguh bersyukur ada Ody yang bisa mengatasi semuanya. Ody memang selalu dapat diandalkan dalam banyak hal.
"Dy, besok waktu check out tolong sekalian bawakan barang-barang saya ya." Tulis Bobby melalui chat kepada Ody lalu segera menerima boarding pass dan bergegas kembali ke tempat Chika menunggu. Sebelumnya Bobby sempat berhenti membelikan sebotol air mineral untuk Chika.
"Nih, minum dulu." Ucap Bobby menyerahkan botol air mineral lalu duduk di samping Chika.
"Thank you Mas."
"Kamu kenapa sih? Coba cerita sama Mas."
"Aku memutuskan buat menyudahi hubunganku dengan Ben, Mas. Aku lelah dengan hubungan kami yang terkesan hanya sebagai sebuah status tanpa rasa."
"Bukannya kamu baik-baik aja sama dia?"
"Kami saling nyimpen aja Mas. Kami sering berseberangan, bertengkar tiap kali bertemu. Kami nggak pernah sejalan Mas."
"Kamu udah yakin mau ngelepas dia? Kalian udah lama loh bareng-bareng."
"Aku yakin Mas, bahkan malam ini aku sudah menolak lamarannya."
"Hah? Dia ngelamar kamu?"
"Dia belum minta secara langsung, tapi aku sudah lihat cincin yang dia mau kasih di piring dessert aku tadi."
"Astaga Chika. Pantes El ancur banget."
"Hancur gimana?"
"Dia ditemukan Ody dalam kondisi mabuk parah di club."
"Aku tu bener-benar nggak ngerasa kenal Ben Mas selama ini."
"Maksudnya?"
"Semua yang aku kasih ke dia, atau apapun yang aku buat itu karena Ody. Ody yang bantu aku mengenali Ben."
"Ody? Maksudnya?"
"Ody yang selalu kasih tau aku apa yang lagi diinginkan Ben, dia ingetin aku sama jadwal ketemu aku sama Ben bahkan sampai hari spesial kita berdua. Lucunya beberapa kali hadiah yang aku kasih buat Ben itu pilihan Ody. Aku benar-benar nggak kenal Ben. Aku sebenernya udah lama banget nggak ada feel jalan sama dia, aku cuma bertahan karena dia nggak mau lepasin aku Mas."
"Terus kalau kamu memang nggak ada rasa sama dia kenapa tadi nangis dan sekarang kamu malah memilih pergi?"
"Keputusan pisah ini nggak gampang Mas. Aku... Aku nggak bisa bilang bahwa nggak ada rasa sayang sama sekali ke Ben. Tapi sayang kami beda Mas. Sayangku ke dia kaya sayang ke temen. Dan aku memilih buat pergi karena aku tau kalau aku masih di sini dia akan kejar aku dan minta supaya aku balik ke dia." Ujar Chika menjelaskan alasannya yang justru membuat Bobby menghela nafas panjang.
"Jadi setelah ini kamu mau gimana?"
"Aku akan meninggalkan Jakarta dan stay di Singapore."
"Pekerjaan kamu?"
"Bentar lagi aku bakal ada tour mode ke beberapa negara di Eropa. Otomatis aku nggak akan ada di Indonesia dalam beberapa waktu kedepan. Beberapa kontrak aku di Indo juga sudah selesai."
"Okey, kalau itu sudah jadi keputusan kamu. Mas juga nggak bisa paksain kamu buat ubah pikiran kamu kan? Mas juga mau kamu bahagia." Ucap Bobby sambil membelai kepala Chika.
"Thanks yah Mas sudah ada di sampingku saat ini. Aku juga mohon Mas jangan bilang dimana keberadaan aku sama Ben." Kata Chika sambil memeluk Bobby dan menelusupkan kepalanya di dada Bobby. Lagi-lagi Bobby hanya bisa menghela nafas panjang.
"Okey."
Bobby yang memang diam-diam mencintai Chika. Dia sadar bahwa mungkin dia telah mengkhianati El. Namun hati dan logikanya tak berjalan selaras. Hatinya menginginkan Chika, apalagi setelah mengetahui kenyataan bahwa Chika tak memiliki rasa cinta pada El. Sekalipun demikian logikanya memintanya untuk berhenti, karena mungkin ini akan mencederai persahabatannya dengan El. Ini benar-benar berat juga bagi Bobby.
Crash Mengandung adegan 21++ , Mohon kebijakan pembaca sekalian. "Ketemu Dy?" Tanya Bobby panik melalui sambungan telepon. "Ketemu Pak, di klub dalam kondisi mabuk parah." Ucap Ody agak terengah-engah karena sedang membopong El. "Hah?" "Iya ini saya baru mau bawa ke kamarnya sama security klub." "Aduh pak El, jangan teriak-teriak." pekik Ody karena El mulai berteriak-teriak lagi seperti orang kesurupan jenglot "Memangnya kenapa? Kok kamu ribut sih." ucap El dengan suara lantang. Perasaan selama bekerja dengan El, Ody tak pernah melihat El mabuk hi
Broken Perlahan-lahan Ody beranjak dari ranjang El menuju kamar mandi. Dia duduk di bawah pancuran shower, merasakan bagian intinya yang masih terasa perih dan nyeri. Ody berusaha mengatur akal dan emosinya walaupun rasanya sulit dan ingin rasanya berontak. Ody menangis meratapi nasibnya yang begitu malang, suara tangisnya begitu memilukan hati. “Tuhan kenapa ini harus terjadi kepadaku sekarang? Kenapa harus aku yang mengalami ini, disaat aku masih harus bekerja keras untuk keluargaku.” Gumam Ody di sela tangisannya “Apa dosaku Tuhan? Apa kesalahanku hingga aku bernasib begini? Kenapa Engkau mengujiku dengan jalan seperti ini Tuhan?” Ucap Ody lagi dengan tangisan yang menyayat-nyayat. Hampir 1 jam Ody ada dibawah guyuran ai
What Happened? Jam menunjukkan pukul 4 pagi saat El tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Rasa nyeri di kepalanya benar-benar luar biasa bagai ditusuk ribuan paku. Dia memaksakan bangun dan berjalan menuju lemari pakaian. Biasanya Ody akan selalu membawakan kotak obat-obatan untuknya, dan menyelipkannya di antara pakaiannya. Begitu menemukannya dia segera mencari obat sakit kepala di dalam kotak tersebut dan meminumnya. Setelah itu El berjalan gontai menuju kamar mandi lalu menyalakan keran dan membasahi kepala dengan air panas. Beberapa menit kemudian saat yang diminumnya tadi mulai bekerja dan pusing yang dialaminya mulai mereda, kesadaran El perlahan mulai pulih. Ruang kamar mandi menjadi semakin hangat seperti di sauna, hingga uap panas memenuhi seluruh ruangan. Di bawah kucura
Masalah Ternyata meminta bantuan dari Bobby tidak lantas membuat perasaan El menjadi damai dan tenang, yang ada malah semakin kacau mengingat begitu banyak masalah yang menimpa dirinya secara bertubi-tubi hanya dalam satu malam. Mulai dari putus dengan Chika, ditambah urusan kontrak dengan Mr. Choi yang akan dibatalkan, dan yang paling membuatnya pusing adalah mungkin saja dia telah tidur dan menghancurkan hidup seorang perempuan yang entah siapa. Semua masalah itu bagaikan batu besar diatas bahunya. El sedang duduk di sofa kamarnya menatap jauh ke luar jendela, memikirkan segala hal yang mungkin terjadi setelah ini juga langkah yang akan di buatnya. Dia sungguh menata pikirannya serta menyusun prioritas masalah yang harus diselesaikannya segera. Tit... Cekrek...
Are you Okey? Seusai acara runding ulang tadi, Ody memang lebih banyak diam. Dia selalu berusaha menghindari El dan tidak mau menatap wajah El dengan memilih untuk selalu berada di belakang Bobby. El sendiri masih bingung bagaimana harus mulai mengajak bicara Ody tentang kejadian semalam. Kepalanya berputar cepat memikirkan kata-kata yang tepat untuk dikatakan, tapi tiap kali akan mulai bicara selalu saja lidahnya terasa kelu. "Bob.." Panggil El "Hemm.." Jawab Bobby yang sudah memejamkan matanya, rasa kantuk mendera dirinya. "Gue mulai ngomongnya ke Ody gimana ya?" "Ya ngomong aja."
Sebenarnya..Sepanjang minggu ini menjadi hari - hari yang berat bagi Ody. Dia harus betah berhadapan dengan El sepanjang hari bahkan terkadang terpaksa lembur.Entah bagaimana mendeskripsikan apa yang dirasa Ody saat ini, semua bercampur jadi satu hingga mulutnya tak sanggup lagi berkata-kata. Kepalanya berdenyut-denyut ketika mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Nafsu makannya turun drastis hingga rasanya semua pakaian kerjanya mendadak longgar."Dy, ayo makan." Ajak El yang mengamati perubahan Ody sejak pulang dari Macau."Silahkan Pak, saya nanti saja. Kebetulan pekerjaan saya menumpuk dan besok saya sudah mulai cuti.""Kamu nggak lagi sakit kan? Muka kamu pucet banget lo
Misi Aryo Setelah mendengar pengakuan Ody, hati Aryo begitu hancur berkeping-keping. Kepalanya mendidih tiap kali mengingat bagaimana adik kesayangannya telah dilukai bos brengsek yang diam-diam dicintai adiknya ini. "Yes, lo sibuk nggak?" Tulis Aryo melalui chat kepada salah satu temannya. "Nggak, ni lagi mau makan siang. Kenapa?" Balas Yesi "Bisa gue telepon?" "Bisa. Sekarang?" Balas Yesi yang langsung dijawab Aryo dengan menekan nomor Yesi dan menghubunginya. Terdengar bunyi nada sambung melalui ponsel Aryo. Memasuki nada sambung ke 3 panggilan Aryo diangkat.
Kuat MentalUsai sudah masa cuti Ody. Liburan yang lebih banyak dihabiskannya untuk merenung dan meratapi nasib dibanding bersenang-senang. Saatnya kembali pada realita dimana Ody harus berhadapan lagi dengan El. Menyembunyikan semua luka yang dirasakan demi tujuannya. Dia hanya bisa berharap bahwa semua kekhawatirannya selama ini tidak akan terjadi."Pagi Riz." Sapa Ody memasuki area ruang kantor direksi. Riza tampak baru datang dari pantry membawa secangkir kopi."Pagi Mbak Ody. Mana sogokan buat aku dari Bandung?" Todong Riza yang menyeringai lebar hingga matanya tertutup tinggal segaris sambil menengadahkan tangannya."Hiss.. Kamu tu yah bisanya ngemis.. Ada, nanti aja waktu lunch." Ujar Ody dengan tersenyum sinis untuk menggoda Riza
Kimora Angelica Rivera Gadis kecil kesayangan El kini telah bertumbuh jadi gadis super cantik dengan perpaduan wajah bule dan oriental. Kimora bertumbuh dengan sehat dan kuat, apa yang dulu mereka khawatirkan bahwa Kim tidak akan bertumbuh sehat nyatanya terbantahkan. Meskipun perjalanan hidupnya tidak mudah, namun gadis kecil yang sudah beranjak remaja itu kini bertumbuh jadi kuat dan pemberani yang cenderung nekat. "Dad, please.. ijinkan aku sekolah ke Singapura," bujuk Kim entah untuk yang ke berapa puluh kali. Pembahasan ini sudah berjalan begitu lama, sejak kasus bully yang dialami Kim 1 tahun lalu. Kim memang tak mau membahas hal itu karena takut membuat kedua orang tuanya cemas namun tak dapat di pungkiri bahwa salah satu alasan Kim memutuskan untuk meninggalkan Indonesia adalah karena hal itu. "Kim, apa nggak bisa ya cari sekolah di Indonesia aja? Di Indonesia juga banyak sekolah bagus kok," ucap El berusaha mengubah keinginan Kim. "Dad, aku ingin berkembang. Jadi tolong i
Pelangi Sehabis Hujan Kepergian Victor 6 bulan lalu memang begitu menyesakkan bagi seluruh keluarga Harrison. Bahkan sebelum kepergiannya itu, dia menitipkan pesan yang sama pada Riana, Erina, dan Ody. Pesan yang meminta mereka untuk memaafkan dirinya yang egois dan berbahagia setelah dia meninggalkan dunia ini. Dia juga berharap agar kepergiannya dapat menebus segala kesalahannya pada mereka selama ini. Situasi jadi jauh lebih baik saat ini. Riana dan Erina belakangan lebih sering menghabiskan waktu bersama. Mereka sepakat untuk memulai segalanya dengan lebih baik sebagai seorang sahabat sekaligus besan. El sendiri mulai dapat bernafas lega. Kasus Rahmat Sutedjo berjalan dengan sangat lancar, ada begitu banyak bantuan yang tak terduga datang silih berganti. Hingga satu demi satu masalahnya pun perlahan dapat diselesaikan. Sekarang, semua orang sedang menikmati buah dari perjuangan mereka. Karena badai tak akan selalu bertahan dan sang surya pasti akan kembali bersinar. Setelah mela
Awal Sebuah AkhirEl menatap punggung Riana yang sedang duduk di taman sendirian. Dari kejauhan El dapat melihat tubuh Riana sedikit berguncang karena tangisnya yang tersedu-sedu. Perlahan El coba mendekati Riana lalu duduk di sampingnya tanpa bicara sepatah katapun.Rasanya dada Riana begitu sesak, dia sungguh tersiksa mengetahui semua fakta yang baru saja didengarnya dari Victor dan Erina. Lelah menangis Riana hanya bisa menyandarkan kepalanya di bahu El. Beban di hatinya terlalu berat untuk ditanggungnya sendiri.El tetap setia menemani Riana hingga hari semakin malam. Ketika Riana sudah cukup tenang, El berusaha menemukan kata-kata penghiburan yang tepat agar dapat meringankan beban hati Riana."Kalau terlalu berat jangan di tahan Ma, lepasin aja," ucap El merangkul bahu Riana erat. "Mama, nggak pernah sangka bahwa akan jadi seperti ini," ujar Riana menghapus sisa air matanya."El paham, Ma. El juga nggak sangka waktu dengar semuanya dari mulut Mami dan Papa." Sontak mata Riana m
Ketika Semua JelasSituasi dalam ruang ICU terasa begitu memberatkan hati Riana. Melihat pria yang sudah puluhan tahun menemani hari-harinya sedang terbaring lemah tak berdaya. Meski sakit membelenggunya hatinya karena berulang kali Victor telah menorehkan luka hingga hampir membuatnya menceraikan cintanya itu. Menurut dokter Lio yang menangani jantungnya, kondisi tubuh Victor melemah. Andai dilakukan operasi saat ini resikonya kematian di atas mejanya akan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan disementara waktu adalah mempertahankannya hingga kondisinya lebih stabil dan dapat dilakukan tindakan pembedahan.Victor menatap Riana yang berada di sisi kirinya, tangannya menggenggam erat tangan Riana sambil tersenyum tipis. Lalu dia menoleh ke sisi kanannya dimana Erina berdiri. "Rin," sapa Victor pelan."Hai, Vic," balas Erina ramah. "Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu," ucapnya dengan suara bergetar. Victor menatap lekat wajah Erina yang masih terlihat cantik seperti puluhan
Obrolan RinganHari menjelang malam saat kondisi Victor terlihat mulai membaik dan dia meminta bertemu semua anggota keluarga. Walaupun kondisi Ody dan Kim saat ini sudah sangat baik, bahkan Ody juga kembali ceria seperti sebelumnya, namun tak dapat dipungkiri bahwa perasaan tak nyaman jelas muncul di hati mereka. Seakan Victor meminta mereka semua berkumpul untuk berpamitan.Seperti sekarang, Victor sedang bertemu dengan Riana dan Erina secara pribadi, sedang yang lain menunggu di luar. El hanya bisa mengawasi keadaan yang ada tanpa mau menjelaskan apapun pada Amara, Aryo, maupun Ody. Dia tahu niatan Victor untuk menemui semua orang hari ini."Bao, apa mereka akan baik-baik saja di dalam?" bisik Ody yang duduk di kursi ruang tunggu ICU.
Pengakuan Erina5 hari telah berlalu, El mulai bisa sedikit lega dan jadi lebih banyak bersyukur. Tekanan yang dialaminya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Setelah tim legal menyelesaikan seluruh berkas kasus Rahmat Sutedjo, kini kondisi Kim juga semakin kuat dan sudah mulai lepas dari alat bantu nafasnya. Perbaikan kondisi Kim membuat keadaan Ody pun ikut jadi lebih baik. Ody kembali seperti Ody yang dikenalnya. Perempuan itu memang diakui El sangat tangguh. Namun berbeda dengan yang dialami Victor, kondisinya masih belum ada perbaikan.El sudah kembali berkantor walaupun tak penuh waktu. Seperti pagi ini, ketika mobil El baru saja berhenti di depan lobi kantor Intel tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nama Amara. El segera menekan tombol hijau di layar ponselnya dan panggilan langsung terhubung.
Berita MengejutkanSetelah 10 menit menunggu, akhirnya Amara, Aryo, dan Erina pun tiba. El segera pamit untuk menemui Ody sebelum pergi ke kantor. Tampaknya dia memang harus mulai bergerak untuk membereskan semua kerumitan yang terjadi. Mungkin tidak semuanya dapat diselesaikannya, namun setidaknya dia telah berusaha menyelesaikan bagiannya."Ai," Panggil El sambil mendekati Ody yang terlihat meringkuk diranjang."Hmmm," gumam Ody masih dengan memejamkan matanya."Bolehkah, aku pergi sebentar ke kantor?" tanya El sambil membelai lengan Ody yang berbaring membelakanginya, "ada urusan yang harus segera ku selesaikan. Aku janji ini tak akan lama," terang El."Okay," ucap Ody singka
Lelah Lahir BatinSejak semalam Ody tampak pendiam, dia tampak menyimpan segala pikirannya seorang diri. Sesungguhnya, El sendiri tertekan hingga tak tau harus berbuat apa. Jelas keadaan ini tak mudah dijalani El, mengingat kondisi Kim yang masih berjuang, melihat Ody yang sedang terpuruk, ditambah lagi kondisi Victor yang sempat memburuk, dan masih banyak masalah yang harus ditanggung El sendirian. Karena merasa tak dapat berbuat banyak untuk mengurai situasi yang ada, akhirnya dia hanya bisa memilih untuk diam sejenak memikirkan solusi terbaik sambil terus berada disisi Ody."Ai, kamu butuh sesuatu?" Tanya El yang langsung berdiri ketika melihat Ody hendak beranjak dari kasurnya."Aku cuma mau ke toilet," sahut Ody."Biar ku bant
Hallo KimOdy menatap lekat ke wajah El yang jelas sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sedari tadi Ody berusaha menelisik, mencari kebenaran dari ucapan El. Perasaannya saat ini terasa tak nyaman, hatinya tak tenang. Entah dari mana, tapi firasatnya berkata putri kecil mereka sedang tidak baik-baik saja.Ody berusaha mencari celah untuk mencari jawaban dari firasatnya. Penasaran dengan ekspresi yang terus meragu di wajah El membuat Ody semakin yakin bahwa terjadi sesuatu. Dia mulai menggali kebenaran dengan menanyakan nama pilihan El untuk bayi mereka."Oya, nama apa yang kamu pilih untuknya?" tanya Ody sambil menatap wajah El lekat."Namanya, Kimora Angelica Rivera Harrison," jawab El dengan sen