Broken
Perlahan-lahan Ody beranjak dari ranjang El menuju kamar mandi. Dia duduk di bawah pancuran shower, merasakan bagian intinya yang masih terasa perih dan nyeri. Ody berusaha mengatur akal dan emosinya walaupun rasanya sulit dan ingin rasanya berontak. Ody menangis meratapi nasibnya yang begitu malang, suara tangisnya begitu memilukan hati.
“Tuhan kenapa ini harus terjadi kepadaku sekarang? Kenapa harus aku yang mengalami ini, disaat aku masih harus bekerja keras untuk keluargaku.” Gumam Ody di sela tangisannya
“Apa dosaku Tuhan? Apa kesalahanku hingga aku bernasib begini? Kenapa Engkau mengujiku dengan jalan seperti ini Tuhan?” Ucap Ody lagi dengan tangisan yang menyayat-nyayat.
Hampir 1 jam Ody ada dibawah guyuran air shower kamar mandi hingga kulit tangan dan kakinya sudah berubah menjadi keriput karena terlalu lama di bawah kucuran air. Dia menggosok kulit putihnya yang sekarang sudah dipenuhi tanda kepemilikan mulai dari leher, dada dan perutnya dengan kasar berulang kali hingga kulit putih itu semakin memerah bahkan tampak hampir lecet akibat terlalu keras di gosok. Terlihat juga pergelangan tangannya yang membiru bekas cengkeraman tangan El. Bekas ini mungkin tidak akan cepat hilang karena kulit Ody yang agak sensitif.
Setelah cukup menenangkan diri, perlahan Ody keluar kamar mandi dan melihat El yang sedang tertidur pulas. Dia juga melihat bercak darah di sprei putih yang membuat hatinya begitu tersayat-sayat hingga tangisnya kembali lagi pecah. Logikanya memerintahkan untuk segera meninggalkan kamar itu, tapi hatinya menahan.
"Pak, kenapa Bapak lakuin ini ke saya?" Gumam Ody sambil terisak hingga tubuhnya berguncang.
Akhirnya Ody memperbaiki posisi tubuh El lalu menutupi tubuhnya dengan selimut dan segera mengambil pakaiannya yang sudah tak berbentuk sebagaimana mestinya serta mengenakannya. Dia berjalan keluar kamar El, dengan gontai masih dengan air mata yang terus mengalir. Beruntung kamarnya hanya berbeda 1 level di bawah kamar El, namun demikian rasanya kakinya terlalu berat untuk melangkah beberapa kali dia harus berjongkok meredakan gejolak emosinya.
Sesampainya di kamarnya dia segera mengganti pakaiannya lalu duduk diranjang memeluk kedua kakinya sambil menatap jauh keluar jendela besar. Pikirannya melayang-layang pada kejadian beberapa waktu lalu. Rasanya stok air mata Ody tak ada habis-habisnya. Ody berusaha coba menyusun seluruh pikiran, emosi, dan kewarasan nya.
“Apa yang harus ku lakukan sekarang.” Gumam Ody masih bingung dengan kondisi yang dialaminya.
Tiba-tiba ponsel Ody menampilkan notifikasi pesan masuk. Ada pesan dari Bobby yang memintanya membawa barang-barangnya saat check out besok. Dan ada juga pesan dari ibunya yang membuat Ody kembali menangis tersedu-sedu seperti orang gila.
"Hallo Ody, anaknya kesayangan mami. Gimana kabarnya nak? Mami rasanya sudah lama nggak denger suara kamu telephone mami. Mami juga nggak berani telephone kamu takut ganggu kerjaan kamu. Nak kamu baik-baik aja kan? Jaga diri ya nak disana. Mami selalu doakan semoga semua pekerjaan dan urusan kamu dilancarkan. Nak, kalau bisa sempatkan pulang ya minggu depan untuk memperingati 5 tahunnya papi. Mami kangen sekali sama kamu nak. Tolong hubungi mami ya kalau kamu ada waktu. Love you anak kesayangan mami." Isi pesan panjang dari Erina ibunda Ody.
Membaca pesan panjang dari ibunya itu membuat pikiran Ody semakin lurus. Ody punya misi besar untuk menyelesaikan hutang keluarganya. Jadi dia tidak bisa berhenti saat ini karena tak ingin membuat ibunya semakin menderita. Itu alasan Ody mati-matian bekerja keras untuk El bahkan rela kehilangan waktu masa mudanya. Bukan untuk kesenangannya ataupun obsesinya namun semua itu untuk ibunya. Ody bertekad akan bertahan hingga seluruh masalah keuangan keluarganya dapat teratasi.
Saat terberat seperti saat ini membuat Ody merindukan pelukan ibunya, dia tau bahwa hal itu tak akan mengubah situasi sulit yang dihadapinya tetapi dia berharap dengan mendengar suara ibunya bisa memberinya sedikit kekuatan untuk menghadapi kesulitan ini. Ody mulai menekan nomor ibunya, dering ke 3 dari panggilan itu akhirnya diangkat.
"Hallo Ody?" Sapa Erina ibu Ody
"Hai Mami.." Ujar Ody menahan tangisnya.
"Nak kamu sakit? Kok suaranya serak gitu sih?"
"Agak flu sama masuk angin Mam, kecapekan aja."
"Aduh jaga kesehatan ya sayang.
“Iya Mam. Mami Ody kangen banget sama Mami. Ody pengen di peluk Mami.” Ucap Ody sambil menghapus air matanya yang tak mau berhenti mengalir dengan derasnya
“Hah, anak kesayangan Mami. Mami juga kangen banget sama Ody. Rasanya sudah lama banget mami nggak ketemu Ody, cuma bisa telpon aja itu juga jarang kan. Nanti kalau Ody pulang Mami mau peluk Ody yang lama. Baringan sama Mami berdua, ngobrol kesana sini pasti menyenangkan. Kamu dimana sekarang nak, kok belum istirahat?" Ucap Erina yang malam membuat Ody semakin terisak hingga dia membekapkan wajahnya ke bantal agar suara isakannya tak terdengar.
"Ody lagi di Macau Mam, tadi abis meeting sama klien." Ucap Ody terbata.
"Ooo.. Kamu sampai kapan disana?"
"Besok Ody udah balik ke Jakarta kok Mam."
"Syukurlah, lancar-lancar kan?"
"Puji Tuhan lancar Mam. Mami kok belum tidur?"
"Tadi habis persekutuan doa di rumah Bu Didik. Dy, kamu udah makan sama minum obat belum? Jangan telat-telat makan yah, nanti tipes kamu kambuh."
"Udah kok Mam, tadi langsung minum obat setelah selesai makan. Koko kabarnya gimana Mam?"
"Koko baik, kemarin panennya untung besar. Pemancingannya juga lagi rame nih."
"Syukurlah."
"Mami seneng banget deh anak-anak mami dalam kondisi baik. Mami nggak kebayang aja kalau sesuatu yang buruk terjadi sama kalian, mungkin Mami bisa gila."
"Jangan bilang gitu dong Mam. Mami itu perempuan yang kuat, makanya Ody mau contoh Mami. Tangguh walaupun jalan yang dihadapi sulit."
"Iya nak. Kamu jaga diri ya nak, jangan lupa harus terus mendekat sama Tuhan ya. Mami juga tiap hari terus berdoa yang terbaik buat anak-anak Mami supaya dilimpahkan rejekinya, dilancarkan semua urusannya, dimudahkan dan didekatkan jodohnya, disehatkan tubuhnya, ditenangkan hatinya, serta dijauhkan dari segala malapetaka dan bahaya. Terus dijagai Tuhan dimanapun berada." Kata Erina sungguh-sungguh berdoa untuk kedua anaknya.
"Amin.. Makasih ya Mami buat setiap doanya. Mami juga jaga diri disana. Jangan sampai sakit, kalau mami kenapa-napa nanti Ody kepikiran terus, jadi nggak tenang kerjanya."
"Pasti nak. Oya, minggu depan bisa kan diusahain buat pulang ke Bandung?"
"Nanti Ody atur jadwal nya ya Mi, Ody usahakan bisa pulang ke Bandung sebelum peringatan 5 tahunnya Papi." Ujar Ody yang tiba-tiba terpikir untuk melarikan diri dari El.
"Okey. Jaga diri baik-baik ya. Good nite sayang."
"Goodnight Mam. Love you."
"Love you too sayang. Tuhan berkati." Kata Erina mengakhiri panggilannya.
Usai menutup panggilan dari Ibunya, air mata kembali jatuh. Hatinya begitu sesak, rasanya tak sanggup untuk menahan semua beban ini sendiri. Ody tak punya sahabat, baginya sahabat terbaiknya adalah Aryo kakaknya. Dia kembali mengingat alasannya bertahan, semua dilakukan demi keluarganya. Tekad Ody sudah bulat saat besok pagi dia membuka matanya, dia akan menjadi Ody yang profesional. Dia akan berjuang dan bertahan demi ibu dan kakaknya. Dia tidak akan pernah menganggap hal yang baru saja dialaminya itu ada. Dia sadar mungkin itu tak akan mudah, tapi hal itu harus di lakukan demi masa depan keluarganya. Dia tidak mau ibunya menderita karena kejadian ini. Berulang kali dia meyakinkan dirinya bahwa dia mampu menjalani ini sendiri.
Malam ini Ody tertidur sambil menangis. Mendengar suara ibunya memang memberinya kekuatan, tapi hatinya tetap saja hancur. Dia tak dapat membayangkan bagaimana hancur ibunya saat tau anak gadisnya telah diperkosa oleh bosnya sendiri yang sedang mabuk. Mungkin kakaknya pun akan datang menghajar El jika tau keperawanan adiknya telah direnggut secara paksa. Ody juga bingung bagaimana dirinya bisa menghadapi El besok. Rasanya langit akan runtuh menimpa dirinya. Kenapa semua beban berat ini harus membuatnya begitu tersiksa.
“Tuhan tolong aku, aku mohon bantu aku melalui masa sulit ini.” Doa Ody dalam hatinya.
What Happened? Jam menunjukkan pukul 4 pagi saat El tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Rasa nyeri di kepalanya benar-benar luar biasa bagai ditusuk ribuan paku. Dia memaksakan bangun dan berjalan menuju lemari pakaian. Biasanya Ody akan selalu membawakan kotak obat-obatan untuknya, dan menyelipkannya di antara pakaiannya. Begitu menemukannya dia segera mencari obat sakit kepala di dalam kotak tersebut dan meminumnya. Setelah itu El berjalan gontai menuju kamar mandi lalu menyalakan keran dan membasahi kepala dengan air panas. Beberapa menit kemudian saat yang diminumnya tadi mulai bekerja dan pusing yang dialaminya mulai mereda, kesadaran El perlahan mulai pulih. Ruang kamar mandi menjadi semakin hangat seperti di sauna, hingga uap panas memenuhi seluruh ruangan. Di bawah kucura
Masalah Ternyata meminta bantuan dari Bobby tidak lantas membuat perasaan El menjadi damai dan tenang, yang ada malah semakin kacau mengingat begitu banyak masalah yang menimpa dirinya secara bertubi-tubi hanya dalam satu malam. Mulai dari putus dengan Chika, ditambah urusan kontrak dengan Mr. Choi yang akan dibatalkan, dan yang paling membuatnya pusing adalah mungkin saja dia telah tidur dan menghancurkan hidup seorang perempuan yang entah siapa. Semua masalah itu bagaikan batu besar diatas bahunya. El sedang duduk di sofa kamarnya menatap jauh ke luar jendela, memikirkan segala hal yang mungkin terjadi setelah ini juga langkah yang akan di buatnya. Dia sungguh menata pikirannya serta menyusun prioritas masalah yang harus diselesaikannya segera. Tit... Cekrek...
Are you Okey? Seusai acara runding ulang tadi, Ody memang lebih banyak diam. Dia selalu berusaha menghindari El dan tidak mau menatap wajah El dengan memilih untuk selalu berada di belakang Bobby. El sendiri masih bingung bagaimana harus mulai mengajak bicara Ody tentang kejadian semalam. Kepalanya berputar cepat memikirkan kata-kata yang tepat untuk dikatakan, tapi tiap kali akan mulai bicara selalu saja lidahnya terasa kelu. "Bob.." Panggil El "Hemm.." Jawab Bobby yang sudah memejamkan matanya, rasa kantuk mendera dirinya. "Gue mulai ngomongnya ke Ody gimana ya?" "Ya ngomong aja."
Sebenarnya..Sepanjang minggu ini menjadi hari - hari yang berat bagi Ody. Dia harus betah berhadapan dengan El sepanjang hari bahkan terkadang terpaksa lembur.Entah bagaimana mendeskripsikan apa yang dirasa Ody saat ini, semua bercampur jadi satu hingga mulutnya tak sanggup lagi berkata-kata. Kepalanya berdenyut-denyut ketika mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Nafsu makannya turun drastis hingga rasanya semua pakaian kerjanya mendadak longgar."Dy, ayo makan." Ajak El yang mengamati perubahan Ody sejak pulang dari Macau."Silahkan Pak, saya nanti saja. Kebetulan pekerjaan saya menumpuk dan besok saya sudah mulai cuti.""Kamu nggak lagi sakit kan? Muka kamu pucet banget lo
Misi Aryo Setelah mendengar pengakuan Ody, hati Aryo begitu hancur berkeping-keping. Kepalanya mendidih tiap kali mengingat bagaimana adik kesayangannya telah dilukai bos brengsek yang diam-diam dicintai adiknya ini. "Yes, lo sibuk nggak?" Tulis Aryo melalui chat kepada salah satu temannya. "Nggak, ni lagi mau makan siang. Kenapa?" Balas Yesi "Bisa gue telepon?" "Bisa. Sekarang?" Balas Yesi yang langsung dijawab Aryo dengan menekan nomor Yesi dan menghubunginya. Terdengar bunyi nada sambung melalui ponsel Aryo. Memasuki nada sambung ke 3 panggilan Aryo diangkat.
Kuat MentalUsai sudah masa cuti Ody. Liburan yang lebih banyak dihabiskannya untuk merenung dan meratapi nasib dibanding bersenang-senang. Saatnya kembali pada realita dimana Ody harus berhadapan lagi dengan El. Menyembunyikan semua luka yang dirasakan demi tujuannya. Dia hanya bisa berharap bahwa semua kekhawatirannya selama ini tidak akan terjadi."Pagi Riz." Sapa Ody memasuki area ruang kantor direksi. Riza tampak baru datang dari pantry membawa secangkir kopi."Pagi Mbak Ody. Mana sogokan buat aku dari Bandung?" Todong Riza yang menyeringai lebar hingga matanya tertutup tinggal segaris sambil menengadahkan tangannya."Hiss.. Kamu tu yah bisanya ngemis.. Ada, nanti aja waktu lunch." Ujar Ody dengan tersenyum sinis untuk menggoda Riza
Nice Guy"Yo, weekend nongkrong disini? Mau balik bareng nggak?" Ujar Yesi yang melihat Aryo sedang nongkrong di dekat pos satpam."Nggak lah Yes, gue soalnya masih ada urusan habis ini." Tolak Aryo secara halus."Urusan apaan? Ngapel?" Goda Yesi yang memang sudah mengenal Aryo sejak kuliah walaupun mereka berbeda jurusan."Hiss.. Kepo banget sih lo. Udah, sana balik udah di tunggu jemputan lo tuh." Ujar Aryo sambil menunjuk suami Yesi yang sudah menjemputnya."Ya udah gue balik duluan. Happy weekend ya Yo, bye.""Sip. Ati-ati." Ucap Aryo sambil mengacungkan jempolnya pada Yesi.
Guardian Angelo"Hah? Siapa tadi kamu bilang?" Tanya El bingung."Kepala IT yang baru di kantor kita El.""Kepala IT?""Iya.""Kok bisa kepala IT kita ada disini?""Tadi mobil gue mogok waktu mau jalan kesini, terus dia tolongin dan antar dan temenin gue disini.""Terus.""Ya waktu perawat bilang kalau Papa butuh donor darah dia dengan sukarela menawarkan diri.""Siapa sih? Orangnya sekarang mana?" Tanya El penasaran
Kimora Angelica Rivera Gadis kecil kesayangan El kini telah bertumbuh jadi gadis super cantik dengan perpaduan wajah bule dan oriental. Kimora bertumbuh dengan sehat dan kuat, apa yang dulu mereka khawatirkan bahwa Kim tidak akan bertumbuh sehat nyatanya terbantahkan. Meskipun perjalanan hidupnya tidak mudah, namun gadis kecil yang sudah beranjak remaja itu kini bertumbuh jadi kuat dan pemberani yang cenderung nekat. "Dad, please.. ijinkan aku sekolah ke Singapura," bujuk Kim entah untuk yang ke berapa puluh kali. Pembahasan ini sudah berjalan begitu lama, sejak kasus bully yang dialami Kim 1 tahun lalu. Kim memang tak mau membahas hal itu karena takut membuat kedua orang tuanya cemas namun tak dapat di pungkiri bahwa salah satu alasan Kim memutuskan untuk meninggalkan Indonesia adalah karena hal itu. "Kim, apa nggak bisa ya cari sekolah di Indonesia aja? Di Indonesia juga banyak sekolah bagus kok," ucap El berusaha mengubah keinginan Kim. "Dad, aku ingin berkembang. Jadi tolong i
Pelangi Sehabis Hujan Kepergian Victor 6 bulan lalu memang begitu menyesakkan bagi seluruh keluarga Harrison. Bahkan sebelum kepergiannya itu, dia menitipkan pesan yang sama pada Riana, Erina, dan Ody. Pesan yang meminta mereka untuk memaafkan dirinya yang egois dan berbahagia setelah dia meninggalkan dunia ini. Dia juga berharap agar kepergiannya dapat menebus segala kesalahannya pada mereka selama ini. Situasi jadi jauh lebih baik saat ini. Riana dan Erina belakangan lebih sering menghabiskan waktu bersama. Mereka sepakat untuk memulai segalanya dengan lebih baik sebagai seorang sahabat sekaligus besan. El sendiri mulai dapat bernafas lega. Kasus Rahmat Sutedjo berjalan dengan sangat lancar, ada begitu banyak bantuan yang tak terduga datang silih berganti. Hingga satu demi satu masalahnya pun perlahan dapat diselesaikan. Sekarang, semua orang sedang menikmati buah dari perjuangan mereka. Karena badai tak akan selalu bertahan dan sang surya pasti akan kembali bersinar. Setelah mela
Awal Sebuah AkhirEl menatap punggung Riana yang sedang duduk di taman sendirian. Dari kejauhan El dapat melihat tubuh Riana sedikit berguncang karena tangisnya yang tersedu-sedu. Perlahan El coba mendekati Riana lalu duduk di sampingnya tanpa bicara sepatah katapun.Rasanya dada Riana begitu sesak, dia sungguh tersiksa mengetahui semua fakta yang baru saja didengarnya dari Victor dan Erina. Lelah menangis Riana hanya bisa menyandarkan kepalanya di bahu El. Beban di hatinya terlalu berat untuk ditanggungnya sendiri.El tetap setia menemani Riana hingga hari semakin malam. Ketika Riana sudah cukup tenang, El berusaha menemukan kata-kata penghiburan yang tepat agar dapat meringankan beban hati Riana."Kalau terlalu berat jangan di tahan Ma, lepasin aja," ucap El merangkul bahu Riana erat. "Mama, nggak pernah sangka bahwa akan jadi seperti ini," ujar Riana menghapus sisa air matanya."El paham, Ma. El juga nggak sangka waktu dengar semuanya dari mulut Mami dan Papa." Sontak mata Riana m
Ketika Semua JelasSituasi dalam ruang ICU terasa begitu memberatkan hati Riana. Melihat pria yang sudah puluhan tahun menemani hari-harinya sedang terbaring lemah tak berdaya. Meski sakit membelenggunya hatinya karena berulang kali Victor telah menorehkan luka hingga hampir membuatnya menceraikan cintanya itu. Menurut dokter Lio yang menangani jantungnya, kondisi tubuh Victor melemah. Andai dilakukan operasi saat ini resikonya kematian di atas mejanya akan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan disementara waktu adalah mempertahankannya hingga kondisinya lebih stabil dan dapat dilakukan tindakan pembedahan.Victor menatap Riana yang berada di sisi kirinya, tangannya menggenggam erat tangan Riana sambil tersenyum tipis. Lalu dia menoleh ke sisi kanannya dimana Erina berdiri. "Rin," sapa Victor pelan."Hai, Vic," balas Erina ramah. "Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu," ucapnya dengan suara bergetar. Victor menatap lekat wajah Erina yang masih terlihat cantik seperti puluhan
Obrolan RinganHari menjelang malam saat kondisi Victor terlihat mulai membaik dan dia meminta bertemu semua anggota keluarga. Walaupun kondisi Ody dan Kim saat ini sudah sangat baik, bahkan Ody juga kembali ceria seperti sebelumnya, namun tak dapat dipungkiri bahwa perasaan tak nyaman jelas muncul di hati mereka. Seakan Victor meminta mereka semua berkumpul untuk berpamitan.Seperti sekarang, Victor sedang bertemu dengan Riana dan Erina secara pribadi, sedang yang lain menunggu di luar. El hanya bisa mengawasi keadaan yang ada tanpa mau menjelaskan apapun pada Amara, Aryo, maupun Ody. Dia tahu niatan Victor untuk menemui semua orang hari ini."Bao, apa mereka akan baik-baik saja di dalam?" bisik Ody yang duduk di kursi ruang tunggu ICU.
Pengakuan Erina5 hari telah berlalu, El mulai bisa sedikit lega dan jadi lebih banyak bersyukur. Tekanan yang dialaminya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Setelah tim legal menyelesaikan seluruh berkas kasus Rahmat Sutedjo, kini kondisi Kim juga semakin kuat dan sudah mulai lepas dari alat bantu nafasnya. Perbaikan kondisi Kim membuat keadaan Ody pun ikut jadi lebih baik. Ody kembali seperti Ody yang dikenalnya. Perempuan itu memang diakui El sangat tangguh. Namun berbeda dengan yang dialami Victor, kondisinya masih belum ada perbaikan.El sudah kembali berkantor walaupun tak penuh waktu. Seperti pagi ini, ketika mobil El baru saja berhenti di depan lobi kantor Intel tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nama Amara. El segera menekan tombol hijau di layar ponselnya dan panggilan langsung terhubung.
Berita MengejutkanSetelah 10 menit menunggu, akhirnya Amara, Aryo, dan Erina pun tiba. El segera pamit untuk menemui Ody sebelum pergi ke kantor. Tampaknya dia memang harus mulai bergerak untuk membereskan semua kerumitan yang terjadi. Mungkin tidak semuanya dapat diselesaikannya, namun setidaknya dia telah berusaha menyelesaikan bagiannya."Ai," Panggil El sambil mendekati Ody yang terlihat meringkuk diranjang."Hmmm," gumam Ody masih dengan memejamkan matanya."Bolehkah, aku pergi sebentar ke kantor?" tanya El sambil membelai lengan Ody yang berbaring membelakanginya, "ada urusan yang harus segera ku selesaikan. Aku janji ini tak akan lama," terang El."Okay," ucap Ody singka
Lelah Lahir BatinSejak semalam Ody tampak pendiam, dia tampak menyimpan segala pikirannya seorang diri. Sesungguhnya, El sendiri tertekan hingga tak tau harus berbuat apa. Jelas keadaan ini tak mudah dijalani El, mengingat kondisi Kim yang masih berjuang, melihat Ody yang sedang terpuruk, ditambah lagi kondisi Victor yang sempat memburuk, dan masih banyak masalah yang harus ditanggung El sendirian. Karena merasa tak dapat berbuat banyak untuk mengurai situasi yang ada, akhirnya dia hanya bisa memilih untuk diam sejenak memikirkan solusi terbaik sambil terus berada disisi Ody."Ai, kamu butuh sesuatu?" Tanya El yang langsung berdiri ketika melihat Ody hendak beranjak dari kasurnya."Aku cuma mau ke toilet," sahut Ody."Biar ku bant
Hallo KimOdy menatap lekat ke wajah El yang jelas sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sedari tadi Ody berusaha menelisik, mencari kebenaran dari ucapan El. Perasaannya saat ini terasa tak nyaman, hatinya tak tenang. Entah dari mana, tapi firasatnya berkata putri kecil mereka sedang tidak baik-baik saja.Ody berusaha mencari celah untuk mencari jawaban dari firasatnya. Penasaran dengan ekspresi yang terus meragu di wajah El membuat Ody semakin yakin bahwa terjadi sesuatu. Dia mulai menggali kebenaran dengan menanyakan nama pilihan El untuk bayi mereka."Oya, nama apa yang kamu pilih untuknya?" tanya Ody sambil menatap wajah El lekat."Namanya, Kimora Angelica Rivera Harrison," jawab El dengan sen