Ardila Kartika Wijaya wanita cantik dengan kehidupan sederhana yang bercita-cita menjadi wanita karir yang sukses agar bisa membahagiakan keluarganya. Atas kerja kerasnya, Dila bisa berkerja di salah satu perusahaan bergengsi di jakarta. Arkana Elvaro Aditama pria tampan calon pemimpin perusahaan ternama. Pria itu menyukai seorang wanita yang bernama Dila sejak duduk di bangku SMA. Sekian lama tak berjumpa akhirnya mereka bertemu di perusahaan milik keluarga Arka. Seperti apa perjuangan cinta mereka, dan akankah cinta mereka bersatu?
View MoreSeorang wanita berparas cantik mengenakan dress navy selulut dengan balutan blazer berwarna senada sedang berjalan memasuki gedung berlantai tiga puluh satu milik perusahaan City Grup. Senyum manis itu menyapa karyawan dengan ramahnya. Wanita berkulit putih itu memasuki lift dan menekan angka dua puluh delapan.
Tingg …
Terdengar bunyi berdenting, yang menandakan pintu lift terbuka. Setelah pintu terbuka wanita itu berjalan santai menuju ruang Manager. Kemudian dia membuka pintu lalu menuju meja kerja dan meletakkan tas miliknya.
Ruangan yang luas dan nyaman itu menjadi tempat kerjanya untuk mengeluarkan ide briliant. Wanita cerdas dan ulet itu saat ini menduduki posisi Manager di perusahaan tersebut. Jejak karir yang cermelang di usianya yang masih dua puluh lima tahun.
“Banyak juga dokumen yang harus aku cek hari ini.” gumam Dila sambil menatap beberapa dokumen di mejanya.
Wanita itu lalu membuka satu persatu dokumen tersebut untuk di cek apakah datanya sudah lengkap atau ada yang kurang. Saat membuka dokumen lainnya, wajah wanita itu berubah dengan terangkatnya alis kirinya. Tertera dalam kertas tersebut bertuliskan Perjanjian Kerja Sama dengan PT. Mahendra Sejahtera.
Perusahaan itu merupakan milik Baskoro Mahendra yang tak lain adalah Ayah dari Melia, rival Dila waktu SMA. Kebetulan Ayah Melia juga pemilik yayasan Sekolahnya dulu, perseteruannya dengan Melia yang menjengkelkan itu tersimpan dengan baik di otak Dila. Menurut Dila, Melia adalah orang pengecut dan pendusta.
Tok tok …
Terdengar ada yang mengetok pintu ruangannya, segera Dila mempersilahkan pengetok pintu itu masuk.
“Ibu nanti dijadwalkan metting jam 10.00 siang dengan PT. Mahendra Sejahtera di restoran Grenada,” ucap Heni yang merupakan Sekretaris Dila.
“Oke, kamu siapkan dokumen yang diperlukan dan satu pesan saya jangan sok panggil saya Ibu, Heni,” sahut Dila tak suka jika di panggil dengan julukan Ibu.
“Baik Bu, aku hanya engga enak aja panggil nama pas di kantor. Aku kan profesional .” Ucap Heni tertawa lalu meninggalkan ruangan Dila.
“Gaya kau memang.” Teriak Dila sambil menggelengkan kepalanya.
Heni adalah wanita manis berkulit kuning langsat dengan rambut ikal yang merupakan teman dan terbilang dekat dengan Dila. Dimata Heni Dila adalah atasan yang baik dan juga Dila dikenal dengan sosok yang menyenangkan. Heni memanggil Dila dengan sebutan Ibu saat mereka metting atau saat bersama dengan Direktur Utama. Dan waktu berada di luar kantor Heni memanggilnya Dila tanpa embel-embel Ibu.
Saat ini jam menunjukkan pukul 09.25 WIB, Dila yang ditemani Heni turun kelantai satu lalu menuju ke restoran Grenada untuk metting dengan menaiki mobil civic miliknya. Tidak membutuhkan waktu yang lama sampai di restoran karena jalannya tidak macet. Kemudian Dila dan Heni berjalan dengan anggunnya menuju meja no dua belas. Terlihat perwakilan dari PT. Mahendra Sejahtera sudah datang yang diwakili oleh Melia dan dua rekan kerjanya.
“Mungkin ini reuni yang paling terkesan!” gumam Dila karena untuk pertama kalinya ia akan melihat Melia.
“Selamat siang Ibu, silahkan duduk.” Mereka menyapa dan menyalami Dila dan Heni.
Dila dan Heni mengangguk lalu duduk di kursi yang kosong. Setelah duduk, Dila melihat satu persatu perwakilan dari PT. Mahendra Sejahtera, dan tatapan mata itu tertuju pada seorang wanita yang sangat dikenalnya waktu SMA dulu, dia adalah Melia. Wanita yang dulu pernah membuatnya takut pada sekolah.
“Bagaimana keadaanmu?” sapa Melia pada Dila.
Dila terdiam sejenak untuk menguatkan hatinya menghadapi Melia,“seperti yang kamu lihat aku baik-baik saja!” jawab Dila tenang.
“Sepertinya sekarang kamu terlihat lebih stylist dan kamu terlihat seperti orang kaya, atau mungkin kau berlagak seperti orang kaya?” sambung Melia dengan pertanyaan sinis pada Dila.
“Memang sekarang aku orang kaya dengan karir yang cermelang, tidak sepertimu yang selalu jadi benalu!” jawab Dila dengan kalimat sindiran.
“Ternyata jadi OKB membuatmu menjadi orang yang sombong!” Melia semakin memancing emosi Dila.
“Yaa orang kaya sepertiku memang harus menyombongkan diri agar bisa membuatmu iri!” sahut Dila pada Melia tak kalah menusuk.
“Saya tidak punya banyak waktu untuk melayani obrolan tidak bermutu, langsung saja kita mulai metting atau metting ini kita tunda!” lanjut Dila dengan ucapan yang mampu membuat Melia terdiam.
“Sepertinya dia sekarang mulai berani padaku, lihat saja nanti.” Gumam Melia.
“Tenanglah Do, kita sedang menghadapi seorang perempuan. Jangan kotori harga diri laki-lakimu dengan membentaknya,” ujar Alex menenangkan Faldo. Bagi Alex menyakiti seorang wanita adalah haram hukumnya. Meskipun wanita itu menyebalkan. “Aku hanya kesal saja dengannya. Situasi seperti ini membuatku mudah terpancing,” Faldo adalah tipe orang yang tidak bisa menahan emosi. Mau dia seorang wanita, Faldo dengan tega akan membentaknya. “Melia, sebetulnya bukti terkuat ada di tangan ayah kamu. Dalam bukti itu terdapat bukti CCTV ketika Alex memutus rem mobil om Hary. CCTV lainnya menampilkan pertemuan Alex dengan ayah kamu ketika di kantor. Dan ada bukti lain mengenai dokumen asli kerja sama antar perusahaan yang mengakibatkan om Hary di tuduh korupsi,” jelas Arka pada Melia. Melia mendengarkan penjelasan itu dengan baik. Melia mencoba menelaah setiap kalimat yang Arka utarakan. “Bukti terkuat itu sangat sulit untuk kita
Mobil milik Arka saat ini sudah memasuki halaman rumah Faldo. Melia sejenak mengatur nafasnya untuk menghilangkan grogi. Setelah di rasa siap, Melia turun dari mobil dan mengikuti langkah kaki Arka di belakangnya. Pandangan mata Melia terus tertuju pada dua orang yang berdiri tidak jauh dari keberadaannya. Melia menebak jika salah satu dari mereka adalah orang yang di maksud sebagai saksi.“Dia Melia, anak dari Baskoro,” setelah mereka saling berhadapan. Arka memperkenalkan Melia pada Faldo dan Alex. Melia menunjukkan tata kramanya dengan menyalami Faldo dan Alex. Melihat wajah pria yang merupakan saksi kasus pembunuhan ayahnya, perasaan Melia tidak menentu. Melia mempersiapkan mentalnya untuk mendengar penjelasan pria di depannya ini jika memang ayahnya merupakan otak pembunuhan tersebut.“Mari ikuti aku, sepertinya akan lebih pantas jika kita bicara di dalam,” ujar Faldo mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam.
Hari terus berjalan, dan hari itu adalah janji Arka pada Melia. Sesuai kesepakatan, mereka akan bertemu di sebuah restoran. Mereka bertemu di waktu jam kantor telah usai. Mereka sengaja bertemu di restoran agar tidak mengundang kecurigaan dari pihak mana pun. Tidak lama Arka menunggu kedatangan Melia di restoran itu, hanya lima menit. “Maaf jika aku datang terlambat,” ucap Melia merasa tidak enak hati dengan Arka. Pria di depannya saat ini merupakan pria yang disiplin. Arka tidak segan meninggalkan seseorang yang tidak datang sesuai jam yang telah di tentukan. Menurut Arka menunggu adalah membuang-buang waktu. “Tidak mengapa,” balas Arka yang tidak mempermasalahkan terlambatnya Melia. Lima menit untuk ukuran orang Indonesia bisa Arka maklumi. “Sepertinya aku akan membawamu ke suatu tempat untuk bertemu dengan seseorang,” tambah Arka. “Seseorang? Tidak biasakah orang itu datang kemari?”
Rutinitas Arka maupun Dila kembali seperti biasanya. Pagi itu Arka di sibukkan oleh dokumen yang cukup banyak karena sudah beberapa hari ia tidak berangkat ke kantor dan di gantikan oleh papanya. Arka harus meneliti beberapa dokumen yang membuat matanya terasa kaku. Setelah beberapa jam waktunya tersita oleh kertas-kertas itu. Di lihatnya jam tangan mewah Arka yang menunjukkan pukul dua belas siang. Waktu yang menandakan jika jam istirahat telah tiba. Arka yang sudah siap meninggalkan ruangannya untuk beristirahat, terdengar suara ketokan pintu. Ketokan pintu tersebut belum berhenti jika Arka tidak mempersilahkan pengetok pintu itu untuk masuk. Arka sedikit kesal dengan pengetok pintu tersebut yang tidak tahu waktu istirahat. Arka mencoba bersabar dengan menahan amarahnya. Saat di rasa amarahnya sudah terkendali, Arka mempersilahkan orang tersebut untuk masuk ke dalam ruangannya. “Permisi pak, ada tamu yang ingin b
Suasana sedih menyelimuti keluarga Aditama. Baik Bu Nella dan juga Dila diam seribu bahasa karena situasi yang canggung bagi mereka. Mereka masih tidak enak hati karena dengan pertanyaan Bu Nella, Bu Rosa kembali teringat dengan kejadian beberapa tahun silam.“Arka, Dila kami sepakat untuk mengajukan pernikahan kalian dua bulan lagi,” celetuk Pak Dhanu. Antara Pak Arka, Bu Rosa dan Bu Nella memang sepakat untuk mengajukan pernikahan mereka.“Bagaimana, apa kalian keberatan dengan keputusan kami?” Pak Dhanu menatap Arka dan juga Dila secara bergantian. Dengan sabar Pak Dhanu menunggu keputusan mereka.Arka dan Dila saling menatap satu sama lain. Mereka saling memberi kode, bibir mereka saling komat kamit dan mata mereka saling melotot. Satu dua menit mereka masih sibuk bahasa isyarat yang hanya mereka mengerti. Baik Arka maupun Dila terus berdebat dengan bahasa mereka untuk salah satu dari mereka m
Keluarga Aditama saat ini tengah menikmati makan malam bersama dengan Dila dan Bu Nella. Khusus hari itu, Bu Rosa dan Bu Nella masak bersama untuk menu makan malam hari. Seperti kebanyakan ibu-ibu lain, di sela-sela memasak Bu Rosa dan Bu Nella ghibah atau membicarakan orang. Namun target orang tersebut ialah keluarga mereka sendiri. Bahan ghibahan keluarga sendiri justru lebih menarik bagi mereka ketimbang orang luar. Obrolan mereka lebih condong ke anak-anak mereka. Bu Rosa maupun Bu Nella membicarakan tentang kepribadian Arka, Dila maupun Vano. Obrolan yang sangat seru, membuat acara memasak mereka sedikit terganggu. Mungkin Bu Rosa dan Bu Nella harus meluangkan waktu bersama untuk melanjutkan ghibahannya. Menu masakan mereka kali itu sangat istimewa. Bu Rosa dan Bu Nella berkolaborasi menciptakan hidangan yang membuat Pak Dhanu, Arka maupun Dila ketagihan. Sudah kedua kalinya mereka menambah porsi makan. Hidangan makan malam yang ter
Dila menatap Arka sambil menggelengkan kepalanya. Calon suaminya itu terkapar di sofa, tempat ruangan TV. Cara tidurnya yang buruk namun wajahnya masih terlihat tampan bagi Dila. Lama Dila mengamati Arka dalam tidurnya. Dila meneliti seluruh bagian tubuh Arka. Pikiran yang sebelumnya khawatir jika Arka tidak baik-baik saja, kini berubah lega. Dalam pandangannya, Arka terlihat sehat dan tidak ada luka bearti di badannya. “Bagaimana caranya aku membangunkan dia jika cara tidurnya seperti ini,” lirih Dila memikirkan bagaimana membangunkan Arka. Selepas metting bersama Pak Dhanu usai, Dila datang ke rumah Arka bersama Ibunya. Dila sengaja mengajak Bu Nella karena tempo hari Ibunya berjanji akan berkunjung ke rumah Bu Rosa untuk masak bersama. “Kak bangun,” Dila menggoyang-goyangkan badan Arka dengan tangannya. Niat Dila ingin membabat habis Arka ia urungkan. Dila merasa kasian setelah melihat wajah Arka yang terlihat lelah. &nb
Matahari telah menampakkan sinarnya. Aktivitas kembali berjalan seperti biasanya. Dila berangkat ke kantor tanpa adanya Arka. Pagi-pagi sekali, Arka mengirimkan pesan untuknya jika ia tidak berangkat ke kantor. Arka menyuruh Dila berangkat tanpa menunggu dirinya. Meskipun sudah beberapa kali Dila mengirim pesan ingin mengetahui alasan Arka tidak berangkat ke kantor, namun kekasihnya tersebut belum juga membalasnya. Hari itu Dila di sibukkan oleh beberapa agenda yang harus ia selesaikan. Fokusnya sedikit terganggu saat Dila kembali ingat tentang Arka. Hari segera menjelang siang namun pria itu belum ada tanda-tanda membalas pesannya. Ingin rasanya Dila angat kaki dari kantor menuju rumah Arka untuk mengetahui alasan pria itu. Dering telfon menyadarkan Dila dari lamunan, tanpa pikir panjang, Dila mengambil ganggang telfon itu lalu meletakan telfon tersebut di telinganya. “Dila bisakah kamu datang ke ruangan saya,” uc
“Kau tahu bagaimana cara kita bisa keluar dari sini Alex? Semua orang sedang berada di halaman belakang,” tanya Faldo yang masih berbicara lewat earphonenya. Arka dan Faldo bersembunyi di balik pintu. Mata mereka mencuri pandangan untuk melihat situasi di rumah tersebut. “Kalian lewat depan saja jika memang mereka berada di halaman belakang,” Alex memberikan perintah yang di laksanakan oleh Arka dan Faldo. Ketegangan ternyata belum usai. Mereka masih harus melewati rintangan satu lagi. Rumah besar milik Baskoro tersebut membuat Arka dan Faldo jengkel di buatnya. Jarak rumah antara bagian belakang menuju depan terlampau panjang. Setiap langkah mereka seperti tidak bergerak. Mungkin mereka merasakan itu karena berada di situasi tegang. Arka dan Faldo mulai merasakan pegal di bagian pungung karena jalan mereka selalu mengendap-ngendap. Setelah beberapa langkah mereka lalui, akhirnya dua pria tersebut su
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments