Share

Tom And Jerry

Alicia melangkahkan kakinya santai menuju gedung kantornya. Seraya tersenyum dan membalas sapaan beberapa orang, gadis itu tanpa ragu melangkah ke arah lift pribadi milik bosnya.

Beberapa orang menatapnya heran, berani sekali gadis biasa sepertinya hendak menaiki lift pribadi seorang bos yang sangat dihormati.

"Maaf, ini lift pribadi Pak Ardan," tegur seorang wanita yang tak Alice kenali. Gadis itu memang terlalu malas memperhatikan sekitarnya.

"Iya, saya tau kok," jawab Alice santai.

Wanita itu menatap Alice heran.

"Tolong hargai privasi bos, ini lift pribadinya. Karyawan naik lift yang satunya," sahut wanita itu.

Alice memasang wajah heran. Privasi? Memang ada apa dengan lift pribadi bosnya? Bagi Alice ruangan kotak itu tampak sama saja dengan yang satunya. Hanya saja lift itu khusus di peruntukkan bagi bos mereka agar lelaki itu tak perlu repot-repot menunggu.

"Hm, oke." Alice malas berdebat dan baru saja sadar bahwa ia akan dijadikan bahan gosip jika ngotot masuk ke lift pribadi bosnya. Ia sangat membenci hal itu.

"Alice!" panggil seseorang yang baru saja datang

Alice menoleh pada seseorang yang tengah berjalan menuju ke arahnya. "Saya, Pak Bos," jawab Alice sambil mengacungkan tangannya.

"Ngapain ngantri lift? Sebelah sini kosong," ucap Ardan menunjuk lift pribadinya.

"Ga mau ah, Pak. Ga sopan naik liftnya bos," jawab Alice.

Ardan mengerutkan keningnya. Ada apa dengan gadis dihadapannya ini? 

"Ayo bareng saya!" ajak Ardan.

"Ga ah," jawab Alice.

"Ini perintah," ucap Ardan dingin.

"Iya Pak Bos yang suka memerintah," jawab Alice lalu mengikuti langkah bosnya masuk ke dalam lift.

"Besok-besok kamu harus datang lebih awal dari saya. Malu dong, masa datang bareng atasan," celetuk Ardan seiring tertutupnya pintu lift.

"Saya datang duluan, kok!" jawab Alice tak terima.

"Terus ngapain berdiri di situ kayak orang bodoh? Harusnya kamu naik lebih dulu dan siapin keperluan saya," omel laki-laki tampan dengan setelan jas berwarna abu-abu itu.

"Bapak ga liat tadi saya ngantri lift? Makanya tambahin dong lift di kantor ini!" jawab Alice kesal.

"Ngapain ngantri kalo kamu udah dapet izin untuk naik lift ini?" balas Ardan tak kalah kesal.

Alice memutar bola matanya malas. "Tadi saya dilarang sama mbak-mbak di bawah."

"Kenapa kamu nurut? Bos kamu itu saya, bukan dia!" tukas Ardan seraya menatap Alice dengan seksama.

Ucapan Ardan berhasil membuat Alice terdiam. Benar juga ucapan lelaki itu, tapi Alice kan hanya tidak ingin menjadi gosip.

"Kenapa diem?" tanya Ardan sambil menaikkan kedua alisnya.

"Saya-"

"Mending kamu diem aja. Jangan nyolot!" potong Ardan cepat.

Alice berdecak. "Dih! Tadi disuruh ngomong! Mau ngomong disuruh diem! Maunya apa sih?" Rasanya Alice ingin sekali menenggelamkan laki-laki dihadapannya ini ke dalam sungai A****n.

"Jangan nyolot!" ucap Ardan dingin.

"Sok dingin!" celetuk Alice.

"Dasar bocah! Kamu perlu saya ajari sopan santun!"

"Engga mau, wleeee!" Alice segera berlari keluar lift ketika pintu itu terbuka lebar.

Ardan menggelengkan kepalanya pelan. Mimpi apa dirinya sampai mendapatkan sekretaris seperti Alice.

šŸ¤šŸ¤šŸ¤

Tok tok tok

"Masuk!"

Ardan menatap ke arah pintu ruangannya, tampak Alicia menyembulkan kepalanya di balik pintu itu.

"Ngapain kamu?"

"Saya bosen, Pak." Alice melangkahkan kakinya santai mendekati Ardan. Kemudian memilih duduk di sofa empuk di ruangan itu.

"Kamu ga ada kerjaan?" tanya Ardan.

Alice menggelengkan kepalanya dengan wajah yang tertekuk masam.

"Sepi banget, ga ada yang bisa saya ajakin ngobrol," ucap Alice sendu.

"Saya suruh kamu kerja, bukan ngobrol."

"Udah beres semua tau, Pak."

"Baguslah, setidaknya ada yang bisa saya banggakan dari kamu," ujar Ardan masih sibuk dengan kegiatannya.

"Saya butuh manusia untuk diajak bicara," ucap Alice tampak frustrasi.

"Kamu pikir saya yang daritadi kamu ajak bicara bukan manusia?" 

Alice menggeleng, "Bapak kayak vampir."

"Enak aja!" ketus Ardan tak terima.

"Please, jangan nyolot. Ini kenyataan," ucap Alice lesu.

"Bapak kok betah sih lama-lama disini?" tanya Alice lagi sebelum Ardan sempat membuka suara.

"Mending kamu keluar deh, jangan bikin kacau kerjaan saya."

"Bapak lagi apa, sih?" tanya Alice bangkit dari duduknya.

"Stop! Jangan mendekat, kamu bakal ngancurin gambar saya!"

Alice sama sekali tak menghiraukan larangan Ardan.

"Bapak gambar apa?" tanya Alice penasaran.

"Monyet," jawab Ardan asal.

"Wow, ini teh spesies baru? Kok bentuknya mirip bangunan," ucap gadis itu polos.

"Alice please! Polos sama bodoh ga beda jauh," sahut Ardan dengan frustasi.

"Yeee santuy, brother! Bapak kali yang bodoh, bangunan di bilang monyet!"

"Jangan ngegas." ucap Ardan dingin.

"Bapak kurang piknik ya?"

"Piknik?" Ardan mengangkat satu alisnya.

"Hm, jangan bilang Bapak ga tau apa itu piknik. OMG! Bapak butuh piknik!" ucap Alice heboh.

"Kamu yang butuh piknik! Udah sana keluar! Bikin pusing aja."

"Ga mau, saya mau disini! Lagian AC di ruangan ini lebih adem," sahut Alice.

"Ya udah, daripada kamu ga guna mending bikinin saya kopi," tutur Ardan.

"Enak aja ga guna! Saya ini aset negara loh, Pak!" ucap Alice tak terima dengan ucapan Ardan.

"Ya terserah-terserah," sahut Ardan malas.

"Mendingan saya keluar aja." 

Alice baru saja hendak melangkahkan kakinya menjauh sebelum Ardan menarik tangannya.

"Eh mau kemana? Bikinin saya kopi!" ucap lelaki itu dengan nada memerintah.

"Saya bukan OB!"

"Kamu kok ngambekan?" tanya Ardan dengan wajah datarnya.

"Suka-suka saya!

"Jangan ngambekan sama bos."

"Lagian Bapak duluan sih!"

"Udah deh, sana bikinin saya kopi!"

"Iya iya." Alice melangkahkan kakinya hendak keluar.

"Heh, mau kemana?" tanya Ardan.

Alice memutar bola matanya amat sangat malas. "Tadi disuruh bikin kopi."

"Ya ngapain keluar?"

"Terus saya harus kemana? Saya bukan jin botol yang sekali jentik itu kopi langsung muncul di depan Bapak," jawab Alice.

"Korban sinetron!" celetuk Ardan dingin.

"Sini ikut saya!" ucap Ardan lagi.

Alice kembali melangkah masuk lalu mengikuti lelaki itu. Ardan terlihat menarik sebuah buku yang berada di rak. Namun sejurus kemudian rak buku tersebut berputar dan menampilkan sebuah bar mini di sana.

Alice tak kuasa menahan dirinya untuk tak mengaguminya. Ia membelalakkan matanya dengan mulut yang menganga.

"Woww," ucap Alice tanpa sadar.

"Biasa aja, cepet bikin kopi!" 

Alice menganggukkan kepalanya cepat.

"Berasa jadi bartender," celetuk Alice yang membuat Ardan menggeleng pelan.

"Gulanya satu sendok aja," beritahu Ardan.

"Mana manis kalo gulanya segitu?"

"Manis," jawab Ardan sembari duduk di sofa dan membuka ponselnya.

"Ok, kalo ga manis nanti Bapak liat saya aja ya," ucap Alice percaya diri.

"Jangan genit!" peringat Ardan.

"Dih, Bapak ga seru!"

"Saya bukan game yang seru."

"Ga nyambung!"

"Ga usah banyak omong, nanti kopinya asin."

Alice mengerucutkan bibirnya kesal.

"Sekalian aja gue ludahin nih kopi!" batin Alice sambil menatap Ardan kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status