Home / Romansa / My Possesive Boss / Taman dan Es krim

Share

Taman dan Es krim

Semilir angin berhembus membelai lembut wajah Alice. Cuaca tampak cerah, secerah senyuman manis yang terpatri di wajah gadis itu.

Alice baru saja selesai menemani bos menyebalkannya meeting hari ini, jadi tidak ada salahnya ia sedikit keluyuran.

Dengan langkah penuh semangat, Alice bergerak cepat menyusuri taman dengan pemandangan cukup asri. 

Kupu-kupu yang berterbangan dan beberapa gelembung sabun yang baru saja ditiup oleh anak-anak kecil. Alice tersenyum pada mereka sebelum ponsel miliknya bergetar dengan tak sabaran.

Alice segera mengangkat panggilan itu.

"Ha-"

"Kamu dimana?" potong Ardan dari seberang sana. 

"Di taman dekat cafe," jawab Alice malas.

"Tunggu saya di situ!"

"Iy-"

Tut.

"Dasar rese!" geram Alice kesal. 

Alice melempar ponselnya ke dalam tas dengan kesal. Kemudian berjalan dengan wajah cemberut ke arah sebuah bangku taman.

Terpaksa ia harus menunggu bosnya yang menyebalkan itu karena tidak ingin kena omel.

Selama hampir sepuluh menit Alice menunggu, Ardan datang dengan wajah datarnya.

"Ngapain sih disini?" tanya Ardan begitu sampai di hadapan Alice.

"Cari udara segar lah," balas Alice malas.

"Ayo pulang."

"Jalan-jalan dulu sebelum pulang, Pak." Alice menarik tangan Ardan untuk kembali berjalan menyusuri taman.

"Mau kemana?"

"Keliling taman doang, abis itu kita balik ke kantor," ucap Alice menunjukkan wajah gemasnya.

"Gak! Ayo balik atau saya tinggal!" ancam Ardan.

"Bapak ih, ayo jalan-jalan bentar. Biar otak Bapak fresh dan gak marah-marah mulu." Alice berucap dengan wajah yang kesal seraya terus berusaha menarik lengan kokoh Ardan.

Setelah menghela nafas berat akhirnya Ardan mengalah. Ia mengikuti Alice yang kembali tampak gembira.

Lagi-lagi Alice bertemu beberapa kupu-kupu yang terbang indah dan menari-nari di atas kepalanya.

Jiwa kekanakan Alice muncul, dengan cepat Alice melaju mengikuti kupu-kupu tersebut dan berniat menangkapnya.

"Alice! Mau kemana kamu?" tanya Ardan sedikit berteriak.

"Nangkep kupu-kupu," jawab Alice riang.

"Jangan kayak bocah, sini kamu!"

Alice tak menghiraukan perintah Ardan, gadis itu berlari-lari kecil mengikuti makhluk indah itu.

Ardan menghela nafas panjang seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ujung bibirnya tertarik pelan, menghasilkan senyuman tipis yang samar.

Matanya terus menatap Alice yang berlarian seperti anak kecil itu. Hingga sebuah suara mengejutkannya.

Brukkk!

Ardan terperanjat kaget, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya lagi. Ia melangkah cepat menuju gadis yang terduduk di sana.

"Ceroboh!" ucap Ardan.

"Aw, sakit," keluh Alice.

"Makanya hati-hati, lagian ngapain sih lari-lari kayak anak SD?" omel Ardan dengan alis yang bertaut.

"Bapak bukannya bantuin malah ngomel, sakit nih."

"Ya udah cepet bangun." Ardan mengulurkan tangannya lalu memegangi lengan atas Alice untuk membantu gadis itu berdiri.

"Ssh, sakit, Pak," keluh Alice.

"Makanya hati-hati."

Ardan menuntun Alice duduk di sebuah bangku taman yang tersedia.

"Coba saya liat lutut kamu." Ardan berjongkok tepat di hadapan gadis itu.

"Gapapa, sakit dikit doang," ucap Alice.

"Saya heran, kerjaan kamu tuh jatuh terus," ucap Ardan seraya mendudukkan dirinya di samping Alice setelah memeriksa lutut gadis itu.

"Ya kan di luar kehendak saya," jawab Alice beralasan.

"Bilang aja kamu ceroboh!"

"Ih enggak ya!" sangkal Alice tak terima. 

"Udah salah tuh ngaku, jangan bebal!"

"Siapa yang be—Pak, minta uang dong!" 

Alice tak melanjutkan ucapannya karena teralihkan oleh hal lain yang lebih menarik perhatiannya daripada perdebatan mereka.

"Uang? Buat apa? Jangan mat–"

"Mau itu!" potong Alice cepat seraya menunjuk sesuatu dengan tangan kanannya.

Ardan mengikuti arah tunjuk Alice. Ia melihat lapak penjual es krim di seberang sana.

"Ayo, Pak. Bagi duit," ucap Alice lagi.

Tanpa pikir panjang, Ardan segera mengeluarkan dompetnya dan memberikan selembar uang kertas dengan nominal seratus ribu rupiah pada Alice.

"Yeay! Kita beli es krim!" seru Alice gembira.

Seketika gadis itu langsung kembali seperti semula dan berlari kecil menuju gerobak es krim tersebut.

"Bapak tunggu di situ aja!" seru Alice sembari berbalik menatap Ardan.

Ardan tak bereaksi, ia hanya fokus menatap pergerakan gadis itu.

Sekitar 5 menit berlalu, Alice kembali dengan dua cup es krim di tangannya.

"Kamu beli dua? Rakus juga kamu," ucap Ardan.

"Enak aja! Ini saya beliin buat Bapak. Baik 'kan saya," jawab Alice.

"Saya gak suka es krim," tolak Ardan.

"Loh, kenapa? Enak tau, Pak."

"Saya gak suka makanan manis."

"Oh, pantes muka Bapak kelihatan pahit gitu," balas Alice enteng.

Ardan menatap Alice dengan tatapan mematikan miliknya.

"Hehehe bercanda, Pak. Ini uang kembaliannya," ucap Alice mengalihkan perhatian.

"Buat kamu aja."

"Lah, seriusan, Pak? Ini banyak loh kembaliannya." ujar Alice dengan matanya yang membola.

"Emangnya saya kelihatan bercanda?"

"Enggak sih, makasih Pak Bos," ucap Alice sumringah.

"Cepet makan es krimnya, abis ini kita langsung balik ke kantor!"

"Iya iya, Bapak beneran gak mau nih?"

"Gak."

"Seriusan? Cicipi dulu deh, Pak."

"Enggak, Alice."

"Ayo dong, saya maksa. Ini enak banget tau, Pak."

"Saya bilang enggak!"

"Saya suapin deh, aaa." Alice bersiap menyendokkan satu sendok es krim ke mulut Ardan.

"Kamu maksa banget, sih?" tanya Ardan kesal.

"Ya kan saya bilang saya maksa, sini aaa." Alice sudah mendaratkan sesendok es krim tepat di bibir Ardan dan memaksa agar Ardan membuka mulut dengan beberapa kali menabrakkan sendok es krim itu ke bibir laki-laki itu, hingga dengan terpaksa lelaki itu membuka mulutnya.

"Nah, pinter," ucap Alice setelah es krim itu mendarat sempurna di dalam mulut bosnya itu.

"Enak, kan?" tanya Alice setelah melihat ekspresi wajah Ardan yang sedikit aneh.

"Dingin," jawab Ardan dengan alis tebal nan rapi miliknya bertaut.

"Namanya juga es krim, Pak. Kalo mau yang panas makan api."

Ardan mendaratkan satu jitakan kecil pada kepala Alice.

"Aw sakit tau, Pak!" keluh Alice.

"Lebay! Gitu doang sakit," balas Ardan tajam.

"Bodo ah." Alice membalikkan badannya membelakangi bosnya itu.

"Gak usah pake ngambek. Es krim saya mana?" tanya Ardan seraya mencolek pundak Alice.

"Lah, tadi katanya gak mau. Ketagihan pasti, kan?" Alice kembali membalikkan badannya menghadap Ardan lalu menatap lelaki itu dengan seringai.

"Gak usah banyak tanya, sini es krimnya."

Alice mencebik kesal lalu menyerahkan satu cup es krim pada Ardan.

Tanpa pikir panjang, Ardan kembali memasukkan sesendok es krim ke mulutnya.

"Enak juga," ucapnya.

"Emang enak. Jangan-jangan Bapak gak pernah makan es krim ya?"

"Sok tau kamu," balas Ardan cepat.

"Hilih. Sebenarnya ya Pak gak semua es krim itu enak, cuma karena Bapak makannya sama saya ya jadi enak," ucap Alice percaya diri.

"Pede!"

"Pede itu kewajiban!"

"Nih, buat kamu. Es krimnya jadi gak enak," ucap Ardan memberikan es krim miliknya lalu beranjak dari sana.

"Pasti karena bukan saya yang nyuapin," celetuk Alice menggoda.

"Cepat atau saya tinggal!" ucap Ardan datar sembari melangkah pergi.

"Iya iya." Alice kembali mencebik kesal sebelum mengikuti langkah milik bosnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status