Dor! Dor! Dor!
Suara bunyi tembakan saling bersahutan."Tamat riwayatmu tuan Salamo," ucap sang Musuh sambil membidikkan pistol ke arah kepala tuan Salamo, lanjut ke jantung istrinya.Malam itu, menjadi saksi bisu di rumah tua bergaya klasik. Seorang anak yang masih berusia tujuh tahun, dengan mata kepalanya sendiri melihat keluarganya dibantai.Darah terus mengalir dari kepala sang Ayah dan Ibu. Tubuh anak kecil itu bergetar, namun mulutnya tetap membisu. Anak kecil itu bersembunyi di bawah kolong meja."Cepat cari anak itu. Jangan sampai keluarga Salamo hidup." teriak sang Ketua memberi perintah agar segera menggeledah rumah."Tapi Bos! kita harus segera pergi. Polisi sudah datang dan akan mengepung rumah ini."Gerombolan orang yang membantai keluarga Salamo, langsung membubarkan diri saat mendengar lampu sirene polisi. Sebelum polisi menemukan mayat orang tuanya. Bocah berusia tujuh tahun menghampiri mayat kedua orang tuanya. Dia berjanji akan menemukan siapa yang membantai keluarganya dan membalas dendam.Dua puluh tahun telah berlalu sejak tragedi mengerikan tersebut, menimpa keluarga Salomo.Seorang pria yang nyentrik, berdiri dalam ruangan yang hanya diberi penerangan lampu bolam berwarna kuning. Dia menatap nanar musuh bebuyutannya.“Mari, selesaikan urusan kita,” ucap Brain.Tanpa basa basi Brain langsung membidikkan senjata api miliknya ke arah sang Musuh. Dor ... Peluru itu hanya mengenai lengan sang Musuh yang bernama Alex.“Sial! Dasar bajingan tengik! Serang ...,” teriak Alex.Aksi tembak menembak berlangsung hingga anak buah Alex berguguran. Dengan sisa anak buah yang tinggal 20 orang. Alex berlari untuk menyelamatkan nyawanya menuju ruang rahasia."Sial! lenganku kena peluru bajingan itu." kesal Alex.Anak buah Alex yang masih tersisa, hanya dapat mendengar teriakan Alex yang sedang kesakitan."Hai! Apa kau bodoh? Cepat hubungi dokter Marko!" seru Alex sambil menarik pelatuk pistolnya. Dor ... Anak buah Alex meninggal seketika. Peluru pistol itu mengenai jantungnya."Dasar tidak berguna.""Bos! Saya sudah menghubungi dokter Marko. Dia akan kesini secepatnya," ucap anak buah kepercayaan Alex.Tidak lama Marko datang, dengan menutup wajahnya menggunakan baf berwarna hitam dan bergambarkan tengkorak berwarna putih. Tanpa menunggu perintah dari Alex, Marko langsung membuka alat operasinya. Alat-alat direndam dalam cairan steril, lampu dipasang agar mudah melihat peluru yang sedang bersarang di lengan Alex.Setelah itu dituangkannya cairan antiseptik ke lengan Alex. Lalu membedah lengan itu menggunakan pisau bedah. Dengan ketangkasan Marko yang sudah terbiasa melakukan pengobatan di dunia mafia, yang tak memikirkan benar atau salah cara pengobatannya, dia langsung menemukan di mana peluru itu bersarang dan menghentikan pendarahan.Dengan pinset dia mencabut peluru tersebut. Setelah keluar dia menjahit kembali lengan yang sudah dibedahnya. "Bagaimana keadaanmu bos?" tanya Marko."Dokter macam apa kau! bertanya keadaan pasien? harusnya kau lihat aku sekarang bagaimana?" jawab Alex yang geram dengan pertanyaan Marko."Saya rasa bos sudah baik, dilihat dari cara menjawab pertanyaan saya," ucap Marko dengan sikap dinginnya."Sial bocah tengik, kau sudah tidak sayang dengan nyawa, kau?" Alex mulai mengarahkan pistolnya ke Marko.Dengan senyum sinis tertutup dengan baf. Namun, expresi dari gestur tubuhnya tak dapat berbohong jika Marko, tidak takut dengan ancaman Alex. Perlahan tapi pasti Marko mendekati Alex. "Jangan pernah mengancam, ku. Aku bisa jadi bom waktu yang bisa membuatmu hancur dalam sekejap." ancam Marko balikTerdengar suara tawa yang menggema di ruangan itu. "Kau tidak pernah berubah. Masih bisa membuat aku mati kutu, bayaran kau akan aku transfer. Namun, sebelumnya kau bantu aku habisi bajingan gangster Blackbrain.""Tidak masalah." jawab Marko dengan entengnya lalu mengambil pistol yang disembunyikan di sepatu boot terbuat dari kulit buaya. Tanpa membuang waktu dia keluar dari tempat rahasia itu. Lalu terjadi tembak menembak dan baku hantam."Siapakah dia bos? hanya sekali libas Blackbrain tinggal nama?" tanya anak buah Alex."Dia adalah Marko Rifaldo Salamo. Dokter mafia terkejam yang tak segan membunuh lawannya. Jika merasa terancam." jawab Alex"Jangan lupa transfer bayaran ku. Jika lupa nyawa kau bakalan seperti mereka," ucap Marko penuh penekanan. Lalu Marko meninggalkan tempat Alex dengan mengendarai motor sport menuju apartemen miliknya.Apartemen yang terlihat mewah berisikan macam-macam minuman beralkohol dengan sedikit penerangan. Marko, membuka baf yang menutupi wajahnya yang menawan, lalu membuka baju yang dikenakan. Dilihat ada darah yang memulai mengalir bersumber dari dadanya.Sahabat Marko yang tadi sudah dihubungi kini datang menemuinya. "Kau pergi lagi ke dunia itu?” Alberto menatap jengah sahabatnya. “Apa kau, tidak sayang dengan nyawamu ini?" Omel Alberto"Kau gak usah berisik. Aku, menyuruh kau kesini untuk mengobatiku." jawab Marko yang kini sedang menahan sakit.Merasa geram dengan jawaban Marko, Alberto menekan peluru yang bersarang di dada Marko. "Apa kau gila! kau mau membunuhku?" bentak Marko, tapi tidak dihiraukan Alberto.Beberapa menit berlalu. Kini peluru yang bersarang di dada Marko sudah dikeluarkan oleh Alberto. Lalu Alberto menjahit kembali dada yang tadi disobek nya."Beruntung, peluru itu tidak terlalu dalam menembus dada mu.""Kalau dalam aku gak bakalan di sini, aku sudah ke rumah sakit. Aku juga gak mau jadi kelinci percobaan kau!" jawab Marko.Alberto langsung memukul dada bekas jahitan tadi. "Sialan kau ...." teriak Marko."Aku berdoa agar kau, cepat ketemu jodoh. biar kau cepat insaf." celetuk Alberto yang kini mendapatkan tatapan tajam dari Marko.***Di dalam pesawat terbang seorang wanita berambut pendek kini sedang melakukan panggilan video dengan Ibunya. "Lihatlah Bu, kota ini begitu indah pemandangannya. Singa yang mengeluarkan air dan bangunan yang tinggi menjulang," ucapnya."Wah ... Benar indah Nak, Ibu gak salah memilih tempat itu, kamu belajar yang benar. Raih sarjana ekonomi di sana. Tapi, Ibu ingin lihat wajahmu!"Kini wanita itu terlihat bingung karena pemandangan yang dilihatnya berasal dari wallpaper bergerak yang ada di laptopnya. Dengan kecerdasan yang maksimal, dia melihat ada kipas angin milik anak kecil yang duduk di samping bangku penumpang.Didekatkan kipas itu lalu berpamitan pada sang Ibu. "Bu, sepertinya di sini akan hujan, ini angin sudah kencang sekali. Aku matiin dulu, nanti kita sambung lagi, bay Bu," ucapnya tanpa mendengar jawaban dari sang Ibu.Anak yang tadi disampingnya merasa heran dengan tingkah wanita itu. Hingga mulutnya berbentuk O sambil memegang permen. Wanita itu langsung memasukkan permen kedalam mulut sang Anak."Bu, maafkan aku. Aku ingin mengejar cita-citaku menjadi pengacara, bukan sebagai sarjana ekonomi," ucapnya.Para penumpang yang terhormat, selamat datang dipenerbangan dengan tujuan London. Mendengar ucapan itu dia langsung mematikan telepon genggam, dengan hati yang berdegup kencang dia memulai perjalanannya.Wanita itu adalah Felysia Ines Lateshia. Dia mendapatkan tawaran magang sebagai pengacara di London. Karena Ibunya tidak menyetujui dia dikirim ke Singapura, untuk berkuliah lagi meraih gelar sarjana ekonomi.Perjalanan dari Paris ke London memerlukan waktu 2 jam. Kini El sudah berada di bandara London. El menghubungi saudaranya yang tak lain bernama Alberto.Tiga kali bunyi Tut ... Kini telepon sudah diangkat. "Kakak di mana? Aku sudah di bandara ini?""Maaf kakak tidak bisa menjemput. Jangan khawatir, kakak sudah menyuruh teman kakak untuk menjemputmu.""Apa kakak bilang? kakak ingin mati di tanganku!""Cantik maaf. Pasien kakak lebih penting, jadi sudah ya terima nasibmu."Telepon langsung dimatikan oleh Alberto. "Dasar punya kakak sepupu gila, bagaimana aku mengenali temannya itu. Aku bunuh kau nanti!"Saat El terus bergumam, tiba-tiba ada seorang bapak setengah baya yang lewat di depannya kemudian pingsan. El yang tepat berhadapan langsung dengan bapak itu, panik dan langsung minta tolong.Bandara Heathrow London, terminal 2. El merasa kebingungan. Apa yang harus ia lakukan? bapak itu pingsan tepat dihadapannya. Tiba-tiba datang seorang lelaki dengan tubuh atletis, wajah yang rupawan menggunakan kaca mata berwana hitam. "Segera hubungi ambulan." perintahnya, ia pun langsung mengetik nomor di ponselnya dan segera menghubungi ambulan. Lelaki itu dengan sigap memberikan pertolongan pertama kepada bapak itu. Ia memeriksa denyut nadi dan pernafasannya. Ternyata, bapak itu mengalami gagal jantung sehingga dengan cepat ia melakukan CPR. El hanya bisa melihat dan kagum dengan kecekatannya. Dalam hati El berkata, dia benar-benar keren. Tidak lama petugas medis datang. Bapak setengah baya itu dibawa petugas medis, masuk ke dalam mobil ambulan. Sambil berjalan pergi, lelaki itu menelpon seseorang dengan samar-samar terdengar, "Segera jadwalkan operasi, dalam waktu 15 menit saya akan sampai." Saat lelaki itu
Alberto mencarikan ia tempat tinggal di sebuah apartemen. Apartemennya cukup bagus dengan pemandangan kota yang indah, interiornya pun bagus. Seketika kemarahan El pada Alberto hilang. Namun, setelah El tahu bahwa ia mempunyai tetangga yang dingin dan arogan. El berniat untuk segera memberikan racun tikus terbaik di kota ini untuknya. ****Margareta Raflesia, seorang wanita berwajah ayu tubuh seksi bak gitar spanyol keluar dari apartemen. Dengan beruraikan air mata, ia memergoki kekasihnya sedang berselingkuh dengan karyawannya sendiri. Saat ia menangis di dalam mobil wanita yang biasa disapa Reta melihat El keluar dari apartemen. Reta seakan tidak percaya jika dia melihat El sahabatnya yang sedang berada di London. Tepat saat itu juga El keluar dari lift, Reta langsung menelponnya. "Hai ... Gadis nakal dimana kau sekarang?" tanya Reta dari sambungan telepon. El yang mendengar suara Reta sangat kencang, langsung menjauhk
Takdir terus membawa El untuk bertemu dengan Marko. Pagi ini terasa sangat indah di kota London. Hari ini El sudah mulai magang di rumah sakit Victoria. Dia sangat keren menggunakan jas berwana putih seperti dokter. Atasannya yang bernama David membawanya berkeliling, memperkenalkan seluk beluk rumah sakit padanya dan memberitahu tentang tugas-tugasnya. Selama magang di rumah sakit Victoria. Salah satu tugasnya membantu rumah sakit menyelesaikan konflik perselisihan dengan pasien dan kebetulan sekarang sedang ada masalah yang merepotkan. Atasan menunjuk arah didepannya, terlihat seorang dokter yang tampan yang sangat dia kenal. Namun, ketampanannya tertutup oleh hawa dingin yang dipancarkan oleh sang dokter. Seakan membekukan siapa saja yang menghadapinya. "Dokter, sudah saya bilang saya tidak mau dioperasi dan tolong dokter kembalikan uang yang sudah saya bayarkan," ucap sang Pasien. "Jika Anda tidak dioperasi. Saya jamin usia A
El kembali ke apartemen diletakan sepatu yang dipakainya di rak sepatu, lalu ia menyalakan lampu sebagai penerangan. Saat El ingin beristirahat ia pun mengurungkan niatnya, karena ingin menjalankan rencananya untuk mendekati Marko. Dengan tubuh yang letih dia memasuki dapur, berniat ingin membuat masakan yang nantinya akan diberikan pada Marko. "Ah, aku mau masak apa ya untuk dia?" tanya El pada diri sendiri. Dia membuka lemari pendingin yang katanya sudah diisi makanan oleh Reta. Namun, dia hanya melihat telor, sayuran dan banyak makanan instan." katanya punya restoran, tapi ngisi kulkasku cuma begini doang!" El langsung memakai celemek dan menyalakan kompor, lalu menaruh penggorengan di atas kompor dan diberikan minyak yang cukup banyak. Dengan gaya seperti chef dia memecahkan telor, tak selang waktu lama dia berteriak, "Hai ... telor aku perintahkan kau berhenti jangan melukaiku. Aku bisa membawamu ke pengadilan." Saat d
Marko telah sampai di apartemennya. Setelah kejadian tadi dia merasa lelah dan langsung istirahat. Beberapa saat dia ingin memejamkan matanya, tapi dia tidak dapat tidur. Marko mendengar ada suara ketukan pintu dilihatnya jam di dinding pukul 04.45 waktu London. "Siapa lagi yang datang dijam segini!" kesal Marko, dengan langkah gontai sambil menahan emosinya Marko turun dari ranjang. Sedangkan diluar pintu. Tok... tok... tok...tok. El terus mengetuk ngetuk pintu Marko, tanpa jeda selain ketukan pintu dia juga terus memencet bel apartemen Marko. Beruntung apartemen dilantai itu hanya ada 2 pintu sehingga tidak mengganggu yang lain. "Hai ... beruang kutub buka pintu." teriak El "Saya masih belum menyerah untuk minta kerjasama dengan Anda jadi tolong buka," sambung El masih dengan mengetuk pintu. Marko pun mengabaikan suara El yang sedang berteriak. Namun, semakin dia mengabaikan suara itu, makin membuat gendang te
Disebuah kamar kini terlihat wanita dan laki-laki itu sedang tidur dalam satu ranjang, tubuh laki-laki itu tidak memakai sehelai benang sedangkan sang wanita hanya memakai teng top. Tangan kekar sang laki-laki dengan tato ular kini mulai memasukan tangannya ke baju wanita yang tanpa pelindung. "Sayang bagaimana tidurmu nyenyak?" Laki-laki itu terus menelusuri bagian payudara sang wanita. Perlahan meremasnya, lalu menaikan teng top wanita itu, setelah terpampang dua gunung milik wanita itu yang indah dia mulai mengulum dan menyesap hingga wanita itu mengeluarkan suara Aah ... emm ... ah ... Membuat sang laki-laki lebih buas. Dengan suara terbata-bata wanita itu menjawab, "Karenamu aku bisa tidur nyenyak sayang ah ... Em ...." Kini sang laki-laki memindahkan kepalanya ke bagian atas wanita itu, mata mereka saling bertemu. Laki-laki itu kini bermain di bibir mungil sang wanita. Setelah berciuman sampai tidak bisa bernafas kini ciuma
Apa kau ingin membunuhku? kau mengobati lukaku seperti sedang bertemu dengan musuh mu saja. Teriakan Marko menggema di dalam ruangan itu. El bukannya kasian dengan Marko dia terus menekan-nekan luka itu dengan kuat hingga nanah didalam keluar. "Bukannya pengobatan seperti ini akan lebih cepat sembuhnya?" tanya El Marko hanya diam, memang dari kemarin saat lukanya kembali terbuka dia hanya membersihkan dan memberi salep saja tanpa melihatnya lagi. Apa lagi dia disibukan dengan gangster yang kini ada anggota baru. "Yah ... Malah bengong." El mengagetkan Marko. "Kalau kamu haus ambil saja sendiri minuman di kulkas itu. Aku tidak ada tenaga lagi. Satu lagi, jika sudah tidak ada kepentingan keluar dari sini aku ingin istirahat." El mendengar ucapan Marko kini mendengus dengan kesal, "Dasar beruang kutub tidak punya rasa terimakasih. Aku di sini ada gunanya kan? kalau cuma merawat luka seperti ini aku juga bisa,
Keputusan El untuk mengejar cita-citanya sebagai pengacara semakin membulat. Saat Ibu menyuruhnya untuk meraih sarjana ekonomi, ditambah ia mendapatkan tawaran untuk magang di kantor Best Lawyer London. Hari ini ia akan mengikuti beruang kutub itu bekerja sebagai dokter. Entahlah apa yang akan terjadi nantinya, El hanya bisa berdoa semua akan baik-baik saja. Saat El keluar dari apartemennya dia bermaksud ingin berangkat bersama dengan Marko. Tok,tok,tok ... "Beruang kutub apa kau sudah berangkat?" tanya El, tapi tidak mendapat jawaban dari Marko. Tiba-tiba El merasa hawa dingin menyergapnya sambil menghadapkan tubuhnya depan pintu dan bersender. Di sana El terus mengetuk pintu. Akhirnya pintu terbuka begitu saja dan brukk ... Tubuh El terjatuh dengan sigap Marko menghindarinya. "Apa kau bodoh?" "Aku tidak bodoh. Kau saja yang tiba-tiba membuka pintu." Marko hanya menggel
Marko mengepalkan tangannya sebagai tumpukan rasa kecewa. Sepertinya benar. jika orang berkata, wanita akan melemahkan mu, karena ia diciptakan untuk menjadi salah satu rusukmu."Beruang kutub, tidakkah kau kasihan padaku? Kau tahu aku sudah tidak mempunyai ayah untukku sebagai tepat berlindung?" Bunyi kicauan El."Aku ketakutan, apalagi dunia mafia itu. Kenapa rasa yang sudah ku simpan rapat muncul kembali?" sambungnya. Air matanya keluar begitu saja membasahi pipi mulusnya.Marko bersikap layaknya lelaki sejati mengusung air mata itu, lalu menenangkannya.Sekilas El menatap wajah Marko, tapi dalam pandangan El dia bukan Marko melainkan ayahnya. El menatap wajah yang selama ini ia rindukan, meskipun diluar El terlihat sangat membenci ayahnya. Namun, dalam lubuk hati terdalamnya ia sangat mencintai dan merindukan sosok itu.Marko terbalik menatap El. Ia pun bersiaga kalau a
Pendengaran El dipertajam. Derap langkah itu semakin mendekat, lulut El melemas seketika. El meringkuk menahan rasa ketakutannya, ia berjongkok sambil memegang lutut, merapalkan seribu doa keselamatan. Tiba-tiba tubuh El melayang di udara, tangan kekar bersuhu dibawah normal itu membawa El masuk kedalam ruangan. "Buka matamu," ucapnya setelah menurunkan tubuh El di sofa. "Beruang kutub, kau membuatku takut." desis El yang masih terlihat gemetar. "Lain kali, jika ada kejadian seperti itu, hubungi polisi. Bukannya berpasrah seorang diri." Marko memberikan nasehat untuk El. "Aku terlalu takut. Bayangan waktu di gedung tua itu, masih menghantuiku." "Aku kira kau baik-baik saja. Beberapa hari ini aku lihat kau sudah tidak mempersalahkan hal itu." "Entahlah." El mengangkat kedua pundaknya. "Kau harus bisa jaga diri." "Iya. Ngomon
Duarrrr...El dan Reta terkejut bukan main. Ia pun menoleh ke sisi timbulnya suara tersebut. Suara tawa anak kecil terdengar sangat nyaring, seperti meledek mereka berdua."Kakak kaget ya?" tanya anak itu tanpa ada rasa bersalah setelah meletuskan satu balon."Hai kau, Nak. Jangan sampai tubuh mu aku jadikan steak." ancam Reta yang geram dengan anak kecil itu.Sementara El, terdiam tak berkata apapun. Ingatannya kembali berputar kejadian beberapa hari yang lalu. Suara letusan balon itu, sama dengan suara senjata api yang ingin membuatnya pergi dari dunia ini."Awas, kau!" Reta sudah ingin berajak dari tempat duduknya, tapi anak kecil itu segera lari ke arah orang tuanya."Reta, sudah." cegah El."Tapi dia benar-benar nakal. Aku gemas dengannya.""Biarkan saja. Kau lanjutkan makan mu. Aku ingin kembali ke kantor." pamit El pada Reta.&
Hari semakin siang, Sinar matahari sudah berada di atas langit. Tumpukan-tumpukan kertas tergeletak begitu saja di atas meja El. Hari pertama bekerja di best lawyer tidak ada yang spesial selain banyak mulut yang terus membicarakan namanya. "El! Tolong foto copy berkas ini," perintah Alexa dengan meletakkan setumpuk berkas di meja El. Ya inilah pekerjaan yang El lakukan sejak pagi tadi. Setelah mendaftarkan sidik jari dan membuat kartu tanda pengenal. "Baik, Bu." "Tunggu sebentar, El." "Ya, Bu. "Kau lakukan nanti saja. Istirahat makan dulu!" "Terimakasih, Bu. Dengan langkah gontai El pergi dari ruangan itu untuk makan siang. Karena belum mendapatkan teman, El berniat untuk menghubungi sahabatnya Reta. ****Reta tengah sibuk melayani para pelanggannya. Karena sekarang dia sedang mengadakan promo dan tepat saat itu juga, Alberto datan
Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan. Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan. Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Mendengar ucapan Alberto, emosi Reta memuncak namun demi restoran dan uang. Dia mengalah dan menemani Alberto untuk makan. Reta hanya duduk manis di depan Alberto menyaksikan dia memotong-motong bistik. Reta bukan tipe wanita yang suka dengan keheningan akhirnya dia membuka suara, "Aku lihat kau baru pertama kali makan di sini. Apa kau tahu bahwa restoran ini tuh viral banget, antriannya bisa sampai mengular?" Pikir Reta, Alberto pasti tidak tahu tentang ini karena setiap hari hanya berhubungan dengan para pasien saja. "Iya aku tahu tadi aku cari di internet, sayangnya sempai disini bertemu denganmu jadi makanan ini tidak terlalu enak," cibir Alberto. "Apa kau bilang!" Reta emosi lalu berdiri dan menggebrak meja, akhirnya dia jadi pusat perhatian oleh pelanggan yang lain. "Hai ... duduklah apa kau tidak malu dilihat orang." perintah Alberto. Reta mengalah dan dia kembali duduk, tapi denga
Marko naik ke atas ranjang bapak Jhon, memposisikan tubuhnya setengah duduk dan tegap lurus, lalu meletakkan satu telapak tangannya di atas dada bagian tengah, tepatnya di antara puting, dan telapak tangan keduanya di atas tangan pertama. Setelah itu, Marko mulai menekan dada bapak Jhon. Sambil melirik monitor melihat saturasi oksigen, namun belum ada perubahan dan grafik detak jantung kian melambat hingga menunjukan garis lurus. Dokter magang, yang tadi mengambil Defibrilator, kini sudah mulai mempersiapkan alat itu, dituangkan gel elektrolit pada alat lalu diberikan pada Marko. Sambil memegang alat defibillator, " i'm clear, you're clear, everybody's clear, shock," ucap Marko dengan penuh penekanan disetiap kata-katanya. Belum menunjukkan tanda-tanda grafik jantung bapak Jhon kembali, Marko menambahkan kekuatan pada alat kejut jantung, yang tadinya 100 Joules kini menjadi 200 joules lalu berteriak "shock." Kea
El melihatnya memegang senjata api, apa itu hanya mimpi? seorang dokter, yang biasa memegang pisau bedah kini memegang senjata api. El terbangun dari tidurnya. Dilihat sekelilingnya nampak ruangan itu sangat dia kenal. Iya, sekarang El sudah berada di kamar tidurnya. El mengingat ingat kembali apa yang sudah terjadi padanya. Dia ingat waktu berada di gedung milik PT Drug ingin menyelamatkan pak Jhon dan yang lainnya. Lalu dokter beruang kutub itu menarik tangannya. Membawanya pergi menuju gedung tua yang tak berpenghuni karena dikejar orang dengan membawa senjata api. "Kamu pingsan, apa tidur sih? Jam segini baru bangun." Marko memandang El dengan tatapan intimidasi. Agar El tidak bertanya masalah dia memegang senjata api, karena sedari tadi El sudah banyak mengigau. "Apa yang terjadi? bapak Jhon dan yang lain bagaimana?" El tidak menjawab pertanyaan Marko. Dia malah panik saat kesadarannya sudah mulai kembali seutuhnya.