Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya.
"Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko.Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan. Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin sSenyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan. Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Hari semakin siang, Sinar matahari sudah berada di atas langit. Tumpukan-tumpukan kertas tergeletak begitu saja di atas meja El. Hari pertama bekerja di best lawyer tidak ada yang spesial selain banyak mulut yang terus membicarakan namanya. "El! Tolong foto copy berkas ini," perintah Alexa dengan meletakkan setumpuk berkas di meja El. Ya inilah pekerjaan yang El lakukan sejak pagi tadi. Setelah mendaftarkan sidik jari dan membuat kartu tanda pengenal. "Baik, Bu." "Tunggu sebentar, El." "Ya, Bu. "Kau lakukan nanti saja. Istirahat makan dulu!" "Terimakasih, Bu. Dengan langkah gontai El pergi dari ruangan itu untuk makan siang. Karena belum mendapatkan teman, El berniat untuk menghubungi sahabatnya Reta. ****Reta tengah sibuk melayani para pelanggannya. Karena sekarang dia sedang mengadakan promo dan tepat saat itu juga, Alberto datan
Duarrrr...El dan Reta terkejut bukan main. Ia pun menoleh ke sisi timbulnya suara tersebut. Suara tawa anak kecil terdengar sangat nyaring, seperti meledek mereka berdua."Kakak kaget ya?" tanya anak itu tanpa ada rasa bersalah setelah meletuskan satu balon."Hai kau, Nak. Jangan sampai tubuh mu aku jadikan steak." ancam Reta yang geram dengan anak kecil itu.Sementara El, terdiam tak berkata apapun. Ingatannya kembali berputar kejadian beberapa hari yang lalu. Suara letusan balon itu, sama dengan suara senjata api yang ingin membuatnya pergi dari dunia ini."Awas, kau!" Reta sudah ingin berajak dari tempat duduknya, tapi anak kecil itu segera lari ke arah orang tuanya."Reta, sudah." cegah El."Tapi dia benar-benar nakal. Aku gemas dengannya.""Biarkan saja. Kau lanjutkan makan mu. Aku ingin kembali ke kantor." pamit El pada Reta.&
Pendengaran El dipertajam. Derap langkah itu semakin mendekat, lulut El melemas seketika. El meringkuk menahan rasa ketakutannya, ia berjongkok sambil memegang lutut, merapalkan seribu doa keselamatan. Tiba-tiba tubuh El melayang di udara, tangan kekar bersuhu dibawah normal itu membawa El masuk kedalam ruangan. "Buka matamu," ucapnya setelah menurunkan tubuh El di sofa. "Beruang kutub, kau membuatku takut." desis El yang masih terlihat gemetar. "Lain kali, jika ada kejadian seperti itu, hubungi polisi. Bukannya berpasrah seorang diri." Marko memberikan nasehat untuk El. "Aku terlalu takut. Bayangan waktu di gedung tua itu, masih menghantuiku." "Aku kira kau baik-baik saja. Beberapa hari ini aku lihat kau sudah tidak mempersalahkan hal itu." "Entahlah." El mengangkat kedua pundaknya. "Kau harus bisa jaga diri." "Iya. Ngomon
Marko mengepalkan tangannya sebagai tumpukan rasa kecewa. Sepertinya benar. jika orang berkata, wanita akan melemahkan mu, karena ia diciptakan untuk menjadi salah satu rusukmu."Beruang kutub, tidakkah kau kasihan padaku? Kau tahu aku sudah tidak mempunyai ayah untukku sebagai tepat berlindung?" Bunyi kicauan El."Aku ketakutan, apalagi dunia mafia itu. Kenapa rasa yang sudah ku simpan rapat muncul kembali?" sambungnya. Air matanya keluar begitu saja membasahi pipi mulusnya.Marko bersikap layaknya lelaki sejati mengusung air mata itu, lalu menenangkannya.Sekilas El menatap wajah Marko, tapi dalam pandangan El dia bukan Marko melainkan ayahnya. El menatap wajah yang selama ini ia rindukan, meskipun diluar El terlihat sangat membenci ayahnya. Namun, dalam lubuk hati terdalamnya ia sangat mencintai dan merindukan sosok itu.Marko terbalik menatap El. Ia pun bersiaga kalau a
Dor! Dor! Dor! Suara bunyi tembakan saling bersahutan. "Tamat riwayatmu tuan Salamo," ucap sang Musuh sambil membidikkan pistol ke arah kepala tuan Salamo, lanjut ke jantung istrinya. Malam itu, menjadi saksi bisu di rumah tua bergaya klasik. Seorang anak yang masih berusia tujuh tahun, dengan mata kepalanya sendiri melihat keluarganya dibantai. Darah terus mengalir dari kepala sang Ayah dan Ibu. Tubuh anak kecil itu bergetar, namun mulutnya tetap membisu. Anak kecil itu bersembunyi di bawah kolong meja. "Cepat cari anak itu. Jangan sampai keluarga Salamo hidup." teriak sang Ketua memberi perintah agar segera menggeledah rumah. "Tapi Bos! kita harus segera pergi. Polisi sudah datang dan akan mengepung rumah ini." Gerombolan orang yang membantai keluarga Salamo, langsung membubarkan diri saat mendengar lampu sirene polisi. Sebelum polisi menemukan mayat orang tuanya. Bocah berusia tujuh tahun menghamp
Bandara Heathrow London, terminal 2. El merasa kebingungan. Apa yang harus ia lakukan? bapak itu pingsan tepat dihadapannya. Tiba-tiba datang seorang lelaki dengan tubuh atletis, wajah yang rupawan menggunakan kaca mata berwana hitam. "Segera hubungi ambulan." perintahnya, ia pun langsung mengetik nomor di ponselnya dan segera menghubungi ambulan. Lelaki itu dengan sigap memberikan pertolongan pertama kepada bapak itu. Ia memeriksa denyut nadi dan pernafasannya. Ternyata, bapak itu mengalami gagal jantung sehingga dengan cepat ia melakukan CPR. El hanya bisa melihat dan kagum dengan kecekatannya. Dalam hati El berkata, dia benar-benar keren. Tidak lama petugas medis datang. Bapak setengah baya itu dibawa petugas medis, masuk ke dalam mobil ambulan. Sambil berjalan pergi, lelaki itu menelpon seseorang dengan samar-samar terdengar, "Segera jadwalkan operasi, dalam waktu 15 menit saya akan sampai." Saat lelaki itu
Alberto mencarikan ia tempat tinggal di sebuah apartemen. Apartemennya cukup bagus dengan pemandangan kota yang indah, interiornya pun bagus. Seketika kemarahan El pada Alberto hilang. Namun, setelah El tahu bahwa ia mempunyai tetangga yang dingin dan arogan. El berniat untuk segera memberikan racun tikus terbaik di kota ini untuknya. ****Margareta Raflesia, seorang wanita berwajah ayu tubuh seksi bak gitar spanyol keluar dari apartemen. Dengan beruraikan air mata, ia memergoki kekasihnya sedang berselingkuh dengan karyawannya sendiri. Saat ia menangis di dalam mobil wanita yang biasa disapa Reta melihat El keluar dari apartemen. Reta seakan tidak percaya jika dia melihat El sahabatnya yang sedang berada di London. Tepat saat itu juga El keluar dari lift, Reta langsung menelponnya. "Hai ... Gadis nakal dimana kau sekarang?" tanya Reta dari sambungan telepon. El yang mendengar suara Reta sangat kencang, langsung menjauhk
Marko mengepalkan tangannya sebagai tumpukan rasa kecewa. Sepertinya benar. jika orang berkata, wanita akan melemahkan mu, karena ia diciptakan untuk menjadi salah satu rusukmu."Beruang kutub, tidakkah kau kasihan padaku? Kau tahu aku sudah tidak mempunyai ayah untukku sebagai tepat berlindung?" Bunyi kicauan El."Aku ketakutan, apalagi dunia mafia itu. Kenapa rasa yang sudah ku simpan rapat muncul kembali?" sambungnya. Air matanya keluar begitu saja membasahi pipi mulusnya.Marko bersikap layaknya lelaki sejati mengusung air mata itu, lalu menenangkannya.Sekilas El menatap wajah Marko, tapi dalam pandangan El dia bukan Marko melainkan ayahnya. El menatap wajah yang selama ini ia rindukan, meskipun diluar El terlihat sangat membenci ayahnya. Namun, dalam lubuk hati terdalamnya ia sangat mencintai dan merindukan sosok itu.Marko terbalik menatap El. Ia pun bersiaga kalau a
Pendengaran El dipertajam. Derap langkah itu semakin mendekat, lulut El melemas seketika. El meringkuk menahan rasa ketakutannya, ia berjongkok sambil memegang lutut, merapalkan seribu doa keselamatan. Tiba-tiba tubuh El melayang di udara, tangan kekar bersuhu dibawah normal itu membawa El masuk kedalam ruangan. "Buka matamu," ucapnya setelah menurunkan tubuh El di sofa. "Beruang kutub, kau membuatku takut." desis El yang masih terlihat gemetar. "Lain kali, jika ada kejadian seperti itu, hubungi polisi. Bukannya berpasrah seorang diri." Marko memberikan nasehat untuk El. "Aku terlalu takut. Bayangan waktu di gedung tua itu, masih menghantuiku." "Aku kira kau baik-baik saja. Beberapa hari ini aku lihat kau sudah tidak mempersalahkan hal itu." "Entahlah." El mengangkat kedua pundaknya. "Kau harus bisa jaga diri." "Iya. Ngomon
Duarrrr...El dan Reta terkejut bukan main. Ia pun menoleh ke sisi timbulnya suara tersebut. Suara tawa anak kecil terdengar sangat nyaring, seperti meledek mereka berdua."Kakak kaget ya?" tanya anak itu tanpa ada rasa bersalah setelah meletuskan satu balon."Hai kau, Nak. Jangan sampai tubuh mu aku jadikan steak." ancam Reta yang geram dengan anak kecil itu.Sementara El, terdiam tak berkata apapun. Ingatannya kembali berputar kejadian beberapa hari yang lalu. Suara letusan balon itu, sama dengan suara senjata api yang ingin membuatnya pergi dari dunia ini."Awas, kau!" Reta sudah ingin berajak dari tempat duduknya, tapi anak kecil itu segera lari ke arah orang tuanya."Reta, sudah." cegah El."Tapi dia benar-benar nakal. Aku gemas dengannya.""Biarkan saja. Kau lanjutkan makan mu. Aku ingin kembali ke kantor." pamit El pada Reta.&
Hari semakin siang, Sinar matahari sudah berada di atas langit. Tumpukan-tumpukan kertas tergeletak begitu saja di atas meja El. Hari pertama bekerja di best lawyer tidak ada yang spesial selain banyak mulut yang terus membicarakan namanya. "El! Tolong foto copy berkas ini," perintah Alexa dengan meletakkan setumpuk berkas di meja El. Ya inilah pekerjaan yang El lakukan sejak pagi tadi. Setelah mendaftarkan sidik jari dan membuat kartu tanda pengenal. "Baik, Bu." "Tunggu sebentar, El." "Ya, Bu. "Kau lakukan nanti saja. Istirahat makan dulu!" "Terimakasih, Bu. Dengan langkah gontai El pergi dari ruangan itu untuk makan siang. Karena belum mendapatkan teman, El berniat untuk menghubungi sahabatnya Reta. ****Reta tengah sibuk melayani para pelanggannya. Karena sekarang dia sedang mengadakan promo dan tepat saat itu juga, Alberto datan
Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan. Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan. Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Mendengar ucapan Alberto, emosi Reta memuncak namun demi restoran dan uang. Dia mengalah dan menemani Alberto untuk makan. Reta hanya duduk manis di depan Alberto menyaksikan dia memotong-motong bistik. Reta bukan tipe wanita yang suka dengan keheningan akhirnya dia membuka suara, "Aku lihat kau baru pertama kali makan di sini. Apa kau tahu bahwa restoran ini tuh viral banget, antriannya bisa sampai mengular?" Pikir Reta, Alberto pasti tidak tahu tentang ini karena setiap hari hanya berhubungan dengan para pasien saja. "Iya aku tahu tadi aku cari di internet, sayangnya sempai disini bertemu denganmu jadi makanan ini tidak terlalu enak," cibir Alberto. "Apa kau bilang!" Reta emosi lalu berdiri dan menggebrak meja, akhirnya dia jadi pusat perhatian oleh pelanggan yang lain. "Hai ... duduklah apa kau tidak malu dilihat orang." perintah Alberto. Reta mengalah dan dia kembali duduk, tapi denga
Marko naik ke atas ranjang bapak Jhon, memposisikan tubuhnya setengah duduk dan tegap lurus, lalu meletakkan satu telapak tangannya di atas dada bagian tengah, tepatnya di antara puting, dan telapak tangan keduanya di atas tangan pertama. Setelah itu, Marko mulai menekan dada bapak Jhon. Sambil melirik monitor melihat saturasi oksigen, namun belum ada perubahan dan grafik detak jantung kian melambat hingga menunjukan garis lurus. Dokter magang, yang tadi mengambil Defibrilator, kini sudah mulai mempersiapkan alat itu, dituangkan gel elektrolit pada alat lalu diberikan pada Marko. Sambil memegang alat defibillator, " i'm clear, you're clear, everybody's clear, shock," ucap Marko dengan penuh penekanan disetiap kata-katanya. Belum menunjukkan tanda-tanda grafik jantung bapak Jhon kembali, Marko menambahkan kekuatan pada alat kejut jantung, yang tadinya 100 Joules kini menjadi 200 joules lalu berteriak "shock." Kea
El melihatnya memegang senjata api, apa itu hanya mimpi? seorang dokter, yang biasa memegang pisau bedah kini memegang senjata api. El terbangun dari tidurnya. Dilihat sekelilingnya nampak ruangan itu sangat dia kenal. Iya, sekarang El sudah berada di kamar tidurnya. El mengingat ingat kembali apa yang sudah terjadi padanya. Dia ingat waktu berada di gedung milik PT Drug ingin menyelamatkan pak Jhon dan yang lainnya. Lalu dokter beruang kutub itu menarik tangannya. Membawanya pergi menuju gedung tua yang tak berpenghuni karena dikejar orang dengan membawa senjata api. "Kamu pingsan, apa tidur sih? Jam segini baru bangun." Marko memandang El dengan tatapan intimidasi. Agar El tidak bertanya masalah dia memegang senjata api, karena sedari tadi El sudah banyak mengigau. "Apa yang terjadi? bapak Jhon dan yang lain bagaimana?" El tidak menjawab pertanyaan Marko. Dia malah panik saat kesadarannya sudah mulai kembali seutuhnya.