Marko telah sampai di apartemennya. Setelah kejadian tadi dia merasa lelah dan langsung istirahat. Beberapa saat dia ingin memejamkan matanya, tapi dia tidak dapat tidur.
Marko mendengar ada suara ketukan pintu dilihatnya jam di dinding pukul 04.45 waktu London. "Siapa lagi yang datang dijam segini!" kesal Marko, dengan langkah gontai sambil menahan emosinya Marko turun dari ranjang.Sedangkan diluar pintu. Tok... tok... tok...tok. El terus mengetuk ngetuk pintu Marko, tanpa jeda selain ketukan pintu dia juga terus memencet bel apartemen Marko. Beruntung apartemen dilantai itu hanya ada 2 pintu sehingga tidak mengganggu yang lain. "Hai ... beruang kutub buka pintu." teriak El "Saya masih belum menyerah untuk minta kerjasama dengan Anda jadi tolong buka," sambung El masih dengan mengetuk pintu.Marko pun mengabaikan suara El yang sedang berteriak. Namun, semakin dia mengabaikan suara itu, makin membuat gendang telinganya tidak bisa mendengarnya lagi. "Berisik sekali gadis ini, minta dilakban mulutnya," hardik Marko kemudian membuka pintu. Ceklek... Suara pintu dibuka."Ikh ... Dasar beruang kutub. Aku cuma minta kerjasama dengan kau dan meminta data dari kau biar kerjaanku cepat selesai, aku..." ucap El terhenti dan masih memejamkan matanya.Marko yang melihat El hanya bisa mengumpat, "Apa wanita ini bodoh?bisa-bisanya tidur sambil berjalan dan teriak-teriak." Melihat pintu apartemen milik El terbuka lebar, Marko mendorong tubuh El menggiringnya masuk ke dalam. Setelah El masuk Marko langsung menutup pintunya. Marko kembali ke apartemennya sendiri dan melanjutkan istrahatnya yang tertunda. Dia berharap wanita itu tidak menggangu tidurnya yang hanya tersisa beberapa jam karena sebentar lagi dia masuk dinas pagi.El yang tadi sudah masuk dalam apartemennya tertidur disamping rak sepatu masih dengan mengigau. "Sabar ... sabar ... Sabar," El pun kini mendengkur dengan suara kecil.****Jam pun sudah menunjukkan waktu untuk bekerja, setelah sampai di rumah sakit El berpikir untuk meminta kakanya untuk membantu. "Aku harus nunggu kak Alberto nih!" El mondar mandir seperti tidak ada kerjaan karena menunggu Alberto. Sedangkan yang ditunggu masih membahas tentang operasi yang akan dilakukannya nanti siang bersama profesor Ma."Jadi bagaimana? jenis operasi apa yang harus kita lakukan?" tanya profesor Ma yangs masih memperhatikan hasil CT scan, pasien Bu Alexa. "Jika kita melakukan operasi ini akan sangat berbahaya, takutnya tubuhnya tidak akan menerima. karena umurnya yang sudah tua dan kerusakan pada paru-parunya sudah sangat parah." jelas Alberto"Jadi?" "Sepertinya kita akan menyerah karena memang sudah waktunya dia dipanggil." "Ucapan, omong kosong apa itu! jangan jadi dokter tak berguna," bentak profesor Ma. Marko pun masuk dalam pertemuan itu, dia berusaha melihat sekilas hasil CT scan. Dia sebagai penengah sedangkan dokter yang masih magang lainnya hanya mampu diam mendengarkan perdebatan profesor dan Alberto. "Apa yang dikatakan dokter Alberto itu benar adanya. Tapi jika profesor tetap ingin melakukan operasi saya sarankan untuk melakukan pencakokan. Namun, itu sangat beresiko." jelas Marko, dengan gaya dinginnya. Marko menjelaskan kondisi pasien secara detail. Dokter magang terlihat sangat kagum dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Marko hingga membuat profesor Ma merasa iri. 30 menit pertemuan itu berlangsung kini dokter magang diberikan tugas untuk memberikan info pada keluarga pasien sedangkan profesor Ma dan Marko akan melakukan operasi. Alberto kembali ke ruangannya dengan kesal, opininya tidak berguna. Saat tiba di ruangannya dia melihat adek sepupunya kini sudah menunggunya. "Apa yang kau lakukan di sini? aku sedang tidak ingin menerima tamu," ketus Alberto sambil membuka pintu. Meskipun dilarang El tetap mengikuti Alberto masuk kedalam ruangannya. "Kak, kenapa sepertinya kesal seperti itu?" tanya El."Aku kesal gara-gara dokter Al sama profesor Ma, mereka tidak menghargaiku opiniku." "Memang Opini Kakak seperti apa? sampai tak dihargai?"Alberto kini menjelaskan duduk permasalahannya. El yang mendengarkan cerita Alberto dibuat tertawa. "Kak, memang benar Kakak itu dokter macam apa! belum bertindak sudah pasrah." "Sudah ketawanya sekarang kau keluar sana dan kerja yang benar." "Tunggu Kak. Aku butuh bantuanmu aku meminta data pasien atas nama pak Jhon, yang berkaitan dengan kasus disini cuma beruang kutub yang menjelma sebagai dokter itu dan dia tidak mau bekerjasama. Aku dengar kakak dekat dengannya, bicaralah pada dokter kutub itu untuk bekerjasama denganku. Aku pengen cepat selesaikan masalah ini." jelas El tanpa jedaKini ganti Alberto yang tertawa dengan renyah mendengar penjelasan dari adik sepupunya itu. "Oh, jadi semalam kamu minta nomor wechatnya untuk itu. Kakak kira kamu terpesona ketampanannya dan ingin menggodanya." ledek Alberto yang kini mendapatkan pukulan dari El.Satu tonjokan mendarat di dada bidang milik Alberto. "Kakak jangan tertawa lagi, masalah nomor itu aku sangat kesal hanya beberapa jam, aku mengirim pesan padanya. WeChat aku di blokir," ucap El dengan memanyunkan bibir mungilnya. "Haha ... Apa kau bilang? sekejam itu dia padamu setelah dia tidak jadi menjemputmu di bandara?" "Apa Kakak bilang? Jadi dia yang Kakak minta tolong buat menjemput ku?""Iya!" jawab Alberto masih dengan tawanya karena sepupunya terlihat tidak tahan dengan sahabatnya itu. "Kau ... sudah berapa cara untuk memintanya kerjasama denganmu El?" "Sudah banyak Kak. Sampai bikin mie instan aja aku lakukan, tapi akhirnya mie instannya masuk perutku sendiri karena terlalu lama menunggunya." "Baiklah nanti Kakak bantu, tapi Kakak gak jamin bisa membujuknya. Tahu sendiri dia beruang kutub," ucap Alberto sambil meledek El.Setelah berbicara dengan Alberto. El keluar dari ruangannya beberapa langkah dia menelusuri lorong rumah sakit kini El melihat Marko yang dengan tegap dan cool berjalan dari arah berlawanan. Niat hati El ingin menyapa Marko namun semua sia - sia. Marko tak memperdulikannya. El mengepalkan tangannya bermaksud ingin menghampiri Marko, tapi sayang sudah ada dokter Shina yang kini berjalan berdampingan dengannya.Kini El berjalan didekat parkiran rumah sakit, matanya tertuju pada seseorang yang tak asing. Dia memperhatikan orang itu ternyata bapak Jhon sedang berbicara pada seseorang. "Pak, percaya padaku ini obat bagus semua penyakit akan sembuh setelah meminum obat ini. jadi bapak tidak usah melakukan operasi yang bisa merenggut nyawa bapak," ucap laki-laki berbaju hitam."Benar itu? Saya sangat mau dengan obat itu karena saya tidak mau dioperasi saya takut," jawab pak Jhon memastikan pendengarannya."Benar Pak. Saya tidak berbohong jika, Bapak tidak percaya! silahkan bapak coba, tapi ingat jangan sampai ketahuan dengan dokter atau perawat." "Baiklah saya akan coba, tapi berapa harganya?""Untuk saat ini masih gratis, Bapak coba dulu. Kalau cocok nanti bapak baru bayar. Harga tidak jadi masalahkan pak, asal tidak dioperasi dan Bapak bisa sembuh," Pria itu meyakinkan pak Jhon. Setelah pak Jhon menerima obat itu dia langsung memasukkan kedalam kantong dan laki-laki berbaju hitam itu langsung masuk kedalam mobil meninggalkan pak Jhon. El yang sedari tadi melihat hanya bisa menaruh rasa curiga.Disebuah kamar kini terlihat wanita dan laki-laki itu sedang tidur dalam satu ranjang, tubuh laki-laki itu tidak memakai sehelai benang sedangkan sang wanita hanya memakai teng top. Tangan kekar sang laki-laki dengan tato ular kini mulai memasukan tangannya ke baju wanita yang tanpa pelindung. "Sayang bagaimana tidurmu nyenyak?" Laki-laki itu terus menelusuri bagian payudara sang wanita. Perlahan meremasnya, lalu menaikan teng top wanita itu, setelah terpampang dua gunung milik wanita itu yang indah dia mulai mengulum dan menyesap hingga wanita itu mengeluarkan suara Aah ... emm ... ah ... Membuat sang laki-laki lebih buas. Dengan suara terbata-bata wanita itu menjawab, "Karenamu aku bisa tidur nyenyak sayang ah ... Em ...." Kini sang laki-laki memindahkan kepalanya ke bagian atas wanita itu, mata mereka saling bertemu. Laki-laki itu kini bermain di bibir mungil sang wanita. Setelah berciuman sampai tidak bisa bernafas kini ciuma
Apa kau ingin membunuhku? kau mengobati lukaku seperti sedang bertemu dengan musuh mu saja. Teriakan Marko menggema di dalam ruangan itu. El bukannya kasian dengan Marko dia terus menekan-nekan luka itu dengan kuat hingga nanah didalam keluar. "Bukannya pengobatan seperti ini akan lebih cepat sembuhnya?" tanya El Marko hanya diam, memang dari kemarin saat lukanya kembali terbuka dia hanya membersihkan dan memberi salep saja tanpa melihatnya lagi. Apa lagi dia disibukan dengan gangster yang kini ada anggota baru. "Yah ... Malah bengong." El mengagetkan Marko. "Kalau kamu haus ambil saja sendiri minuman di kulkas itu. Aku tidak ada tenaga lagi. Satu lagi, jika sudah tidak ada kepentingan keluar dari sini aku ingin istirahat." El mendengar ucapan Marko kini mendengus dengan kesal, "Dasar beruang kutub tidak punya rasa terimakasih. Aku di sini ada gunanya kan? kalau cuma merawat luka seperti ini aku juga bisa,
Keputusan El untuk mengejar cita-citanya sebagai pengacara semakin membulat. Saat Ibu menyuruhnya untuk meraih sarjana ekonomi, ditambah ia mendapatkan tawaran untuk magang di kantor Best Lawyer London. Hari ini ia akan mengikuti beruang kutub itu bekerja sebagai dokter. Entahlah apa yang akan terjadi nantinya, El hanya bisa berdoa semua akan baik-baik saja. Saat El keluar dari apartemennya dia bermaksud ingin berangkat bersama dengan Marko. Tok,tok,tok ... "Beruang kutub apa kau sudah berangkat?" tanya El, tapi tidak mendapat jawaban dari Marko. Tiba-tiba El merasa hawa dingin menyergapnya sambil menghadapkan tubuhnya depan pintu dan bersender. Di sana El terus mengetuk pintu. Akhirnya pintu terbuka begitu saja dan brukk ... Tubuh El terjatuh dengan sigap Marko menghindarinya. "Apa kau bodoh?" "Aku tidak bodoh. Kau saja yang tiba-tiba membuka pintu." Marko hanya menggel
El melihat laki-laki itu memang tidak punya hati dan perasaan ditambah hawanya yang dingin seperti beruang kutub. El mengikuti apa kata Marko agar tidak ikut campur dalam masalah pak Jhon. Prioritasnya sekarang untuk segera menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi rumah sakit karena dokter beruang kutub itu yang tak mau mengabulkan permintaan pasien hingga akhirnya rumah sakit dituntut oleh pasien. Malam ini sebelum pulang El diajak Marko untuk melihat bapak Jhon dari kejauhan. Hal mengejutkan yang tak pernah El sangka, alasan kenapa Marko tidak mau menyetujui permintaan pak Jhon. "Itu istri dan anak pak Jhon, mereka begitu mengharapkan pak Jhon bisa sembuh seperti sedia kala dan jalan satu-satunya hanyalah operasi." jelas Marko "Terus apa sebenarnya penyakit pak Jhon? dilihat dari keadaannya benar kata dia jika, dia sehat-sehat saja?" "Dia menderita tumor di saraf otaknya yang bisa saja menjadi bom untu
El melihatnya memegang senjata api, apa itu hanya mimpi? seorang dokter, yang biasa memegang pisau bedah kini memegang senjata api. El terbangun dari tidurnya. Dilihat sekelilingnya nampak ruangan itu sangat dia kenal. Iya, sekarang El sudah berada di kamar tidurnya. El mengingat ingat kembali apa yang sudah terjadi padanya. Dia ingat waktu berada di gedung milik PT Drug ingin menyelamatkan pak Jhon dan yang lainnya. Lalu dokter beruang kutub itu menarik tangannya. Membawanya pergi menuju gedung tua yang tak berpenghuni karena dikejar orang dengan membawa senjata api. "Kamu pingsan, apa tidur sih? Jam segini baru bangun." Marko memandang El dengan tatapan intimidasi. Agar El tidak bertanya masalah dia memegang senjata api, karena sedari tadi El sudah banyak mengigau. "Apa yang terjadi? bapak Jhon dan yang lain bagaimana?" El tidak menjawab pertanyaan Marko. Dia malah panik saat kesadarannya sudah mulai kembali seutuhnya.
Marko naik ke atas ranjang bapak Jhon, memposisikan tubuhnya setengah duduk dan tegap lurus, lalu meletakkan satu telapak tangannya di atas dada bagian tengah, tepatnya di antara puting, dan telapak tangan keduanya di atas tangan pertama. Setelah itu, Marko mulai menekan dada bapak Jhon. Sambil melirik monitor melihat saturasi oksigen, namun belum ada perubahan dan grafik detak jantung kian melambat hingga menunjukan garis lurus. Dokter magang, yang tadi mengambil Defibrilator, kini sudah mulai mempersiapkan alat itu, dituangkan gel elektrolit pada alat lalu diberikan pada Marko. Sambil memegang alat defibillator, " i'm clear, you're clear, everybody's clear, shock," ucap Marko dengan penuh penekanan disetiap kata-katanya. Belum menunjukkan tanda-tanda grafik jantung bapak Jhon kembali, Marko menambahkan kekuatan pada alat kejut jantung, yang tadinya 100 Joules kini menjadi 200 joules lalu berteriak "shock." Kea
Mendengar ucapan Alberto, emosi Reta memuncak namun demi restoran dan uang. Dia mengalah dan menemani Alberto untuk makan. Reta hanya duduk manis di depan Alberto menyaksikan dia memotong-motong bistik. Reta bukan tipe wanita yang suka dengan keheningan akhirnya dia membuka suara, "Aku lihat kau baru pertama kali makan di sini. Apa kau tahu bahwa restoran ini tuh viral banget, antriannya bisa sampai mengular?" Pikir Reta, Alberto pasti tidak tahu tentang ini karena setiap hari hanya berhubungan dengan para pasien saja. "Iya aku tahu tadi aku cari di internet, sayangnya sempai disini bertemu denganmu jadi makanan ini tidak terlalu enak," cibir Alberto. "Apa kau bilang!" Reta emosi lalu berdiri dan menggebrak meja, akhirnya dia jadi pusat perhatian oleh pelanggan yang lain. "Hai ... duduklah apa kau tidak malu dilihat orang." perintah Alberto. Reta mengalah dan dia kembali duduk, tapi denga
Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan. Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Marko mengepalkan tangannya sebagai tumpukan rasa kecewa. Sepertinya benar. jika orang berkata, wanita akan melemahkan mu, karena ia diciptakan untuk menjadi salah satu rusukmu."Beruang kutub, tidakkah kau kasihan padaku? Kau tahu aku sudah tidak mempunyai ayah untukku sebagai tepat berlindung?" Bunyi kicauan El."Aku ketakutan, apalagi dunia mafia itu. Kenapa rasa yang sudah ku simpan rapat muncul kembali?" sambungnya. Air matanya keluar begitu saja membasahi pipi mulusnya.Marko bersikap layaknya lelaki sejati mengusung air mata itu, lalu menenangkannya.Sekilas El menatap wajah Marko, tapi dalam pandangan El dia bukan Marko melainkan ayahnya. El menatap wajah yang selama ini ia rindukan, meskipun diluar El terlihat sangat membenci ayahnya. Namun, dalam lubuk hati terdalamnya ia sangat mencintai dan merindukan sosok itu.Marko terbalik menatap El. Ia pun bersiaga kalau a
Pendengaran El dipertajam. Derap langkah itu semakin mendekat, lulut El melemas seketika. El meringkuk menahan rasa ketakutannya, ia berjongkok sambil memegang lutut, merapalkan seribu doa keselamatan. Tiba-tiba tubuh El melayang di udara, tangan kekar bersuhu dibawah normal itu membawa El masuk kedalam ruangan. "Buka matamu," ucapnya setelah menurunkan tubuh El di sofa. "Beruang kutub, kau membuatku takut." desis El yang masih terlihat gemetar. "Lain kali, jika ada kejadian seperti itu, hubungi polisi. Bukannya berpasrah seorang diri." Marko memberikan nasehat untuk El. "Aku terlalu takut. Bayangan waktu di gedung tua itu, masih menghantuiku." "Aku kira kau baik-baik saja. Beberapa hari ini aku lihat kau sudah tidak mempersalahkan hal itu." "Entahlah." El mengangkat kedua pundaknya. "Kau harus bisa jaga diri." "Iya. Ngomon
Duarrrr...El dan Reta terkejut bukan main. Ia pun menoleh ke sisi timbulnya suara tersebut. Suara tawa anak kecil terdengar sangat nyaring, seperti meledek mereka berdua."Kakak kaget ya?" tanya anak itu tanpa ada rasa bersalah setelah meletuskan satu balon."Hai kau, Nak. Jangan sampai tubuh mu aku jadikan steak." ancam Reta yang geram dengan anak kecil itu.Sementara El, terdiam tak berkata apapun. Ingatannya kembali berputar kejadian beberapa hari yang lalu. Suara letusan balon itu, sama dengan suara senjata api yang ingin membuatnya pergi dari dunia ini."Awas, kau!" Reta sudah ingin berajak dari tempat duduknya, tapi anak kecil itu segera lari ke arah orang tuanya."Reta, sudah." cegah El."Tapi dia benar-benar nakal. Aku gemas dengannya.""Biarkan saja. Kau lanjutkan makan mu. Aku ingin kembali ke kantor." pamit El pada Reta.&
Hari semakin siang, Sinar matahari sudah berada di atas langit. Tumpukan-tumpukan kertas tergeletak begitu saja di atas meja El. Hari pertama bekerja di best lawyer tidak ada yang spesial selain banyak mulut yang terus membicarakan namanya. "El! Tolong foto copy berkas ini," perintah Alexa dengan meletakkan setumpuk berkas di meja El. Ya inilah pekerjaan yang El lakukan sejak pagi tadi. Setelah mendaftarkan sidik jari dan membuat kartu tanda pengenal. "Baik, Bu." "Tunggu sebentar, El." "Ya, Bu. "Kau lakukan nanti saja. Istirahat makan dulu!" "Terimakasih, Bu. Dengan langkah gontai El pergi dari ruangan itu untuk makan siang. Karena belum mendapatkan teman, El berniat untuk menghubungi sahabatnya Reta. ****Reta tengah sibuk melayani para pelanggannya. Karena sekarang dia sedang mengadakan promo dan tepat saat itu juga, Alberto datan
Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan. Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan. Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Mendengar ucapan Alberto, emosi Reta memuncak namun demi restoran dan uang. Dia mengalah dan menemani Alberto untuk makan. Reta hanya duduk manis di depan Alberto menyaksikan dia memotong-motong bistik. Reta bukan tipe wanita yang suka dengan keheningan akhirnya dia membuka suara, "Aku lihat kau baru pertama kali makan di sini. Apa kau tahu bahwa restoran ini tuh viral banget, antriannya bisa sampai mengular?" Pikir Reta, Alberto pasti tidak tahu tentang ini karena setiap hari hanya berhubungan dengan para pasien saja. "Iya aku tahu tadi aku cari di internet, sayangnya sempai disini bertemu denganmu jadi makanan ini tidak terlalu enak," cibir Alberto. "Apa kau bilang!" Reta emosi lalu berdiri dan menggebrak meja, akhirnya dia jadi pusat perhatian oleh pelanggan yang lain. "Hai ... duduklah apa kau tidak malu dilihat orang." perintah Alberto. Reta mengalah dan dia kembali duduk, tapi denga
Marko naik ke atas ranjang bapak Jhon, memposisikan tubuhnya setengah duduk dan tegap lurus, lalu meletakkan satu telapak tangannya di atas dada bagian tengah, tepatnya di antara puting, dan telapak tangan keduanya di atas tangan pertama. Setelah itu, Marko mulai menekan dada bapak Jhon. Sambil melirik monitor melihat saturasi oksigen, namun belum ada perubahan dan grafik detak jantung kian melambat hingga menunjukan garis lurus. Dokter magang, yang tadi mengambil Defibrilator, kini sudah mulai mempersiapkan alat itu, dituangkan gel elektrolit pada alat lalu diberikan pada Marko. Sambil memegang alat defibillator, " i'm clear, you're clear, everybody's clear, shock," ucap Marko dengan penuh penekanan disetiap kata-katanya. Belum menunjukkan tanda-tanda grafik jantung bapak Jhon kembali, Marko menambahkan kekuatan pada alat kejut jantung, yang tadinya 100 Joules kini menjadi 200 joules lalu berteriak "shock." Kea
El melihatnya memegang senjata api, apa itu hanya mimpi? seorang dokter, yang biasa memegang pisau bedah kini memegang senjata api. El terbangun dari tidurnya. Dilihat sekelilingnya nampak ruangan itu sangat dia kenal. Iya, sekarang El sudah berada di kamar tidurnya. El mengingat ingat kembali apa yang sudah terjadi padanya. Dia ingat waktu berada di gedung milik PT Drug ingin menyelamatkan pak Jhon dan yang lainnya. Lalu dokter beruang kutub itu menarik tangannya. Membawanya pergi menuju gedung tua yang tak berpenghuni karena dikejar orang dengan membawa senjata api. "Kamu pingsan, apa tidur sih? Jam segini baru bangun." Marko memandang El dengan tatapan intimidasi. Agar El tidak bertanya masalah dia memegang senjata api, karena sedari tadi El sudah banyak mengigau. "Apa yang terjadi? bapak Jhon dan yang lain bagaimana?" El tidak menjawab pertanyaan Marko. Dia malah panik saat kesadarannya sudah mulai kembali seutuhnya.