Adisty merasakan ada yang berbeda dengan dirinya hari ini. Tiap kali mencium sesuatu rasanya ingin muntah. Biasanya pagi hari ia menyiapkan baju yang di pakai Ricko untuk berangkat ke kantor. Namun, hingga sampai sekarang ia masih bermalas-malasan.
Ricko keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di perutnya. Ia heran melihat Adisty masih tertidur. Mungkin ia kelelahan karena serangannya tadi malam. Ricko membuka almarinya dan mengambil sendiri pakaian yang di perlukannya.
Samar-samar Adisty membuka matanya. Ia sebenarnya tidak tertidur, hanya saja kepalanya terlalu pusing untuk bangun.
"Sayang, kepalaku pusing sekali," kata Adisty lirih.
Ricko duduk di pinggiran ranjang menempelkan telapak tangannya di dahi Adisty. Tidak panas, tapi kenapa Adisty wajahnya pucat?
"Sebentar, akan ku telepon dokter," ucap Ricko.
Ia mengambil ponselnya lalu menekan beberapa digit nomor. Terdengar ia memerintahkan seseorang untuk datang
Kevin mendatangi bar yang di maksud Ricko. Lelaki tampan itu masuk ke dalam bar dengan memberitahukan sebelumnya pada pelayan mengenai janjinya pada seseorang."Oh, Nona itu sudah menunggu Anda di ruang VIP," kata pelayan."Mari saya antar."Lampu gemerlap berwarna-warni dentuman suara musik yang cukup keras membuat yang lainnya turun untuk menari dengan bebasnya. Kevin melewati desakan para wanita berpakaian seksi yang menggodanya.Akhirnya ia berhasil lolos dan sampai di depan pintu ruang VIP yang telah di pesan kliennya."Silahkan Tuan. Tamu Anda telah menunggu di dalam. Saya pamit," kata pelayannya.Kevin membuka pintu ruangan itu, ia melihat seorang wanita duduk memunggunginya. Perlahan wanita itu memutar tubuhnya, tersenyum pada Kevin. Kevin kaget bukan main, ia kenal betul wanita itu. Dialah Maria, wanita yang pernah menjebaknya di Jepang."Kau!" tunjuk Kevin."Kita bertemu lagi Tuan Kevin," kata Maria
Menurut keterangan dokter, Rania harus mendapatkan bantuan perawatan dari seorang psikiater. Ia mengalami guncangan hebat di hatinya. Secara fisik kondisi Rania sudah pulih total, namun secara psikis Rania membutuhkan perawatan intensif.Kevin akhirnya membawa Rania pulang ke rumah. Ia merasa prihatin melihat kondisi Rania yang tidak seperti dulu lagi. Ia memilih banyak diam dan termenung di depan jendela kamarnya."Kau lapar?" tanya Kevin lembut. Rania menggeleng, ia tidak memberikan jawaban apapun tatapannya kosong ke depan."Baiklah, aku akan menemanimu di sini," kata Kevin. Tetap saja Rania hanya diam. Ia membiarkan Kevin seperti orang bodoh yang duduk di sampingnya."Sayang, bicaralah. Aku merindukanmu yang seperti dulu," kata Kevin memeluk Rania dari belakang. Kevin merasa Rania seperti patung beku. Ia tidak memberikan respon apapun. Lelaki itu sudah berusaha mencium bibir Rania. Namun, bibir itu tidak memberikan kelembutan lagi. Ia tidak membalas c
Adisty menunggu kepulangan Ricko dengan cemas, hujan begitu lebat petir menyambar-nyambar. Ia beranjak dari tempat duduknya untuk menutup jendela, takut jika air hujan akan membasahi lantai kamarnya. Tiba-tiba lampu padam seketika. Adisty meringkuk di dalam selimutnya, perasaannya tidak enak. Baru kali ini ia merasa ketakutan karena hujan.Dulu jika ia belum menikah, biasanya ketika hujan deras keluarganya justru berkumpul dalam satu tempat. Dan lilin sebagai alat bantu penerangannya. Darren selalu memberikan cerita-cerita mistis yang membuat bulu kuduk merinding. Adisty selalu memarahi Darren jika anak itu selalu menakutinya. Tapi, di balik itu semua Adisty merindukan kehangatan bersama keluarganya.Tak lama kemudian, Adisty mendengar ada yang mendorong pintu kamarnya."Siapa itu!" teriak Adisty.Tak ada yang menyahut, membuat Adisty sedikit ketakutan. "Siapapun kamu, aku tidak takut!" lanjut Adisty.Adisty merasa sebuah tangan d
Adisty sebenarnya enggan di ajak Ricko ke pesta. Ia bisa bayangkan bagaimana suasana pesta para putri konglomerat yang berbeda dengan kelasnya. Ia takut jika tidak bisa menyesuaikan pergaulan mereka. Mengingat Adisty terbiasa hidup sederhana."Ricko!" sapa seorang wanita cantik dengan tingginya bak peragawati berjalan ke arah Ricko.Tanpa basa-basi wanita itu langsung mengecup pipi Ricko. Adisty yang berada di samping Ricko menggeram marah. Tapi, ia berusaha menahannya."Kau bertambah tampan saja, bagaimana kabarmu?" tanya wanita itu manja."Perkenalkan ini istriku," kata Ricko.Mashella mengabaikan perkataan Ricko seolah ia tidak melihat Adisty.'Hai, Nona aku di sini. Sombong sekali kau!' rutuk Adisty dalam hati.Mashella terus saja menempel pada Ricko dan tidak menghargai keberadaan Adisty. Wanita itu pandai berkata-kata, seolah ia adalah teman terdekatnya Ricko.Beberapa wanita cantik mulai ber
"Biarkan aku sendiri," jawab Adisty lirih."Sendiri tidak akan menyelesaikan masalah. Kita harus bicara," pungkas Ricko."Bicara? Apa dengan bicara akan menjamin masalah kita selesai?" Adisty mulai mencecar perkataan Ricko."Kenapa kau menjadi pemarah seperti ini?" tanya Ricko."Aku! Pemarah? Harusnya kau tanya penyebabnya kenapa aku keluar dari pesta itu!" sentak Adisty.Baru kali ini Adisty begitu marah pada Ricko. Pernikahan menunjukkan sifat asli masing-masing.**Hari berikutnya, Adisty memilih menghindar dari Ricko. Ia enggan berbicara banyak pada suaminya. Saat Ricko berangkat kerja, Adisty pura-pura masih tidur. Ia malas berbicara dengan Ricko jika dalam kondisi marah. Yang ada ia pasti akan mengeluarkan kata-kata menyakitkan untuk saling mempertahankan argumen masing-masing.Dalam keadaan mata terpejam, Adisty merasa ada yang mengecup keningnya. Tapi ia malas untuk membuka mata. Ricko menyingk
"Aku tidak tahu kenapa kita menikah tapi malahan bertengkar terus menerus?" tanya Ricko.Adisty terdiam, dia tidak mungkin marah jika tidak ada alasan. Masalah selalu datang beruntun menguji cinta mereka. Adisty merasa tidak cocok dengan kehidupan Ricko. Suaminya terlalu banyak penggemar, ia sering di buat cemburu oleh wanita yang ada di sekitar Ricko."Kurasa, kita memang tidak cocok. Aku seperti Cinderella yang mengharapkan kehidupanku akan bahagia sempurna setelah di pinang oleh pangeran tampan. Nyatanya, setiap hari aku makan hati dengan orang-orang di sekelilingmu," kata Adisty.Ia tidur berbaring memunggungi Ricko. Rasanya sesak sekali, menyaksikan pria yang di cintai berciuman dengan wanita lain. Ricko mencoba menenangkan hati Adisty. Ia juga merasa bersalah pada istrinya. Adisty terus saja menepis tangan Ricko. Namun Ricko tidak berhenti untuk memeluk tubuh Adisty dari belakang."Kumohon, jangan menangis. Maafkanlah aku. Aku benar-benar tidak berm
Ricko menuruti keinginan Adisty, ia pindah di kamar sebelah membawa sebagian pakaiannya. Ia hanya ingin memberikan kenyamanan untuk istrinya. Ricko pikir mungkin Adisty membutuhkan waktu untuk memaafkannya.Ketika menikah, Ricko menjadi tahu beberapa karakter Adisty yang dulunya tidak di terlihat saat masih pacaran. Namun mengingat hormon seorang wanita yang tengah hamil muda menjadikan Ricko lebih banyak bersabar. Ia juga menyadari bahwa amarah Adisty muncul karena kebodohannya juga dalam menghadapi penggemarnya.Seperti biasa Ricko berangkat ke kantor, sesaat ia melihat ke arah rumah megahnya. Hatinya berharap Adisty tengah melambaikan kepadanya. Atau membayangkan mencium punggung tangannya sebelum pergi. Ricko hanya bisa menghela nafas beratnya. Ia sadar, Adisty masih marah padanya mana mungkin mau mengantarnya sampai depan pintu utama."Jalan!" perintah Ricko pada sopirnya.Mobil itu pun melaju meninggalkan halaman rumah mewahnya. Tanpa Ricko sa
Keduanya telah sampai di kedai makan andalan mereka dulu. Namun, tiba-tiba wajah Adisty langsung pucat buru-buru ia kembali keluar dati kedai itu dengan membungkam mulutnya."Ada apa?" tanya Rania bingung."Sepertinya aku tidak sanggup jika masuk ke dalam. Perutku terasa teraduk-aduk ingin muntah," kata Adisty."Kau sedang hamil?" tanya Rania.Adisty mengangguk, sebenarnya ia tidak ingin mengatakan berita bahagia itu pada Rania. Takut sahabatnya teringat kembali dengan peristiwa kegugurannya."Selamat ya, aku ikut senang akhirnya sebentar lagi kau akan menjadi mama," peluk Rania."Makasih." Adisty hanya bisa membalasnya dengan senyuman."Kita cari tempat lain saja, kurasa jika memaksa makan di sini yang ada aku akan kerepotan," kata Rania."Maaf, ya," sesal Adisty."Maaf, itu memang bawaan orang hamil tau. Jangan merasa bersalah, dulu aku juga pernah merasakannya meskipun _,"Rania tidak jadi mel