Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.
Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.
Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.
Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Apa menikah!" seru Adisty di dalam telepon. "Iya saya mengajak Nona menikah," kata pria dalam telepon itu. Mendengarnya saja, Adisty seakan tidak percaya. Ia merasa tengah bermimpi di siang bolong. "Tap ... tapi kita hanya bertemu satu kali," kata Adisty kebingungan. Mata Adisty celingukan mengamati lingkungan sekitarnya. Hingga ada sepasang mata yang melihatnya dengan pandangan tidak suka. "Ada apa kok ribut sekali," tegur salah seorang karyawan yang berada tak jauh dari ruang kerja Adisty. Adisty segera menghindar, ia keluar dari ruangannya mencari tempat ruang aman untuk menelepon. Ia merasa tidak enak dengan karyawan lainnya. Lift adalah tempat yang aman, apalagi di jam kerja seperti ini. Jarang pegawai yang lalu lalang, mereka masih sibuk mengerjakan laporan pekerjaannya. Adisty menekan tombol lift, ia tidak mengingat tombol nomor berapa yang telah di tekannya. "Maksudnya apa tadi? Menikah?" Adisty bertanya kembali. Pasalnya ia m
Pada saat semua karyawan di sibukkan dengan penyambutan kedatangan presiden direktur, Adisty mendapatkan telepon dari pria idamannya. Namanya Jonathan. "Hallo, Adisty apa kabar?" kata Jonathan di telepon. Adisty senang dalam kesibukannya yang super padat mendapatkan telepon dari pria idamannya. Wajahnya langsung cerah ceria bagaikan matahari terbit di pagi hari. "Eh, kak Jonathan!" jawab Adisty. "Bisa makan siang sekarang? Ada yang ingin aku katakan," ucap Jonathan. Adisty tidak percaya jika Jonathan pria yang di idam-idamkannya selama ini menelponnya tiba-tiba. "Okey, bisa kak. Kirimkan alamatnya sekarang," jawab Adisty. Setelah menerima pesan telepon dari Jonathan. Adisty menengok kesana- kemari melihat suasana kantor yang sangat sibuk karena mengerjakan laporan akhir tahun membuat wajah mereka tampak tegang. Saat di rasa cukup aman Adisty keluar dari ruangannya. Tapi tiba-tiba atasan managernya menarik tasnya dari bela
Tepat jam sembilan malam Adisty baru pulang dari kantornya. Ia memerlukan pinjaman uang untuk membelikan obat-obatan papanya. Saat ini yang terpikirkan olehnya adalah Rania sahabat dekatnya. Rania putri konglomerat kaya raya sekaligus teman dekat Adisty. Ketika Adisty terjepit masalah keuangan, Rania yang selalu memberinya bantuan. Di kafe tempat biasa mereka nongkrong saat sepulang kerja, Adisty bertemu dengan Rania. Gadis cantik itu telah menunggunya di kafe seperti yang telah di sepakati sebelumnya. "Huh, jam segini baru pulang kerja," keluh Adisty meneguk minumannya. "Kenapa kau pesan banyak minuman? Kau ingin menyulitkanku?" Rania melihat banyak minuman keras di atas meja. Adisty tampak buruk sekali. "Aku tidak punya uang, bukankah kau punya uang banyak. Tidak ada salahnya jika kau menyenangkan sahabatmu yang sedang patah hati ini," kata Adisty menuangkan sebotol vodka di gelasnya. Rania menyambar gelas Adisty, ia menyuruh pelayan u
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga