Tepat jam sembilan malam Adisty baru pulang dari kantornya. Ia memerlukan pinjaman uang untuk membelikan obat-obatan papanya. Saat ini yang terpikirkan olehnya adalah Rania sahabat dekatnya. Rania putri konglomerat kaya raya sekaligus teman dekat Adisty. Ketika Adisty terjepit masalah keuangan, Rania yang selalu memberinya bantuan.
Di kafe tempat biasa mereka nongkrong saat sepulang kerja, Adisty bertemu dengan Rania. Gadis cantik itu telah menunggunya di kafe seperti yang telah di sepakati sebelumnya.
"Huh, jam segini baru pulang kerja," keluh Adisty meneguk minumannya.
"Kenapa kau pesan banyak minuman? Kau ingin menyulitkanku?" Rania melihat banyak minuman keras di atas meja. Adisty tampak buruk sekali.
"Aku tidak punya uang, bukankah kau punya uang banyak. Tidak ada salahnya jika kau menyenangkan sahabatmu yang sedang patah hati ini," kata Adisty menuangkan sebotol vodka di gelasnya.
Rania menyambar gelas Adisty, ia menyuruh pelayan untuk mengganti minuman mereka.
"Kenapa kau ganti semua minumanku. Hari ini aku ingin mabuk sepuasnya," kata Adisty.
"Kau seenaknya mabuk, tapi aku yang kesulitan membawamu pulang," gerutu Adisty.
"Ada apa sebenarnya? Baru kali ini aku lihat kau sangat kacau," tanya Rania penasaran.
"Hari ini aku memang sangat kacau. Kak Jo yang aku sukai selama ini memilih wanita lain untuk jadi pacarnya. Sialnya lagi kupikir tadi siang ia mengajakku makan siang untuk menyatakan perasaannya, eh .. tak taunya ... ia mengenalkan aku dengan pacar barunya." Adisty menghabiskan minuman yang ada di depannya.
Rania terkikik geli mendengar cerita Adisty yang cintanya bertepuk sebelah tangan. "Kenapa tertawa! Kau meledekku?" kata Adisty marah.
"Tidak, aku hanya membayangkan saat itu wajahmu pasti lucu sekali ketika betemu pacarnya Jonathan," kata Rania.
"Bayangkan saja sepuasmu, kamu tidak tahu bagaimana memendam perasaan selama delapan tahun. Hingga pada akhirnya cinta itu kandas di tengah jalan," terang Adisty sedih. Ia mengambil sumpit dan memakan dengan lahap makanan yang tersaji di depannya.
"Di tambah lagi papaku sakit keras, uangku sudah menipis untuk membeli obat-obatan yang mahal itu."
"Kamu bisa berkata demikian dengan santainya, karena kamu tidak tahu betapa menderitanya jadi orang miskin yang harus bekerja keras membayar tagihan ini itu ... di tambah lagi beban patah hati." Adisty masih saja mengeluhkan nasibnya.
"Kau mau dapat uang banyak dalam waktu sehari?" Rania memberikan penawarannya.
"Apa ada pekerjaan semacam itu?" Adisty langsung menghentikan makannya karena tertarik dengan tawaran Rania.
"Ada, kau hanya perlu menggantikan aku dalam acara perjodohan dengan pria pilihan keluargaku. Tenang saja, ia menemuiku secara pribadi di hotelnya. Jadi keluargaku tidak akan tahu jika kau yang menggantikan aku," terang Rania.
"Tugasmu adalah buat pria itu tidak menyukaiku dan menolak perjodohan nya,"kata Rania.
"Kemarilah." Rania membisikkan rencananya pada Adisty.
"Hanya kali ini saja, kan?"tanya Adisty.
"Iya, nanti akan aku bayar tiga kali lipat dari gajimu di perusahaan tempatmu bekerja," kata Rania berusaha meyakinkan Adisty.
"Tiga kali lipat!" Kantuk Adisty langsung menghilang. Ia mengambil ponselnya dan langsung mengusap menu pada bagian kalkulator untuk menghitung uang yang akan di dapatkannya.
"Oke, aku mau. Tapi kau benar akan membayarku, kan?" tanya Adisty lagi. Ia tidak ingin Rania hanya bercanda.
"Tentu saja, ini serius. Lagipula aku sudah jenuh di jodohkan berulangkali. Kamu tahu sendiri, aku ingin menemukan cinta sejatiku," tukas Rania.
"Huh, mengingat tentang cinta sejati aku kembali teringat pada kak Jo," keluh Adisty.
"Eeh, kenapa malahan mengingatnya lagi. Setelah dapat uang pembayaran dariku kau bisa bersenang-senang sepuasnya melupakan pria itu," imbuh Rania.
"Benar, juga. Aku tidak boleh menyerah,"kata Adisty mengumpulkan kembali semangatnya.
Ia teringat dengan keluarganya yang menggantungkan nafkah darinya. Api semangatnya semakin berkobar untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya demi kesejahteraan keluarganya.
"Berarti kau terima tawaranku?" tanya Rania.
"Dasar sahabat macam apa kau ini memanfaatkan kemiskinanku untuk menerima tawaran darimu," gerutu Adisty.
"Ayolah Adisty, aku tidak jahat. Aku juga ingin membantumu," kata Rania.
"Oke, uang memang selalu menang, pungkas Adisty.
**
Di ruangan presiden direktur, asisten Kevin masuk ke dalam ruangan.
"Maaf, mengganggu. Kakek Direktur datang."
Presdir Ricko masih sangat sibuk memeriksa dokumen yang perlu di tanda tangani di atas meja kerjanya.
"Pak Direktur datang," kata asisten Kevin lagi. Ia merasa bosnya tidak mendengar apa yang ia katakan sedari tadi. Presdir Ricko terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
"Dasar cucu kurangajar! Sampai kapan kau membuat kakekmu yang sudah tua ini mati menunggu di luar!" Kakek direktur datang mendekati meja Ricko.
Asisten Kevin sangat ketakutan mendengar amarah dari kakek direktur.
Ricko meletakkan pulpennya. Dengan sikap tenang ia menghampiri kakeknya.
"Bukankah kakek masih hidup dan bisa berjalan hingga kemari. Itu pertanda bahwa kakek masih sehat," jawab Presdir Ricko cuek.
"Dasar cucu tidak tahu diri berani sekali kau berkata begitu pada orang tua!" teriak Kakek Presdir.
"Saya sibuk kerja, tidak tahu kalau Anda sudah datang sampai ke sini,"jawab Ricko santai.
"Asisten Kevin! Apa kamu tidak mengatakan kalau hari ini aku datang!" sentak Kakek Presdir.
"Ma ... maaf, saya ... saya," kata Asisten gugup.
"Jangan salahkan asisten Kevin, mungkin saya yang tidak dengar." Presdir Ricko tidak ingin Kevin di salahkan.
"Oh, ya ada apa Anda repot-repot mampir kemari?" tanya Ricko.
"Ini juga perusahaanku, terserah aku mau mampir atau tidak!" Kakek Presdir duduk di sofa tak jauh dari meja kerja Ricko.
"Kata siapa ini perusahan milik panti sosial, katakan ada urusan apa kakek kemari?" tanya Ricko lagi.
"Dasar bocah kurangajar, kau tidak mempersilahkan kakekmu yang sudah tua ini duduk,"keluh Kakek Presdir.
"Bukankah kata kakek ini perusahaanmu, jadi kenapa saya harus mempersilahkan tuan rumah sendiri," bantah Ricko.
"Kau! Sepertinya kau lebih suka melihat kakekmu terkena serangan jantung hanya mendengar perkataanmu." Kakek Direktur mengeluhkan Ricko yang selalu sibuk di kantor tidak mempedulikan dirinya sendiri.
"Katakan ada keperluan apa Anda kemari? Saya tidak ada waktu banyak," tanya Ricko.
"Ck, cucu yang galak sekali," keluh Kakek Direktur.
"Ikuti perjodohan yang telah ku atur. Ada Nona dari keluarga kaya yang menunggumu di sana."
"Saya tidak bisa, banyak urusan kantor yang harus di selesaikan," tolak Ricko.
"Bagaimana kalau ikut kakek memancing saja,"ancam Kakek Direktur.
"Apa! Memancing? Itu membuang waktuku," tolak Ricko lagi.
"Kalau begitu, pilih ikuti perjodohan ini atau kau tidak akan mendapatkan sepeser pun dari kekayaanku!" ancam Kakek Direktur.
Ricko mulai berdiri dari kursinya. Ia menghela nafasnya kasar. "Katakan, dimana dan kapan saya harus kesana?" Presdir Ricko merasa tidak ada pilihan lain. Kakek Direktur memang selalu punya cara untuk mengancamnya.
"Di Hotel Horison, satu setengah jam lagi. Temui gadis itu!" Kakek Direktur beranjak bangkit dari sofa.
"Kevin, kau berhutang teh padaku. Apa begini pengajaran atasanmu. Ada tamu tidak di buatkan teh," sindir Kakek Direktur seraya pergi meninggalkan Ricko.
"Maaf, Kakek Direktur," ucap Kevin.
Asisten Kevin merasa bersalah, ia membungkuk memberi penghormatan pada Kakek Direktur.
"Tidak usah minta maaf, di sini aku mempekerjakanmu bukan menjadi pelayan warung makan," jawab Ricko ketus.
Tatapan marah kembali datang dari Kakek Direktur. Kevin yang berada di antara mereka merasa seperti ada sebuah bom atom yang sebentar lagi meledak. Ia memicingkan matanya, takut jika apa yang di bayangkan terjadi.
----Bersambung----
"Ini terlalu seksi bajunya,"kata Adisty waktu di salon."Memang pergaulan kelas atas, memakai baju seperti ini. Di tambah sedikit riasan kau akan tampil sempurna." Rania memberi isyarat pada karyawan salon langganannya untuk membereskan masalah riasan pada wajah Adisty."Kau sudah cantik alami, dengan sedikit polesan kecantikanmu akan bertambah naik seratus delapan puluh derajat," imbuh Rania."Aku tidak butuh cantik, kalau tidak ada imbalan uang mana mungkin aku melakukannya,"gerutu Adisty."Terserah apa katamu, tapi kau perlu menurunkan sedikit bra mu agar terlihat lebih montok saat kau mengenakan baju yang aku pilih." terang Rania."Kau tidak sedang menjualku, kan?" Adisty menjadi ragu."Siapa yang menjualmu! Aku hanya ingin penampilanmu terlihat sempurna. Agar terkesan kau anak orang
Tuan, maaf saya tadi terlambat karena sedang bermain-main dengan pria sewaanku,"kata Adisty memulai serangannya.Ayolah, kau tidak jijik dengan wanita nakal sepertiku, batin Adisty."Tidak masalah, aku mengerti kesibukan Anda," jawab Adisty santai."Tapi ... saya tadi habis bermain dengan pria lain, apa Anda tidak jijik?" Adisty menyilangkan kakinya, kulit putih mulus terpampang sempurna."Tidak masalah, Anda bermain dengan laki-laki manapun. Saya sangat menghargai Anda," balas Ricko.Aku tidak pernah bertemu direktur sinting seperti ini. Mana ada laki-laki yang mau pada wanita yang hobinya main ranjang bersama pria lain, pikir Adisty."Saya tidak hanya bermain dengan satu pria tapi dua pria. Kebetulan tadi mantanku juga datang, jadi kita main-main bareng sekalian," jelas Adisty semakin ngelantur
Ricko sedari tadi di sibukkan dengan laptopnya, pandangannya fokus ke layar. Seperti biasa wajahnya minim ekspresi. Hanya Kevin yang berani mengajaknya bicara. Karena mereka sudah kenal sejak kecil. Meskipun begitu Kevin terkadang juga kesulitan menghadapi sikap Ricko yang terlalu kaku. "Pak, apa Anda jadi akan menerima perjodohan dengan Nona Rania?" tanya Asisten Kevin. "Menurutmu?" Ricko tidak melihat ke arah Kevin. Ia masih sibuk memeriksa berkasnya yang lain. "Sepertinya dari penampilan Nona Rania ia suka bermain-main," ungkap Asisten Kevin hati-hati. "Apa Tuan akan melanjutkannya menikah dengan wanita seperti ...," Asisten Kevin tidak berani melanjutkan kalimatnya melihat wajah Bosnya berubah masam. "Maaf, atas kelancangan saya," ucap Kevin kemudian. "Aku akan menikahinya," jawab Alex pendek. Ia menumpuk dokumen di atas mejanya lalu menyingkirkannya agak ke pinggir. Apa! Tentu saja siapa laki-laki yang tidak tergoda dengan
Di sebuah restoran mewah Adisty sudah menunggu dengan wajah cemas. Ia akhirnya setuju untuk bertemu dengan Presdir Ricko, tapi ia memakai wig rambut berwarna pirang. Ia tidak ingin terlihat terlalu kentara.Adisty melihat ke arah jendela seraya duduk sambil menunggu. Dalam hatinya ia juga merasa bersalah jika Rania menikah dengan orang yang tidak di cintainya.Ia memang butuh uang, tapi sebenarnya Adisty datang karena ingin bertanggung jawab atas kesalahannya. Apa yang telah ia bicarakan pada Ricko saat itu sudah kelewat batas yang mengatakan bahwa Rania memiliki kelainan dalam berhubungan seks.Adisty merasa cintanya yang bertepuk sebelah tangan terhadap Jonathan membuat pikirannya sudah tak waras. Ia terpaksa menerima tawaran Rania, untuk menggantikannya dalam acara perjodohannya. Sekarang situasinya malah semakin rumit. Adisty masih saja menyalahkan dirinya.Dulu
Kantor terlihat gelap sepertinya para karyawan sudah pulang. Ia heran kenapa lampu kantor bisa mati lampu. Saat Adisty meraba-raba mencari pegangan.Degh! Tiba-tiba tubuhnya menabrak sesuatu.Lampu tiba-tiba menyala, Adisty mendongakkan wajahnya."Sebentar ... kenapa Nona tampak familiar." Ricko mengernyitkan dahinya."Apa Anda Nona Rania yang datang di perjodohan itu?""Bu ... bukan, anda salah orang," jawab Adisty gugup. Keringat dingin bercucuran."Anda adalah karyawan yang ada di lantai dua itu!" tebak Ricko.Tubuh Adisty tambah menggigil ketakutan.Apa boleh buat, lebih baik aku kabur, batin Adisty.Adisty berlari kencang namun Ricko juga tak mau kalah ia mengejar Adisty hing
"Temui Nona Rania sekarang!" perintah Ricko."Kenapa bukan Anda, tapi saya?" tanya Asisten Kevin."Dia tidak mau menjawab teleponku. Hari ini apa ada jadwal kosong?" tanya Ricko."Tidak, semua jadwal Anda penuh," jawab Asisten Kevin."Bagaimana kalau Anda menyerah saja ... sepertinya dia memang sengaja tidak ingin bertemu dengan Anda," ungkap Asisten Kevin."Menyerah ... mana mungkin aku menyerah waktu itu dia menungguku sampai ketiduran. Berarti dia memang menunggu jodohnya datang," jawab Ricko beralasan.Huh, percaya diri sekali Tuan. Nona Rania pasti menunggu untuk menolak perjodohannya, batin Asisten Kevin."Saya kira Anda di campakkan, karena mungkin Nona Rania tidak berselera dengan Anda," kata Kevin."Kau sudah berani meledekku, apa kau bo
"Ampun kak ... ampun!" Darren berjongkok memohon-mohon pada Adisty."Kakak wanita cantik sedunia!" Darren memperbaiki kata-katanya.Adisty bersedekap, ia memalingkan mukanya pada Darren."Pacar? Apa benar kamu punya pacar?" tanya Papa Adisty."Kenapa kalian sepertinya tidak percaya jika aku punya pacar?" tanya Adisty."Ada pria yang jatuh cinta padaku," imbuh Adisty.Semua menatap aneh ke Adisty, seakan meremehkan jika perkataan Adisty benar atau tidak."Maaf, kak. Sepertinya aku butuh obat malam ini," kata Darren seraya pergi."Tuh, kan. Kalian tidak mempercayaiku!" keluh Adisty.Jonathan menepuk pundak Adisty."Bagaimana kalau kita double date, s
"Sekarang kau sudah menemukan pria tambatan hatimu, bagaimama denganku," keluh Adisty."Kau akan ku kenalkan dengan pria yang tampan juga sebagai imbalan kau telah membawaku pada jodohku," kata Rania."Tapi sebelum itu, kirimkan aku nomor teleponnya. Bukankah akhir-akhir ini ia sering menelponmu,"imbuh Rania."Benar, baiklah aku kirimkan dulu nomornya. Kau hubungi sendiri saja kalau begitu," ucap Adisty.'Yah, setidaknya tugasku sudah selesai. Aku tidak perlu lagi bersembunyi jika Rania menerima perjodohan itu," batin Adisty."Jangan lupa untuk mengenalkanku pada pria tampan kaya. Mukaku mau ku taruh mana jika ketahuan Kak Jo kalau aku tidak punya pacar," peringat Adisty."Tenang, akan ku carikan pria tampan untukmu. Sudah kusimpan nomor teleponnya
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga