"Aku tidak tahu kenapa kita menikah tapi malahan bertengkar terus menerus?" tanya Ricko.
Adisty terdiam, dia tidak mungkin marah jika tidak ada alasan. Masalah selalu datang beruntun menguji cinta mereka. Adisty merasa tidak cocok dengan kehidupan Ricko. Suaminya terlalu banyak penggemar, ia sering di buat cemburu oleh wanita yang ada di sekitar Ricko.
"Kurasa, kita memang tidak cocok. Aku seperti Cinderella yang mengharapkan kehidupanku akan bahagia sempurna setelah di pinang oleh pangeran tampan. Nyatanya, setiap hari aku makan hati dengan orang-orang di sekelilingmu," kata Adisty.
Ia tidur berbaring memunggungi Ricko. Rasanya sesak sekali, menyaksikan pria yang di cintai berciuman dengan wanita lain. Ricko mencoba menenangkan hati Adisty. Ia juga merasa bersalah pada istrinya. Adisty terus saja menepis tangan Ricko. Namun Ricko tidak berhenti untuk memeluk tubuh Adisty dari belakang.
"Kumohon, jangan menangis. Maafkanlah aku. Aku benar-benar tidak berm
Ricko menuruti keinginan Adisty, ia pindah di kamar sebelah membawa sebagian pakaiannya. Ia hanya ingin memberikan kenyamanan untuk istrinya. Ricko pikir mungkin Adisty membutuhkan waktu untuk memaafkannya.Ketika menikah, Ricko menjadi tahu beberapa karakter Adisty yang dulunya tidak di terlihat saat masih pacaran. Namun mengingat hormon seorang wanita yang tengah hamil muda menjadikan Ricko lebih banyak bersabar. Ia juga menyadari bahwa amarah Adisty muncul karena kebodohannya juga dalam menghadapi penggemarnya.Seperti biasa Ricko berangkat ke kantor, sesaat ia melihat ke arah rumah megahnya. Hatinya berharap Adisty tengah melambaikan kepadanya. Atau membayangkan mencium punggung tangannya sebelum pergi. Ricko hanya bisa menghela nafas beratnya. Ia sadar, Adisty masih marah padanya mana mungkin mau mengantarnya sampai depan pintu utama."Jalan!" perintah Ricko pada sopirnya.Mobil itu pun melaju meninggalkan halaman rumah mewahnya. Tanpa Ricko sa
Keduanya telah sampai di kedai makan andalan mereka dulu. Namun, tiba-tiba wajah Adisty langsung pucat buru-buru ia kembali keluar dati kedai itu dengan membungkam mulutnya."Ada apa?" tanya Rania bingung."Sepertinya aku tidak sanggup jika masuk ke dalam. Perutku terasa teraduk-aduk ingin muntah," kata Adisty."Kau sedang hamil?" tanya Rania.Adisty mengangguk, sebenarnya ia tidak ingin mengatakan berita bahagia itu pada Rania. Takut sahabatnya teringat kembali dengan peristiwa kegugurannya."Selamat ya, aku ikut senang akhirnya sebentar lagi kau akan menjadi mama," peluk Rania."Makasih." Adisty hanya bisa membalasnya dengan senyuman."Kita cari tempat lain saja, kurasa jika memaksa makan di sini yang ada aku akan kerepotan," kata Rania."Maaf, ya," sesal Adisty."Maaf, itu memang bawaan orang hamil tau. Jangan merasa bersalah, dulu aku juga pernah merasakannya meskipun _,"Rania tidak jadi mel
Jam kerja Ricko sudah usai, ia menutup laptopnya menggerakkan punggungnya ke kanan dan ke kiri untuk melepaskan penatnya. Ia melihat ponselnya yang tergeletak di meja. Tak satu pun ada notifikasi pesan dari Adisty. Apakah benar Adisty mulai mengabaikannya?Ricko ingin menghubungi Adisty, ia sudah memegang ponselnya namun di urungkan niatnya. Ada sedikit keraguan menghantui hatinya. Ia takut, jika Adisty tidak mau mengangkat teleponnya. Sejuta keraguan menyurutkan niatnya. Akhirnya, ia putuskan untuk pulang saja melihat keberadaan Adisty secara langsung. Mungkin sekarang dia sudah pulang ke rumah.Benar, Adisty memang sekarang sudah kembali ke rumah setelah habis berjalan-jalan dengan Rania. Ia melepaskan letihnya dengan berbaring di ranjangnya yang empuk. Pikirannya menerawang menunggu kedatangan Ricko. Ia menimang-nimang ponselnya, melihat benda pipih itu sesaat. Membuka galeri foto yang menyimpan beberapa kenangan saat bersama Ricko.Tanpa sadar Adisty t
Pagi pun tiba, Adisty dan Ricko sudah duduk di meja makan menikmati sarapan pagi. Tidak seperti biasanya mereka duduk berdampingan, bahkan bergantian saling menyuapi satu sama lain. Para pelayan yang melihat tingkah mereka ikut berbahagia melihat Tuan dan Nyonyanya sudah berdamai.Ricko senang hari ini Adisty terlihat lahap menyantap makanannya. Pasalnya ia khawatir jika Adisty mengalami muntah-muntah seperti kemarin. Tubuh Adisty menjadi mudah lemas tak berdaya. Ricko tidak tega menyaksikan istrinya kelihatan menderita hamil anak pertamanya."Setelah ini aku akan mengajakmu jalan-jalan, sayang," kata Ricko sembari makan."Benarkah?" tanya Adisty dengan mata berbinar.Ricko mengangguk pelan lalu melanjutkan makannya. Usai makan, Adisty naik ke kamar atas untuk berganti pakaian. Ia ingin mempersiapkan dirinya untuk jalan-jalan. Kali ini Adisty ingin berdandan lebih cantik dari biasanya.Hatinya bahagia karena ganjalan di hati sudah tidak ada.
"Kita harus pulang sekarang, kakek masuk rumah sakit lagi," kata Ricko dengan wajah cemas."Apa yang terjadi dengan kakek?" tanya Adisty terkejut."Nanti aku jelaskan di mobil, yang jelas kita harus berangkat sekarang," jawab Ricko mengambil jaket yang tersampir di kursi. Ia memberikan jaket satunya pada Adisty karena udara di luar sangat dingin.Adisty yang masih kebingungan menuruti apa perkataan suaminya. Mereka meninggalkan villa secara tiba-tiba. Malam yang harusnya di lalui dengan kehangatan berdua gagal sudah. Kecemasan Ricko mengenai kesehatan kakeknya jauh lebih penting.Mobil meluncur membelah jalan yang basah karena hujan. Untung saja lampu jalanan menyala jadi tidak terlalu gelap. Adisty bersedekap memakai jaket tebal yang membalut tubuhnya. Begitu juga Ricko memakai jaket berwarna abu-abu bertudung kepala. Wajahnya terlihat serius, memandangi arah jalanan. Entah apa yang di pikirkannya.Adisty tidak berani bertanya setelah
Adisty dan Ricko sudah sampai di kediaman kakek Fermount. Para pelayan sibuk mengeluarkan beberapa koper dari bagasi mobil. Sementara Ricko dan Adisty memasuki ruang utama. Matanya celingukan menyapu ke segala arah. Meskipun ia pernah datang ke rumah kakek Fermount, tapi Adisty masih saja terkagum-kagum melihat kemewahan arsitekturnya."Ayo kita temui kakek di lantai atas," ajak Ricko.Adisty mengangguk mengiyakan, sambil menaiki anak tangga ia melihat foto Ricko yang terpajang di dinding. Foto itu mulai dari usia bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa. Memang dari kecil Ricko sudah terlihat ketampanannya."Apa yang kau lihat sayang?" tanya Ricko."Eh, tidak. Aku hanya melihat fotomu di dinding. Lucu dan menggemaskan," jawab Adisty.Ricko mendongak menatap ke arah pandang Adisty. Ia menjadi malu, karena Adisty melihat foto di masa kecilnya yang masih culun."Hei, mengapa wajahmu memerah?" goda Adisty."Siapa yang memerah?"
Seorang wanita berambut blonde usia paruh baya tidak muda lagi sedang menarik kopernya menuju ke arah taksi yang sudah menunggunya."Jalan!"Wanita itu membuka kacamata hitamnya melihat jalanan meninggalkan lokasi bandara. Rambutnya yang di cat kecoklatan pekat tampak membuatnya terlihat lebih muda dari usianya."Akhirnya aku bisa kembali ke sini," ujar Carlota. Ia melihat pemandangan gedung pencakar langit yang ada di luar jendela mobil. Kenangannya dengan seorang pria kembali menyeruak dalam ingatannya. Pria itu adalah papanya Ricko yang telah lama meninggal.Wanita itu mengambil benda pipih dalam tas mungilnya. Sepertinya ia menghubungi seseorang untuk menemuinya."Hai, kakek tersayang, bagaimana kabarmu?" Carlota meletakkan benda pipih itu di telinganya.Dari arah lain, kakek Fermount berwajah masam. Akhirnya yang ia takutkan tiba. Wanita penyihir itu sudah datang untuk membuat kerusuhan. Sama halnya yang telah ia
"Apa yang terjadi?"Adisty dan kakek Fermount spontan menoleh ke belakang. Wajah mereka terlihat pucat melihat siapa yang datang."Sayang, kau sudah pulang rupanya," kata Adisty menutupi keterkejutannya."Ya, hari ini tidak ada rapat jadi aku bisa pulang cepat," kata Ricko. Mata Ricko berusaha menelisik menyelami bola mata Adisty. Adisty segera melihat ke arah lain. Ia merangkul lengan Ricko."Sebaiknya kau istirahat dulu. Akan kusiapkan mandi air hangat untukmu," ucap Adisty. Tubuh Ricko tidak mau bergerak mengikuti langkah Adisty."Katakan, apa yang terjadi hari ini? Kenapa aku merasakan kalian menyembunyikan sesuatu dariku," selidik Ricko.Lagi-lagi Adisty terdiam. Ia melihat ke arah kakek Fermount."Tidak ada. Sebaiknya ajak Ricko istirahat di kamarnya," ucap kakek Fermount."Ayo, sayang," ajak Adisty.Ricko tidak bisa membantah ajakan istrinya. Lagipula ia memang sangat lelah hari ini.Sementara d