"Mama!" teriak Adisty. Perempuan paruh baya itu kaget melihat putrinya berdiri di depan pintu bersama dengan Ricko. Semua pengunjung warung makan ikut menoleh karena teriakan Adisty.
"Hei, lihat bukankah itu mereka. Adisty dan suami konglomeratnya," bisik salah seorang pembeli uang sedang menikmati sotonya.
"Iya, dia beruntung sekali. Suaminya tampan dan kaya raya," imbuh temannya.
"Hah, andai nasibku bisa semujur dia."
"Hussh, mana ada konglomerat yang mau melamarmu. Kau juga tidak cantik seperti Adisty," ledek temannya.
"Menyebalkan. Kau selalu menghinaku," rutuk temannya mendengus kesal.
Mama Adisty langsung meraih tangan putri dan menantunya untuk duduk di kursi VVIP. "Kok tidak bilang jika kau kemari bersama suamimu?"
"Aku juga tidak tahu, Ma. Tiba-tiba saja dia mengajakku kemari," kata Adisty.
"Kami rindu masakan mama," kata Ricko menimpali.
"Oh, kalau begitu duduklah. Akan ku suruh pelayan untuk menyajikan m
Adisty merasakan ada yang berbeda dengan dirinya hari ini. Tiap kali mencium sesuatu rasanya ingin muntah. Biasanya pagi hari ia menyiapkan baju yang di pakai Ricko untuk berangkat ke kantor. Namun, hingga sampai sekarang ia masih bermalas-malasan.Ricko keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di perutnya. Ia heran melihat Adisty masih tertidur. Mungkin ia kelelahan karena serangannya tadi malam. Ricko membuka almarinya dan mengambil sendiri pakaian yang di perlukannya.Samar-samar Adisty membuka matanya. Ia sebenarnya tidak tertidur, hanya saja kepalanya terlalu pusing untuk bangun."Sayang, kepalaku pusing sekali," kata Adisty lirih.Ricko duduk di pinggiran ranjang menempelkan telapak tangannya di dahi Adisty. Tidak panas, tapi kenapa Adisty wajahnya pucat?"Sebentar, akan ku telepon dokter," ucap Ricko.Ia mengambil ponselnya lalu menekan beberapa digit nomor. Terdengar ia memerintahkan seseorang untuk datang
Kevin mendatangi bar yang di maksud Ricko. Lelaki tampan itu masuk ke dalam bar dengan memberitahukan sebelumnya pada pelayan mengenai janjinya pada seseorang."Oh, Nona itu sudah menunggu Anda di ruang VIP," kata pelayan."Mari saya antar."Lampu gemerlap berwarna-warni dentuman suara musik yang cukup keras membuat yang lainnya turun untuk menari dengan bebasnya. Kevin melewati desakan para wanita berpakaian seksi yang menggodanya.Akhirnya ia berhasil lolos dan sampai di depan pintu ruang VIP yang telah di pesan kliennya."Silahkan Tuan. Tamu Anda telah menunggu di dalam. Saya pamit," kata pelayannya.Kevin membuka pintu ruangan itu, ia melihat seorang wanita duduk memunggunginya. Perlahan wanita itu memutar tubuhnya, tersenyum pada Kevin. Kevin kaget bukan main, ia kenal betul wanita itu. Dialah Maria, wanita yang pernah menjebaknya di Jepang."Kau!" tunjuk Kevin."Kita bertemu lagi Tuan Kevin," kata Maria
Menurut keterangan dokter, Rania harus mendapatkan bantuan perawatan dari seorang psikiater. Ia mengalami guncangan hebat di hatinya. Secara fisik kondisi Rania sudah pulih total, namun secara psikis Rania membutuhkan perawatan intensif.Kevin akhirnya membawa Rania pulang ke rumah. Ia merasa prihatin melihat kondisi Rania yang tidak seperti dulu lagi. Ia memilih banyak diam dan termenung di depan jendela kamarnya."Kau lapar?" tanya Kevin lembut. Rania menggeleng, ia tidak memberikan jawaban apapun tatapannya kosong ke depan."Baiklah, aku akan menemanimu di sini," kata Kevin. Tetap saja Rania hanya diam. Ia membiarkan Kevin seperti orang bodoh yang duduk di sampingnya."Sayang, bicaralah. Aku merindukanmu yang seperti dulu," kata Kevin memeluk Rania dari belakang. Kevin merasa Rania seperti patung beku. Ia tidak memberikan respon apapun. Lelaki itu sudah berusaha mencium bibir Rania. Namun, bibir itu tidak memberikan kelembutan lagi. Ia tidak membalas c
Adisty menunggu kepulangan Ricko dengan cemas, hujan begitu lebat petir menyambar-nyambar. Ia beranjak dari tempat duduknya untuk menutup jendela, takut jika air hujan akan membasahi lantai kamarnya. Tiba-tiba lampu padam seketika. Adisty meringkuk di dalam selimutnya, perasaannya tidak enak. Baru kali ini ia merasa ketakutan karena hujan.Dulu jika ia belum menikah, biasanya ketika hujan deras keluarganya justru berkumpul dalam satu tempat. Dan lilin sebagai alat bantu penerangannya. Darren selalu memberikan cerita-cerita mistis yang membuat bulu kuduk merinding. Adisty selalu memarahi Darren jika anak itu selalu menakutinya. Tapi, di balik itu semua Adisty merindukan kehangatan bersama keluarganya.Tak lama kemudian, Adisty mendengar ada yang mendorong pintu kamarnya."Siapa itu!" teriak Adisty.Tak ada yang menyahut, membuat Adisty sedikit ketakutan. "Siapapun kamu, aku tidak takut!" lanjut Adisty.Adisty merasa sebuah tangan d
Adisty sebenarnya enggan di ajak Ricko ke pesta. Ia bisa bayangkan bagaimana suasana pesta para putri konglomerat yang berbeda dengan kelasnya. Ia takut jika tidak bisa menyesuaikan pergaulan mereka. Mengingat Adisty terbiasa hidup sederhana."Ricko!" sapa seorang wanita cantik dengan tingginya bak peragawati berjalan ke arah Ricko.Tanpa basa-basi wanita itu langsung mengecup pipi Ricko. Adisty yang berada di samping Ricko menggeram marah. Tapi, ia berusaha menahannya."Kau bertambah tampan saja, bagaimana kabarmu?" tanya wanita itu manja."Perkenalkan ini istriku," kata Ricko.Mashella mengabaikan perkataan Ricko seolah ia tidak melihat Adisty.'Hai, Nona aku di sini. Sombong sekali kau!' rutuk Adisty dalam hati.Mashella terus saja menempel pada Ricko dan tidak menghargai keberadaan Adisty. Wanita itu pandai berkata-kata, seolah ia adalah teman terdekatnya Ricko.Beberapa wanita cantik mulai ber
"Biarkan aku sendiri," jawab Adisty lirih."Sendiri tidak akan menyelesaikan masalah. Kita harus bicara," pungkas Ricko."Bicara? Apa dengan bicara akan menjamin masalah kita selesai?" Adisty mulai mencecar perkataan Ricko."Kenapa kau menjadi pemarah seperti ini?" tanya Ricko."Aku! Pemarah? Harusnya kau tanya penyebabnya kenapa aku keluar dari pesta itu!" sentak Adisty.Baru kali ini Adisty begitu marah pada Ricko. Pernikahan menunjukkan sifat asli masing-masing.**Hari berikutnya, Adisty memilih menghindar dari Ricko. Ia enggan berbicara banyak pada suaminya. Saat Ricko berangkat kerja, Adisty pura-pura masih tidur. Ia malas berbicara dengan Ricko jika dalam kondisi marah. Yang ada ia pasti akan mengeluarkan kata-kata menyakitkan untuk saling mempertahankan argumen masing-masing.Dalam keadaan mata terpejam, Adisty merasa ada yang mengecup keningnya. Tapi ia malas untuk membuka mata. Ricko menyingk
"Aku tidak tahu kenapa kita menikah tapi malahan bertengkar terus menerus?" tanya Ricko.Adisty terdiam, dia tidak mungkin marah jika tidak ada alasan. Masalah selalu datang beruntun menguji cinta mereka. Adisty merasa tidak cocok dengan kehidupan Ricko. Suaminya terlalu banyak penggemar, ia sering di buat cemburu oleh wanita yang ada di sekitar Ricko."Kurasa, kita memang tidak cocok. Aku seperti Cinderella yang mengharapkan kehidupanku akan bahagia sempurna setelah di pinang oleh pangeran tampan. Nyatanya, setiap hari aku makan hati dengan orang-orang di sekelilingmu," kata Adisty.Ia tidur berbaring memunggungi Ricko. Rasanya sesak sekali, menyaksikan pria yang di cintai berciuman dengan wanita lain. Ricko mencoba menenangkan hati Adisty. Ia juga merasa bersalah pada istrinya. Adisty terus saja menepis tangan Ricko. Namun Ricko tidak berhenti untuk memeluk tubuh Adisty dari belakang."Kumohon, jangan menangis. Maafkanlah aku. Aku benar-benar tidak berm
Ricko menuruti keinginan Adisty, ia pindah di kamar sebelah membawa sebagian pakaiannya. Ia hanya ingin memberikan kenyamanan untuk istrinya. Ricko pikir mungkin Adisty membutuhkan waktu untuk memaafkannya.Ketika menikah, Ricko menjadi tahu beberapa karakter Adisty yang dulunya tidak di terlihat saat masih pacaran. Namun mengingat hormon seorang wanita yang tengah hamil muda menjadikan Ricko lebih banyak bersabar. Ia juga menyadari bahwa amarah Adisty muncul karena kebodohannya juga dalam menghadapi penggemarnya.Seperti biasa Ricko berangkat ke kantor, sesaat ia melihat ke arah rumah megahnya. Hatinya berharap Adisty tengah melambaikan kepadanya. Atau membayangkan mencium punggung tangannya sebelum pergi. Ricko hanya bisa menghela nafas beratnya. Ia sadar, Adisty masih marah padanya mana mungkin mau mengantarnya sampai depan pintu utama."Jalan!" perintah Ricko pada sopirnya.Mobil itu pun melaju meninggalkan halaman rumah mewahnya. Tanpa Ricko sa
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga