Tania mengalihkan pertanyaan Wijaya dengan hal lain, perkataannya tadi bukan suatu hal yang penting. Perasaan tidak enak setiap kali menatap Aya membuat Tania semakin tidak tenang, Rifat berhak bahagia dan kejadian yang tidak terduga tentang Aya akan membuat Rifat menjadi berubah nantinya.
“Tumben bu boss datang kesini?” sindir Lila membuat Tania memutar bola matanya malas.Tania memilih duduk disalah satu ruangan yang memang dibuat untuknya istirahat, tempatnya bersama dengan anak-anak. Lucas sudah berjalan dengan percaya diri memasuki ruangan Wijaya, Zee sendiri sudah terlelap di trollynya. Tania mengarahkan kedalam kamar tempatnya biasa istirahat yang diikuti oleh Lila.“Rifat nggak datang?” tanya Tania membuka suara.“Belum, katanya mengurus Aya.” Lila mencoba mengingatnya “Memang kenapa?”Tania menggelengkan kepalanya “Bukan suatu hal yang penting.”Pikiran Tania tidak tenang setiap kali membicarakan Aya, bukan m“Kehamilan Aya berjalan lancar, coba lihat ekspresi bahagia Rifat.” Lila membuka suaranya membuat Tania dan Tina menatap kearah Rifat.“Suami kamu pasti juga merasakan hal yang sama kalau tahu kehamilan kita baik-baik saja, lagian kenapa kamu heboh banget.” Tina memutar bola matanya malas membuat Tania tersenyum sambil menggelengkan kepalanya..Lila mengerucutkan bibirnya “Aku bukan nggak senang malah senang banget lihat Rifat bahagia begitu.”“Udah sana kerja nanti Pak Wijaya tanya hasilnya nggak tahu.” Tania melerai mereka berdua.Tania memilih duduk di ruangan khusus yang biasanya digunakan untuk dirinya dan Tina saat bersama dengan anak-anak, Wijaya sengaja membuat ruangan ini untuk anak-anak karena tahu anak-anak akan ikut setiap kali Tania atau Tina ke kantor. Leo yang masih membutuhkan dirinya pasti ikut kemana saja Tania pergi, Nisa yang mengalami keterlambatan bicara juga bergabung bersama dengan mereka. Lucas, Rere dan Zee sudah
Setiap bulan mereka pasti berkumpul, tanpa Bima dan Via yang sudah mulai sibuk dengan perusahaan di Singapore. Endi bersama dengan Rifat setelah menikah dengan Aya, walaupun membuat Via menatap kesal pada Rifat. Billy sempat ikut bersama dengan Via dan Bima, tapi Mili sudah mengambil kembali jadi mereka tidak pernah bertemu dengan Billy jika tidak ada Bima.“Udah besar ini perutnya.” Tania menatap Aya yang datang dengan perut besarnya.“Udah mau empat bulan.” Aya duduk disamping Tina. “Mas Rifat mau adain macam syukuran gitu nanti pas empat bulan, tapi katanya kalau dapat ijin cuti dari bos.”“Kamu ngomong gitu biar aku bantuin bilang sama bos?” Tania menatap sinis pada Aya yang hanya menganggukkan kepala dengan polosnya. “Kalau lihat kamu begini pasti provokatornya Mbak Lila atau Tina.”“Aku?” Lila menunjuk diri sendiri yang membuat Tania memutar bola matanya. “Bu bos terlalu berpikir negatif sama aku.” Lila berkata dengan wajah sedihnya.
Wijaya menjadi tidak tenang melihat Tania mendiamkannya, kejadian tadi pagi membuat Wijaya mendapatkan tatapan tajam dan tidak diajak bicara. Meskipun, tidak diajak bicara Tania tetap menyiapkan kebutuhannya dengan baik, hanya saja ada suatu hal yang kurang hari ini melihat Tania tidak mengajaknya bicara.“Mami marah sama papi?” suara Lucas membuat Wijaya menatap kearah mereka berdua.“Nggak, kenapa abang bisa mikir begitu?” tanya Tania dengan suara lembutnya.“Mami nggak ajak bicara papi, terus papi menatap mami dengan tatapan sedih.” Lucas menjelaskan dengan rinci membuat Wijaya dan Tania saling memandang satu sama lain.“Mami hanya lelah, abang nanti berangkat sama papi. Mami istirahat di rumah, nggak papa?” Lucas menganggukkan kepalanya “Nanti mami jemput.”“Ada sopir yang jemput, mami nggak perlu khawatir. Mami istirahat dan rawat Zee serta Leo dengan baik, pasti mami tidur malam sampai tubuhnya merah kena nyamuk begini.” L
Tania tidak bisa berkata apa-apa mendengar perkataan Wijaya, menatap Rifat yang hanya diam memang benar adanya. Tangannya dipegang Wijaya seakan menguatkan dirinya, Tania hanya diam tidak membuka suaranya sama sekali.“Apa aku harus....” “Tidak!” Wijaya memotong kata-kata Tania dan berkata dengan tegas. “Tidak ada bantahan dan jangan melakukan hal gila.” Wijaya memberikan tatapan peringatan. “Jangan jadi bodoh, cukup ikutin semua rencana kami.”Memilih tidak membantah dan memberikan pendapat, hanya saja melihat ekspresi wajah mereka berdua membuat Tania tidak tega sama sekali. Genggaman tangannya semakin erat membuat Tania membelai punggung tangan Wijaya dengan perlahan untuk sedikit menenangkannya, memilih keluar dari ruang kerja Wijaya dan bersama dengan anak-anak untuk menghilangkan pikiran tentang masalah yang Wijaya hadapi.“Itu bukan suatu masalah yang penting, jadi jangan terlalu dipikirkan.” Tania menatap Rifat yang berada disampi
“Semua tidak mudah.”Tania menghentikan langkahnya saat mendengar suara Devan, ingin tahu apa yang mereka bicarakan didalam ruang kerja Wijaya. Tania tahu jika mereka sedang membahas permasalahan baru dengan mantan mertuanya, dari dalam hati sebenarnya ingin membantu hanya saja Wijaya melarangnya, alasan mengenai larangan itu Tania sadar hanya saja kalau terlalu rumit seperti ini akan membuat media mereka akan semakin bermasalah.Media yang dimiliki oleh sahabatnya, Austin. Diberikan langsung pada Wijaya agar bisa dikembangkan dan tidak memiliki keturunan, menurut cerita yang Tania dengar media ini dibuat untuk Lila. Lila sendiri anak dari Yuta dan orang kepercayaan Austin, wanita yang membantu Austin dalam mengembangkan perusahaan media miliknya. “Kenapa depan pintu?” Devan mengerutkan keningnya.Tania menarik Devan agar ikut dengannya, mereka duduk disalah satu sofa ruang keluarga dengan tangan Tania memegang Devan. Menatap penuh selidi
GILASatu kata itu yang ada dalam dirinya saat ini, menyelesaikan masalah dengan bertemu mantan yang menjualmu. Tania tahu kalau Wijaya saat ini sedang menahan diri agar tidak emosi, bayangan Tania jika dirinya bertemu dengan Yudi semua akan selesai dengan baik, walaupun dalam dirinya yang lain tidak yakin jika ini semua berhasil.“Kamu yakin berhasil bertemu sama dia? Dia yang jual kamu loh.” Tina mencoba menyadarkan Tania.“Aku mengenal dia dengan baik, dia nggak akan melakukan itu kalau bukan keinginan orang tuanya.” Tania mencoba menjelaskan dari sifat Yudi yang selama ini dikenalnya.“Kamu hanya tahu dasarnya, kamu nggak melihat pengorbanan papa? Nggak sedikit loh uang yang dikeluarkan untuk melepaskan kamu dari mereka.” Tina mencoba sekali lagi.Tania sangat sadar dengan semua yang Tina katakan, semenjak kejadian itu dirinya belum bertemu dengan Yudi dan berbicara banyak. Kesempatan ini akan digunakan Tania sebaik-baiknya,
Suasana diantara mereka menjadi hening setelah Tania berkata seperti itu, memberikan tatapan datar dihadapan Yudi. Penampilannya memang banyak berubah, tapi Tania yakin jika Yudi masih memiliki perasaan dan pola pikir yang sama seperti dulu. Tania tidak salah dalam menilai pria yang ada dihadapannya saat ini, walaupun mereka sudah tidak bertemu selama beberapa waktu.“Kamu selalu nggak berubah dari dulu, langsung masuk kedalam poinnya.” Yudi tertawa dan menggelengkan kepalanya melihat Tania.“Kamu banyak berubah dari segi penampilan.” Tania membuka suara, “Aku yakin didalam dirimu tetap sama.”“Seyakin itu?” Yudi mengangkat alisnya mendengar kata-kata Tania. “Kamu nggak lupa kalau aku yang menjual kamu melalui Galih? Setidaknya aku bersyukur kamu bersama dengan pria tua yang sangat mencintai kamu, walaupun sejujurnya aku sempat takut kamu mendapatkan pria yang tidak baik-baik.” Yudi memandang lurus Tania dengan tatapan dalam. “Aku tahu tujuan dan mak
“Aku harap pertemuan ini menghasilkan.” Rifat membuka suaranya terlebih dahulu yang hanya diangguki Tania.Perjalanan mereka hanya keheningan, bertemu dengan Yudi membuatnya memikirkan keadaan pria itu. Banyak perubahan yang terjadi pada mantan suaminya, hal yang tidak pernah ada dalam bayangannya selama ini, perasaan sakit hati yang dilakukannya sudah tidak berdampak apapun. Berbeda jika pria yang bersamanya bukan Wijaya, andaikan Yudi melakukan seperti yang dilakukan keluarga dan istrinya bisa jadi Tania bukan seperti sekarang ini. Banyak hal yang membuatnya harus bersyukur setidaknya Tuhan masih menyayangi dirinya dengan bertemu Wijaya serta keluarganya, dalam hal ini anak-anak.“Aku mau beli sesuatu buat Lucas dulu, bisa?” Tania teringat titipan Lucas kapan itu. “Kalau kamu nggak keberatan.”“Apapun buat kamu kenapa nggak.” Tania menatap langsung kearah Rifat saat mengeluarkan kata-kata itu. “Kamu bosku jadi wajar kalau aku bicara begitu.” Rifat