“Aku harap pertemuan ini menghasilkan.” Rifat membuka suaranya terlebih dahulu yang hanya diangguki Tania.
Perjalanan mereka hanya keheningan, bertemu dengan Yudi membuatnya memikirkan keadaan pria itu. Banyak perubahan yang terjadi pada mantan suaminya, hal yang tidak pernah ada dalam bayangannya selama ini, perasaan sakit hati yang dilakukannya sudah tidak berdampak apapun. Berbeda jika pria yang bersamanya bukan Wijaya, andaikan Yudi melakukan seperti yang dilakukan keluarga dan istrinya bisa jadi Tania bukan seperti sekarang ini. Banyak hal yang membuatnya harus bersyukur setidaknya Tuhan masih menyayangi dirinya dengan bertemu Wijaya serta keluarganya, dalam hal ini anak-anak.“Aku mau beli sesuatu buat Lucas dulu, bisa?” Tania teringat titipan Lucas kapan itu. “Kalau kamu nggak keberatan.”“Apapun buat kamu kenapa nggak.” Tania menatap langsung kearah Rifat saat mengeluarkan kata-kata itu. “Kamu bosku jadi wajar kalau aku bicara begitu.” RifatMenggelengkan kepalanya saat melihat Wijaya duduk didepan bersama dengan anak-anak, Tania tahu kalau anak-anak hanya alasan untuk mendapatkan jawaban tentang pertemuannya dengan Yudi. Memilih menyapa anak-anak terlebih dahulu, lebih tepatnya karena Lucas berlari memeluk Tania yang diikuti dengan Zee berjalan pelan, sedangkan Leo berada di gendongan perawat dengan tangan kearah Tania.“Mami kenapa lama?” tanya Lucas membuka suaranya setelah melepaskan pelukan.“Mami sama Om Rifat sekalian beliin camilan abang sama papi, maaf kalau lama.” Tania memberikan tatapan menyesal kearah Lucas.“Terima kasih, Mami.” Lucas mencium Tania yang diikuti Zee.Mereka berlari kearah Rifat yang membawa kantong belanjaan, Tania berjalan kedalam untuk membersihkan tangannya sebelum menyentuh Leo. Salah satu kebiasaan yang selalu diterapkan pada siapapun jika ingin memegang bayinya, kembali melangkah keluar dan mendapati Wijaya sudah tidak berada di tempatnya, t
“Kenapa?” tanya Tania dengan suara lembutnya, memegang tangan Aya yang hanya diam.Aya hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Tania, pandangannya kosong yang semakin membuat Tania menatap penuh rasa khawatir. Suasana diantara mereka menjadi hening, tidak seakan menikmati kesunyian masing-masing dengan tatapan berbeda.“Aku pulang.” Aya melepaskan genggaman tangan Tania dengan berdiri langsung.“Nggak nunggu Rifat?” tanya Tania hati-hati yang dijawab dengan gelengan kepala. “Diantar supir kalau begitu.”Aya tidak menjawab apapun, Tania yang melihat itu memberi kode pada asistennya untuk memanggil supirnya dan mengantarkan Aya pulang. Berdiri didepan pintu mobil dengan tatapan kosong, tidak membuka suara membuat Tania semakin cemas dengan sendirinya.“Kamu mau aku temani?” tanya Tania kembali dengan hati-hati.“Temani aku di cafe sebentar.” Aya mengatakan dengan singkat
“Kamu akan cerita sama Rifat?” tanya Wijaya setelah Tania selesai bercerita.“Nggak, itu masalah mereka bukan aku.” Tania langsung menolak hal itu.“Kalau aku sebagai Rifat pasti akan marah sama kamu, lebih tepatnya kecewa karena kamu nggak memberitahukan semuanya ke aku.” Wijaya memberikan pendapatnya.“Aku hanya orang luar dalam hubungan mereka jadi nggak mungkin aku melakukan hal itu, apalagi aku bukan saudara mereka berdua.” Tania tetap dengan pendiriannya.”Rifat tidak akan berpikir pendek seperti itu, kamu pun juga sama nggak akan berpikir begitu. Rasa kecewa pasti ada, tapi kalian berdua akan berpikir secara logika dan memandang dari segala aspek.”Menghembuskan nafas panjang mendengar pembelaan dan perkataan Tania yang memang benar adanya, menatap Tania yang memainkan ponselnya membuat Wijaya menjadi kesal. Pembicaraan mereka dari tadi dan wanita ini sibuk dengan ponselnya, mengambil ponsel Tania dengan paksa membuatnya mendapatkan
“Ini cucuku.” Muklis membawa anak perempuan seusia Leo dan Zee.Tania tidak tahu kedatangan Muklis yang tiba-tiba membawa anak perempuan ke rumah, Tania menatap anak perempuan dengan gemas. Muklis tidak datang berdua, tapi juga membawa anaknya atau orang tua dari anak perempuan ini. Perasaannya saat ini tidak menentu, Wijaya pasti mengatakan sesuatu yang membuat Muklis dan anal serta cucunya datang kerumah.“Pak Muklis mau bicara tentang pekerjaan sama Pak Wijaya?” tanya Tina mengalihkan perhatian.Muklis menggelengkan kepalanya “Pak Wijaya bilang kalau Bu Tania penasaran sama cucu saya, jadinya saya bawa kesini.”Tina mengangkat alisnya mendengar jawaban Muklis, menatap Tania yang hanya mengangkat bahu tanda tidak tahu apa yang direncanakan Wijaya. Tania mengambil nafas panjang, mengajak cucu Muklis bergabung dengan anak-anaknya dan pastinya mengajak putri menantu Muklis masuk kedalam.“Zee.” Tania memanggil Zee yang sibuk deng
Suara barang yang dibanting terdengar sampai luar, anak-anak terkejut mendengar suara dalam ruang kerja Wijaya. Tania dan Tina saling memandang satu sama lain, mereka sama-sama tidak tahu apa yang terjadi didalam sana. Tania memilih berdiri dan menitipkan anak-anak pada asistennya yang ada bersama dengan mereka, diikuti Tina dibelakang mereka langsung membelalakkan matanya saat melihat beberapa kertas jatuh di lantai dan Rifat sedang mengambilnya dengan sabar. Tania dan Tina langsung melangkah kearah Rifat untuk membantunya setelah menutup pintu ruang kerja Wijaya, Devan bergabung bersama dengan mereka membantu Rifat. Wijaya sendiri hanya duduk dengan memejamkan matanya, beberapa kali Tania melirik kearah Wijaya yang seakan tidak sadar atas kehadirannya.“Ada apa? Suara kalian terdengar sampai luar dan anak-anak terkejut mendengar suara benda dibanting.” Tania membuat suaranya setelah berkas sudah rapi.Mengarahkan pandangan kearah Rifat yang menata lembar demi
“Kamu tanya gitu sama Rifat? Dalam kondisi kita yang seperti ini?” Wijaya menatap tidak percaya saat Tania menceritakan pertanyaannya pada Rifat.“Bibirku gatal dan akhirnya keluar kata-kata itu.” Tania mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.Wijaya menggelengkan kepalanya “Kalau gatal minta cium aku aja.”Tania mencibir perkataan Wijaya “Itu maunya kamu aja.”“Lebih baik daripada kamu buat keluarga yang baik-baik saja menjadi....” Wijaya tidak melanjutkan perkataannya membuat Tania memicingkan matanya “Bukan hal penting, tapi pastinya Rifat akan beetanya-tanya. Cuman aku yakin Rifat bisa professional nggak kaya Devan sama Bima.”“Mereka juga didikan kamu, bisa jadi sekarang juga karena kamu.” “Ada bedanya.” Wijaya menghembuskan nafas panjang.“Lalu ini gimana?” tanya Tania dengan khawatir.“Nanti aku bicara sama Rifat, tapi ada imbalannya.” Wijaya memainkan alisnya dengan menaik turunkannya.
Kerjasama tim yang luar biasa, hal tidak pernah Mili dapatkan saat menghadapi mereka. Tania tahu jika tidak boleh sombong, hanya saja saat ini merasa puas dengan kerjasama mereka semua, bukan artinya mereka akan tenang-tenang saja karena pastinya Mili tidak akan tinggal diam dengan semuanya.“Apa maksud dari perkataanmu saat itu?” suara Rifat membuat Tania terkejut.“Aku hanya bertanya tidak ada hal penting lainnya.” Tania menjawab dengan mencoba santai.“Apa yang kamu tahu tapi aku tidak tahu? Apa ini ada hubungannya sama Aya?” tembak Rifat langsung.Tania mencoba bersikap tenang, tidak mau terpancing dengan semua kata-kata yang Rifat katakan. Mengalihkan pandangan kearah anak-anak yang sibuk dengan permainannya, berusaha fokus pada mereka meskipun jantungnya berdetak sangat kencang.“Kalau memang tentang Aya pastinya kamu tahu lebih dulu daripada aku, pertanyaanku tentang temanku.” Tania membuka suara setelah menemukan jawaban
“Kamu memang selalu memuaskan.” Wijaya mencium bibir Tania sekilas dengan melepaskan penyatuan mereka.“Tentu.” Menyandarkan kepalanya di dada bidang Wijaya, membelai dadanya perlahan membuat Wijaya memejamkan matanya.“Apa kamu bahagia bersama dengan pria tua ini?” Wijaya membuka suaranya dengan pertanyaan yang membuat Tania mendecih pelan.“Pertanyaan macam apa itu? Jelas bahagia karena kamu banyak uang dan bisa hidup mewah, udah gitu keluargaku jadi naik kelas di kalangan kompleks.” Tania menjawab dengan nada bangganya.Wijaya tertawa mendengar jawaban Tania, “Wanita dan uang memang tidak bisa dipisahkan sama sekali.” “Jelas itu.” Tania mencubit dada Wijaya pelan. “Dulu aku membencimu yang membuatku seakan adalah wanita murahan, membeli dan membayar hanya demi memuaskan nafsu. Melihat tatapan matamu saat itu sempat membuatku ragu, kamu benar mencintaiku atau hanya sandiwara. Bertemu dengan anak-anakmu dan mereka