“Kamu tanya gitu sama Rifat? Dalam kondisi kita yang seperti ini?” Wijaya menatap tidak percaya saat Tania menceritakan pertanyaannya pada Rifat.
“Bibirku gatal dan akhirnya keluar kata-kata itu.” Tania mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.Wijaya menggelengkan kepalanya “Kalau gatal minta cium aku aja.”Tania mencibir perkataan Wijaya “Itu maunya kamu aja.”“Lebih baik daripada kamu buat keluarga yang baik-baik saja menjadi....” Wijaya tidak melanjutkan perkataannya membuat Tania memicingkan matanya “Bukan hal penting, tapi pastinya Rifat akan beetanya-tanya. Cuman aku yakin Rifat bisa professional nggak kaya Devan sama Bima.”“Mereka juga didikan kamu, bisa jadi sekarang juga karena kamu.”“Ada bedanya.” Wijaya menghembuskan nafas panjang.“Lalu ini gimana?” tanya Tania dengan khawatir.“Nanti aku bicara sama Rifat, tapi ada imbalannya.” Wijaya memainkan alisnya dengan menaik turunkannya.Kerjasama tim yang luar biasa, hal tidak pernah Mili dapatkan saat menghadapi mereka. Tania tahu jika tidak boleh sombong, hanya saja saat ini merasa puas dengan kerjasama mereka semua, bukan artinya mereka akan tenang-tenang saja karena pastinya Mili tidak akan tinggal diam dengan semuanya.“Apa maksud dari perkataanmu saat itu?” suara Rifat membuat Tania terkejut.“Aku hanya bertanya tidak ada hal penting lainnya.” Tania menjawab dengan mencoba santai.“Apa yang kamu tahu tapi aku tidak tahu? Apa ini ada hubungannya sama Aya?” tembak Rifat langsung.Tania mencoba bersikap tenang, tidak mau terpancing dengan semua kata-kata yang Rifat katakan. Mengalihkan pandangan kearah anak-anak yang sibuk dengan permainannya, berusaha fokus pada mereka meskipun jantungnya berdetak sangat kencang.“Kalau memang tentang Aya pastinya kamu tahu lebih dulu daripada aku, pertanyaanku tentang temanku.” Tania membuka suara setelah menemukan jawaban
“Kamu memang selalu memuaskan.” Wijaya mencium bibir Tania sekilas dengan melepaskan penyatuan mereka.“Tentu.” Menyandarkan kepalanya di dada bidang Wijaya, membelai dadanya perlahan membuat Wijaya memejamkan matanya.“Apa kamu bahagia bersama dengan pria tua ini?” Wijaya membuka suaranya dengan pertanyaan yang membuat Tania mendecih pelan.“Pertanyaan macam apa itu? Jelas bahagia karena kamu banyak uang dan bisa hidup mewah, udah gitu keluargaku jadi naik kelas di kalangan kompleks.” Tania menjawab dengan nada bangganya.Wijaya tertawa mendengar jawaban Tania, “Wanita dan uang memang tidak bisa dipisahkan sama sekali.” “Jelas itu.” Tania mencubit dada Wijaya pelan. “Dulu aku membencimu yang membuatku seakan adalah wanita murahan, membeli dan membayar hanya demi memuaskan nafsu. Melihat tatapan matamu saat itu sempat membuatku ragu, kamu benar mencintaiku atau hanya sandiwara. Bertemu dengan anak-anakmu dan mereka
“Pengakuan cinta?” Tania berkata dengan nada datarnya “Hal yang seharusnya tidak kamu lakukan, bagaimanapun aku ini adalah istri atasan kamu dan satu lagi istri kamu sedang hamil di rumah, apa lupa?”Rifat berjalan mendekati Tania, menariknya perlahan membuat tubuh mereka semakin dekat. Tania seketika dilanda ketakutan, takut Wijaya mengetahui apa yang mereka berdua lakukan, mendorong Rifat dan pastinya tidak akan berdampak apapun. Tubuhnya yang besar dan dirinya yang kecil jelas bukan tandingan bagi dirinya, mendorong tubuh Rifat pastinya tidak akan berdampak padanya.“Lepaskan! Apa kamu mau dipecat karena perbuatan ini?” Tania menatap tajam pada Rifat.“Apa yang kamu rahasiakan?” Rifat bertanya dengan nada datarnya seakan tidak peduli pada peringatan Tania.“Kenapa kamu hanya bertanya sama aku? Bukannya kamu salah satu karyawan kesayangan big bos? Mencari tahu hal kecil ini bukan hal yang sulit buat kamu.” Tania mengatakan dengan tatapan
Melepaskan penyatuan mereka dan langsung membaringkan tubuhnya disamping Wijaya yang menariknya kedalam pelukan, tubuh dan pikirannya terlalu lelah belakangan ini tidak tahu apa yang membuatnya menjadi seperti ini.“Memikirkan sesuatu?” Tania menggelengkan kepalanya “Masih memikirkan tentang Rifat dan Aya?”“Aku sudah tidak peduli lagi.”Tania melepaskan pelukan Wijaya dengan beranjak dari ranjang, langkahnya menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini, perasaan tidak tenang dan itu membuat tubuhnya lelah dan pastinya kepalanya semakin pusing memikirkan sesuatu yang tidak tahu apa.“Kamu nggak lagi hamil, kan?” suara Wijaya mengagetkan Tania.“Aku baru selesai, kalau kamu lupa.” Tania menjawab sambil lalu “Hanya saja ada sesuatu yang membuat aku tidak tenang.”Wijaya mengerutkan keningnya “Biasanya perasaan kamu ini nantinya akan terjadi sesuatu, tapi apa itu?”
“Berapa?” tanya Wijaya langsung.“Belum tahu.” Rifat menundukkan kepalanya tidak berani menatap kearah Wijaya.“Hubungi Lila dan minta dia urus semuanya.” Wijaya menatap Tania dan menganggukkan kepalanya.Wijaya menatap kepergian Tania sampai benar-benar menutup pintu, tatapannya mengarah pada Rifat yang sangat kacau. Wijaya tahu bagaimana perasaan Rifat saat ini, memilih hanya diam dan masih fokus pada tatapannya pada Rifat.“Apa kamu tidak tahu tentang masalah Aya?” tanya Wijaya hati-hati.Rifat menggelengkan kepalanya “Dia tidak pernah cerita apapun itu.”“Tania sudah pernah bicara sama kamu dan memberikan beberapa kali kode, bukan hanya itu Tania juga meminta Aya untuk berbicara jujur sama kamu. Saat ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan, terpenting adalah Aya segera keluar dalam keadaan selamat.”Suasana menjadi hening, suara detik jam terdengar sangat jelas. Rifat hanya diam dan menundukkan kepa
Memberikan tatapan tidak percaya atas apa yang dikatakan Wijaya, bagaimana mungkin pria ini tahu tentang apa yang ingin diketahuinya. “Sejauh ini belum ada kabar tentang Aya, aku minta tolong anak Muklis untuk menemani Rifat.” Wijaya berkata tanpa menatap Tania. “Kalau sampai tidak ada kabar kita bisa mendatangi mereka di rumah sakit.”Tania tidak bisa membantah semua yang dikatakan Wijaya, pastinya sudah penuh perhitungan dengan apa yang dilakukannya. Wijaya selalu mempunyai perhitungan dalam melakukan gerakan atau tindakan termasuk masalah Rifat yang sekecil ini, memilih keluar dari ruang kerjanya dan menuju kamar anak-anak.Wijaya menarik dan menghembuskan nafas panjangnya saat melihat Tania keluar dari ruangan, sepanjang Tania memasuki ruangan pikirannya menjadi tidak fokus sama sekali. Pikiran tentang Tania yang akan berkhianat menghantui dirinya, tapi tetap saja membuat dirinya yakin jika Tania bukan wanita seperti itu.Saat ini sej
Dua kata yang dokter ucapkan membuat suasana hening, Tania hampir saja pingsan jika Wijaya tidak melingkarkan tangannya di pinggang. Pendangannya mengarah pada Rifat yang masih diam seakan mencerna perkataan dokter, tidak tahu harus bagaimana dalam kondisi seperti ini.“Maksudnya, dok?” Wijaya membuka suara terlebih dahulu.“Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan mereka berdua yaitu ibu dan anak.” Dokter menundukkan kepalanya.“Nggak!” Teriak Rifat yang memegang krah baju dokter “Katakan semua ini tidak benar!” “Rifat!” Wijaya sedikit teriak agar berhenti bertindak bodoh.Devan memegang tangannya agar terlepas dari baju sang dokter yang tampak kesakitan, Rifat menarik kencang dan membuat dokter sulit bernafas, menarik tubuh Rifat agar menjauh dan akhirnya bisa dilakukan meskipun sulit.“Aku mau lihat dia.” Rifat berjalan masuk kedalam sebelum sempat dihentikan.Tania menatap tidak percaya dengan sikap Rifat s
Seluruh keluarga Wijaya mendatangi pemakaman Aya, bahkan Via dan Bima yang berada di Singapore memilih pulang hanya untuk menemani Rifat. Pria satu ini sedikit banyak berjasa pada keluarga Wijaya, tidak hanya Muklis saja yang berjasa pada Wijaya tapi juga Rifat. Pria yang rela melakukan banyak pekerjaan baik itu kasar atau tidak, satu lagi Rifat tidak pernah mengeluh atau menentang keputusan Wijaya, sedikit berbeda dengan Bima dan pastinya Muklis.“Aku nggak menyangka kalau dia pergi lebih dulu,” bisik Via ke Tania.“Jangan bergosip.” Tina memberikan teguran dengan suara pelan dan datar.Via terdiam dan kembali fokus menatap kearah depan, Tania sendiri tidak mendengarkan kata-kata Via karena memang fokusnya pada Rifat yang berusaha kuat dan tegar. Tania tahu itu semua karena sudah tidak ada kesedihan di matanya, lebih pada kecewa. Tania juga tidak tahu apa yang terjadi setelah mereka pulang meninggalkan Rifat dengan kedua orang tua mereka berdua, tap
“Jadi kita tidak perlu mencari tahu tentang Mona lagi?” tanya Rifat setelah membaca surat yang Tania bawa.“Memang ketemu?” tanya Tania penasaran.“Menurutmu?” tanya Rifat malas.“Wow...hebat banget kamu!” Tania menepuk lengan Rifat pelan dengan bangga “Aku sudah bilang ke Wijaya kalau menolak semua rencana dia tentang kita.”Rifat menganggukkan kepalanya “Aku terserah apa katamu.”“Apa kamu nggak lebih baik mencari wanita lain?” tanya Tania hati-hati.“Melihat kamu sedih pas aku menikah sama dia? No! Aku tidak akan melakukan hal itu, aku akan menunggu dan bisa jadi kita tidak akan bersatu sama sekali, setidaknya Rey ada di tengah-tengah kita.” Tania tidak bisa mengatakan apapun, hidup mati seseorang tidak bisa ditebak sama sekali. Meninggalkan Wijaya dengan kondisi sakit seperti saat ini jelas tidak akan dilakukannya, beda cerita jika Mona ada disamping pria itu, tapi nyatanya wanita itu hanya menginginka
Proses penyembuhan Wijaya berjalan lambat, walaupun setidaknya sudah mulai ada perkembangan. Wijaya sudah tidak bisa melakukan aktivitas berat, selama beberapa bulan hubungan intim mereka berkurang. Tania tidak memikirkan itu semua, begitu juga dengan Rifat. Kata-kata Wijaya di rumah sakit sama sekali tidak dihiraukan Tania, tetap berada disampingnya dengan membantu semua kebutuhannya, tidak hanya Tania tapi juga anak-anak. Satu bulan setelah Wijaya keluar dari rumah sakit kabar duka hadir dimana Tina meninggalkan mereka selamanya, Wijaya semakin terpuruk dengan kehilangan Tina yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Devan memutuskan kembali setelah lama di Kalimantan, tinggal bersama dengan Emma yang sudah menjadi istri sahnya. Wijaya sudah merasa gagal menjaga Tina, membiarkannya melihat suaminya bersama dengan wanita lain, janjinya pada sahabatnya benar-benar tidak bisa dilaksanakan.Tari mencari rumah yang jaraknya tidak jauh dengan rumah Wijaya, membuat
“Semua akan baik-baik saja,” ucap Rifat menenangkan Tania dengan menepuk punggung tangannya pelan.“Aku jadi kasihan, melihat seperti ini membuatku tidak tega meninggalkan dia.” Tania menghembuskan nafas panjangnya.Waktu berjalan sangat lambat, kedua anak Wijaya sudah meninggalkan rumah sakit. Biasanya di saat seperti ini Tania akan ditemani Tina, tapi kondisi Tina semakin lama semakin menurun dan harus di rawat. “Apa perlu kita mencari Mona?” tanya Rifat hati-hati.“Entahlah, aku tidak peduli dengan keberadaannya sekarang.” Tania menjawab dengan tatapan kosong.“Rencana kita lebih baik...”“Aku sudah tidak memikirkan itu, sekarang yang ada didalam kepalaku adalah Wijaya sembuh.” Tania memotong perkataan Rifat.Keheningan menemani mereka, berdoa di dalam hati dilakukan Tania untuk Wijaya. Tidak siap jika Wijaya meninggalkan dirinya dan anak-anak, walaupun sebenarnya bisa saja hal itu terjadi. Tania tetap
Wijaya mengenalkan Mona pada rekan kerjanya, Tania memilih tidak hadir di setiap acara yang mengundang Wijaya. Alasan utama Tania tidak datang adalah bermain dengan anak Wijaya dan Mona yang bernama Gita, kehadiran Gita membuat anak-anak sedikit melupakan Sabi. Gita adalah pengganti Sabi, membuat dunia mereka kembali lagi. Mona sementara tinggal dalam satu atap dengan Tania, kamar yang di tempati adalah kamar yang dulu digunakan anak-anak pada saat kecil.“Kamu nggak berencana menikahi dia resmi?” tanya Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Belum ada kearah sana.” Wijaya menjawab santai. “Sejauh ini aku masih adil sama kalian berdua.”“Aku yang merasa tidak baik-baik saja, Mona bisa merawatmu dengan baik jadi kamu bisa melepaskan aku.” “Melepaskan kamu?” tanya Wijaya dengan tatapan berpikir “Aku belum bisa.”Tania mengerucutkan bibirnya “Kamu benar-benar egois, aku tahu begini tidak akan mendukung atau membantumu saat
Mendatangi pengirim pesan dengan berbagai macam perasaan, sedikit terkejut ketika mendapatkan pesan tapi tetap berusaha untuk tenang. Menatap lingkungan sekitar dengan memastikan semuanya aman, menekan bel sebelum akhirnya yakin jika memang benar-benar aman.“Kamu datang juga, aku kira nggak akan datang.” Masuk ke dalam setelah diminta masuk, tidak menanggapi sama sekali perkataannya. Memilih masuk ke dalam dan duduk di tempat yang ada di ruangan, menatapnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.“Maaf, kalau aku tiba-tiba kabur.”“Apa alasanmu kabur? Kamu tidak memikirkan perasaan Wijaya, Mona?” Tania langsung bertanya semuanya.“Aku tahu kalau salah masuk ke dalam hubungan kalian, melihat bagaimana tatapannya padamu membuatku cemburu, harusnya aku tidak perlu memiliki perasaan itu karena sudah tahu dari awal jika hanya pelampiasan. Aku adalah salah satu wanita yang beruntung dinikahi Wijaya, bukan hanya melakukan hubungan inti
Kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya membuat Tania tidak bisa berkata-kata, pembicaraan mereka terhenti dan tidak ada lanjutannya. Tania meminta Rifat mencari keberadaan Mona dan anak Wijaya, sampai sejauh ini belum mendapatkan jawaban sama sekali.“Kamu seakan sudah melupakan mereka,” ucap Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Aku masih mencari bukan berarti dengan begini aku melupakan mereka, bagaimanapun Mona membawa darah dagingku.” Wijaya membaringkan badannya dengan menatap langit kamar.“Dia tidak akan melakukan hal-hal yang aneh, bagaimanapun anak yang dibawanya juga darah dagingnya.” Tania mengatakan untuk menenangkan Wijaya.Tania memeluk Wijaya dari samping yang membuat tubuh mereka saling bersentuhan, membelai tubuh Wijaya tanpa busana dan pelukan erat diberikan yang membuat Tania bisa merasakan detak jantung Wijaya.“Aku hanya takut sesuatu terjadi pada mereka.” Wijaya membuka suaranya.“Semu
Kelahiran anak Wijaya dengan Mona membuat Wijaya bahagia, anak perempuan dan melihat itu membuat Tania teringat kembali Sabi. Kebahagiaan tidak berlangsung lama saat mereka berada di rumah mendapatkan kabar jika Mona keluar dari rumah sakit dengan membawa bayi mereka, pada saat mendapatkan kabar memang waktunya mereka keluar dari rumah sakit.“Bagaimana bisa dia mikir buat....” Wijaya tidak bisa berkata-kata sambil mengusap kasar wajahnya.Tania hanya menepuk punggung Wijaya pelan, tidak tahu harus berbicara apa karena memang sama-sama terkejut. Awalnya Tania berpikir jika ini adalah salah satu trik Wijaya, tapi melihat reaksinya membuat Tania percaya jika memang Mona kabur bersama dengan anak mereka.“Kamu ada bayangan akan kemana dia?” tanya Tania yang hanya dijawab Wijaya gelengan kepala.“Dia itu nggak punya siapa-siapa.” Wijaya mengingatkan Tania.“Coba ke tempat kalian dulu atau tempat tinggal masa kecilnya.” Tania memberi
“CERAI!” Wijaya sedikit teriak mendengar permintaan Tania. “Win win solution,” ucap Tania santai. “Aku salah dan mengakui tapi sebelum kamu bertemu dengan Mona tidak ada permintaan gila ini.” Wijaya menatap tidak percaya dengan permintaan Tania yang baru saja keluar dari mulutnya “Kamu sudah tidak mencintaiku?” “Aku masih mencintaimu, melihat Mona mengingatkanku pada awal pertemuan kita.” “BEDA! KAMU DENGAN MONA BERBEDA! Kalian berbeda dan perasaanku pada kalian juga berbeda.” “Aku tahu, tapi...” “Tidak ada tapi, pembicaraan tentang permintaan kamu tidak akan pernah terjadi dan case close.” Wijaya mengatakan dengan nada datar. “Loh. Nggak bisa begitu!” Tania menatap Wijaya tajam “Kamu harus memenuhi permintaanku yang ini.” “Apa alasan kamu mau cerai? Rifat? Kalian sudah aku beri kesempatan bersama bahkan sampai anak, lalu sekarang kamu minta pisah?” Wijaya menatap Tania frustasi “Aku memang SALAH melakukan hal ini pada wanita lain, aku ng
Rifat hampir saja menghentikan mobil tiba-tiba mendengar pertanyaan Tania, mencoba tenang dengan tidak menjawab pertanyaannya. Tujuan mereka adalah rumah Rifat, tempat mereka bisa saling berbicara satu sama lain tanpa gangguan. Memasuki rumah dan langsung menutup pagarnya, tidak ada orang yang akan mengganggu mereka. Rifat sendiri tidak mempekerjakan asisten di rumah, masalah bersih-bersih orang tuanya mengirim asisten yang ada di rumah mereka. “Apa maksud pertanyaanmu itu? Tidak mungkin suami kamu setuju dengan ide gila itu.” Rifat langsung mengatakan apa yang ditahannya tadi. “Aku kan cerita tentang wanita tadi, jadi aku...” “Jangan mikir yang aneh-aneh,” potong Rifat langsung. “Artinya kalau aku cerai kamu tidak akan menikahiku?” tanya Tania dengan menatap dalam Rifat. “Sayang, aku akan tetap menikahi kamu nanti tapi jika Wijaya meninggal dunia.” Rifat memegang lengan Tania dengan memberikan tatapan dalam. “Lihat dia hamil buat aku jadi pen