Memberikan tatapan tidak percaya atas apa yang dikatakan Wijaya, bagaimana mungkin pria ini tahu tentang apa yang ingin diketahuinya.
âSejauh ini belum ada kabar tentang Aya, aku minta tolong anak Muklis untuk menemani Rifat.â Wijaya berkata tanpa menatap Tania. âKalau sampai tidak ada kabar kita bisa mendatangi mereka di rumah sakit.âTania tidak bisa membantah semua yang dikatakan Wijaya, pastinya sudah penuh perhitungan dengan apa yang dilakukannya. Wijaya selalu mempunyai perhitungan dalam melakukan gerakan atau tindakan termasuk masalah Rifat yang sekecil ini, memilih keluar dari ruang kerjanya dan menuju kamar anak-anak.Wijaya menarik dan menghembuskan nafas panjangnya saat melihat Tania keluar dari ruangan, sepanjang Tania memasuki ruangan pikirannya menjadi tidak fokus sama sekali. Pikiran tentang Tania yang akan berkhianat menghantui dirinya, tapi tetap saja membuat dirinya yakin jika Tania bukan wanita seperti itu.Saat ini sejDua kata yang dokter ucapkan membuat suasana hening, Tania hampir saja pingsan jika Wijaya tidak melingkarkan tangannya di pinggang. Pendangannya mengarah pada Rifat yang masih diam seakan mencerna perkataan dokter, tidak tahu harus bagaimana dalam kondisi seperti ini.âMaksudnya, dok?â Wijaya membuka suara terlebih dahulu.âMaaf, kami tidak bisa menyelamatkan mereka berdua yaitu ibu dan anak.â Dokter menundukkan kepalanya.âNggak!â Teriak Rifat yang memegang krah baju dokter âKatakan semua ini tidak benar!â âRifat!â Wijaya sedikit teriak agar berhenti bertindak bodoh.Devan memegang tangannya agar terlepas dari baju sang dokter yang tampak kesakitan, Rifat menarik kencang dan membuat dokter sulit bernafas, menarik tubuh Rifat agar menjauh dan akhirnya bisa dilakukan meskipun sulit.âAku mau lihat dia.â Rifat berjalan masuk kedalam sebelum sempat dihentikan.Tania menatap tidak percaya dengan sikap Rifat s
Seluruh keluarga Wijaya mendatangi pemakaman Aya, bahkan Via dan Bima yang berada di Singapore memilih pulang hanya untuk menemani Rifat. Pria satu ini sedikit banyak berjasa pada keluarga Wijaya, tidak hanya Muklis saja yang berjasa pada Wijaya tapi juga Rifat. Pria yang rela melakukan banyak pekerjaan baik itu kasar atau tidak, satu lagi Rifat tidak pernah mengeluh atau menentang keputusan Wijaya, sedikit berbeda dengan Bima dan pastinya Muklis.âAku nggak menyangka kalau dia pergi lebih dulu,â bisik Via ke Tania.âJangan bergosip.â Tina memberikan teguran dengan suara pelan dan datar.Via terdiam dan kembali fokus menatap kearah depan, Tania sendiri tidak mendengarkan kata-kata Via karena memang fokusnya pada Rifat yang berusaha kuat dan tegar. Tania tahu itu semua karena sudah tidak ada kesedihan di matanya, lebih pada kecewa. Tania juga tidak tahu apa yang terjadi setelah mereka pulang meninggalkan Rifat dengan kedua orang tua mereka berdua, tap
Kedatangan Rifat kerumah membuat semua terkejut, mereka menatap bingung dengan kedatangan Rifat ditambah lagi seakan tidak ada sesuatu yang membuatnya sedih. Sikapnya biasa saja yang semakin membuat semua menatap penuh tanda tanya, makan dengan tenang tanpa peduli dengan tatapan kearahnya.âKamu nggak sedih?â Via membuka suara terlebih dulu.âBiasa saja.â Rifat menjawab seakan tidak peduli.Tania memandangnya dalam, melihat untuk mencari apa yang ada didalam isi kepalanya. Tatapan mata Rifat tidak memperlihatkan kesedihan sama sekali, mencoba untuk menggali lebih dalam tapi genggaman di tangannya membuat Tania mengalihkan perhatian menatap sang pemilik tangan. Wijaya menggelengkan kepalanya agar Tania menghentikan apa yang dirinya lakukan, menghembuskan nafas panjang melakukan apa yang Wijaya inginkan.âKamu mau langsung kerja atau gimana?â Wijaya membuka suaranya.âLangsung, Pak.ââKamu bisa datang bersama Bima, renc
Terakhir kali Wijaya membicarakan tentang orang tua Yudi, suasana rumah kembali tidak enak. Bima dan Via tidak kembali ke Singapore, memutuskan untuk berada disini terlebih dahulu dan tinggal bersama dalam satu rumah. Tania bukan masalah Bima dan Via, dirinya penasaran atas apa yang terjadi karena tidak ada satupun yang mengatakan sebenarnya. Wijaya memilih tutup mulut, begitu juga sebaliknya, hal yang semakin membuatnya penasaran.âMemang apa yang terjadi?â Tania memegang tangan Wijaya membuat langkahnya terhenti.âBukan hal penting.â Wijaya menatap Tania lembut.âKamu nggak bisa membohongi aku.â Tania berkata dengan nada sedikit tinggi.âMereka akan membeli media yang kita punya dengan nominal tidak terhitung jumlahnya.â Wijaya menyerah dengan mengatakan sebenarnya âSekali lagi kebiasaan mereka adalah memutar balikkan fakta.ââApa mereka tidak lelah mencari masalah dengan kita? Aku akan bicara dengan Yudi.ââBuat ap
âKamu selalu nikmat, Sayang.â Wijaya melumat bibir Tania lembut sambil melepaskan penyatuan mereka.Berbaring disamping Tania, memejamkan matanya menikmati pelepasan yang baru saja terjadi, tidak pernah dirinya merasakan kepuasan seperti saat ini. Helena dan Vita sama sekali tidak bisa memberikan kepuasan secara penuh, Tania hanya dia saja yang bisa membuatnya seperti ini.âKamu melakukan perjanjian apa dengan Rifat?â Tania membuka suaranya.âMenikah denganmu kalau aku meninggal.â Wijaya menjawab tanpa beban.âApa maksudmu?â Tania mengangkat tubuhnya menatap penuh selidik pada Wijaya.âUsiaku sudah tidak muda lagi, mantan sialanmu itu dan keluarganya tidak akan tinggal diam kalau tahu kamu sudah sendiri.â Wijaya memberikan alasan tanpa menatap Tania.âAku bisa menjaga diri.â Tania memberikan pembelaan.âKamu mungkin bisa tapi tidak dengan anak-anak, aku takut mereka menyerang atau menyakiti anak-anak. Kejad
Kedatangan Rifat kerumah yang tampak biasa saja sepanjang hari, setelah pembicaraan dengan Wijaya membuat Tania sering kali menatap Rifat dengan tatapan menilai, baik itu secara langsung atau sembunyi-sembunyi. Tania tidak tahu alasan yang membuat dirinya melakukan hal ini, rasa penasaran atas tatapan Rifat pada dirinya mungkin menjadi alasan utama.âPak Wijaya nggak ada di ruangan.â Rifat menghentikan langkah Tania yang akan memasuki ruangannya bersama dengan anak-anak.âMemang kemana dia?â tanya Tania mengerutkan keningnya.âRapat, pergi sama Devan dan Lila.ââKamu nggak ikut?â Tania menatap penuh selidik.âAku ada kerjaan yang harus diselesaikan.â âDi ruangan Wijaya?â âSamping ruangannya.â Rifat menunjuk ruangan yang pernah digunakan Muklis.âAku nggak boleh masuk kedalam?ââSiapa yang berani melarang bu bos masuk ke ruangan suaminya? Tadi hanya memberitahukan barangkali mencari k
Memasuki rumah Rifat setelah anak-anak berangkat sekolah dan secara kebetulan Wijaya sibuk dengan pekerjaan kantor bersama Devan dan Muklis, semua seakan sudah direncanakan agar Tania dan Rifat bisa bersama.âBerangkat sekarang?â tanya Tania saat melihat Rifat keluar dari kamarnya.âAku periksa dulu takut ada yang kelupaan,â jawab Rifat tanpa menatap Tania.Perjanjian yang mereka lakukan adalah Rifat menjemput Tania, tapi karena di rumah sudah tidak ada yang dikerjakan akhirnya Tania meminta diantar kerumah Rifat oleh supir yang langsung ditinggal ke sekolah anak-anak lagi. Tania menatap rumah Rifat dengan Aya, dulu saat datang kesini foto pernikahan mereka terlihat jelas di dinding, terpasang seakan mereka adalah pasangan bahagia.âFoto pernikahan kamu lepas?â tanya Tania.âHmm.ââKenapa?â Tania mengalihkan pandangan kearah Rifat yang hanya diam, tidak menjawab pertanyaannya. Menyadari kebodohannya karena
âAhh...terus...dalam...ahhh...sayang...â Tania mendesah keras saat merasakan juniornya Wijaya berada didalam bergerak tidak menentu dengan kasar.âKamu semakin menggairahkan...â Wijaya melumat bibir Tania dengan kasar. âOughh...sudah lama kita tidak begini....ahhh...ââAku mau keluar....ahhh....â Tania melengkungkan badannya tanda mencapai klimaks.Wijaya yang melihat dan merasakan cairannya keluar semakin bergerak cepat dengan mendorong semakin dalam, Tania hanya diam saat Wijaya meremas bukit kembarnya atau menghisapnya, tidak memiliki tenaga lagi setelah pelepasannya yang keempat ini.âAhhh...aku mau keluar....âWijaya mendorong semakin dalam dan langsung mengeluarkan cairannya didalam, membiarkan cairannya bercampur didalam dan ketika tidak ada lagi yang keluar langsung melepaskan penyatuan mereka, menarik Tania masuk kedalam pelukannya dengan membelai punggungnya yang terbuka.âAku mencintaimu.â Wijaya mencium ke
âJadi kita tidak perlu mencari tahu tentang Mona lagi?â tanya Rifat setelah membaca surat yang Tania bawa.âMemang ketemu?â tanya Tania penasaran.âMenurutmu?â tanya Rifat malas.âWow...hebat banget kamu!â Tania menepuk lengan Rifat pelan dengan bangga âAku sudah bilang ke Wijaya kalau menolak semua rencana dia tentang kita.âRifat menganggukkan kepalanya âAku terserah apa katamu.ââApa kamu nggak lebih baik mencari wanita lain?â tanya Tania hati-hati.âMelihat kamu sedih pas aku menikah sama dia? No! Aku tidak akan melakukan hal itu, aku akan menunggu dan bisa jadi kita tidak akan bersatu sama sekali, setidaknya Rey ada di tengah-tengah kita.â Tania tidak bisa mengatakan apapun, hidup mati seseorang tidak bisa ditebak sama sekali. Meninggalkan Wijaya dengan kondisi sakit seperti saat ini jelas tidak akan dilakukannya, beda cerita jika Mona ada disamping pria itu, tapi nyatanya wanita itu hanya menginginka
Proses penyembuhan Wijaya berjalan lambat, walaupun setidaknya sudah mulai ada perkembangan. Wijaya sudah tidak bisa melakukan aktivitas berat, selama beberapa bulan hubungan intim mereka berkurang. Tania tidak memikirkan itu semua, begitu juga dengan Rifat. Kata-kata Wijaya di rumah sakit sama sekali tidak dihiraukan Tania, tetap berada disampingnya dengan membantu semua kebutuhannya, tidak hanya Tania tapi juga anak-anak. Satu bulan setelah Wijaya keluar dari rumah sakit kabar duka hadir dimana Tina meninggalkan mereka selamanya, Wijaya semakin terpuruk dengan kehilangan Tina yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Devan memutuskan kembali setelah lama di Kalimantan, tinggal bersama dengan Emma yang sudah menjadi istri sahnya. Wijaya sudah merasa gagal menjaga Tina, membiarkannya melihat suaminya bersama dengan wanita lain, janjinya pada sahabatnya benar-benar tidak bisa dilaksanakan.Tari mencari rumah yang jaraknya tidak jauh dengan rumah Wijaya, membuat
âSemua akan baik-baik saja,â ucap Rifat menenangkan Tania dengan menepuk punggung tangannya pelan.âAku jadi kasihan, melihat seperti ini membuatku tidak tega meninggalkan dia.â Tania menghembuskan nafas panjangnya.Waktu berjalan sangat lambat, kedua anak Wijaya sudah meninggalkan rumah sakit. Biasanya di saat seperti ini Tania akan ditemani Tina, tapi kondisi Tina semakin lama semakin menurun dan harus di rawat. âApa perlu kita mencari Mona?â tanya Rifat hati-hati.âEntahlah, aku tidak peduli dengan keberadaannya sekarang.â Tania menjawab dengan tatapan kosong.âRencana kita lebih baik...ââAku sudah tidak memikirkan itu, sekarang yang ada didalam kepalaku adalah Wijaya sembuh.â Tania memotong perkataan Rifat.Keheningan menemani mereka, berdoa di dalam hati dilakukan Tania untuk Wijaya. Tidak siap jika Wijaya meninggalkan dirinya dan anak-anak, walaupun sebenarnya bisa saja hal itu terjadi. Tania tetap
Wijaya mengenalkan Mona pada rekan kerjanya, Tania memilih tidak hadir di setiap acara yang mengundang Wijaya. Alasan utama Tania tidak datang adalah bermain dengan anak Wijaya dan Mona yang bernama Gita, kehadiran Gita membuat anak-anak sedikit melupakan Sabi. Gita adalah pengganti Sabi, membuat dunia mereka kembali lagi. Mona sementara tinggal dalam satu atap dengan Tania, kamar yang di tempati adalah kamar yang dulu digunakan anak-anak pada saat kecil.âKamu nggak berencana menikahi dia resmi?â tanya Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.âBelum ada kearah sana.â Wijaya menjawab santai. âSejauh ini aku masih adil sama kalian berdua.ââAku yang merasa tidak baik-baik saja, Mona bisa merawatmu dengan baik jadi kamu bisa melepaskan aku.â âMelepaskan kamu?â tanya Wijaya dengan tatapan berpikir âAku belum bisa.âTania mengerucutkan bibirnya âKamu benar-benar egois, aku tahu begini tidak akan mendukung atau membantumu saat
Mendatangi pengirim pesan dengan berbagai macam perasaan, sedikit terkejut ketika mendapatkan pesan tapi tetap berusaha untuk tenang. Menatap lingkungan sekitar dengan memastikan semuanya aman, menekan bel sebelum akhirnya yakin jika memang benar-benar aman.âKamu datang juga, aku kira nggak akan datang.â Masuk ke dalam setelah diminta masuk, tidak menanggapi sama sekali perkataannya. Memilih masuk ke dalam dan duduk di tempat yang ada di ruangan, menatapnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.âMaaf, kalau aku tiba-tiba kabur.ââApa alasanmu kabur? Kamu tidak memikirkan perasaan Wijaya, Mona?â Tania langsung bertanya semuanya.âAku tahu kalau salah masuk ke dalam hubungan kalian, melihat bagaimana tatapannya padamu membuatku cemburu, harusnya aku tidak perlu memiliki perasaan itu karena sudah tahu dari awal jika hanya pelampiasan. Aku adalah salah satu wanita yang beruntung dinikahi Wijaya, bukan hanya melakukan hubungan inti
Kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya membuat Tania tidak bisa berkata-kata, pembicaraan mereka terhenti dan tidak ada lanjutannya. Tania meminta Rifat mencari keberadaan Mona dan anak Wijaya, sampai sejauh ini belum mendapatkan jawaban sama sekali.âKamu seakan sudah melupakan mereka,â ucap Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.âAku masih mencari bukan berarti dengan begini aku melupakan mereka, bagaimanapun Mona membawa darah dagingku.â Wijaya membaringkan badannya dengan menatap langit kamar.âDia tidak akan melakukan hal-hal yang aneh, bagaimanapun anak yang dibawanya juga darah dagingnya.â Tania mengatakan untuk menenangkan Wijaya.Tania memeluk Wijaya dari samping yang membuat tubuh mereka saling bersentuhan, membelai tubuh Wijaya tanpa busana dan pelukan erat diberikan yang membuat Tania bisa merasakan detak jantung Wijaya.âAku hanya takut sesuatu terjadi pada mereka.â Wijaya membuka suaranya.âSemu
Kelahiran anak Wijaya dengan Mona membuat Wijaya bahagia, anak perempuan dan melihat itu membuat Tania teringat kembali Sabi. Kebahagiaan tidak berlangsung lama saat mereka berada di rumah mendapatkan kabar jika Mona keluar dari rumah sakit dengan membawa bayi mereka, pada saat mendapatkan kabar memang waktunya mereka keluar dari rumah sakit.âBagaimana bisa dia mikir buat....â Wijaya tidak bisa berkata-kata sambil mengusap kasar wajahnya.Tania hanya menepuk punggung Wijaya pelan, tidak tahu harus berbicara apa karena memang sama-sama terkejut. Awalnya Tania berpikir jika ini adalah salah satu trik Wijaya, tapi melihat reaksinya membuat Tania percaya jika memang Mona kabur bersama dengan anak mereka.âKamu ada bayangan akan kemana dia?â tanya Tania yang hanya dijawab Wijaya gelengan kepala.âDia itu nggak punya siapa-siapa.â Wijaya mengingatkan Tania.âCoba ke tempat kalian dulu atau tempat tinggal masa kecilnya.â Tania memberi
âCERAI!â Wijaya sedikit teriak mendengar permintaan Tania. âWin win solution,â ucap Tania santai. âAku salah dan mengakui tapi sebelum kamu bertemu dengan Mona tidak ada permintaan gila ini.â Wijaya menatap tidak percaya dengan permintaan Tania yang baru saja keluar dari mulutnya âKamu sudah tidak mencintaiku?â âAku masih mencintaimu, melihat Mona mengingatkanku pada awal pertemuan kita.â âBEDA! KAMU DENGAN MONA BERBEDA! Kalian berbeda dan perasaanku pada kalian juga berbeda.â âAku tahu, tapi...â âTidak ada tapi, pembicaraan tentang permintaan kamu tidak akan pernah terjadi dan case close.â Wijaya mengatakan dengan nada datar. âLoh. Nggak bisa begitu!â Tania menatap Wijaya tajam âKamu harus memenuhi permintaanku yang ini.â âApa alasan kamu mau cerai? Rifat? Kalian sudah aku beri kesempatan bersama bahkan sampai anak, lalu sekarang kamu minta pisah?â Wijaya menatap Tania frustasi âAku memang SALAH melakukan hal ini pada wanita lain, aku ng
Rifat hampir saja menghentikan mobil tiba-tiba mendengar pertanyaan Tania, mencoba tenang dengan tidak menjawab pertanyaannya. Tujuan mereka adalah rumah Rifat, tempat mereka bisa saling berbicara satu sama lain tanpa gangguan. Memasuki rumah dan langsung menutup pagarnya, tidak ada orang yang akan mengganggu mereka. Rifat sendiri tidak mempekerjakan asisten di rumah, masalah bersih-bersih orang tuanya mengirim asisten yang ada di rumah mereka. âApa maksud pertanyaanmu itu? Tidak mungkin suami kamu setuju dengan ide gila itu.â Rifat langsung mengatakan apa yang ditahannya tadi. âAku kan cerita tentang wanita tadi, jadi aku...â âJangan mikir yang aneh-aneh,â potong Rifat langsung. âArtinya kalau aku cerai kamu tidak akan menikahiku?â tanya Tania dengan menatap dalam Rifat. âSayang, aku akan tetap menikahi kamu nanti tapi jika Wijaya meninggal dunia.â Rifat memegang lengan Tania dengan memberikan tatapan dalam. âLihat dia hamil buat aku jadi pen