Kedatangan Rifat kerumah membuat semua terkejut, mereka menatap bingung dengan kedatangan Rifat ditambah lagi seakan tidak ada sesuatu yang membuatnya sedih. Sikapnya biasa saja yang semakin membuat semua menatap penuh tanda tanya, makan dengan tenang tanpa peduli dengan tatapan kearahnya.
“Kamu nggak sedih?” Via membuka suara terlebih dulu.“Biasa saja.” Rifat menjawab seakan tidak peduli.Tania memandangnya dalam, melihat untuk mencari apa yang ada didalam isi kepalanya. Tatapan mata Rifat tidak memperlihatkan kesedihan sama sekali, mencoba untuk menggali lebih dalam tapi genggaman di tangannya membuat Tania mengalihkan perhatian menatap sang pemilik tangan. Wijaya menggelengkan kepalanya agar Tania menghentikan apa yang dirinya lakukan, menghembuskan nafas panjang melakukan apa yang Wijaya inginkan.“Kamu mau langsung kerja atau gimana?” Wijaya membuka suaranya.“Langsung, Pak.”“Kamu bisa datang bersama Bima, rencTerakhir kali Wijaya membicarakan tentang orang tua Yudi, suasana rumah kembali tidak enak. Bima dan Via tidak kembali ke Singapore, memutuskan untuk berada disini terlebih dahulu dan tinggal bersama dalam satu rumah. Tania bukan masalah Bima dan Via, dirinya penasaran atas apa yang terjadi karena tidak ada satupun yang mengatakan sebenarnya. Wijaya memilih tutup mulut, begitu juga sebaliknya, hal yang semakin membuatnya penasaran.“Memang apa yang terjadi?” Tania memegang tangan Wijaya membuat langkahnya terhenti.“Bukan hal penting.” Wijaya menatap Tania lembut.“Kamu nggak bisa membohongi aku.” Tania berkata dengan nada sedikit tinggi.“Mereka akan membeli media yang kita punya dengan nominal tidak terhitung jumlahnya.” Wijaya menyerah dengan mengatakan sebenarnya “Sekali lagi kebiasaan mereka adalah memutar balikkan fakta.”“Apa mereka tidak lelah mencari masalah dengan kita? Aku akan bicara dengan Yudi.”“Buat ap
“Kamu selalu nikmat, Sayang.” Wijaya melumat bibir Tania lembut sambil melepaskan penyatuan mereka.Berbaring disamping Tania, memejamkan matanya menikmati pelepasan yang baru saja terjadi, tidak pernah dirinya merasakan kepuasan seperti saat ini. Helena dan Vita sama sekali tidak bisa memberikan kepuasan secara penuh, Tania hanya dia saja yang bisa membuatnya seperti ini.“Kamu melakukan perjanjian apa dengan Rifat?” Tania membuka suaranya.“Menikah denganmu kalau aku meninggal.” Wijaya menjawab tanpa beban.“Apa maksudmu?” Tania mengangkat tubuhnya menatap penuh selidik pada Wijaya.“Usiaku sudah tidak muda lagi, mantan sialanmu itu dan keluarganya tidak akan tinggal diam kalau tahu kamu sudah sendiri.” Wijaya memberikan alasan tanpa menatap Tania.“Aku bisa menjaga diri.” Tania memberikan pembelaan.“Kamu mungkin bisa tapi tidak dengan anak-anak, aku takut mereka menyerang atau menyakiti anak-anak. Kejad
Kedatangan Rifat kerumah yang tampak biasa saja sepanjang hari, setelah pembicaraan dengan Wijaya membuat Tania sering kali menatap Rifat dengan tatapan menilai, baik itu secara langsung atau sembunyi-sembunyi. Tania tidak tahu alasan yang membuat dirinya melakukan hal ini, rasa penasaran atas tatapan Rifat pada dirinya mungkin menjadi alasan utama.“Pak Wijaya nggak ada di ruangan.” Rifat menghentikan langkah Tania yang akan memasuki ruangannya bersama dengan anak-anak.“Memang kemana dia?” tanya Tania mengerutkan keningnya.“Rapat, pergi sama Devan dan Lila.”“Kamu nggak ikut?” Tania menatap penuh selidik.“Aku ada kerjaan yang harus diselesaikan.” “Di ruangan Wijaya?” “Samping ruangannya.” Rifat menunjuk ruangan yang pernah digunakan Muklis.“Aku nggak boleh masuk kedalam?”“Siapa yang berani melarang bu bos masuk ke ruangan suaminya? Tadi hanya memberitahukan barangkali mencari k
Memasuki rumah Rifat setelah anak-anak berangkat sekolah dan secara kebetulan Wijaya sibuk dengan pekerjaan kantor bersama Devan dan Muklis, semua seakan sudah direncanakan agar Tania dan Rifat bisa bersama.“Berangkat sekarang?” tanya Tania saat melihat Rifat keluar dari kamarnya.“Aku periksa dulu takut ada yang kelupaan,” jawab Rifat tanpa menatap Tania.Perjanjian yang mereka lakukan adalah Rifat menjemput Tania, tapi karena di rumah sudah tidak ada yang dikerjakan akhirnya Tania meminta diantar kerumah Rifat oleh supir yang langsung ditinggal ke sekolah anak-anak lagi. Tania menatap rumah Rifat dengan Aya, dulu saat datang kesini foto pernikahan mereka terlihat jelas di dinding, terpasang seakan mereka adalah pasangan bahagia.“Foto pernikahan kamu lepas?” tanya Tania.“Hmm.”“Kenapa?” Tania mengalihkan pandangan kearah Rifat yang hanya diam, tidak menjawab pertanyaannya. Menyadari kebodohannya karena
“Ahh...terus...dalam...ahhh...sayang...” Tania mendesah keras saat merasakan juniornya Wijaya berada didalam bergerak tidak menentu dengan kasar.“Kamu semakin menggairahkan...” Wijaya melumat bibir Tania dengan kasar. “Oughh...sudah lama kita tidak begini....ahhh...”“Aku mau keluar....ahhh....” Tania melengkungkan badannya tanda mencapai klimaks.Wijaya yang melihat dan merasakan cairannya keluar semakin bergerak cepat dengan mendorong semakin dalam, Tania hanya diam saat Wijaya meremas bukit kembarnya atau menghisapnya, tidak memiliki tenaga lagi setelah pelepasannya yang keempat ini.“Ahhh...aku mau keluar....”Wijaya mendorong semakin dalam dan langsung mengeluarkan cairannya didalam, membiarkan cairannya bercampur didalam dan ketika tidak ada lagi yang keluar langsung melepaskan penyatuan mereka, menarik Tania masuk kedalam pelukannya dengan membelai punggungnya yang terbuka.“Aku mencintaimu.” Wijaya mencium ke
Tidak ada lagi pembicaraan mengenai perjanjian konyol, gila atau apapun itu bentuknya dihadapan Tania. Wijaya mengikuti perkataannya dengan tidak membahas tentang hal itu, tidak peduli apa lagi yang akan direncanakan olehnya nanti, terpenting saat ini adalah tidak ada lagi pembicaraan mengenai hal itu.“Mami, abang bawa bekal apa?” suara Lucas membuyarkan lamunannya.“Abang mau bekal apa?” tanya Tania balik.“Dibuat bentuk lucu gitu loh, Mi.” Lucas menjawab dengan menggerakkan tangannya.“Kalau sekarang nggak bisa, alatnya belum ada dan mbak sudah siapin bekalnya. Gimana kalau besok atau tunggu mami beli alat-alatnya?” Lucas menganggukkan kepalanya.Membelai rambut Lucas dengan pelan, putra pertamanya ini memang cerewet dan tidak mau kalah. Satu kelebihannya adalah sangat penyayang pada siapapun, termasuk dirinya dan kedua adiknya. Jarak mereka yang dekat tidak membuat Lucas iri atau tidak suka atau apapun itu, malah sebaliknya
“MAMI!”Teriakan Lucas membuyarkan lamunan Tania, melangkah kearah putra pertamanya yang langsung berlari memeluknya. Dibelakang ada Zee dan Leo yang ada dalam gendongan pengasuhnya, Tania mencium seluruh wajah Lucas dan beralih pada kedua anaknya yang lain, Lucas sendiri masih berada disamping Tania memegang ujung bajunya.“Kalian lapar?” tanya Tania menatap mereka bertiga bergantian yang menganggukkan kepalanya, melihat reaksi mereka membuat Tania tersenyum.“Mami...nenen.” Leo membuka baju atas Tania berusaha mencari sumber hidupnya.“Udah besar nggak boleh nenen, malu sama Anggi dan Endi.” Tania memegang tangan Leo lembut.“Malu?” Tania menganggukkan kepalanya membuat tangan Leo menjauh dari bajunya “Leo malu.”Reaksi Leo membuat Tania mencium dengan gemas, mereka sudah beranjak besar dengan selisih usia yang tidak terlalu jauh. Leo sendiri sudah dua tahun artinya Zee sudah hampir tiga tahun dan Lucas sudah empat
Liburan artinya benar-benar liburan, dimana mereka berangkat semuanya. Devan, Via bahkan sampai Tari. Via berangkat dari Singapore dan akan bertemu langsung disana, sedangkan Devan dan Tari memilih bersama dengan mereka berangkatnya. Kantor dipegang alih Lila dan Rifat dengan Muklis sebagai pengawasnya. Wijaya belum bisa melepaskan Muklis, walaupun sudah mengundurkan diri berkali-kali. Tania hanya menggelengkan kepalanya setiap melihat perdebatan mereka, berakhir dengan Muklis hanya bisa pasrah menerimanya. Wijaya tidak memberikan pekerjaan berat hanya mengawasi pekerjaan mereka semua, Lila dan Rifat yang akan bekerja dan memberikan laporan pada Muklis serta Wijaya. “Akhirnya kita liburan setelah sekian lama.” Tari membuka suaranya “Sekarang aku sama keluarga kecil, dulu selalu iri sama Mas Devan dan Mbak Tina.” “Apaan? Kamu selalu ambil alih Tina.” Devan memutar bola matanya malas membuat Tari mengerucutkan bibirnya “Belum hamil?” “Mbak Via dulu baru aku.”
“Jadi kita tidak perlu mencari tahu tentang Mona lagi?” tanya Rifat setelah membaca surat yang Tania bawa.“Memang ketemu?” tanya Tania penasaran.“Menurutmu?” tanya Rifat malas.“Wow...hebat banget kamu!” Tania menepuk lengan Rifat pelan dengan bangga “Aku sudah bilang ke Wijaya kalau menolak semua rencana dia tentang kita.”Rifat menganggukkan kepalanya “Aku terserah apa katamu.”“Apa kamu nggak lebih baik mencari wanita lain?” tanya Tania hati-hati.“Melihat kamu sedih pas aku menikah sama dia? No! Aku tidak akan melakukan hal itu, aku akan menunggu dan bisa jadi kita tidak akan bersatu sama sekali, setidaknya Rey ada di tengah-tengah kita.” Tania tidak bisa mengatakan apapun, hidup mati seseorang tidak bisa ditebak sama sekali. Meninggalkan Wijaya dengan kondisi sakit seperti saat ini jelas tidak akan dilakukannya, beda cerita jika Mona ada disamping pria itu, tapi nyatanya wanita itu hanya menginginka
Proses penyembuhan Wijaya berjalan lambat, walaupun setidaknya sudah mulai ada perkembangan. Wijaya sudah tidak bisa melakukan aktivitas berat, selama beberapa bulan hubungan intim mereka berkurang. Tania tidak memikirkan itu semua, begitu juga dengan Rifat. Kata-kata Wijaya di rumah sakit sama sekali tidak dihiraukan Tania, tetap berada disampingnya dengan membantu semua kebutuhannya, tidak hanya Tania tapi juga anak-anak. Satu bulan setelah Wijaya keluar dari rumah sakit kabar duka hadir dimana Tina meninggalkan mereka selamanya, Wijaya semakin terpuruk dengan kehilangan Tina yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Devan memutuskan kembali setelah lama di Kalimantan, tinggal bersama dengan Emma yang sudah menjadi istri sahnya. Wijaya sudah merasa gagal menjaga Tina, membiarkannya melihat suaminya bersama dengan wanita lain, janjinya pada sahabatnya benar-benar tidak bisa dilaksanakan.Tari mencari rumah yang jaraknya tidak jauh dengan rumah Wijaya, membuat
“Semua akan baik-baik saja,” ucap Rifat menenangkan Tania dengan menepuk punggung tangannya pelan.“Aku jadi kasihan, melihat seperti ini membuatku tidak tega meninggalkan dia.” Tania menghembuskan nafas panjangnya.Waktu berjalan sangat lambat, kedua anak Wijaya sudah meninggalkan rumah sakit. Biasanya di saat seperti ini Tania akan ditemani Tina, tapi kondisi Tina semakin lama semakin menurun dan harus di rawat. “Apa perlu kita mencari Mona?” tanya Rifat hati-hati.“Entahlah, aku tidak peduli dengan keberadaannya sekarang.” Tania menjawab dengan tatapan kosong.“Rencana kita lebih baik...”“Aku sudah tidak memikirkan itu, sekarang yang ada didalam kepalaku adalah Wijaya sembuh.” Tania memotong perkataan Rifat.Keheningan menemani mereka, berdoa di dalam hati dilakukan Tania untuk Wijaya. Tidak siap jika Wijaya meninggalkan dirinya dan anak-anak, walaupun sebenarnya bisa saja hal itu terjadi. Tania tetap
Wijaya mengenalkan Mona pada rekan kerjanya, Tania memilih tidak hadir di setiap acara yang mengundang Wijaya. Alasan utama Tania tidak datang adalah bermain dengan anak Wijaya dan Mona yang bernama Gita, kehadiran Gita membuat anak-anak sedikit melupakan Sabi. Gita adalah pengganti Sabi, membuat dunia mereka kembali lagi. Mona sementara tinggal dalam satu atap dengan Tania, kamar yang di tempati adalah kamar yang dulu digunakan anak-anak pada saat kecil.“Kamu nggak berencana menikahi dia resmi?” tanya Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Belum ada kearah sana.” Wijaya menjawab santai. “Sejauh ini aku masih adil sama kalian berdua.”“Aku yang merasa tidak baik-baik saja, Mona bisa merawatmu dengan baik jadi kamu bisa melepaskan aku.” “Melepaskan kamu?” tanya Wijaya dengan tatapan berpikir “Aku belum bisa.”Tania mengerucutkan bibirnya “Kamu benar-benar egois, aku tahu begini tidak akan mendukung atau membantumu saat
Mendatangi pengirim pesan dengan berbagai macam perasaan, sedikit terkejut ketika mendapatkan pesan tapi tetap berusaha untuk tenang. Menatap lingkungan sekitar dengan memastikan semuanya aman, menekan bel sebelum akhirnya yakin jika memang benar-benar aman.“Kamu datang juga, aku kira nggak akan datang.” Masuk ke dalam setelah diminta masuk, tidak menanggapi sama sekali perkataannya. Memilih masuk ke dalam dan duduk di tempat yang ada di ruangan, menatapnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.“Maaf, kalau aku tiba-tiba kabur.”“Apa alasanmu kabur? Kamu tidak memikirkan perasaan Wijaya, Mona?” Tania langsung bertanya semuanya.“Aku tahu kalau salah masuk ke dalam hubungan kalian, melihat bagaimana tatapannya padamu membuatku cemburu, harusnya aku tidak perlu memiliki perasaan itu karena sudah tahu dari awal jika hanya pelampiasan. Aku adalah salah satu wanita yang beruntung dinikahi Wijaya, bukan hanya melakukan hubungan inti
Kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya membuat Tania tidak bisa berkata-kata, pembicaraan mereka terhenti dan tidak ada lanjutannya. Tania meminta Rifat mencari keberadaan Mona dan anak Wijaya, sampai sejauh ini belum mendapatkan jawaban sama sekali.“Kamu seakan sudah melupakan mereka,” ucap Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Aku masih mencari bukan berarti dengan begini aku melupakan mereka, bagaimanapun Mona membawa darah dagingku.” Wijaya membaringkan badannya dengan menatap langit kamar.“Dia tidak akan melakukan hal-hal yang aneh, bagaimanapun anak yang dibawanya juga darah dagingnya.” Tania mengatakan untuk menenangkan Wijaya.Tania memeluk Wijaya dari samping yang membuat tubuh mereka saling bersentuhan, membelai tubuh Wijaya tanpa busana dan pelukan erat diberikan yang membuat Tania bisa merasakan detak jantung Wijaya.“Aku hanya takut sesuatu terjadi pada mereka.” Wijaya membuka suaranya.“Semu
Kelahiran anak Wijaya dengan Mona membuat Wijaya bahagia, anak perempuan dan melihat itu membuat Tania teringat kembali Sabi. Kebahagiaan tidak berlangsung lama saat mereka berada di rumah mendapatkan kabar jika Mona keluar dari rumah sakit dengan membawa bayi mereka, pada saat mendapatkan kabar memang waktunya mereka keluar dari rumah sakit.“Bagaimana bisa dia mikir buat....” Wijaya tidak bisa berkata-kata sambil mengusap kasar wajahnya.Tania hanya menepuk punggung Wijaya pelan, tidak tahu harus berbicara apa karena memang sama-sama terkejut. Awalnya Tania berpikir jika ini adalah salah satu trik Wijaya, tapi melihat reaksinya membuat Tania percaya jika memang Mona kabur bersama dengan anak mereka.“Kamu ada bayangan akan kemana dia?” tanya Tania yang hanya dijawab Wijaya gelengan kepala.“Dia itu nggak punya siapa-siapa.” Wijaya mengingatkan Tania.“Coba ke tempat kalian dulu atau tempat tinggal masa kecilnya.” Tania memberi
“CERAI!” Wijaya sedikit teriak mendengar permintaan Tania. “Win win solution,” ucap Tania santai. “Aku salah dan mengakui tapi sebelum kamu bertemu dengan Mona tidak ada permintaan gila ini.” Wijaya menatap tidak percaya dengan permintaan Tania yang baru saja keluar dari mulutnya “Kamu sudah tidak mencintaiku?” “Aku masih mencintaimu, melihat Mona mengingatkanku pada awal pertemuan kita.” “BEDA! KAMU DENGAN MONA BERBEDA! Kalian berbeda dan perasaanku pada kalian juga berbeda.” “Aku tahu, tapi...” “Tidak ada tapi, pembicaraan tentang permintaan kamu tidak akan pernah terjadi dan case close.” Wijaya mengatakan dengan nada datar. “Loh. Nggak bisa begitu!” Tania menatap Wijaya tajam “Kamu harus memenuhi permintaanku yang ini.” “Apa alasan kamu mau cerai? Rifat? Kalian sudah aku beri kesempatan bersama bahkan sampai anak, lalu sekarang kamu minta pisah?” Wijaya menatap Tania frustasi “Aku memang SALAH melakukan hal ini pada wanita lain, aku ng
Rifat hampir saja menghentikan mobil tiba-tiba mendengar pertanyaan Tania, mencoba tenang dengan tidak menjawab pertanyaannya. Tujuan mereka adalah rumah Rifat, tempat mereka bisa saling berbicara satu sama lain tanpa gangguan. Memasuki rumah dan langsung menutup pagarnya, tidak ada orang yang akan mengganggu mereka. Rifat sendiri tidak mempekerjakan asisten di rumah, masalah bersih-bersih orang tuanya mengirim asisten yang ada di rumah mereka. “Apa maksud pertanyaanmu itu? Tidak mungkin suami kamu setuju dengan ide gila itu.” Rifat langsung mengatakan apa yang ditahannya tadi. “Aku kan cerita tentang wanita tadi, jadi aku...” “Jangan mikir yang aneh-aneh,” potong Rifat langsung. “Artinya kalau aku cerai kamu tidak akan menikahiku?” tanya Tania dengan menatap dalam Rifat. “Sayang, aku akan tetap menikahi kamu nanti tapi jika Wijaya meninggal dunia.” Rifat memegang lengan Tania dengan memberikan tatapan dalam. “Lihat dia hamil buat aku jadi pen