Tidak ada lagi pembicaraan mengenai perjanjian konyol, gila atau apapun itu bentuknya dihadapan Tania. Wijaya mengikuti perkataannya dengan tidak membahas tentang hal itu, tidak peduli apa lagi yang akan direncanakan olehnya nanti, terpenting saat ini adalah tidak ada lagi pembicaraan mengenai hal itu.
“Mami, abang bawa bekal apa?” suara Lucas membuyarkan lamunannya.“Abang mau bekal apa?” tanya Tania balik.“Dibuat bentuk lucu gitu loh, Mi.” Lucas menjawab dengan menggerakkan tangannya.“Kalau sekarang nggak bisa, alatnya belum ada dan mbak sudah siapin bekalnya. Gimana kalau besok atau tunggu mami beli alat-alatnya?” Lucas menganggukkan kepalanya.Membelai rambut Lucas dengan pelan, putra pertamanya ini memang cerewet dan tidak mau kalah. Satu kelebihannya adalah sangat penyayang pada siapapun, termasuk dirinya dan kedua adiknya. Jarak mereka yang dekat tidak membuat Lucas iri atau tidak suka atau apapun itu, malah sebaliknya“MAMI!”Teriakan Lucas membuyarkan lamunan Tania, melangkah kearah putra pertamanya yang langsung berlari memeluknya. Dibelakang ada Zee dan Leo yang ada dalam gendongan pengasuhnya, Tania mencium seluruh wajah Lucas dan beralih pada kedua anaknya yang lain, Lucas sendiri masih berada disamping Tania memegang ujung bajunya.“Kalian lapar?” tanya Tania menatap mereka bertiga bergantian yang menganggukkan kepalanya, melihat reaksi mereka membuat Tania tersenyum.“Mami...nenen.” Leo membuka baju atas Tania berusaha mencari sumber hidupnya.“Udah besar nggak boleh nenen, malu sama Anggi dan Endi.” Tania memegang tangan Leo lembut.“Malu?” Tania menganggukkan kepalanya membuat tangan Leo menjauh dari bajunya “Leo malu.”Reaksi Leo membuat Tania mencium dengan gemas, mereka sudah beranjak besar dengan selisih usia yang tidak terlalu jauh. Leo sendiri sudah dua tahun artinya Zee sudah hampir tiga tahun dan Lucas sudah empat
Liburan artinya benar-benar liburan, dimana mereka berangkat semuanya. Devan, Via bahkan sampai Tari. Via berangkat dari Singapore dan akan bertemu langsung disana, sedangkan Devan dan Tari memilih bersama dengan mereka berangkatnya. Kantor dipegang alih Lila dan Rifat dengan Muklis sebagai pengawasnya. Wijaya belum bisa melepaskan Muklis, walaupun sudah mengundurkan diri berkali-kali. Tania hanya menggelengkan kepalanya setiap melihat perdebatan mereka, berakhir dengan Muklis hanya bisa pasrah menerimanya. Wijaya tidak memberikan pekerjaan berat hanya mengawasi pekerjaan mereka semua, Lila dan Rifat yang akan bekerja dan memberikan laporan pada Muklis serta Wijaya. “Akhirnya kita liburan setelah sekian lama.” Tari membuka suaranya “Sekarang aku sama keluarga kecil, dulu selalu iri sama Mas Devan dan Mbak Tina.” “Apaan? Kamu selalu ambil alih Tina.” Devan memutar bola matanya malas membuat Tari mengerucutkan bibirnya “Belum hamil?” “Mbak Via dulu baru aku.”
Semua orang terkejut tentang berita Via yang hamil, lebih mengejutkan lagi adalah hamil kembar. Tidak ada yang memiliki keturunan kembar, secara tiba-tiba Via hamil dan itu kembar. Kabar kehamilan Via terdengar dimana-mana, terutama di kalangan pebisnis yang membuat Wijaya mendapatkan ucapan selamat.“Kita harus siap dengan kemungkinan terburuk dari Mili.” Wijaya membuka suara menatap Devan dan Rifat.“Mereka kan sekarang di Singapore nggak mungkin Mili melakukan itu disana.” Tania membuka suaranya membuat ketiga pria menatap dirinya.“Kita nggak pernah tahu, wanita itu aneh dan nggak bisa ditebak sama sekali.” Wijaya memberikan alasan masuk akal “Jangan sampai kejadian kembali seperti sebelumnya, bagaimanapun kehamilan ini ditunggu oleh kita semua bukan hanya mereka.”“Devan sudah meminta Nanda untuk meningkatkan keamanan buat Via.” Devan membuka suaranya.“Bagus.” Wijaya mengatakan dengan puas “Papa juga sudah meminta Bima dan
Restoran di Bandung mengalami masalah, Tina seharusnya pergi kesana hanya saja Nisa tidak bisa ditinggalkan sama sekali dan membuat Tania yang menggantikannya. Wijaya memberikan ijin pada Tania untuk berangkat, tapi satu hal yang membuatnya terkejut adalah berangkat bersama dengan Rifat. Mereka memang sudah tidak membicarakan perjanjian gila itu, tapi berada didalam satu ruangan berdua masih membuat dirinya tidak nyaman setelah kejadian dulu.“Kamu nggak papa aku sama Rifat?” tanya Tania hati-hati.“Rifat juga ada kerjaan disana, mengurus pabrik.” Wijaya menjawab sambil lalu, “Kamu masih kepikiran perjanjian itu?” Tania langsung menganggukkan kepalanya “Tenang, kita tidak membahas hal itu lagi setelah ancamanmu.”“Benar kalian sudah tidak membicarakannya? Aku lebih senang kalau kamu membatalkannya.” Tania berkata dengan nada pelannya.“Belum ada waktu untuk membatalkan,” jawab Wijaya seakan bukan hal penting “Kalau memang nggak cukup, kamu
Rifat tidak mendengarkan teguran Tania, mendekatkan wajahnya membuat bibir mereka berjarak. Melihat apa yang Rifat lakukan entah kenapa Tania tidak bisa bergerak sama sekali, memberontak atau apapun. Semua ini mengingatkan tentang kejadian dulu saat bersama dengan Galih, tunduk dalam permainan yang Galih lakukan dan sekarang mengalami hal yang sama. Memejamkan matanya saat bibir mereka bertemu, Rifat tidak menggerakkan bibirnya membuat Tania bingung melakukan apa, perlahan bibir Rifat mulai bergerak di bibir Tania yang hanya diam. Lumatan mulai semakin dalam, menggigit bibir Tania membuatnya terbuka yang langsung memasukkan lidahnya kedalam, Tania masih diam seakan menunggu apa yang akan Rifat lakukan, permainan lidahnya didalam bibir Tania membuatnya tidak tahan dan langsung membalasnya. Tania melingkarkan tangannya di leher Rifat membuat ciuman mereka berdua semakin dalam, permainan lidah mulai terjadi didalam mulut mereka dengan saling bertukar saliva kasar.
Tania marah, tapi tetap melakukannya dengan Rifat selama mereka berada di Bandung. Tidak melarang Rifat mengeluarkannya didalam, walaupun perasaannya sangat takut jika terjadi sesuatu. Dirinya memang tidak menggunakan kontrasepsi, tapi selalu membawa obat pencegah kehamilan didalam tasnya, seharusnya tidak perlu membawa karena tidak ada Wijaya dan keputusannya sangat tepat dengan langsung meminumnya.“Kejadian di Bandung hanya rahasia kita berdua,” ucap Tania dengan penuh penekanan yang diangguki Rifat.Setelah dari Bandung tidak ada lagi interaksi antara mereka berdua, bersikap seperti biasanya setiap bertemu. Tania sangat tahu jika Wijaya adalah orang yang bisa merasakan sesuatu di sekitarnya dan orang-orang terdekatnya, tidak menutup kemungkinan pasti curiga jika mereka terjadi perubahan dalam berinteraksi.“Kamu mau menikah lagi kaya papa?” suara Wijaya membuat Tania menghentikan gerakan tangannya.“Belum tahu, lagipula belum ada cewek
Mereka sekarang berada di Singapore untuk menemani Via yang akan melahirkan, kelahiran kembar memang dinantikan oleh mereka berdua. Wijaya lebih cemas dibandingkan Bima, berjalan mondar-mandir dihadapan Tania dan membuatnya harus menatap kesal.“Bisa duduk tenang, nggak?” Tania memegang tangan Wijaya dan memberikan tatapan tajam.“Aku hanya takut.” Wijaya menggenggam tangan Tania untuk menguatkan diri.“Via akan baik-baik saja, kamu kaya nggak pernah lihat wanita melahirkan saja.” Tania menatap kesal pada Wijaya.Wijaya duduk tenang disamping Tania, menggenggam tangannya erat membuat Tania harus menahan dirinya karena genggaman tangan Wijaya sangat erat. Beberapa kali dirinya berdoa agar Via baik-baik saja didalam sana, beberapa kursi ada Tari dengan Tian yang saling menggenggam tangan tidak berbeda jauh dengan Tania.“Kamu akan menjadi nenek setelah ini.” Wijaya membuka suaranya.“Aku sudah punya cucu kalau kamu lupa
Suasana didalam kamar hotel sangat panas, Tania dan Wijaya bergerak untuk mendapatkan kenikmatan mereka masing-masing, bergerak tidak menentu dengan berbagai macam gaya mereka berdua lakukan dan tidak tahu berapa banyak Tania mengeluarkan cairannya.“Ahhh...aku lelah.” Tania jatuh diatas tubuh Wijaya.Mereka sudah melakukannya hampir lima jam, tubuh Tania benar-benar sudah lelah dan seakan lepas, menyandarkan tubuhnya pada dada bidang Wijaya dengan memejamkan matanya, menetralkan nafasnya yang mungkin telah habis.“Lihat kembar jadi pengen punya anak lagi.” Tania menatap tidak percaya dan memukul lengan Wijaya pelan sambil melepaskan penyatuan mereka.“Nggak usah lihat mereka kamu memang pengen punya anak lagi.”Wijaya tertawa mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Tania, menariknya kedalam pelukan membuat tubuh mereka merapat satu sama lain, membelai wajah Tania dengan tangannya yang bebas membuat Tania memeluknya erat.