Ferran menoleh pada Marie yang tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Ada apa, sayang?" Marie menatap ragu pada Ferran. "Ferran, Marie gugup. Gimana kalau keluarga Ferran gak suka sama Marie?" "Percaya padaku, mereka akan menyukai kamu. Kalau pun tidak, kamu coba lagi." Ferran tersenyum menggoda, "Ihh Ferran!" &Senyum tidak lepas dari bibir Marie, saat memerhatikan Ferran yang tengah berdansa bersama salah satu neneknya, Oma Shopia. Suasana acara keluarga Ferran begitu hangat dengan anggota keluarga Ferran yang banyak, sangat ramai sekali. Dari pihak keluarga Daddy Ferran hanya memiliki nenek sama kakeknya, yaitu oma Karina dan Opa Damian karena Om Aldrich merupakan anak tunggal. Sementara dari pihak Mommy Ferran merupakan keluarga besar. Atuk Kenan dan Oma Shopia sebagai orang tua tante Abigail dan dua orang kakak, yang masing-masing sudah berkeluarga, Om Alex dan tante Maudy. Sedari tadi Marie berusaha melupakan insiden di meja makan yang kurang kondusif. Dimana dirinya cukup dipojokkan ol
"Lo kenapa sih Shel, senyam senyum terus dari tadi. Gak jelas!" tegur Icha. Marie dan ketiga sahabatnya, Shella, Sesil dan Icha, sedang berada di rooftop sekolah, menikmati makan siang mereka. "Bener! Sampe si pak Samsul gedek sama lo. Untung hari ini dia lagi baik. Coba kalo hitlernya lagi kumat?! Alamat lo bejemur di lapangan sampe pulang!" timpal Sesil. Shella menatap bergantian Marie, Sesil dan Icha dengan wajah ceria tidak terpengaruh omongan kedua sahabatnya. &
Hening. Marie mengatupkan bibirnya yang terpisah. Dia menelan salivanya dengan sangat kasar. Kerongkongannya kering. Dadanya berdebar kencang namun jantungnya bukan lagi seperti berdetak tapi dia sedang menari di dalam sarangnya. Ferran perjaka?? Ferran-nya masih perjaka?? Pacar-nya masih perjaka?? &nbs
Ferran membukakan pintu mobil untuk Marie. Lalu dia mengulurkan tangannya, Marie menyambut dan menggenggam tangan pacarnya itu. Keduanya berjalan dengan saling menggenggam menuju rumah Marie. Ferran mengantar Marie pulang setelah menghabiskan malam minggu bersama orang tua Ferran. Sangat menyenangkan, Abigail sang calon ibu mertua bisa berbaur meskipun terkadang masih terlihat judes padanya. Senyum pun tidak bisa menghilang dari bibir Marie. Dia merasa jika malam minggu ini adalah malam minggu terbaik sepanjang hidupnya. Ferran menekan bell rumah. Pintu terbuka, Bi Asih yang membukakannya. &nbs
"Marie.... Lo begonya gak ketulungan!" kata Rocka dengan emosi. Namun Marie tidak menimpali karena matanya yang sayup-sayup pun menutup dengan perlahan. Marie pingsan. ***** Marie membuka matanya perlahan, dan yang pertama dia lihat adalah wajah penuh lebam milik sabahat kecilnya, Rocka.
"Kamu yakin sudah tidak apa-apa?" "Iya Ferran, nanyanya itu terus ih, bosen!" "Tapi kita mau pergi lumayan jauh, aku takut kamu kenapa-kenapa?!" "Ya ampun Ferran, yang sakit punggung Marie bukan kaki atau apapun yang bisa menghambat. Lagian Ferran nanyanya aneh, kita udah terbang jauh juga, kalau pun Marie mau balik lagisudah tanggung banget." cerocos Marie dengan kesal pada Ferran yang terus mengkhawatirkan punggungnnya yang cedera.  
"Kamu yakin tidak mau buka baju?" canda Ferran. Marie memukul lengan Ferran, "Ih mesum." "Selain melindungi perempuan, lelaki memang diciptakan untuk mesum." kilah Ferran sambil berkelit dari pukulan Marie. "Makin ke sini Ferran makin mesum." "Habis selain kamu gak ada yang bisa di mesumin lagi." celetuk Ferran dengan spontan.  
"Haii..." Sapa Shirin dengan ramah. Ya, wanita itu adalah Shirin, kakak Marie sekaligus mantan selingkuhan Ferran. ***** Suasana menjadi sangat canggung, terutama untuk Ferran dan Marie. Mereka berdua duduk berdua bersama Shirin, Aldrich dan Abigail. "Kalian berapa lama akan liburan di Bali?" Tanya Shirin memulai pembicaraan. Shirin memang terlihat sangat tenang, seperti tidak terjadi apa-apa diantara mereka. Apalagi Shirin juga terlihat biasa dengan kebersamaan Ferran dan Mari