Lili terus saja memperhatikan gurunya sedang mengajar, akhir-akhir ini pria itu memang bertambah tampan, apalagi sekarang dia tak lagi segalak dulu, teman-temannya pun sering memuji wali kelas mereka lebih ramah sekarang dan tentu saja barisan fans nya pun semakin banyak. tapi Lili tak keberatan dengan itu, semakin banyak orang yang menyukai pak guru semakin bagus, itu artinya permintaan Lili benar-benar dikabulkan dan hanya dengan membayangkan itu saja sudah membuat Lili senang dibuatnya.
“Diana, tolong hasil rangkuman teman-teman kamu” Pak guru memanggil Diana, tapi tak ada sahutan, Lili menoleh Diana tak ada ditempat duduknya.
“Diana seperti tidak masuk pak, Biar saya saja pak yang bawa” Tawar Lili sambil mengangkat sebelah tangannya.
“Ok" Sahut Garin, lalu pergi meninggalkan kelas di ikuti Lili di belakangnya.
Sungguh Lili sangat senang melihat pungung Garin dari belakang, Lili memang akhir-akhir ini menaruh perhatian lebih pada gurunya tersebut, memang awalnya Lili menganggap jika Garin menyebalkan, tapi sejak Garin sedikit demi sedikit berubah, saat itu juga Lili mulai menaruh sedikit perhatian pada laki-laki itu.
Keduanya masuk keruang guru, Lili tersenyum pada beberapa guru yang berada diruangan itu, lalu mereka masuk lagi kesebuah ruangan tempat Garin biasa menyendiri, ruangan bekas wakil kepala sekolah yang tak pernah digunakan itu sekarang menjadi ruangan pribadi Garin selama dia mengajar disekolah.
“Kamu boleh keluar sekarang" Lili meletakkan tumpukan kertas itu dan masih berdiri di tempatnya, sebenarnya ada yang ingin Lili sampaikan, tapi dia bingung harus memulai dari mana.
“Anu, pak…“ Ucap Lili gugup, Garin melihat Lili yang tengah menunduk dan terlihat gugup.
“Ada apa? ada yang ingin kamu sampaikan?”
Lili mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk, dengan malu dan pipi merah Lili memberikan selembar tiket bioskop kepada gurunya, “Itu, anu..kemarin saya beli 2 tiket nonton, kalau bapak ada waktu kita bisa pergi bareng pak”
Garin menaikkan sebelah alisnya, “Kamu mau ngajak saya kencan?”
Lili buru-buru menyangkal, maksudnya memberikan tiket tentu bukan untuk kencan, hanya saja Lili bingung harus mengajak siapa dan yang terlintas pertama kali di pikirannya entah kenapa adalah Garin.
“Bukan pak, bapak jangan salah paham dulu..”
“Kalau begitu saya nggak mau” Jawab Garin singkat, Lili ternganga mendengar jawaban gurunya, sekaligus tak bisa mengartikan perkataannya juga.
“Maksudnya pak?”
“Bukan apa-apa, kamu bisa ajak orang lain"
“Tapi pak, saya nggak punya orang lain untuk di ajak pergi?”
“lantas kenapa harus saya?” Tanya Garin penasaran.
“Ya, karena bapak kan teman saya juga” Lili mengarang jawaban yang tentu sangat jauh dari kenyataan.
“Pffttt..sejak kapan kita berteman?”
Lili sangat malu sekarang, dia seperti sedang menembak gurunya tapi di tolak mentah-mentah, “Ya udah kalau bapak nggak mau, nggak apa-apa, tiketnya buang aja!” Ucapnya singkat lalu berbalik dan meninggalkan ruangan Garin
Garin tersenyum melihat kelakuan gadis sepolos itu, baginya sekarang mungkin Lili tak lebih hanya seorang gadis remaja biasa, tapi siapa sangka setelah 6 bulan berlalu dan rambutnya mulai tumbuh panjang Lili berubah menjadi gadis cantik yang lumayan menarik di mata Garin. ya Garin memutuskan memperpanjang masa kerjanya, alasannya karena dia mulai nyaman berada di lingkungan sekolah dan lagi Garin sudah mulai terbiasa menghadapi para muridnya, termasuk Lili.
***
Lili pulang dengan suasana hati yang tak karuan, pertama gurunya menolak ajakannya dan malah mengejeknya, memang setelah itu mereka tak lagi bertatap muka, karena jam pelajaran wali kelasnya itu hanya sampai waktu istirahat saja dan tadi Lili melihat pak guru pulang dengan mobilnya sebelum jam sekolah usai.
Setelah mandi dan menganti baju Lili memakai headset dan berbaring sebentar di kasur kamarnya. bayangan Garin yang tertawa mendengar jawaban konyolnya tadi tentu masih teringat jelas di otaknya, jadwal film itu adalah besok sore dan Lili ragu jika dia akan menonton di temani oleh pria itu, bahkan Lili sudah mengatakan untuk membuang saja tiket yang sudah susah payah di dapatkannya.
“Dasar nggak tahu berterima kasih, aku sudah antri buat tiket itu minggu lalu, tapi malah di tolak mentah-mentah”
Lili menghela napasnya pelan, entah apa yang ada di pikirannya sampai dirinya dengan berani mengajak pria yang 7 tahun lebih tua darinya dan juga gurunya sendiri untuk nonton di bioskop, tentu gurunya akan berpikir jika Lili menyukainya, padahal Lili bahkan belum paham benar tentang apa yang di rasakannya saat ini.
“Orang pacaran itu ternyata susah ya, mereka harus menderita memikirkan orang yang mungkin nggak pernah memikirkan mereka sama sekali” Gumam Lili sendirian
Lili membayangkan jika suatu saat dirinya berpacaran dengan seseorang, lalu setiap hari Lili harus menghabiskan waktunya untuk memikirkan orang tersebut bukannya belajar, tentu saja nilainya akan hancur, belum lagi jika Lili harus merelakan hari minggunya untuk berkencan yang tak jelas, pastinya akan banyak waktunya yang terbuang percuma.
Lili bangun dari tidurnya lalu mengacak rambutnya sendiri yang mulai tumbuh memanjang, Lili baru sadar jika waktu sudah agak lama berlalu ketika dia tak sengaja melihat dirinya sendiri di cermin. Lili sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik sekarang, lebih cantik dari dulu, dadanya tumbuh lebih besar dan tingginya pun bertambah, mungkinkah hormon remajanya yang membuatnya berubah secepat ini? Lili bahkan harus mengganti semua ukuran sepatunya dari 38 ke 40, lebih besar 2 cm dari 6 bulan yang lalu.
Pak guru pun juga sudah banyak berubah, dia tak lagi arogan dan tak lagi memarahi atau menghukum Lili hanya karena hal sepele, mereka bahkan sering mengobrol lewat pesan singkat di luar jam sekolah, tapi tetap saja itu hanya sebatas masalah internal sekolah dan Lili merasa jika mereka masih agak sedikit canggung .
Sore hari minggu dan Lili sudah berada di dalam bioskop di salah satu mall besar, jadwal pemutaran film masih sekitar sejam lagi, tapi Lili sengaja berangkat lebih awal . biarpun kemungkinanya sangat kecil, Lili masih berharap jika wali kelasnya datang sore ini, Lili bahkan sedikit berdandan, walaupun dia masih memakai celan jeans panjang dan kaus biasa .
“Silahkan pesanannya?" Lili sedang memilih makanan ringan yang akan di makannya selagi menunggu pemutaran film, Lili sedang ingin banyak makan, tapi yang tersedia hanyalah makanan ringan yang mungkin hanya bisa mengganjal perutnya selama beberapa saat.
“Saya mau waffel, fried fries,es cappucino, sama ehmm..apa yaa?"
“Americano satu, nona ini yang bayar”
Lili tersentak lantas menoleh kebelakang dan mendapati gurunya dengan pakaian santainya berdiri tepat di belakangnya.
“Bap..ak, ngapain di sini?” Tanya Lili sambil terbata-bata
“Kamu bukannya kemarin ngajak saya nonton? masa' kamu lupa?"
Lili hanya melongo mendapati kenyataan aneh di depan matanya dan gurunya hanya memandangnya dengan senyuman yang khas dan langsung menyadarkan Lili betapa konyol ekspresimya saat ini.
Lili duduk di kursi tunggu sampai pesanannya datang, gurunya lalu mengikuti dan duduk di depan Lili, dalam hati Lili merutuki dirinya sendiri, kalau tahu begini mungkin hari ini Lili akan berdandan dan memakai pakaian yang lebih bagus.
“Kamu biasa datang awal-awal begini?" Lili tersadar dari lamunannya saat Garin melontarkan pertanyaan pertamanya.
“Bapak sendiri bukannya nggak datang ya?"
Garin mengangguk, “Tadinya..tapi kebetulan hari ini saya sedang belanja sepatu, tiba-tiba ingat kalau kamu ngajakin nonton, ya sudah saya iseng kemari, ternyata kamu sudah datang duluan”
Lili memincingkan matanya mencoba percaya pada ucapan gurunya, lalu matanya tertuju pada kantung belanjaan di bawah kaki pria itu, mungkin gurunya benar, dia hanya iseng, bukan karena memang berencana akan datang dari awal.
“Bukannya tiketnya sudah di buang, pak?”
“Kata siapa?”
“Saya yang suruh kan?” Lili menunjuk dirinya sendiri, Garin tertawa lalu melanjutkan kalimatnya.
“Pikir kamu, saya akan lakukan itu kalau kamu yang suruh? kamu saja sering membantah saya, lagipula kapan lagi di traktir nonton oleh murid bandel seperti kamu”
Lili tertunduk malu, memang benar jika dia tak berhak mengatur apa yang akan di lakukan orang lain, apalagi jika orang itu lebih tua darinya, intinya dia tak berpikir jika gurunya masih menyimpan tiket itu bukan membuangnya karena merasa terganggu.
Tak seperti biasa Lili makan dengan pelan dan sedikit demi sedikit, bagaimanapun juga dia harus menjaga tingkah lakunya di depan pria ini, Lili tentu tak mau diolok sebagai gadis yang banyak makan, padahal perutnya memang sudah sangat melilit, karena tak makan banyak sejak pagi tadi.
“Ayo pergi, sudah waktunya” Ajak Garin dan langsung di turuti Lili.
Mereka duduk di bangku tengah, Lili sengaja tak memilih kursi di depan karena dia tak mau melihat dengan jelas sosok hantu di film tersebut, ya Lili memilih film horor yang sangat di takutinya.
“Kita nonton film horor?” Tanya Garin sebelum duduk dikursinya, dia tak sempat melihat judul filmnya, karena terlalu terburu-buru saat berangkat dari rumah tadi.
Lili mengangguk dan memasang wajah seolah takut, padahal filmnya bahkan belum di mulai.
Lili menutup wajahnya saat film sudah dalam mode opening, bahkan soundtrack dan background musiknya saja sudah membuat Lili merinding sendiri .
Lili menjerit saat hantu perempuan di film tersebut muncul secara tiba-tiba dan Garin hanya mampu menutup telinganya mendengar jeritan para wanita di ruangan tersebut, apanya yang seram memangnya, pikirnya heran dan Garin lebih terkejut lagi mendapati Lili yang memeluk lengannya sangat erat sambil menyembunyikan wajahnya di balik lengannya.
“Pak, udahan yuk saya nggak kuat kalau harus nonton ini sampai selesai" Rengek Lili, yang pura-pura tak di dengar oleh Garin. Garin malah terlihat asyik menikmati film di depannya sedang Lili seolah mau pingsan jika terus-terusan berada di sana.
Lili dan Garin berjalan beriringan tanpa mengeluarkan suara apapun selepas keluar dari bioskop, Lili masih deg-degan dan terus mengingat film yang barusan di tontonnya bersama gurunya, dia bahkan tak menyadari jika dia memeluk lengan gurunya dari awal film sampai akhir, membuat pria tersebut tak dapat bergerak bebas.
“Kamu mau langsung pulang” Tanya Garin pada Lili, Lili mendongakkan kepalanya karena tinggi badannya yang berbeda jauh dari laki-laki di sampingnya.
“Saya lapar pak, hehe..saya mau cari makan dulu” Jawab Lili dengan ekpresi polosnya.
Garin baru sadar jika sekarang belum terlalu malam.
“Baiklah, saya ikut”
Garin langsung memimpin dengan berjalan di depan Lili yang masih kebingungan, ikut katanya? itu artinya gurunya itu akan melihat porsi makan Lili yang segunung nanti.
“Pak!!”
Garin menoleh, “Ada apa?” Gadis di belakangnya tampak salah tingkah, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tak berani untuk membuka suara.
“Ehm, saya nggak jadi makannya, saya makan di rumah saja pak" Katanya lalu berlalu meninggalkan Garin begitu saja, padahal tadinya Garin ingin membelikan Lili makan malam sebagai tanda terima kasih atas ajakannya sekalian membahas beberapa hal menyangkut kelas mereka.
Lili berjalan sambil celingak-celinguk untuk memastikan gurunya sudah pergi, Lili menyesal sekaligus tak menyangka jika guru killer di kelasnya yang terkenal kejam dan arogan itu mau menemaninya makan malam.
Lili memasuki restoran yang paling dekat dengan tempatnya berdiri saat ini dan benar saja saat Lili masuk pas di dalamnya adalah restoran cepat saji yang terkenal.
“Mbak, saya mau pesan yang itu, itu dan itu” Lili menunjuk semua makanan yang di display menarik perhatiannya, perutnya sudah kadung kelaparan dan Lili pun tak peduli dengan tatapan aneh pegawai restoran yang menatapnya sedari tadi.
Lili mendapatkan makanannya dan duduk begitu saja tanpa melihat kanan kiri, di depannya ada 2 bungkus nasi, 3 potong ayam, 1 kentang goreng ukuran besar, puding, air putih, soda dan juga burger ukuran sedang.
“Kamu mau habiskan semua itu sendiri?” Lili menghentikan aktifitas makannya, dia sangat kenal suara ini, suara laki-laki yang tadi di hindarinya, tapi bukannya tadinya dia sudah pulang.
“Makan kamu banyak juga ya?”
Makanan yang di kunyah Lili terasa pahit seketika, susah payah dia menghindari laki-laki ini, tapi dia terus mengikutinya seperti bodyguard pribadinya saja.
“Bapak tahu darimana saya di sini?” Tanya Lili setelah susah payah menelan makanannya.
“Saya juga lapar, kamu ingat? di lantai ini cuma ada satu restoran cepat saji ini saja” Bodohnya Lili yang tak memperhitungkan semuanya terlebih dulu, rasa lapar mendorongnya untuk cepat-cepat menemukan tempat yang menyediakan makanan.
“Terus, itu kan bapak sudah makan, ngapain bapak nyamperin saya lagi?”
Garin menggaruk tengkuknya, dia juga tak tahu kenapa dia langsung menghampiri Lili sekarang, “Kamu tahu, tidak sopan meninggalkan orang begitu saja, terlebih saya guru kamu kan?”
Lili menghela napas, mau di apakan sekarang makanan sebanyak ini, dia tak mungkin menghabiskan semua di depan pria ini, harga dirinya melarangnya melakukan itu.
“Kamu nggak teruskan makannya?”
Lili menggeleng, lalu meminum air putih di depannya sampai habis, “Minum air aja udah kenyang pak” Katanya ngeles.
Garin tersenyum, “Kamu malu sama saya?"
Dalam hati Lili berkata, ‘Tentu aku malu, kenapa sih orang ini begitu tidak peka!?"
“Ok, saya makan sambil jalan aja, ngomong-ngomong makasih sudah mau traktir saya nonton, lain kali ajak juga teman sekelas kamu”
Garin beranjak dari kursinya, lalu keluar dari restoran itu, penampilannya begitu mencolok, sampai semua orang yang berada di restoran tersebut melihat mereka, sedang Lili hanya bisa menahan malu, tapi lagi-lagi cacing di perutnya membuatnya mau tak mau harus melanjutkan lagi aktifitas makannya sampai dia merasa kenyang.
Lili mengelus perutnya yang kini sudah kenyang, rasa sesalnya baru datang ketika perutnya sudah terisi penuh, andai saja tadi dia tak mengusir Garin, mungkin sekarang Lili akan diantarkan laki-laki itu pulang dan entah kenapa Lili merasa ada yang kurang jika dirinya pulang sendirian malam ini.
Lili berjalan menuju eskalator yang akan membawanya kelantai dasar, gadis itu bengong sesaat, menyesali beberapa hal yang dirasanya sangat sayang tak dilakukannya tadi .
“Astagaa!!!kamu nggak berubah memang, tetep ganteng kayak yang dulu!" Lamunan Lili buyar mendengar suara nyaring yang berasal dari seorang wanita, wanita cantik yang tengah mengobrol akrab dengan seorang laki-laki tampan yang menarik perhatian banyak orang yang lewat.
Lili melihat guru yang baru saja di usirnya bercengkrama dengan seorang wanita yang Lili tentu tak mengenalinya. Lili memilih berdiri disana beberapa saat sampai dia paham betul apa yang terjadi di depannya, Garin terlihat sangat santai dan bersahabat ketika berbicara dengan wanita ini, nada bicaranya bahkan berubah, tak penuh penekanan seperti ketika dia sedang berbicara dengan Lili. Dan entah kenapa hati Lili terasa agak tak nyaman di buatnya, ada perasaan seolah tak rela melihat Garin dekat dengan perempuan lain, padahal hubungan mereka tak lebih hanya guru dan murid saja, bahkan mungkin Lili bukan wanita ideal bagi Garin sekarang.
Lili masih membatu di sana, melihat romansa yang tak pernah terpikirkan sebelumnya akan dia saksikan sendiri, baru setelah Garin tak sengaja melihat kearahnya di sanalah Lili sadar jika dia harus segera pergi dari sana.
Lili berjalan melewati begitu saja Garin dan perempuan tadi, Lili bahkan membuang mukanya ketika berada tepat di depan gurunya,membuat Garin bingung dengan perubahan sikap gadis itu secara tiba-tiba.
“Kenapa, Rin? kamu kenal gadis barusan?” Tanya perempuan yang jadi lawan bicara Garin dari tadi.
“Ohh, dia salah satu murid di sekolah tempatku mengajar”
Lili menaiki taksi dan mencoba tak memperdulikan perasaanya yang tak karu-karuan, dia hanya ingin pulang cepat lalu mandi dan berbaring di kamarnya semalaman.
“Apa ini ya, yang namanya cemburu?”
Lili kini tengah duduk di kursi belajar di kamarnya, seusai mandi Lili memang langsung mengganti pakaiannya dan bersiap untuk belajar, tapi percuma saja, otaknya terasa buntu dan yang terngiang di pikirannya hanya guru killer yang tadi membuat hatinya panas.
“Aishh, kenapa juga aku harus memikirkan guru killer menyebalkan itu!! biarkan saja kalau toh yang itu tadi pacarnya, itu juga bukan urusanku!”
Nyatanya biarpun berkata seperti Lili tahu betul jika apa yang di rasakannya selama ini adalah awal dari rasa sukanya pada gurunya sendiri, tapi lagi-lagi Lili sadar jika usianya sekarang memang belum pantas untuk memikirkan masalah itu dan ditambah lagi ujian akhir akan segera datang, Lili memutuskan untuk melupakan sejenak kejadian itu dan kembali belajar.
Lili berjalan dengan menenteng tas selempanganya di pinggir jalan, tengah menunggu taksi yang akan menjemputnya di depan sekolahnya, hari ini Lili kesal karena sama sekali tak di perhatikan oleh wali kelanya pasca kejadian di bioskop kemarin.Lili menghela napasnya panjang saat taksi langganan yang di tunggunya tak datang juga, di terik panas begini Lili ingin sekali pulang kerumah lalu meminum jus jeruk di dalam kulkas satu kotak sekaligus.Tin!! Tin!!Lili berjingkat saat sebuah klakson berbunyi nyaring tepat di belakangnya dan saat di buka ternyata Garin lah yang ada di dalamnya.“Kamu nggak pulang?” Tanya Garin dari balik kemudi mobilnya.Lili melongos lalu kembali melihat ke depan.“Kamu mau pulang bareng saya?” Lagi-lagi Lili tak menjawab.“Yasudah kalau begitu, saya hitung sampai tiga, Satu..Dua-”Tanpa pikir panjang Lili langsung membuka pintu mobil tersebut tepat sebelum hitungan ket
“Ngapain sih?” Garin penasaran melihat kakaknya seolah mencari sesuatu, mereka sedang ada di tempat parkir dan Danisha seperti tak mau beranjak dari sana.“Ayo pergi, tapi nanti berhenti di depan gerbang sekolah ya?”Garin menaikkan sebelah alisnya, “Ngapain berhenti di depan gerbang? ngehalangin jalan tau”“Ada seseorang yang ku tunggu”“Siapa?”“Muridmu”“Buat apa?”“Mau tahu saja urusan orang”Garin menghela napas dan melajukan mobilnya dan baru beberapa meter berjalan sang kakak buru-buru memintanya berhenti, Garin menginjak rem tiba-tiba dan itu membuat Garin marah.“Kamu gila ya!! kenapa suruh berhenti mendadak?!”“Sssttt…” Danisha tak peduli dan malah meminta adiknya untuk diam, “HEI!!” Teriak Danisha dari dalam mobil.Garin memperhatikan ada seorang gadis yang be
10 tahun kemudian … Pagi sudah menyongsong ketika Lili terbangun dari tidurnya, tidur yang di rasanya sangat panjang, saking panjangnya, Lili bahkan bermimpi berbagai hal yang sulit diterima oleh akalnya. Lili beranjak dari kasur empuknya menuju kamar mandi, lalu mencuci muka dan menggosok giginya, rambut panjangnya menutupi sebelah mata indahnya, ya sekarang usianya 27 tahun, tepatnya 10 tahun setelah kelulusannya dan tentu banyak yang berubah, tubuhnya meninggi dan langsing, kulitnya putih dengan sedikit aksen kecoklatan khas orang indonesia, bibirnya penuh, bukan hanya itu dadanya juga tumbuh tak terkendali, itu sebabnya Lili sering memakai kaos oblong saat masih kuliah. “Iya pa, aku tahu. bukan itu kan, pokoknya kemarin aku sudah susah payah mengosongkan jadwal” Lili tak berhenti mengoceh pagi-pagi, papanya lagi-lagi mengatur perjodohan sesuka hatinya, alasannya karena Lili sudah sangat cukup umur untuk men
"Nissa, bisa tolong bacakan jadwal saya saat di Jakarta nanti?"Seorang laki-laki tengah menunggu pesawatnya menuju Jakarta, ditemani dengan seorang asisten berada disampingnya setiap saat."Maaf pak?"Garin, laki-laki blasteran Amerika ini tersenyum lembut pada asisetn pribadinya, Anissa. mereka baru saja akan menuju Jakarta, setelah kurang lebih 10 tahun berada diluar negeri, Garin hanya sesekali pulang menjenguk ibunya, tadinya tak ada niat untuk kembali menetap dikota kelahirannya itu, tekad Garin sudah bulat, berkarir diluar negeri adalah impiannya sejak kecil."Memangnya saya nggak ada jadwal kerja disini?" Tanya Garin lagi, dia lupa jika tujuannya pulang adalah untuk berlibur sejenak sebelum kembali bekerja."Kita pulang ke Jakarta kan memang untuk liburan, pak. bapak lupa kalau sudah jauh-jauh hari meminta saya mengosongkan jadwal?"Garin tertawa, memang benar dia sendiri yang meminta Nissa untuk mengosongkan jadwalnya selama di Jaka
Lili berlari dari kantin sambil membawa banyak roti,mulutnya bahkan masih penuh dengan makanan, sialnya tadi Lili keasyikan mengobrol sehingga tak mendengar jika bel masuk sudah berbunyi, barulah setelah puas mengobrol Lili dan ke empat kawannya sadar bahwa kantin dan lapangan yang tadinya riuh telah sepi, itu artinya mereka terlambat masuk kekelas, dan matilah mereka berempat jika siguru killer sudah berada disana sekarang, pastilah keempatnya akan kena semprot lagi nantinya. Dari lorong Lili melihat pintu kelasnya setengah terbuka, masih dengan berlari kecil Lili mempimpin temannya yang setia mengekornya dari belakang. “Guys,kalian masuk duluan, lihat sikon, si guru Bule ada nggak didalam, nanti kalian kasih tanda ke aku, ya?” Lili meng-intruksikan ketiga sahabatnya yang terlihat takut dibelakangnya, walau begitu keti
Seperti biasa anak-anak SMA akan menghabiskan waktu istirahat siangnya dengan makan di kantin , ada pula yang memilih sekedar bercengkrama dengan teman sekelas atau bahkan berpacaran di lorong-lorong yang gelap di bawah tangga . Seorang gadis tomboy berambut pendek berjalan menyusuri lorong dengan gerombolan teman-teman satu gengnya , mereka tertawa bersama , dan sesekali saling mencubit , entah apa yang mereka bicarakan yang pasti semuanya terlihat senang , tanpa beban satu apapun. Berbeda lagi dengan seorang pria yang baru beberapa bulan mengisi posisi sebagai wali kelas , pria itu terkesan judes , tak mau tersenyum bahkan ketika muridnya sendiri menyapanya , hanya sedikit ujung bibirya saja yang bergerak dan itu membuatnya terkesan arogan , belum lagi gayanya mengajar yang lebih mirip seorang pawang sirkus yang menjinakkan seekor harimau , sangat kasar dan memaksa , banyak siswa yang terkena lemparan spidol atau penghapus , pokok
Lili berjalan dengan langkah ringan menuju kelasnya sendiri , hari ini ada ujian dan Lili optimis bisa mendapat nilai sempurna, tentu saja begitu semalam dia begadang menghapalkan rumus matematika dan kimia, biarpun pelajaran berhitung bukan spesialisnya,tapi Lili merasa jika ujian kali ini paling tidak angka 9 akan di raihnya.“kamu udah belajar semalam, Li?” Lagi-lagi Mia bertanya hal yang sama, Lili hanya santai menanggapi pertanyaan sahabatnya, karena memang persiapan Lili sudah sangat matang untuk ujian hari ini.“Aku udah belajar semalam, paling nggak 8,5 dapat lah"“Huuu… pd amat, yakin nanti soal yang kamu pelajari yang bakal keluar?" Mia kembali berseloroh.“Yakin lah, kalau pun nggak ada yang keluar paling nggak ada sedikit yang mirip lah"“Si guru killer kayaknya bakal bikin soal-soal baru deh" Diana melanjutkan, memang wali kelas mereka suka ber-eksperimen dengan hal-hal yang
"Nissa, bisa tolong bacakan jadwal saya saat di Jakarta nanti?"Seorang laki-laki tengah menunggu pesawatnya menuju Jakarta, ditemani dengan seorang asisten berada disampingnya setiap saat."Maaf pak?"Garin, laki-laki blasteran Amerika ini tersenyum lembut pada asisetn pribadinya, Anissa. mereka baru saja akan menuju Jakarta, setelah kurang lebih 10 tahun berada diluar negeri, Garin hanya sesekali pulang menjenguk ibunya, tadinya tak ada niat untuk kembali menetap dikota kelahirannya itu, tekad Garin sudah bulat, berkarir diluar negeri adalah impiannya sejak kecil."Memangnya saya nggak ada jadwal kerja disini?" Tanya Garin lagi, dia lupa jika tujuannya pulang adalah untuk berlibur sejenak sebelum kembali bekerja."Kita pulang ke Jakarta kan memang untuk liburan, pak. bapak lupa kalau sudah jauh-jauh hari meminta saya mengosongkan jadwal?"Garin tertawa, memang benar dia sendiri yang meminta Nissa untuk mengosongkan jadwalnya selama di Jaka
10 tahun kemudian … Pagi sudah menyongsong ketika Lili terbangun dari tidurnya, tidur yang di rasanya sangat panjang, saking panjangnya, Lili bahkan bermimpi berbagai hal yang sulit diterima oleh akalnya. Lili beranjak dari kasur empuknya menuju kamar mandi, lalu mencuci muka dan menggosok giginya, rambut panjangnya menutupi sebelah mata indahnya, ya sekarang usianya 27 tahun, tepatnya 10 tahun setelah kelulusannya dan tentu banyak yang berubah, tubuhnya meninggi dan langsing, kulitnya putih dengan sedikit aksen kecoklatan khas orang indonesia, bibirnya penuh, bukan hanya itu dadanya juga tumbuh tak terkendali, itu sebabnya Lili sering memakai kaos oblong saat masih kuliah. “Iya pa, aku tahu. bukan itu kan, pokoknya kemarin aku sudah susah payah mengosongkan jadwal” Lili tak berhenti mengoceh pagi-pagi, papanya lagi-lagi mengatur perjodohan sesuka hatinya, alasannya karena Lili sudah sangat cukup umur untuk men
“Ngapain sih?” Garin penasaran melihat kakaknya seolah mencari sesuatu, mereka sedang ada di tempat parkir dan Danisha seperti tak mau beranjak dari sana.“Ayo pergi, tapi nanti berhenti di depan gerbang sekolah ya?”Garin menaikkan sebelah alisnya, “Ngapain berhenti di depan gerbang? ngehalangin jalan tau”“Ada seseorang yang ku tunggu”“Siapa?”“Muridmu”“Buat apa?”“Mau tahu saja urusan orang”Garin menghela napas dan melajukan mobilnya dan baru beberapa meter berjalan sang kakak buru-buru memintanya berhenti, Garin menginjak rem tiba-tiba dan itu membuat Garin marah.“Kamu gila ya!! kenapa suruh berhenti mendadak?!”“Sssttt…” Danisha tak peduli dan malah meminta adiknya untuk diam, “HEI!!” Teriak Danisha dari dalam mobil.Garin memperhatikan ada seorang gadis yang be
Lili berjalan dengan menenteng tas selempanganya di pinggir jalan, tengah menunggu taksi yang akan menjemputnya di depan sekolahnya, hari ini Lili kesal karena sama sekali tak di perhatikan oleh wali kelanya pasca kejadian di bioskop kemarin.Lili menghela napasnya panjang saat taksi langganan yang di tunggunya tak datang juga, di terik panas begini Lili ingin sekali pulang kerumah lalu meminum jus jeruk di dalam kulkas satu kotak sekaligus.Tin!! Tin!!Lili berjingkat saat sebuah klakson berbunyi nyaring tepat di belakangnya dan saat di buka ternyata Garin lah yang ada di dalamnya.“Kamu nggak pulang?” Tanya Garin dari balik kemudi mobilnya.Lili melongos lalu kembali melihat ke depan.“Kamu mau pulang bareng saya?” Lagi-lagi Lili tak menjawab.“Yasudah kalau begitu, saya hitung sampai tiga, Satu..Dua-”Tanpa pikir panjang Lili langsung membuka pintu mobil tersebut tepat sebelum hitungan ket
Lili terus saja memperhatikan gurunya sedang mengajar, akhir-akhir ini pria itu memang bertambah tampan, apalagi sekarang dia tak lagi segalak dulu, teman-temannya pun sering memuji wali kelas mereka lebih ramah sekarang dan tentu saja barisan fans nya pun semakin banyak. tapi Lili tak keberatan dengan itu, semakin banyak orang yang menyukai pak guru semakin bagus, itu artinya permintaan Lili benar-benar dikabulkan dan hanya dengan membayangkan itu saja sudah membuat Lili senang dibuatnya.“Diana, tolong hasil rangkuman teman-teman kamu” Pak guru memanggil Diana, tapi tak ada sahutan, Lili menoleh Diana tak ada ditempat duduknya.“Diana seperti tidak masuk pak, Biar saya saja pak yang bawa” Tawar Lili sambil mengangkat sebelah tangannya.“Ok" Sahut Garin, lalu pergi meninggalkan kelas di ikuti Lili di belakangnya.Sungguh Lili sangat senang melihat pungung Garin dari belakang, Lili memang akhir-akhir ini menaruh perhatian leb
Lili berjalan dengan langkah ringan menuju kelasnya sendiri , hari ini ada ujian dan Lili optimis bisa mendapat nilai sempurna, tentu saja begitu semalam dia begadang menghapalkan rumus matematika dan kimia, biarpun pelajaran berhitung bukan spesialisnya,tapi Lili merasa jika ujian kali ini paling tidak angka 9 akan di raihnya.“kamu udah belajar semalam, Li?” Lagi-lagi Mia bertanya hal yang sama, Lili hanya santai menanggapi pertanyaan sahabatnya, karena memang persiapan Lili sudah sangat matang untuk ujian hari ini.“Aku udah belajar semalam, paling nggak 8,5 dapat lah"“Huuu… pd amat, yakin nanti soal yang kamu pelajari yang bakal keluar?" Mia kembali berseloroh.“Yakin lah, kalau pun nggak ada yang keluar paling nggak ada sedikit yang mirip lah"“Si guru killer kayaknya bakal bikin soal-soal baru deh" Diana melanjutkan, memang wali kelas mereka suka ber-eksperimen dengan hal-hal yang
Seperti biasa anak-anak SMA akan menghabiskan waktu istirahat siangnya dengan makan di kantin , ada pula yang memilih sekedar bercengkrama dengan teman sekelas atau bahkan berpacaran di lorong-lorong yang gelap di bawah tangga . Seorang gadis tomboy berambut pendek berjalan menyusuri lorong dengan gerombolan teman-teman satu gengnya , mereka tertawa bersama , dan sesekali saling mencubit , entah apa yang mereka bicarakan yang pasti semuanya terlihat senang , tanpa beban satu apapun. Berbeda lagi dengan seorang pria yang baru beberapa bulan mengisi posisi sebagai wali kelas , pria itu terkesan judes , tak mau tersenyum bahkan ketika muridnya sendiri menyapanya , hanya sedikit ujung bibirya saja yang bergerak dan itu membuatnya terkesan arogan , belum lagi gayanya mengajar yang lebih mirip seorang pawang sirkus yang menjinakkan seekor harimau , sangat kasar dan memaksa , banyak siswa yang terkena lemparan spidol atau penghapus , pokok
Lili berlari dari kantin sambil membawa banyak roti,mulutnya bahkan masih penuh dengan makanan, sialnya tadi Lili keasyikan mengobrol sehingga tak mendengar jika bel masuk sudah berbunyi, barulah setelah puas mengobrol Lili dan ke empat kawannya sadar bahwa kantin dan lapangan yang tadinya riuh telah sepi, itu artinya mereka terlambat masuk kekelas, dan matilah mereka berempat jika siguru killer sudah berada disana sekarang, pastilah keempatnya akan kena semprot lagi nantinya. Dari lorong Lili melihat pintu kelasnya setengah terbuka, masih dengan berlari kecil Lili mempimpin temannya yang setia mengekornya dari belakang. “Guys,kalian masuk duluan, lihat sikon, si guru Bule ada nggak didalam, nanti kalian kasih tanda ke aku, ya?” Lili meng-intruksikan ketiga sahabatnya yang terlihat takut dibelakangnya, walau begitu keti