Seperti biasa anak-anak SMA akan menghabiskan waktu istirahat siangnya dengan makan di kantin , ada pula yang memilih sekedar bercengkrama dengan teman sekelas atau bahkan berpacaran di lorong-lorong yang gelap di bawah tangga . Seorang gadis tomboy berambut pendek berjalan menyusuri lorong dengan gerombolan teman-teman satu gengnya , mereka tertawa bersama , dan sesekali saling mencubit , entah apa yang mereka bicarakan yang pasti semuanya terlihat senang , tanpa beban satu apapun.
Berbeda lagi dengan seorang pria yang baru beberapa bulan mengisi posisi sebagai wali kelas , pria itu terkesan judes , tak mau tersenyum bahkan ketika muridnya sendiri menyapanya , hanya sedikit ujung bibirya saja yang bergerak dan itu membuatnya terkesan arogan , belum lagi gayanya mengajar yang lebih mirip seorang pawang sirkus yang menjinakkan seekor harimau , sangat kasar dan memaksa , banyak siswa yang terkena lemparan spidol atau penghapus , pokoknya kalau dia yang mengajar maka semua murid akan menurut tanpa terkecuali.
“Si guru killer itu makannya apa yaa ? dia mirip vampir yang nggak ada ekspresinya sama sekali.” Mia adalah teman sekelas sekaligus sebangku Lili , si gadis tomboy. Mia punya khayalan yang lumayan tinggi tentang si guru killer, dia menyamakan situasi ini dengan cerita Twilight Saga , di mana dirinya adalah Bella Swan dan si guru killer adalah Edward Cullen nya.
“Kamu nggak ada habis-habisnya membahas orang itu , aku malah kesal , masak semua rumus yang susah payah ku tulis di coret semua?.” Kali ini Anggi yang juga teman sekelas Lili yang menimpali.
“Kalau Lili enak sih , otaknya udah encer dari sananya.” Diana , si ketua kelas yang bisa jadi sangat sering berurusan dengan guru killer , “Semester depan kamu aja yang jadi ketua kelasnya yaa ?.” Bujuk Diana.
“Kalau aku sih oke aja , cuma ya itu , sifatku sama wali kelas kita kan sama , apa nggak akan terjadi pertumpahan darah nanti kalau kami di satukan ?.”
Ketiga gadis itu tertawa mendengar gurauan Lili , Lili dan wali kelas mereka memang dikenal tidak akur bagai karakter Tom and Jerry yang tak pernah lelah bertengkar.
“Ahh , kapan sih bu Vivi selesai cuti melahirkannya?.” Keempatnya menghela napasnya bersamaan , bu Vivi wali kelas mereka yang lama memang bertolak belakang dengan wali kelas mereka yang baru.
***
Suasana kelas sangat riuh dengan tingkah laku para murid yang tergolong masih remaja dan labil , apalagi para siswa laki-lakinya , tak seperti sekolah lain , sekolah mereka memang sangat melarang penggunaan telepon genggam , setiap harinya para siswa akan diperiksa satu persatu untuk memastikan jika semua sudah bersih dari perangkat elektronik tersebut.
Lili berjalan di lorong sambil memakan cemilan seperti biasa , jangan tanyakan berapa jajanan yang di habiskannya setiap hari , biarpun begitu tubuh gadis berambut pendek ini tetap ramping , berbanding terbalik dengan kebiasaan makannya yang melebihi gadis seusianya.
“Guru killer itu kemarin ngasih aku tugas , dan tugasnya harus dikumpulin besok.” Sayup-sayup Lili mendengar kawan sekelasnya bergosip di depan kelas , tugas katanya ? apa itu tugas personal ? kenapa Lili malah tidak tahu ?
Guru killer itu tentu punya nama , namanya Steve , entah nama lengkapnya siapa Lili lupa , dia menggantikan posisi wali muridnya yang kebetulan tengah cuti melahirkan . usia pak guru ini diperkirakan Lili masih sangatlah muda , itu terlihat dari wajahnya yang masih segar , teman-temannya bilang pak guru mirip dewa-dewa yunani , hahh Lili jengah mendengar kata-kata itu , bagai dewa itu bukannya ketinggian , Lili lebih suka menyebut pak guru dengan sebutan ‘ganteng’ saja. Dan satu lagi gurunya yang satu ini suka memberikan tugas personal kepada muridnya yang dinilainya kurang dalam pelajaran , tentu Lili tak termasuk salah satunya , Lili adalah murid terpandai dikelasnya , dan sudah barang tentu dia akan terhindar dari tugas individu semacam itu.
“Li , selesai dari sini kamu mau ngelanjutin kemana ?.” Lili masih sibuk mengunyah es batu dari es teh yang di bungkus plastik tadi , teman-temannya tengah asyik membahas kelulusan yang masih kurang lebih setengah tahun lagi.
“Iya Li , kamu kan pintar , pasti bisa masuk kampus manapun yang kamu mau.”
Lili menghela napas pelan , apanya yang mudah , nyatanya Lili harus begadang untuk belajar , belum lagi bimbel dan segala tetek bengek yang di lontarkan wali murid mereka makin membuat Lili tak berselera sama sekali dalam belajar.
“Aish , aku juga belajar mati-matian tahu !! apalagi sekarang bimbel di tambah jadi 3 jam , belum lagi latihan soal-soal ujian masuk. “ Lili mengacak rambut pendeknya , teman-temannya pun sama , belajar dan belajar adalah kegiatan utama mereka sekarang.
“Kenapa juga sih si guru killer harus ngotot ngajar kita bimbel sendiri ? udah gitu orang tua murid juga nggak di bebani biaya tambahan , kan kesannya dia jadi kayak pekerja suka rela ?.” Anggi yang paling lemah dalam pelajaran lagi-lagi mengeluh , jam sekolahnya bertambah 3 jam , dan semua itu lagi-lagi karena wali kelasnya. “Untung ganteng.” Gerutunya lagi.
“Ganteng , kalau cara ngajarnya minus juga sia-sia aja kali . kalau aku sih lebih suka yang wajahnya biasa-biasa aja , tapi baik dan lemah lembut.” Lili menangkup kedua pipinya sendiri , dia memang membayangkan kelak akan menikah dengan sosok laki-laki seperti itu.
“Ciee .. katanya cuma mau fokus kepelajaran , ternyata kamu punya fantasi liar juga tentang cowok , Li.”
Wajah Lili memerah , teman-temannya makin menyorakinya , suasana kelas sangat ramai hari itu , ya tidaj ada salahnya merenganggkan otot sebelum kembali bertemu wali kelas mereka yang menyeramkan.
***
Lili duduk di ruang guru , tepatnya di ruang Steve , guru super tampan yang di juluki guru killer oleh murid-muridnya , Steve memanggil Lili bukan tanpa alasan , itu karena Lili terus membantah perkataannya selama dia mengajar disekolah itu , Steve tak suka dibantah , terlebih oleh muridnya sendiri.
“Kamu tahu posisi saya sekarang lebih patut di hormati oleh kamu ?.” Steve berdiri di depan Lili yang duduk sambil menundukkan kepala , tentu bukan karena takut atau menyesal , Lili hanya tak mau mendengar laki-laki di depannya ini mengoceh seperti burung beo.
“Memangnya salah saya apa , pak ? saya kan hanya menjawab pertanyaan bapak dengan jujur?.”
Jujur katanya ? Steve memijit keningnya yang sedari tadi terus berdenyut , kesabarannya hampir habis , dan gadis berambut pendek di depannya malah sama sekali tak merasa bersalah , apalagi ber-inisiatif untuk meminta maaf padanya.
“Besok bawa wali kamu kesekolah .” Steve tiba-tiba bertanya demikian , dia berniat memanggil wali Lili untuk sekedar memberi tahu tentang kelakuan anaknya yang tak sopan terhadap gurunya sendiri.
Lili terkejut , tak disangkanya jika wali kelasnya akan memanggil walinya kesekolah , “Kenapa harus bawa-bawa wali sih pak ? saya kan nggak salah apa-apa ?!.”
“Lihatlah , perangai dan penampilan kamu sangat mirip berandalan , mana ada gadis SMA yang memotong pendek rambutnya ? dan lagi tingkah laku kamu sangat tidak sopan , saya bersabar karena kamu anak yang lumayan pandai , tapi tidak kali ini , kamu sudah kelewat batas.”
Lili langsung berasumsi jika wali kelasnya tak menyukainya karena dia selalu menjawab ketika dimarahi , itu mungkin membuat harga dirinya jatuh didepan yang lain , tapi kali ini laki-laki itu juga sudah kelewatan menurut Lili , kesalahannya walau hanya sedikit akan menjadi besar dimata laki-laki itu.
“Pak , guru-guru lainpun nggak ada yang complain , lagian mana ada guru membeda-bedakan muridnya , yang penting kan saya pakek baju , seragam saya rapi , saya juga nggak bau kok , dan soal rambut memang dari awal salah potong , maaf juga kalau saya seperti berandalan dan nggak cantik , sikap saya memang seperti ini , bukan saya nggak sopan , tapi karena saya pikir dari awal saya nggak salah .” Lili menghela napasnya , “Soal wali saya minta bapak tidak memanggil wali saya , ayah saya diluar negeri jadi tidak mungkin beliau akan datang kemari.”
Lili keluar dari ruang guru dengan perasaan dongkol , pada akhirnya pak guru tidak mau mengalah dan tetap memberikan Lili hukuman sebagai bentuk ‘ketidakpatuhannya’ padahal Lili hanya bicara apa adanya , guru yang lain pun tak pernah ada masalah dengan sikapnya , memang kalau masih muda begitu , pikir Lili hanya melihat orang dari luar dan men-judge seenaknya tanpa mau mengenal lebih dahulu , walaupun begitu Lili lega , permintaannya agar tak memanggil walinya kesekolah dikabulkan biarpun dengan memasang wajah seram khasnya , nyatanya si guru killer tak seburuk yang Lili pikirkan selama ini.
Bel pulang sekolah berbunyi dan Lili masih berjibaku dengan hukuman yang di berikan oleh wali kelasnya , padahal Lili hanya menyampaikan aspirasinya tapi malah hukuman yang di dapat , walau hanya sekedar menulis kalimat ‘saya tidak akan membantah lagi’ sebanyak 100 kali , tapi itu cukup membuat jari mungil Lili sedikit berkerut .
“Sudah selesai ?.” Lili menyerahkan beberape lembar ‘kertas hukuman’ dengan wajah maih cemberutnya.
“Kenapa pak ? mau tambahin hukuman lagi ?.”
Steve mendongakkan kepalanya berusaha mengerti apa yang sebenarnya ada di pikiran gadis kecil di depannya , nyalinya sangat besar , bahkan ketika Steve menatapnya dengan tatapan membunuh gadis ini tetap tak bergeming.
“Kamu mau di tambah lagi memang ?.” Steve bertanya balik dengan ekpresi datar.
“Ya nggak lah pak yang bener aja -.” Lili menghentikan ucapannya seketika , ketika Steve kembali memberinya tatapan yang menyeramkan , “Hehe , peace pak.” Kata Lili sambil nyengir.
“Kamu mau jadi dokter suatusaat nanti ?.” Tiba-tiba Steve menanyakan sesuatu yang membuat Lili kaget.
“Kokk tahu ?.” Jawab Lili sambil tersenyum malu seolah dirinya sedang di gombali.
Steve mengangkat sebelah alisnya , “Kenapa ? kamu pikir saya lagi gombal ? tulisan kamu kayak ceker ayam.” Ejek Steve lalu melempar kertas kehadapan Lili.
“Saya kan capek pak , bapak ngasih hukuman nggak tanggung-tanggung sih , lihat nih jari telunjuk saya sampek berkerut .”
Steve tak menunjukkan responnya setelah itu , membuat Lili salah tingkah sendiri , “Ngomong-ngomong saya sudah boleh pulang sekarang pak ? .”
Steve menatap Lili dalam-dalam , membuat Lili lagi-lagi salah tingkah , “Silahkan.”
Lili lega sekaligus kaget dengan jawaban singkat wali kelasnya , gadis itu pamit walau tak digubris , lalu menutup pintu pelan-pelan , sedang didalam ruangan Steve tertawa sendiri , tak percaya jika dia akan dibuat kerepotan oleh gadis belasan tahun , walau begitu Steve sedikit merasa terhibur beberapa hari ini , rasa bosannya sedikit berkurang , akhirnya ada orang yang bisa diajaknya berdebat , ya Steve suka berdebat , walau tak suka di-interupsi , berada disekeliling orang yang selalu memujanya membuatnya jengah , dan Steve merasa jika salah satu muridnya itu adalah pengobat rasa bosannya selama dia berada disekolah itu.
Lili pulang agak terlambat hari ini , alasannya apalagi kalau bukan guru killer yang terus memberinya hukuman . Dibalik pintu ruang tamu , Sarah , ibu tirinya menyambut Lili dengan senyuman , walaupun Lili tak begitu menyukainya, tapi Lili masih menunjukkan rasa hormatnya dengan membalas senyuman Sarah walau hanya sekilas.
“Kamu kenapa telat Li ? .” Tanya Sarah dengan nada yang lembut.
“Habis kerja kelompok.” Lili menjawab seadanya dengan nada cuek yang terkesan terpaksa.
“Oh , kamu udah makan ? tante masak semur daging kesukaan kamu lho.”
“Nanti aja deh tante , nunggu bibi dulu.” Setelah itu Lili berlalu begitu saja ke dalam kamarnya , dalam hati Sarah tentu sangat kecewa , padahal sudah hampir 2 tahun mereka tinggal bersama , tapi Lili masih belum mau menerima ibu tirinya.
Lili merebahkan tubuhnya diranjang , tas sekolahnya yang berat dilemparkannya kemeja belajar disudut ruangan , kepala Lili penat dan berat , disekolah banyak sekali hal-hal dan masalah baru tiap harinya , dirumah ketika ingin santai sejenak , Lili harus kembali betemu dengan orang yang tak begitu disukainya.
“Papa kamu aneh masak kamu di suruh tinggal sama ibu tiri kamu.”
Lili berada dalam satu mobil dengan nenek dari mamanya yang baru beberapa bulan meninggal , Lili memang tak keberatan jika sang papa menikah lagi , tapi jika Lili harus berada satu rumah dengan wanita yang belum begitu di kenalnya , rasanya pasti sangat canggung nantinya.
“Kemarin oma di kenalin sama perempuan itu , aduhh .. dandananya , keliatan banget kalau dia itu perempuan matre.” Oma Gita tak berhenti mengoceh dari tadi , dan itu makin membuat kepala Lili sakit .
“Udahlah oma , lagian perempuan itu kan pilihannya papa , kalau papa bahagia ya nggak apa-apa , asal dia nggak ganggu aku aja nanti.”
“Kamu ini !! pusara mamamu bahkan belum kering !!.”
Lili menghela napas panjang , lantas memakai headset dan membesarkan volume lagu yang di dengarnya , entahlah omanya mengoceh apa setelah itu yang pasti Lili hanya ingin tidur kala itu.
Perempuan anggun yang juga cantik berdiri diruang tamu rumah Lili , sesuai tebakan Lili pasti itu adalah Sarah , ibu barunya . sesuai kata-kata omanya Sarah memang wanita anggun yang sekujur tubuhnya memakai barang-barang branded , sesuai dengan tipe sang papa yang sangat memuja wanita cantik yang modis.
“Perkenalkan Lili , ini tante Sarah.” Kata sang papa , Sarah mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Lili , walau dalam hitungan detik Lili kembali menarik tangannya kasar.
“Mulai saat ini dia yang akan menjadi wali kamu selama papa bisnis di luar negeri.”
Lili hanya mengangguk lalu berlalu menuju kamarnya , “Hari ini kita makan malam bersama , jadi sebaiknya kamu siap-siap.” Teriak sang papa yang tentu diacuhkan oleh Lili.
Pikiran Lili penuh dengan masa-masa saat Sarah pertama masuk dalam rumahnya , walau wanita cantik itu tak pernah sedikitpun menunjukkan perasaan tak sukanya pada Lili tetap saja Lili tak nyaman jika harus berlama-lama berinteraksi dengan wanita tersebut , terlebih lagi Sarah selalu bertingkah sok care padanya , sebenarnya Lili tak pernah membenci perempuan itu , hanya saja dia masih tak bisa menggantikan sosok mamanya dengan wanita manapun didunia ini , Lili tak benci tapi juga tak begitu menyukai Sarah , itu sebabnya dia terkesan judes pada wanita itu , papanya jarang dirumah jadi Lili merasa bebas melakukan apapun , sekalipun itu adalah mengacuhkan ibu tirinya sekalipun.
Lili berjalan dengan langkah ringan menuju kelasnya sendiri , hari ini ada ujian dan Lili optimis bisa mendapat nilai sempurna, tentu saja begitu semalam dia begadang menghapalkan rumus matematika dan kimia, biarpun pelajaran berhitung bukan spesialisnya,tapi Lili merasa jika ujian kali ini paling tidak angka 9 akan di raihnya.“kamu udah belajar semalam, Li?” Lagi-lagi Mia bertanya hal yang sama, Lili hanya santai menanggapi pertanyaan sahabatnya, karena memang persiapan Lili sudah sangat matang untuk ujian hari ini.“Aku udah belajar semalam, paling nggak 8,5 dapat lah"“Huuu… pd amat, yakin nanti soal yang kamu pelajari yang bakal keluar?" Mia kembali berseloroh.“Yakin lah, kalau pun nggak ada yang keluar paling nggak ada sedikit yang mirip lah"“Si guru killer kayaknya bakal bikin soal-soal baru deh" Diana melanjutkan, memang wali kelas mereka suka ber-eksperimen dengan hal-hal yang
Lili terus saja memperhatikan gurunya sedang mengajar, akhir-akhir ini pria itu memang bertambah tampan, apalagi sekarang dia tak lagi segalak dulu, teman-temannya pun sering memuji wali kelas mereka lebih ramah sekarang dan tentu saja barisan fans nya pun semakin banyak. tapi Lili tak keberatan dengan itu, semakin banyak orang yang menyukai pak guru semakin bagus, itu artinya permintaan Lili benar-benar dikabulkan dan hanya dengan membayangkan itu saja sudah membuat Lili senang dibuatnya.“Diana, tolong hasil rangkuman teman-teman kamu” Pak guru memanggil Diana, tapi tak ada sahutan, Lili menoleh Diana tak ada ditempat duduknya.“Diana seperti tidak masuk pak, Biar saya saja pak yang bawa” Tawar Lili sambil mengangkat sebelah tangannya.“Ok" Sahut Garin, lalu pergi meninggalkan kelas di ikuti Lili di belakangnya.Sungguh Lili sangat senang melihat pungung Garin dari belakang, Lili memang akhir-akhir ini menaruh perhatian leb
Lili berjalan dengan menenteng tas selempanganya di pinggir jalan, tengah menunggu taksi yang akan menjemputnya di depan sekolahnya, hari ini Lili kesal karena sama sekali tak di perhatikan oleh wali kelanya pasca kejadian di bioskop kemarin.Lili menghela napasnya panjang saat taksi langganan yang di tunggunya tak datang juga, di terik panas begini Lili ingin sekali pulang kerumah lalu meminum jus jeruk di dalam kulkas satu kotak sekaligus.Tin!! Tin!!Lili berjingkat saat sebuah klakson berbunyi nyaring tepat di belakangnya dan saat di buka ternyata Garin lah yang ada di dalamnya.“Kamu nggak pulang?” Tanya Garin dari balik kemudi mobilnya.Lili melongos lalu kembali melihat ke depan.“Kamu mau pulang bareng saya?” Lagi-lagi Lili tak menjawab.“Yasudah kalau begitu, saya hitung sampai tiga, Satu..Dua-”Tanpa pikir panjang Lili langsung membuka pintu mobil tersebut tepat sebelum hitungan ket
“Ngapain sih?” Garin penasaran melihat kakaknya seolah mencari sesuatu, mereka sedang ada di tempat parkir dan Danisha seperti tak mau beranjak dari sana.“Ayo pergi, tapi nanti berhenti di depan gerbang sekolah ya?”Garin menaikkan sebelah alisnya, “Ngapain berhenti di depan gerbang? ngehalangin jalan tau”“Ada seseorang yang ku tunggu”“Siapa?”“Muridmu”“Buat apa?”“Mau tahu saja urusan orang”Garin menghela napas dan melajukan mobilnya dan baru beberapa meter berjalan sang kakak buru-buru memintanya berhenti, Garin menginjak rem tiba-tiba dan itu membuat Garin marah.“Kamu gila ya!! kenapa suruh berhenti mendadak?!”“Sssttt…” Danisha tak peduli dan malah meminta adiknya untuk diam, “HEI!!” Teriak Danisha dari dalam mobil.Garin memperhatikan ada seorang gadis yang be
10 tahun kemudian … Pagi sudah menyongsong ketika Lili terbangun dari tidurnya, tidur yang di rasanya sangat panjang, saking panjangnya, Lili bahkan bermimpi berbagai hal yang sulit diterima oleh akalnya. Lili beranjak dari kasur empuknya menuju kamar mandi, lalu mencuci muka dan menggosok giginya, rambut panjangnya menutupi sebelah mata indahnya, ya sekarang usianya 27 tahun, tepatnya 10 tahun setelah kelulusannya dan tentu banyak yang berubah, tubuhnya meninggi dan langsing, kulitnya putih dengan sedikit aksen kecoklatan khas orang indonesia, bibirnya penuh, bukan hanya itu dadanya juga tumbuh tak terkendali, itu sebabnya Lili sering memakai kaos oblong saat masih kuliah. “Iya pa, aku tahu. bukan itu kan, pokoknya kemarin aku sudah susah payah mengosongkan jadwal” Lili tak berhenti mengoceh pagi-pagi, papanya lagi-lagi mengatur perjodohan sesuka hatinya, alasannya karena Lili sudah sangat cukup umur untuk men
"Nissa, bisa tolong bacakan jadwal saya saat di Jakarta nanti?"Seorang laki-laki tengah menunggu pesawatnya menuju Jakarta, ditemani dengan seorang asisten berada disampingnya setiap saat."Maaf pak?"Garin, laki-laki blasteran Amerika ini tersenyum lembut pada asisetn pribadinya, Anissa. mereka baru saja akan menuju Jakarta, setelah kurang lebih 10 tahun berada diluar negeri, Garin hanya sesekali pulang menjenguk ibunya, tadinya tak ada niat untuk kembali menetap dikota kelahirannya itu, tekad Garin sudah bulat, berkarir diluar negeri adalah impiannya sejak kecil."Memangnya saya nggak ada jadwal kerja disini?" Tanya Garin lagi, dia lupa jika tujuannya pulang adalah untuk berlibur sejenak sebelum kembali bekerja."Kita pulang ke Jakarta kan memang untuk liburan, pak. bapak lupa kalau sudah jauh-jauh hari meminta saya mengosongkan jadwal?"Garin tertawa, memang benar dia sendiri yang meminta Nissa untuk mengosongkan jadwalnya selama di Jaka
Lili berlari dari kantin sambil membawa banyak roti,mulutnya bahkan masih penuh dengan makanan, sialnya tadi Lili keasyikan mengobrol sehingga tak mendengar jika bel masuk sudah berbunyi, barulah setelah puas mengobrol Lili dan ke empat kawannya sadar bahwa kantin dan lapangan yang tadinya riuh telah sepi, itu artinya mereka terlambat masuk kekelas, dan matilah mereka berempat jika siguru killer sudah berada disana sekarang, pastilah keempatnya akan kena semprot lagi nantinya. Dari lorong Lili melihat pintu kelasnya setengah terbuka, masih dengan berlari kecil Lili mempimpin temannya yang setia mengekornya dari belakang. “Guys,kalian masuk duluan, lihat sikon, si guru Bule ada nggak didalam, nanti kalian kasih tanda ke aku, ya?” Lili meng-intruksikan ketiga sahabatnya yang terlihat takut dibelakangnya, walau begitu keti
"Nissa, bisa tolong bacakan jadwal saya saat di Jakarta nanti?"Seorang laki-laki tengah menunggu pesawatnya menuju Jakarta, ditemani dengan seorang asisten berada disampingnya setiap saat."Maaf pak?"Garin, laki-laki blasteran Amerika ini tersenyum lembut pada asisetn pribadinya, Anissa. mereka baru saja akan menuju Jakarta, setelah kurang lebih 10 tahun berada diluar negeri, Garin hanya sesekali pulang menjenguk ibunya, tadinya tak ada niat untuk kembali menetap dikota kelahirannya itu, tekad Garin sudah bulat, berkarir diluar negeri adalah impiannya sejak kecil."Memangnya saya nggak ada jadwal kerja disini?" Tanya Garin lagi, dia lupa jika tujuannya pulang adalah untuk berlibur sejenak sebelum kembali bekerja."Kita pulang ke Jakarta kan memang untuk liburan, pak. bapak lupa kalau sudah jauh-jauh hari meminta saya mengosongkan jadwal?"Garin tertawa, memang benar dia sendiri yang meminta Nissa untuk mengosongkan jadwalnya selama di Jaka
10 tahun kemudian … Pagi sudah menyongsong ketika Lili terbangun dari tidurnya, tidur yang di rasanya sangat panjang, saking panjangnya, Lili bahkan bermimpi berbagai hal yang sulit diterima oleh akalnya. Lili beranjak dari kasur empuknya menuju kamar mandi, lalu mencuci muka dan menggosok giginya, rambut panjangnya menutupi sebelah mata indahnya, ya sekarang usianya 27 tahun, tepatnya 10 tahun setelah kelulusannya dan tentu banyak yang berubah, tubuhnya meninggi dan langsing, kulitnya putih dengan sedikit aksen kecoklatan khas orang indonesia, bibirnya penuh, bukan hanya itu dadanya juga tumbuh tak terkendali, itu sebabnya Lili sering memakai kaos oblong saat masih kuliah. “Iya pa, aku tahu. bukan itu kan, pokoknya kemarin aku sudah susah payah mengosongkan jadwal” Lili tak berhenti mengoceh pagi-pagi, papanya lagi-lagi mengatur perjodohan sesuka hatinya, alasannya karena Lili sudah sangat cukup umur untuk men
“Ngapain sih?” Garin penasaran melihat kakaknya seolah mencari sesuatu, mereka sedang ada di tempat parkir dan Danisha seperti tak mau beranjak dari sana.“Ayo pergi, tapi nanti berhenti di depan gerbang sekolah ya?”Garin menaikkan sebelah alisnya, “Ngapain berhenti di depan gerbang? ngehalangin jalan tau”“Ada seseorang yang ku tunggu”“Siapa?”“Muridmu”“Buat apa?”“Mau tahu saja urusan orang”Garin menghela napas dan melajukan mobilnya dan baru beberapa meter berjalan sang kakak buru-buru memintanya berhenti, Garin menginjak rem tiba-tiba dan itu membuat Garin marah.“Kamu gila ya!! kenapa suruh berhenti mendadak?!”“Sssttt…” Danisha tak peduli dan malah meminta adiknya untuk diam, “HEI!!” Teriak Danisha dari dalam mobil.Garin memperhatikan ada seorang gadis yang be
Lili berjalan dengan menenteng tas selempanganya di pinggir jalan, tengah menunggu taksi yang akan menjemputnya di depan sekolahnya, hari ini Lili kesal karena sama sekali tak di perhatikan oleh wali kelanya pasca kejadian di bioskop kemarin.Lili menghela napasnya panjang saat taksi langganan yang di tunggunya tak datang juga, di terik panas begini Lili ingin sekali pulang kerumah lalu meminum jus jeruk di dalam kulkas satu kotak sekaligus.Tin!! Tin!!Lili berjingkat saat sebuah klakson berbunyi nyaring tepat di belakangnya dan saat di buka ternyata Garin lah yang ada di dalamnya.“Kamu nggak pulang?” Tanya Garin dari balik kemudi mobilnya.Lili melongos lalu kembali melihat ke depan.“Kamu mau pulang bareng saya?” Lagi-lagi Lili tak menjawab.“Yasudah kalau begitu, saya hitung sampai tiga, Satu..Dua-”Tanpa pikir panjang Lili langsung membuka pintu mobil tersebut tepat sebelum hitungan ket
Lili terus saja memperhatikan gurunya sedang mengajar, akhir-akhir ini pria itu memang bertambah tampan, apalagi sekarang dia tak lagi segalak dulu, teman-temannya pun sering memuji wali kelas mereka lebih ramah sekarang dan tentu saja barisan fans nya pun semakin banyak. tapi Lili tak keberatan dengan itu, semakin banyak orang yang menyukai pak guru semakin bagus, itu artinya permintaan Lili benar-benar dikabulkan dan hanya dengan membayangkan itu saja sudah membuat Lili senang dibuatnya.“Diana, tolong hasil rangkuman teman-teman kamu” Pak guru memanggil Diana, tapi tak ada sahutan, Lili menoleh Diana tak ada ditempat duduknya.“Diana seperti tidak masuk pak, Biar saya saja pak yang bawa” Tawar Lili sambil mengangkat sebelah tangannya.“Ok" Sahut Garin, lalu pergi meninggalkan kelas di ikuti Lili di belakangnya.Sungguh Lili sangat senang melihat pungung Garin dari belakang, Lili memang akhir-akhir ini menaruh perhatian leb
Lili berjalan dengan langkah ringan menuju kelasnya sendiri , hari ini ada ujian dan Lili optimis bisa mendapat nilai sempurna, tentu saja begitu semalam dia begadang menghapalkan rumus matematika dan kimia, biarpun pelajaran berhitung bukan spesialisnya,tapi Lili merasa jika ujian kali ini paling tidak angka 9 akan di raihnya.“kamu udah belajar semalam, Li?” Lagi-lagi Mia bertanya hal yang sama, Lili hanya santai menanggapi pertanyaan sahabatnya, karena memang persiapan Lili sudah sangat matang untuk ujian hari ini.“Aku udah belajar semalam, paling nggak 8,5 dapat lah"“Huuu… pd amat, yakin nanti soal yang kamu pelajari yang bakal keluar?" Mia kembali berseloroh.“Yakin lah, kalau pun nggak ada yang keluar paling nggak ada sedikit yang mirip lah"“Si guru killer kayaknya bakal bikin soal-soal baru deh" Diana melanjutkan, memang wali kelas mereka suka ber-eksperimen dengan hal-hal yang
Seperti biasa anak-anak SMA akan menghabiskan waktu istirahat siangnya dengan makan di kantin , ada pula yang memilih sekedar bercengkrama dengan teman sekelas atau bahkan berpacaran di lorong-lorong yang gelap di bawah tangga . Seorang gadis tomboy berambut pendek berjalan menyusuri lorong dengan gerombolan teman-teman satu gengnya , mereka tertawa bersama , dan sesekali saling mencubit , entah apa yang mereka bicarakan yang pasti semuanya terlihat senang , tanpa beban satu apapun. Berbeda lagi dengan seorang pria yang baru beberapa bulan mengisi posisi sebagai wali kelas , pria itu terkesan judes , tak mau tersenyum bahkan ketika muridnya sendiri menyapanya , hanya sedikit ujung bibirya saja yang bergerak dan itu membuatnya terkesan arogan , belum lagi gayanya mengajar yang lebih mirip seorang pawang sirkus yang menjinakkan seekor harimau , sangat kasar dan memaksa , banyak siswa yang terkena lemparan spidol atau penghapus , pokok
Lili berlari dari kantin sambil membawa banyak roti,mulutnya bahkan masih penuh dengan makanan, sialnya tadi Lili keasyikan mengobrol sehingga tak mendengar jika bel masuk sudah berbunyi, barulah setelah puas mengobrol Lili dan ke empat kawannya sadar bahwa kantin dan lapangan yang tadinya riuh telah sepi, itu artinya mereka terlambat masuk kekelas, dan matilah mereka berempat jika siguru killer sudah berada disana sekarang, pastilah keempatnya akan kena semprot lagi nantinya. Dari lorong Lili melihat pintu kelasnya setengah terbuka, masih dengan berlari kecil Lili mempimpin temannya yang setia mengekornya dari belakang. “Guys,kalian masuk duluan, lihat sikon, si guru Bule ada nggak didalam, nanti kalian kasih tanda ke aku, ya?” Lili meng-intruksikan ketiga sahabatnya yang terlihat takut dibelakangnya, walau begitu keti