Lili berlari dari kantin sambil membawa banyak roti,mulutnya bahkan masih penuh dengan makanan, sialnya tadi Lili keasyikan mengobrol sehingga tak mendengar jika bel masuk sudah berbunyi, barulah setelah puas mengobrol Lili dan ke empat kawannya sadar bahwa kantin dan lapangan yang tadinya riuh telah sepi, itu artinya mereka terlambat masuk kekelas, dan matilah mereka berempat jika siguru killer sudah berada disana sekarang, pastilah keempatnya akan kena semprot lagi nantinya.
Dari lorong Lili melihat pintu kelasnya setengah terbuka, masih dengan berlari kecil Lili mempimpin temannya yang setia mengekornya dari belakang.
“Guys,kalian masuk duluan, lihat sikon, si guru Bule ada nggak didalam, nanti kalian kasih tanda ke aku, ya?”
Lili meng-intruksikan ketiga sahabatnya yang terlihat takut dibelakangnya, walau begitu ketiganya menurut saja, dengan mengendap-endap ketiga gadis itu masuk kedalam kelas, beberapa menit Lili menunggu, tak ada yang keluar, dan kini giliran gadis tomboi berambut pendek tersebut yang mencoba masuk, tapi belum juga sampai kelas Lili sudah di hadang oleh seorang laki-laki bertubuh tinggi besar yang merupakan wali murid mereka, rupanya ketiga temannya pun belum ada yang duduk, mereka bertiga masih berdiri didepan papan tulis, Lili bergidik usahanya untuk masuk tanpa ketahuan sia-sia, apalagi melihat ekpresi wali muridnya yang menyeramkan membuat nyali Lili makin ciut.
“Dari mana kalian?!” Tamat sudah riwayatku, batin Lili, gadis itupun hanya bisa bungkam seribu bahasa, begitu pula dengan ketiga sahabatnya.
“Apa kalian tidak mau menjawab?” Keempatnya masih diam, Lili sedikit melirik kearah kawan-kawannya, kepala mereka semua tertunduk seolah habis melakukan perbuatan kriminal.
“Kami dari kantin pak “ Akhirnya Lili bersuara, menurutnya ini bukanlah kesalahan besar, lagipula mereka tak sengaja melakukannya.
Sang guru beralih pandangannya pada Lili, sangat terlihat jika gadis itu tak merasa bersalah sama sekali, “Lalu, apa yang kalian lakukan sampai terlambat masuk kekelas? kalian tahu pelajaran saya sudah dimulai, dan saya sangat tidak suka pada orang yang tidak disiplin”
Lili mengambil napas sejenak, ketiga kawannya masih tak percaya dengan keberaniannya menjawab pertanyaan dari wali kelas mereka “Kami keasyikan mengobrol, pak” Jawab Lili akhirnya
Satu kelas salut dengan jawaban Lili yang sangat frontal dan apa adanya, sedang teman di sampingnya hanya bisa menepuk kepala mendengar alasan yang sangat jujur dan pastinya akan membuat mereka semua di hukum.
“Kalian bertiga boleh duduk.” Ketiga murid itu saling pandang dan nampak kebingungan .
“Kamu berdiri di depan kelas sampai pelajaran saya selesai"
Lili mendengus kesal tapi dengan wajah yang di buat sesantai mungkin, baginya berdiri di depan kelas bukanlah sesuatu yang berat, dengan langkah santai Lili menuju keluar kelas dan berdiri di sana, sedang sang guru killer membanting pintu kelas dan melanjutkan kembali pelajarannya hari ini.
“Dasar, dia pikir aku takut padanya, tapi boleh juga sekali-kali tak ikut pelajaran membosankan seperti itu” Gerutu Lili sendirian.
Lili melihat kesekeliling sekolahnya yang luas, kehidupan SMA yang dibayangkannya akan berjalan mulus sampai dia lulus sepertinya tak akan terjadi, gadis itu menghela napasnya, dia sering dihukum sejak laki-laki blasteran itu menjadi wali kelasnya yang baru, laki-laki yang sentimental dan sedikit-sedikit marah, tapi Lili juga merasa jika hatinya sedikit tergelitik dengan kehadiran laki-laki tersebut, jarang ditemuinya laki-laki muda, tampan dan masih membujang yang mengajar murid SMA sepertinya. Entah itu adalah suatu keberuntungan atau kesialan bagi Lili, yang pasti kehidupan sekolahnya yang bergejolak baru akan dimulai.
Seperti biasa anak-anak SMA akan menghabiskan waktu istirahat siangnya dengan makan di kantin , ada pula yang memilih sekedar bercengkrama dengan teman sekelas atau bahkan berpacaran di lorong-lorong yang gelap di bawah tangga . Seorang gadis tomboy berambut pendek berjalan menyusuri lorong dengan gerombolan teman-teman satu gengnya , mereka tertawa bersama , dan sesekali saling mencubit , entah apa yang mereka bicarakan yang pasti semuanya terlihat senang , tanpa beban satu apapun. Berbeda lagi dengan seorang pria yang baru beberapa bulan mengisi posisi sebagai wali kelas , pria itu terkesan judes , tak mau tersenyum bahkan ketika muridnya sendiri menyapanya , hanya sedikit ujung bibirya saja yang bergerak dan itu membuatnya terkesan arogan , belum lagi gayanya mengajar yang lebih mirip seorang pawang sirkus yang menjinakkan seekor harimau , sangat kasar dan memaksa , banyak siswa yang terkena lemparan spidol atau penghapus , pokok
Lili berjalan dengan langkah ringan menuju kelasnya sendiri , hari ini ada ujian dan Lili optimis bisa mendapat nilai sempurna, tentu saja begitu semalam dia begadang menghapalkan rumus matematika dan kimia, biarpun pelajaran berhitung bukan spesialisnya,tapi Lili merasa jika ujian kali ini paling tidak angka 9 akan di raihnya.“kamu udah belajar semalam, Li?” Lagi-lagi Mia bertanya hal yang sama, Lili hanya santai menanggapi pertanyaan sahabatnya, karena memang persiapan Lili sudah sangat matang untuk ujian hari ini.“Aku udah belajar semalam, paling nggak 8,5 dapat lah"“Huuu… pd amat, yakin nanti soal yang kamu pelajari yang bakal keluar?" Mia kembali berseloroh.“Yakin lah, kalau pun nggak ada yang keluar paling nggak ada sedikit yang mirip lah"“Si guru killer kayaknya bakal bikin soal-soal baru deh" Diana melanjutkan, memang wali kelas mereka suka ber-eksperimen dengan hal-hal yang
Lili terus saja memperhatikan gurunya sedang mengajar, akhir-akhir ini pria itu memang bertambah tampan, apalagi sekarang dia tak lagi segalak dulu, teman-temannya pun sering memuji wali kelas mereka lebih ramah sekarang dan tentu saja barisan fans nya pun semakin banyak. tapi Lili tak keberatan dengan itu, semakin banyak orang yang menyukai pak guru semakin bagus, itu artinya permintaan Lili benar-benar dikabulkan dan hanya dengan membayangkan itu saja sudah membuat Lili senang dibuatnya.“Diana, tolong hasil rangkuman teman-teman kamu” Pak guru memanggil Diana, tapi tak ada sahutan, Lili menoleh Diana tak ada ditempat duduknya.“Diana seperti tidak masuk pak, Biar saya saja pak yang bawa” Tawar Lili sambil mengangkat sebelah tangannya.“Ok" Sahut Garin, lalu pergi meninggalkan kelas di ikuti Lili di belakangnya.Sungguh Lili sangat senang melihat pungung Garin dari belakang, Lili memang akhir-akhir ini menaruh perhatian leb
Lili berjalan dengan menenteng tas selempanganya di pinggir jalan, tengah menunggu taksi yang akan menjemputnya di depan sekolahnya, hari ini Lili kesal karena sama sekali tak di perhatikan oleh wali kelanya pasca kejadian di bioskop kemarin.Lili menghela napasnya panjang saat taksi langganan yang di tunggunya tak datang juga, di terik panas begini Lili ingin sekali pulang kerumah lalu meminum jus jeruk di dalam kulkas satu kotak sekaligus.Tin!! Tin!!Lili berjingkat saat sebuah klakson berbunyi nyaring tepat di belakangnya dan saat di buka ternyata Garin lah yang ada di dalamnya.“Kamu nggak pulang?” Tanya Garin dari balik kemudi mobilnya.Lili melongos lalu kembali melihat ke depan.“Kamu mau pulang bareng saya?” Lagi-lagi Lili tak menjawab.“Yasudah kalau begitu, saya hitung sampai tiga, Satu..Dua-”Tanpa pikir panjang Lili langsung membuka pintu mobil tersebut tepat sebelum hitungan ket
“Ngapain sih?” Garin penasaran melihat kakaknya seolah mencari sesuatu, mereka sedang ada di tempat parkir dan Danisha seperti tak mau beranjak dari sana.“Ayo pergi, tapi nanti berhenti di depan gerbang sekolah ya?”Garin menaikkan sebelah alisnya, “Ngapain berhenti di depan gerbang? ngehalangin jalan tau”“Ada seseorang yang ku tunggu”“Siapa?”“Muridmu”“Buat apa?”“Mau tahu saja urusan orang”Garin menghela napas dan melajukan mobilnya dan baru beberapa meter berjalan sang kakak buru-buru memintanya berhenti, Garin menginjak rem tiba-tiba dan itu membuat Garin marah.“Kamu gila ya!! kenapa suruh berhenti mendadak?!”“Sssttt…” Danisha tak peduli dan malah meminta adiknya untuk diam, “HEI!!” Teriak Danisha dari dalam mobil.Garin memperhatikan ada seorang gadis yang be
10 tahun kemudian … Pagi sudah menyongsong ketika Lili terbangun dari tidurnya, tidur yang di rasanya sangat panjang, saking panjangnya, Lili bahkan bermimpi berbagai hal yang sulit diterima oleh akalnya. Lili beranjak dari kasur empuknya menuju kamar mandi, lalu mencuci muka dan menggosok giginya, rambut panjangnya menutupi sebelah mata indahnya, ya sekarang usianya 27 tahun, tepatnya 10 tahun setelah kelulusannya dan tentu banyak yang berubah, tubuhnya meninggi dan langsing, kulitnya putih dengan sedikit aksen kecoklatan khas orang indonesia, bibirnya penuh, bukan hanya itu dadanya juga tumbuh tak terkendali, itu sebabnya Lili sering memakai kaos oblong saat masih kuliah. “Iya pa, aku tahu. bukan itu kan, pokoknya kemarin aku sudah susah payah mengosongkan jadwal” Lili tak berhenti mengoceh pagi-pagi, papanya lagi-lagi mengatur perjodohan sesuka hatinya, alasannya karena Lili sudah sangat cukup umur untuk men
"Nissa, bisa tolong bacakan jadwal saya saat di Jakarta nanti?"Seorang laki-laki tengah menunggu pesawatnya menuju Jakarta, ditemani dengan seorang asisten berada disampingnya setiap saat."Maaf pak?"Garin, laki-laki blasteran Amerika ini tersenyum lembut pada asisetn pribadinya, Anissa. mereka baru saja akan menuju Jakarta, setelah kurang lebih 10 tahun berada diluar negeri, Garin hanya sesekali pulang menjenguk ibunya, tadinya tak ada niat untuk kembali menetap dikota kelahirannya itu, tekad Garin sudah bulat, berkarir diluar negeri adalah impiannya sejak kecil."Memangnya saya nggak ada jadwal kerja disini?" Tanya Garin lagi, dia lupa jika tujuannya pulang adalah untuk berlibur sejenak sebelum kembali bekerja."Kita pulang ke Jakarta kan memang untuk liburan, pak. bapak lupa kalau sudah jauh-jauh hari meminta saya mengosongkan jadwal?"Garin tertawa, memang benar dia sendiri yang meminta Nissa untuk mengosongkan jadwalnya selama di Jaka
"Nissa, bisa tolong bacakan jadwal saya saat di Jakarta nanti?"Seorang laki-laki tengah menunggu pesawatnya menuju Jakarta, ditemani dengan seorang asisten berada disampingnya setiap saat."Maaf pak?"Garin, laki-laki blasteran Amerika ini tersenyum lembut pada asisetn pribadinya, Anissa. mereka baru saja akan menuju Jakarta, setelah kurang lebih 10 tahun berada diluar negeri, Garin hanya sesekali pulang menjenguk ibunya, tadinya tak ada niat untuk kembali menetap dikota kelahirannya itu, tekad Garin sudah bulat, berkarir diluar negeri adalah impiannya sejak kecil."Memangnya saya nggak ada jadwal kerja disini?" Tanya Garin lagi, dia lupa jika tujuannya pulang adalah untuk berlibur sejenak sebelum kembali bekerja."Kita pulang ke Jakarta kan memang untuk liburan, pak. bapak lupa kalau sudah jauh-jauh hari meminta saya mengosongkan jadwal?"Garin tertawa, memang benar dia sendiri yang meminta Nissa untuk mengosongkan jadwalnya selama di Jaka
10 tahun kemudian … Pagi sudah menyongsong ketika Lili terbangun dari tidurnya, tidur yang di rasanya sangat panjang, saking panjangnya, Lili bahkan bermimpi berbagai hal yang sulit diterima oleh akalnya. Lili beranjak dari kasur empuknya menuju kamar mandi, lalu mencuci muka dan menggosok giginya, rambut panjangnya menutupi sebelah mata indahnya, ya sekarang usianya 27 tahun, tepatnya 10 tahun setelah kelulusannya dan tentu banyak yang berubah, tubuhnya meninggi dan langsing, kulitnya putih dengan sedikit aksen kecoklatan khas orang indonesia, bibirnya penuh, bukan hanya itu dadanya juga tumbuh tak terkendali, itu sebabnya Lili sering memakai kaos oblong saat masih kuliah. “Iya pa, aku tahu. bukan itu kan, pokoknya kemarin aku sudah susah payah mengosongkan jadwal” Lili tak berhenti mengoceh pagi-pagi, papanya lagi-lagi mengatur perjodohan sesuka hatinya, alasannya karena Lili sudah sangat cukup umur untuk men
“Ngapain sih?” Garin penasaran melihat kakaknya seolah mencari sesuatu, mereka sedang ada di tempat parkir dan Danisha seperti tak mau beranjak dari sana.“Ayo pergi, tapi nanti berhenti di depan gerbang sekolah ya?”Garin menaikkan sebelah alisnya, “Ngapain berhenti di depan gerbang? ngehalangin jalan tau”“Ada seseorang yang ku tunggu”“Siapa?”“Muridmu”“Buat apa?”“Mau tahu saja urusan orang”Garin menghela napas dan melajukan mobilnya dan baru beberapa meter berjalan sang kakak buru-buru memintanya berhenti, Garin menginjak rem tiba-tiba dan itu membuat Garin marah.“Kamu gila ya!! kenapa suruh berhenti mendadak?!”“Sssttt…” Danisha tak peduli dan malah meminta adiknya untuk diam, “HEI!!” Teriak Danisha dari dalam mobil.Garin memperhatikan ada seorang gadis yang be
Lili berjalan dengan menenteng tas selempanganya di pinggir jalan, tengah menunggu taksi yang akan menjemputnya di depan sekolahnya, hari ini Lili kesal karena sama sekali tak di perhatikan oleh wali kelanya pasca kejadian di bioskop kemarin.Lili menghela napasnya panjang saat taksi langganan yang di tunggunya tak datang juga, di terik panas begini Lili ingin sekali pulang kerumah lalu meminum jus jeruk di dalam kulkas satu kotak sekaligus.Tin!! Tin!!Lili berjingkat saat sebuah klakson berbunyi nyaring tepat di belakangnya dan saat di buka ternyata Garin lah yang ada di dalamnya.“Kamu nggak pulang?” Tanya Garin dari balik kemudi mobilnya.Lili melongos lalu kembali melihat ke depan.“Kamu mau pulang bareng saya?” Lagi-lagi Lili tak menjawab.“Yasudah kalau begitu, saya hitung sampai tiga, Satu..Dua-”Tanpa pikir panjang Lili langsung membuka pintu mobil tersebut tepat sebelum hitungan ket
Lili terus saja memperhatikan gurunya sedang mengajar, akhir-akhir ini pria itu memang bertambah tampan, apalagi sekarang dia tak lagi segalak dulu, teman-temannya pun sering memuji wali kelas mereka lebih ramah sekarang dan tentu saja barisan fans nya pun semakin banyak. tapi Lili tak keberatan dengan itu, semakin banyak orang yang menyukai pak guru semakin bagus, itu artinya permintaan Lili benar-benar dikabulkan dan hanya dengan membayangkan itu saja sudah membuat Lili senang dibuatnya.“Diana, tolong hasil rangkuman teman-teman kamu” Pak guru memanggil Diana, tapi tak ada sahutan, Lili menoleh Diana tak ada ditempat duduknya.“Diana seperti tidak masuk pak, Biar saya saja pak yang bawa” Tawar Lili sambil mengangkat sebelah tangannya.“Ok" Sahut Garin, lalu pergi meninggalkan kelas di ikuti Lili di belakangnya.Sungguh Lili sangat senang melihat pungung Garin dari belakang, Lili memang akhir-akhir ini menaruh perhatian leb
Lili berjalan dengan langkah ringan menuju kelasnya sendiri , hari ini ada ujian dan Lili optimis bisa mendapat nilai sempurna, tentu saja begitu semalam dia begadang menghapalkan rumus matematika dan kimia, biarpun pelajaran berhitung bukan spesialisnya,tapi Lili merasa jika ujian kali ini paling tidak angka 9 akan di raihnya.“kamu udah belajar semalam, Li?” Lagi-lagi Mia bertanya hal yang sama, Lili hanya santai menanggapi pertanyaan sahabatnya, karena memang persiapan Lili sudah sangat matang untuk ujian hari ini.“Aku udah belajar semalam, paling nggak 8,5 dapat lah"“Huuu… pd amat, yakin nanti soal yang kamu pelajari yang bakal keluar?" Mia kembali berseloroh.“Yakin lah, kalau pun nggak ada yang keluar paling nggak ada sedikit yang mirip lah"“Si guru killer kayaknya bakal bikin soal-soal baru deh" Diana melanjutkan, memang wali kelas mereka suka ber-eksperimen dengan hal-hal yang
Seperti biasa anak-anak SMA akan menghabiskan waktu istirahat siangnya dengan makan di kantin , ada pula yang memilih sekedar bercengkrama dengan teman sekelas atau bahkan berpacaran di lorong-lorong yang gelap di bawah tangga . Seorang gadis tomboy berambut pendek berjalan menyusuri lorong dengan gerombolan teman-teman satu gengnya , mereka tertawa bersama , dan sesekali saling mencubit , entah apa yang mereka bicarakan yang pasti semuanya terlihat senang , tanpa beban satu apapun. Berbeda lagi dengan seorang pria yang baru beberapa bulan mengisi posisi sebagai wali kelas , pria itu terkesan judes , tak mau tersenyum bahkan ketika muridnya sendiri menyapanya , hanya sedikit ujung bibirya saja yang bergerak dan itu membuatnya terkesan arogan , belum lagi gayanya mengajar yang lebih mirip seorang pawang sirkus yang menjinakkan seekor harimau , sangat kasar dan memaksa , banyak siswa yang terkena lemparan spidol atau penghapus , pokok
Lili berlari dari kantin sambil membawa banyak roti,mulutnya bahkan masih penuh dengan makanan, sialnya tadi Lili keasyikan mengobrol sehingga tak mendengar jika bel masuk sudah berbunyi, barulah setelah puas mengobrol Lili dan ke empat kawannya sadar bahwa kantin dan lapangan yang tadinya riuh telah sepi, itu artinya mereka terlambat masuk kekelas, dan matilah mereka berempat jika siguru killer sudah berada disana sekarang, pastilah keempatnya akan kena semprot lagi nantinya. Dari lorong Lili melihat pintu kelasnya setengah terbuka, masih dengan berlari kecil Lili mempimpin temannya yang setia mengekornya dari belakang. “Guys,kalian masuk duluan, lihat sikon, si guru Bule ada nggak didalam, nanti kalian kasih tanda ke aku, ya?” Lili meng-intruksikan ketiga sahabatnya yang terlihat takut dibelakangnya, walau begitu keti