Share

Bab 8

Penulis: NitNoth
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aland menatap dalam wajah Elina, dia tahu gadis itu tengah gugup sekarang. Wajahnya bersemu merah, tak biasanya gadis imut itu diam tak bereaksi.

Elina, dia memejamkan matanya karena tak sanggup lagi mengendalikan detak jantungnya yang terus berdetak dengan kencang.

Di saat matanya terpejam, Elina merasakan ada sensasi yang berbeda di bibirnya. Terasa lembab dan hangat saat Aland menempelkan bibirnya ke bibir lembutnya.

Aland, dia mencoba merasakan sesuatu yang sudah lama tak dia rasakan. Rasa yang hangat dan lembut, yang mampu membuat Aland terhanyut.

Bak petir yang menyambar, dengan kuat Aland mendorong tubuh Elina, membuat gadis itu jatuh tersungkur ke tanah.

"Akh ...!" teriak Aland memegangi bibir bawahnya yang terluka, rasa perihnya mampu membuat dirinya menjadi hilang selera.

"Om Aland ... kenapa kamu mendorongku!" teriak Elina, pinggangnya terasa mau patah.

Baru saja Elina merasakan pengalaman pertamanya, belum juga puas dia harus mengalami kesakitan di pinggangnya karena terbentur ke tanah.

"Kenapa kamu menggigit bibirku, Elina!" bentak Aland dengan matanya yang melotot, karena merasakan sakit pada bibir bawahnya.

"Menggigit apa?" tanya Elina tak mengerti.

Dia merasa sangat aneh dengan Aland yang tak seperti pria romantis di serial drama yang sering dia tonton.

"Bantu aku berdiri!" keluh Elina mengulurkan tangannya. Pinggangnya yang sakit membuat dirinya susah untuk berdiri.

"Ogah! Berdirilah sediri." Aland memalingkan wajahnya, dia menuju ke mobilnya.

Jangankan untuk membantu Elina berdiri, melihat wajah gadis itu saja Aland jadi kesal.

Elina berdiri, dia menyusul Aland dengan jalan yang tertatih memegangi pinggangnya yang masih sakit.

"Dasar tidak berperikemanusiaan!" sinis Elina setelah duduk di dalam mobil Aland.

"Kamu ini sentimen sama aku atau gimana, sih. Main dorong aja lagi, kamu tau gak, pinggangku mau patah rasanya!" ketus Elina, dia kesal karena Aland sudah mendorong tubuhnya tadi.

"Siapa suruh kamu cari masalah denganku," kata Aland tanpa memandang wajah Elina. Dia mulai melajukan mobilnya.

"Siapa yang cari masalah, enak saja!" Elina memicingkan matanya, tak terima dengan apa yang Aland tuduhkan padanya.

"Dengan apa yang kamu lakukan tadi padaku, apa itu bukan cari masalah namanya," kata Aland berlebihan.

"Memangnya aku melakukan apa, ngomong aja sih, jangan bikin aku pusing."

"Kenapa kamu ... kenapa kamu gigit bibirku?" tanya Aland ragu. Aland merasa pertanyaan itu merendahkan dirinya.

"Aku hanya mengikuti apa yang aku lihat," kata Elina polos.

"Memangnya apa yang kamu lihat?" Aland semakin tak mengerti dengan maksud Elina.

"Adegan itu ... yang tadi. Aku hanya mengikutinya seperti di film Korea." Elina mengatupkan bibirnya dia menunduk malu.

"Astaga Elina!" teriak Aland. "Jangan bilang kamu belum pernah melakukannya, dan baru pertama kali ini denganku?"

Elina melirikkan matanya ke arah Aland, dia tersenyum malu.

"Astaga, ha ha ha!" Aland tertawa terbahak-bahak, mengacak rambut Elina gemas.

"Memangnya kenapa, ada yang salah?" Elina mengerucutkan bibirnya, dia merasa Aland sudah meleledeknya habis-habisan.

"Tidak," lirih Aland menghentikan tawanya.

Aland merasa beruntung, Elina memang kadang menyebalkan, tapi ternyata gadis imut itu memang masih sangat polos.

"Hei Elina!" panggil Aland, dia sedikit mengurangi kecepatan berkendaranya.

"Apa!" ketus Elina dia masih sangat kesal dengan Aland yang sudah meledeknya.

"Lihat aku, aku mau bicara!" teriak Aland saat Elina memalingkan wajahnya.

"Bicara saja, apa urusannya dengan aku melihatmu atau tidak." Elina masih membuang muka, dia menatap ke luar jendela mobil.

Seet!

Aland mengerem mobilnya mendadak membuat Elina kaget.

"Hei ... bisa menyetir tidak!" bentak Elina, berada satu mobil dengan Aland bisa-bisa membuat dirinya jantungan.

"Lihat aku Elina!" Aland memegang kepala Elina dengan kedua tangannya, memaksa kepala itu untuk melihat ke arahnya.

"Jangan lakukan itu dengan orang lain," lirihnya, ada kesan yang berbeda di wajah Aland yang belum pernah Elina lihat sebelumnya.

Sebenarnya Aland hanya merasa khawatir dengan kepolosan Elina. Dia tak mau Elina menjadi pribadi yang bisa disentuh oleh siapapun.

"Kenapa kami bicara begitu?" tanya Elina dengan wajah yang sangat imut, membuat jantung Aland berdebar lebih kencang dari sebelumnya.

"Hah ... jangan memandangku seperti itu!" Aland mendorong wajah Elina dengan tangannya.

"Kamu ... gak mau aku dekat dengan laki-laki lainnya ya?" tanya Elina menelusuri maksut dari perkataan Aland. Elina berharap CEO tampan itu sudah mulai mencintai dirinya.

Aland kembali melajukan mobilnya, tak menjawab pertanyaan Elina.

"Jawab Om!" Elina menarik lengan Aland.

"Diamlah Elina, aku sedang menyetir!" ketus Aland. Baru saja tadi dia baik, berbicara dengan lembut. Baru satu detik sudah berubah menjadi Aland yang menyebalkan lagi.

"Jawab dulu pertanyaanku. Kamu gak mau aku dekat dengan laki-laki lain?" Elina bertanya penuh harapan.

"Pertanyaanmu tak penting untuk aku jawab!" bentak Aland. Dia menambah laju mobilnya.

Aland dia malu untuk mengakui perasaannya sendiri. Sebenarnya bukan malu, tapi dia tak mau terlihat seperti orang yang tengah jatuh cinta.

"Ayolah, jawab saja Om, kamu suka kan sama aku?" tanya Elina. Dia mendesak ingin tau perasaan Aland kepadanya.

"Kamu ini memang keras kepala, Elina!" bentak Aland tak suka dipaksa.

"Tinggal bilang, aku suka kamu Elina, udah itu aja gampang kok." Elina tetap kekeh memaksa Aland untuk mengakui perasaannya.

"Apa sih untungnya buat kamu?" Aland melirik Eina yang mulai kesal.

"Ya banyak untungnya, kita jadi bisa tambah deket kan. Ayolah kita pacaran." Wajah gadis imut itu memohon. Matanya menyipit membuat Aland gemas ingin mencubit pipi Elina.

"Om ... ayo lah kita jadian," rengek Elina. Dia terus menarik lengan Aland.

"Hei Elina ... kamu mau membuat lenganku patah ha!" bentak Aland menarik tangannya dari Elina. "Lagi pula untuk apa aku pacaran dengan gadis ingusan seperti kamu."

"Eh Om, meskipun ingusan tapi aku itu imut lho. Kamu gak mau punya pacar yang wajahnya imut?" tanya Elina merayu. Dia tak gentar merayu Aland agar mau menjadi kekasihnya.

Mendengar ucapan Elina yang seperti lelucon itu, Aland terbahak. Dia tak bisa menahan tawanya.

"Ha ha ha!"

"Kok malah ketawa sih?" tanya Elina kesal, merasa cintanya untuk Aland hanya ditanggapi gurauan saja.

"Elina ... kamu itu jadi orang jangan terlalu percaya diri dong, pakai bilang kamu imut lagi. Item kumut-kumut iya, ha ha ha!" Aland mengejek Elina habis-habisan.

Elina mengambil cermin di dalam tasnya. Dia memperhatikan wajahnya sendiri.

"Tidak item kok wajahku," gumammya lirih.

Elina meletakkan cerminnya kembali ke dalam tas. Kemudian dengan tajam Elina melirik Aland, Elina memukul keras dibagian lengan atas Aland.

"Kamu bohong!" teriak Elina, membuat telinga Aland terasa sakit. Teriakan Elina terasa menusuk gendang telinganya.

Elina menunjukkan wajah kesalnya kepada Aland.

Bab terkait

  • My Dear My CEO   Bab 9

    Setibanya di rumah Elina."Sudah sampai, cepat turun!" sungut Aland, setelah menghentikan laju mobilnya tepat di depan gerbang rumah Elina.Alih-alih turun, Elina malah memiringkan tubuhnya ke arah Aland. "Om, bukain," rengek Elina melirik ke arah seat belt yang masih melekat pada pinggangnya.Aland mengela nafas. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada gadis semanja Elina. Seat belt saja minta dilepaskan."Emangnya kamu nggak bisa buka sendiri, hem? Punya tangan kan?!" Elina tersenyum, seraya menggelengkan kepalanya. "Bisa sih, cuma males aja. Lagian, ini kan mobilnya Om. Jadi Om lah yang harus bukain."Enggan berdebat dengan gadis cerewet itu, Aland mendekat, sangat dekat bahkan sampai pipinya sampai hampir menyentuh bibir Elina.Tak ingin melewatkan kesempatan, Elina memejamkan matanya, mengendus aroma parfum Aland yang entah kenapa sangat Aland suka. Masa puber benar-benar membuat Elina hampir menggila karena jatuh cinta.Ternyata memang benar apa kata orang, kalau ja

  • My Dear My CEO   Bab 10

    "Pak Aland ... Elina ... kalian ...." Yuan sampai terbengong melihat sang Bos dan Elina yang tampak sangat mencurigakan. Dalam pikiran Yuan, Aland pasti sudah melakukan hal yang tidak-tidak pada Elina. Kalau tidak, tidak mungkin Elina sampai mengatakan kalau Aland orang yang mesum. "Elina, sini!" Yuan menarik tangan Elina. Mengajak gadis itu sedikit menjauh dari Aland. "Ih, Mbak Yuan sebentar, aku belum selesai sama Om galak ini!" sungut Elina menolak. "Om?" Yuan mengerutkan keningnya. Lalu menoleh ke arah Aland. "Pak Aland ...." "Tunggu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Yuan. Ini semua ... haakh!" Aland mengacak rambutnya, ia menjadi kesal dengan keadaan yang seperti menjebaknya sekarang."Kamu bawa deh Elina pergi. Kemana gitu, atau kamu kasih dia perkerjaan biar dia sibuk. Pusing saya!" sungut Aland lalu masuk ke dalam ruang kerjanya, dan menutup pintunya sedikit lebih keras. "Tidak ada apa-apa. Kembali kerja ya, jangan pada ngerumpi di sini, udah sana-sana!" ucap Yuan

  • My Dear My CEO   Bab 1

    "Woy!" teriak Elina mengejar mobil sedan hitam mengkilat yang tak sengaja mencipratkan air kubangan ke baju putihnya. Elina berlari dengan sepatu heelsnya. Karena tak hati-hati dia tersandung kakinya sendiri hingga tersungkur ke aspal. "Au!" Elina memekik kesakitan, memegangi lututnya yang berdarah. "Hah ... sial banget sih hari ini," keluhnya kesal. Dari kaca spion, Aland melihat seorang gadis yang mengejar mobilnya. Tak tega melihat gadis itu terjatuh Aland keluar dari mobilnya menghampiri Elina. "Kamu mengejar mobil saya?" tanya Aland tanpa basa-basi. Elina mendongakkan kepalanya ke atas mencari sumber suara yang mengingatkan dia akan bajunya yang kotor karena cipratan air kotor tadi. "Heh, kamu gak lihat aku jatuh karena mengejar mobil kamu, bantuin kek, malah diam!" bentak Elina. Dia menutup matanya karena silau. Sinar matahari yang cerah menyilaukan pandangan matanya. Aland, dia mengulurkan tangan kanannya, membantu Elina untuk berdiri. "Ada perlu apa mengejar mobilku!"

  • My Dear My CEO   Bab 2

    Hawa dingin di pagi hari menguliti wajah Elina. Dia mengusap wajahnya lembut dengan kedua telapak tangannya. Mengusap berkali-kali hingga menimbulkan hawa hangat di sekitar wajahnya. Hari ini, Elina sengaja berangkat lebih pagi. Setengah jam sebelum jam kerja, dia sudah harus duduk manis di ruangannya, menunggu kedatangan CEO tempat dia magang. Dia tidak ingin lagi telat dan menjadi sasaran omelan Aland. "Pagi ... Pak Aland," sapa Elina menyambut kedatangan Aland, sang CEO tampan. Tak membalas sapaan Elina, Aland hanya memandang dingin ke arah gadis imut itu. "Dasar sombong!" gerutu Elina. Sialnya telinga Aland cukup tajam untuk mendengar itu semua. "Kamu bicara apa, Elina?" Elina mendongakkan kepalanya melihat Aland sudah berdiri di hadapannya. Elina terlihat bingung mencari alasan apa yang tepat untuk dia utarakan. "Tidak Pak, saya tidak bicara apa-apa." Elina menarik bibirnya paksa, melukiskan senyuman palsu agar tak terlihat gugup di hadapan Aland. "Jelas-jelas saya mendeng

  • My Dear My CEO   Bab 3

    Elina gadis imut pemilik hidung kecil mancung itu berdiri di samping pintu ruang meeting. Dia merapikan rambut hitam lurus sepunggungnya saat melihat Aland berjalan mendekat ke arahnya. Bibir tipis yang selalu di polesnya dengan lipstik berwarna nude itu tersenyum menyambut Aland yang lewat di hadapannya. "Selamat siang, Pak Aland," sapa Elina dengan ramah. Aland hanya melirikkan matanya tak menghiraukan gadis berponi depan itu. "Sudah sombong anak Mama lagi," sinis Elina mengikuti langkah kaki Aland dari belakang. Meskipun dia kesal karena diabaikan CEO tampan itu, tapi tetap saja Elina mengagumi sosok Aland yang kharismatik itu. Aland, membalikkan badannya, langkahnya membawa dia mendekat ke arah Elina memandang kesal kepada gadis berwajah imut itu. "Siapa yang kamu bilang anak Mama, Elina?" tanya Aland dengan matanya yang memicing. "Bapak lah, siapa lagi!" kesal Elina. Aland semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Elina yang bersandar pada dinding. Aroma parfum maskulin yang

  • My Dear My CEO   Bab 4

    "Mas ... yang bayar Om galak ini ya!" teriak Elina kepada petugas dibagian kasir. "Hei ... Dasar bocah ingusan!" teriak Aland. Elina berlari meninggalkan Aland membayar makanan yang sudah dia makan. "Ba!" Elina mengageti Aland yang baru saja keluar. Tapi bukannya kaget Aland malah mengumpat dengan kesal. "Dasar bodoh, kamu tidak lihat di sini kaca transparan, mau kamu ngumpet pun kelihatan!" ketus Aland menanggapi canda Elina yang sama sekali tak lucu buatnya. "Om ... kamu tidak mau menggandeng tanganku?" Elina mendongakkan pandangannya memberikan pertanyaan yang malas Aland jawab. "Om ... kenapa diam? Om marah?" Elina terus menggoda Aland. "Elina, diamlah!" bentak Alend. Aland tidak mau wibawanya hancur karena si usil Elina selalu saja memanggil dirinya Om. Elina yang iseng terus mengekori Aland, kemanapun dia pergi Elina ada di belakangnya. "Kamu tidak ada kegiatan lain selain mengikuti aku, Elina?" bentak Aland kesal. "Siapa yang ngikutin, saya itu mau masuk ke ruangan

  • My Dear My CEO   Bab 5

    Libur telah tiba Libur telah tiba Hore ... Hore ... Hore ... Sorak semangat Elina, menggosok tubuhnya dengan puff yang penuh dengan busa yang lembut. Penyanyi kamar mandi itu sedang bahagia hatinya. Semalam Aland menelpon memberikan kabar gembira. Elina membongkar lemari pakaiannya, mengeluarkan satu persatu dress yang dia miliki. Tubuhnya berputar-putar di depan cermin, berganti dress satu dengan dress yang lainnya. Akhirnya setelah mencoba beberapa dress, pilihannya jatuh kepada blose berwarna baby pink dengan celana jeans berwarna putih. Ya memang begitulah Elina, pilihannya tak sesuai dengan apa yang dia coba. Seperti hatinya juga, memilih Sean yang terpaut 10 tahun darinya. Elina duduk di depan cermin, dia bersolek dengan cantiknya. Memakai bedak tipis dengan lipstik warn nude andalannya. Elina terlihat sangat cantik dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Kriiing! Ponselnya berbunyi, nama Aland tertera di layar ponselnya. Dengan cepat gadis imut itu menyelipkan kakinya

  • My Dear My CEO   Bab 6

    Di sebuah ruangan semi terbuka yang menghadap langsung ke kolam renang. Nyonya Anita, mengajak Elina duduk di set kursi yang terbuat dari anyaman rotan. "Tante dan Aland pasti suka olahraga ya?" tanya Elina saat matanya menangkap beberapa alat olahraga yang tertata rapi di sebelah kiri ruangan itu "Aland aja sih, Tante jarang." "Masak sih, Tan? Kok badan tante masih oke banget," puji Elina mengambil hati Nyonya Anita. "Kamu bisa aja, Tante jarang olahraga berat-berat kaya gitu." Nyonya Anita menunjuk ke arah treadmill dan beberapa barbel yang tertata dengan rapi. Elina berdiri dari duduknya, dia tertarik dengan deretan foto yang menempel pada dinding sebelah kanan ruangan itu. Elina tersenyum saat melihat foto anak kecil berambut panjang setelinga, dengan poni depan yang menutupi kening. "Ini siapa, Tan?" tanya Elina menunjuk foto itu. Nyonya Anita berdiri, berjalan menghampiri Elina. "Itu foto Aland, ini juga foto Aland." Nyonya Anita menunjuk ke foto sebelahnya, wajah yang s

Bab terbaru

  • My Dear My CEO   Bab 10

    "Pak Aland ... Elina ... kalian ...." Yuan sampai terbengong melihat sang Bos dan Elina yang tampak sangat mencurigakan. Dalam pikiran Yuan, Aland pasti sudah melakukan hal yang tidak-tidak pada Elina. Kalau tidak, tidak mungkin Elina sampai mengatakan kalau Aland orang yang mesum. "Elina, sini!" Yuan menarik tangan Elina. Mengajak gadis itu sedikit menjauh dari Aland. "Ih, Mbak Yuan sebentar, aku belum selesai sama Om galak ini!" sungut Elina menolak. "Om?" Yuan mengerutkan keningnya. Lalu menoleh ke arah Aland. "Pak Aland ...." "Tunggu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Yuan. Ini semua ... haakh!" Aland mengacak rambutnya, ia menjadi kesal dengan keadaan yang seperti menjebaknya sekarang."Kamu bawa deh Elina pergi. Kemana gitu, atau kamu kasih dia perkerjaan biar dia sibuk. Pusing saya!" sungut Aland lalu masuk ke dalam ruang kerjanya, dan menutup pintunya sedikit lebih keras. "Tidak ada apa-apa. Kembali kerja ya, jangan pada ngerumpi di sini, udah sana-sana!" ucap Yuan

  • My Dear My CEO   Bab 9

    Setibanya di rumah Elina."Sudah sampai, cepat turun!" sungut Aland, setelah menghentikan laju mobilnya tepat di depan gerbang rumah Elina.Alih-alih turun, Elina malah memiringkan tubuhnya ke arah Aland. "Om, bukain," rengek Elina melirik ke arah seat belt yang masih melekat pada pinggangnya.Aland mengela nafas. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada gadis semanja Elina. Seat belt saja minta dilepaskan."Emangnya kamu nggak bisa buka sendiri, hem? Punya tangan kan?!" Elina tersenyum, seraya menggelengkan kepalanya. "Bisa sih, cuma males aja. Lagian, ini kan mobilnya Om. Jadi Om lah yang harus bukain."Enggan berdebat dengan gadis cerewet itu, Aland mendekat, sangat dekat bahkan sampai pipinya sampai hampir menyentuh bibir Elina.Tak ingin melewatkan kesempatan, Elina memejamkan matanya, mengendus aroma parfum Aland yang entah kenapa sangat Aland suka. Masa puber benar-benar membuat Elina hampir menggila karena jatuh cinta.Ternyata memang benar apa kata orang, kalau ja

  • My Dear My CEO   Bab 8

    Aland menatap dalam wajah Elina, dia tahu gadis itu tengah gugup sekarang. Wajahnya bersemu merah, tak biasanya gadis imut itu diam tak bereaksi. Elina, dia memejamkan matanya karena tak sanggup lagi mengendalikan detak jantungnya yang terus berdetak dengan kencang. Di saat matanya terpejam, Elina merasakan ada sensasi yang berbeda di bibirnya. Terasa lembab dan hangat saat Aland menempelkan bibirnya ke bibir lembutnya. Aland, dia mencoba merasakan sesuatu yang sudah lama tak dia rasakan. Rasa yang hangat dan lembut, yang mampu membuat Aland terhanyut. Bak petir yang menyambar, dengan kuat Aland mendorong tubuh Elina, membuat gadis itu jatuh tersungkur ke tanah. "Akh ...!" teriak Aland memegangi bibir bawahnya yang terluka, rasa perihnya mampu membuat dirinya menjadi hilang selera. "Om Aland ... kenapa kamu mendorongku!" teriak Elina, pinggangnya terasa mau patah. Baru saja Elina merasakan pengalaman pertamanya, belum juga puas dia harus mengalami kesakitan di pinggangnya karena

  • My Dear My CEO   Bab 7

    Tubuh Elina menggigil karena basah kuyup. Gadis imut itu paling tak bisa berlama-lama terkena air, dia bisa pingsan karena kedinginan. Tak tega melihat bibir Elina yang sudah pucat, Aland membawa Elina masuk ke dalam rumahnya. "Ma ...!" Aland memanggil Mamanya. Nyonya Anita panik melihat keadaan Elina yang sudah pucat karena kedinginan. "Astaga Aland kenapa bisa begini sih, kamu cepet bikinin Elina teh panas. Mama mau mengganti bajunya Elina dulu," perintah Nyonya Anita. Nyonya Anita merangkul tubuh Elina yang basah, dia mengajak Elina masuk ke dalam kamarnya. "Kamu pakai ini ya." Nyonya Anita memberikan bajunya kepada Elina. "Terima kasih Mama." Elina mengambil baju itu dari Nyonya Anita, dan segera Elina mengganti bajunya. "Maaf ya, bajunya jelek, tapi kamu tetap terlihat cantik kok, tenang saja," puji Nyonya Anita. Elina mengenakan dress berwarna cokelat selutut miliknya. Meskipun modelnya bukan model anak muda, tapi potongan baju itu sangat pas di tubuh mungil Elina. Dia t

  • My Dear My CEO   Bab 6

    Di sebuah ruangan semi terbuka yang menghadap langsung ke kolam renang. Nyonya Anita, mengajak Elina duduk di set kursi yang terbuat dari anyaman rotan. "Tante dan Aland pasti suka olahraga ya?" tanya Elina saat matanya menangkap beberapa alat olahraga yang tertata rapi di sebelah kiri ruangan itu "Aland aja sih, Tante jarang." "Masak sih, Tan? Kok badan tante masih oke banget," puji Elina mengambil hati Nyonya Anita. "Kamu bisa aja, Tante jarang olahraga berat-berat kaya gitu." Nyonya Anita menunjuk ke arah treadmill dan beberapa barbel yang tertata dengan rapi. Elina berdiri dari duduknya, dia tertarik dengan deretan foto yang menempel pada dinding sebelah kanan ruangan itu. Elina tersenyum saat melihat foto anak kecil berambut panjang setelinga, dengan poni depan yang menutupi kening. "Ini siapa, Tan?" tanya Elina menunjuk foto itu. Nyonya Anita berdiri, berjalan menghampiri Elina. "Itu foto Aland, ini juga foto Aland." Nyonya Anita menunjuk ke foto sebelahnya, wajah yang s

  • My Dear My CEO   Bab 5

    Libur telah tiba Libur telah tiba Hore ... Hore ... Hore ... Sorak semangat Elina, menggosok tubuhnya dengan puff yang penuh dengan busa yang lembut. Penyanyi kamar mandi itu sedang bahagia hatinya. Semalam Aland menelpon memberikan kabar gembira. Elina membongkar lemari pakaiannya, mengeluarkan satu persatu dress yang dia miliki. Tubuhnya berputar-putar di depan cermin, berganti dress satu dengan dress yang lainnya. Akhirnya setelah mencoba beberapa dress, pilihannya jatuh kepada blose berwarna baby pink dengan celana jeans berwarna putih. Ya memang begitulah Elina, pilihannya tak sesuai dengan apa yang dia coba. Seperti hatinya juga, memilih Sean yang terpaut 10 tahun darinya. Elina duduk di depan cermin, dia bersolek dengan cantiknya. Memakai bedak tipis dengan lipstik warn nude andalannya. Elina terlihat sangat cantik dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Kriiing! Ponselnya berbunyi, nama Aland tertera di layar ponselnya. Dengan cepat gadis imut itu menyelipkan kakinya

  • My Dear My CEO   Bab 4

    "Mas ... yang bayar Om galak ini ya!" teriak Elina kepada petugas dibagian kasir. "Hei ... Dasar bocah ingusan!" teriak Aland. Elina berlari meninggalkan Aland membayar makanan yang sudah dia makan. "Ba!" Elina mengageti Aland yang baru saja keluar. Tapi bukannya kaget Aland malah mengumpat dengan kesal. "Dasar bodoh, kamu tidak lihat di sini kaca transparan, mau kamu ngumpet pun kelihatan!" ketus Aland menanggapi canda Elina yang sama sekali tak lucu buatnya. "Om ... kamu tidak mau menggandeng tanganku?" Elina mendongakkan pandangannya memberikan pertanyaan yang malas Aland jawab. "Om ... kenapa diam? Om marah?" Elina terus menggoda Aland. "Elina, diamlah!" bentak Alend. Aland tidak mau wibawanya hancur karena si usil Elina selalu saja memanggil dirinya Om. Elina yang iseng terus mengekori Aland, kemanapun dia pergi Elina ada di belakangnya. "Kamu tidak ada kegiatan lain selain mengikuti aku, Elina?" bentak Aland kesal. "Siapa yang ngikutin, saya itu mau masuk ke ruangan

  • My Dear My CEO   Bab 3

    Elina gadis imut pemilik hidung kecil mancung itu berdiri di samping pintu ruang meeting. Dia merapikan rambut hitam lurus sepunggungnya saat melihat Aland berjalan mendekat ke arahnya. Bibir tipis yang selalu di polesnya dengan lipstik berwarna nude itu tersenyum menyambut Aland yang lewat di hadapannya. "Selamat siang, Pak Aland," sapa Elina dengan ramah. Aland hanya melirikkan matanya tak menghiraukan gadis berponi depan itu. "Sudah sombong anak Mama lagi," sinis Elina mengikuti langkah kaki Aland dari belakang. Meskipun dia kesal karena diabaikan CEO tampan itu, tapi tetap saja Elina mengagumi sosok Aland yang kharismatik itu. Aland, membalikkan badannya, langkahnya membawa dia mendekat ke arah Elina memandang kesal kepada gadis berwajah imut itu. "Siapa yang kamu bilang anak Mama, Elina?" tanya Aland dengan matanya yang memicing. "Bapak lah, siapa lagi!" kesal Elina. Aland semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Elina yang bersandar pada dinding. Aroma parfum maskulin yang

  • My Dear My CEO   Bab 2

    Hawa dingin di pagi hari menguliti wajah Elina. Dia mengusap wajahnya lembut dengan kedua telapak tangannya. Mengusap berkali-kali hingga menimbulkan hawa hangat di sekitar wajahnya. Hari ini, Elina sengaja berangkat lebih pagi. Setengah jam sebelum jam kerja, dia sudah harus duduk manis di ruangannya, menunggu kedatangan CEO tempat dia magang. Dia tidak ingin lagi telat dan menjadi sasaran omelan Aland. "Pagi ... Pak Aland," sapa Elina menyambut kedatangan Aland, sang CEO tampan. Tak membalas sapaan Elina, Aland hanya memandang dingin ke arah gadis imut itu. "Dasar sombong!" gerutu Elina. Sialnya telinga Aland cukup tajam untuk mendengar itu semua. "Kamu bicara apa, Elina?" Elina mendongakkan kepalanya melihat Aland sudah berdiri di hadapannya. Elina terlihat bingung mencari alasan apa yang tepat untuk dia utarakan. "Tidak Pak, saya tidak bicara apa-apa." Elina menarik bibirnya paksa, melukiskan senyuman palsu agar tak terlihat gugup di hadapan Aland. "Jelas-jelas saya mendeng

DMCA.com Protection Status