"Woy!" teriak Elina mengejar mobil sedan hitam mengkilat yang tak sengaja mencipratkan air kubangan ke baju putihnya.
Elina berlari dengan sepatu heelsnya. Karena tak hati-hati dia tersandung kakinya sendiri hingga tersungkur ke aspal."Au!"Elina memekik kesakitan, memegangi lututnya yang berdarah."Hah ... sial banget sih hari ini," keluhnya kesal.Dari kaca spion, Aland melihat seorang gadis yang mengejar mobilnya. Tak tega melihat gadis itu terjatuh Aland keluar dari mobilnya menghampiri Elina."Kamu mengejar mobil saya?" tanya Aland tanpa basa-basi.Elina mendongakkan kepalanya ke atas mencari sumber suara yang mengingatkan dia akan bajunya yang kotor karena cipratan air kotor tadi."Heh, kamu gak lihat aku jatuh karena mengejar mobil kamu, bantuin kek, malah diam!" bentak Elina. Dia menutup matanya karena silau. Sinar matahari yang cerah menyilaukan pandangan matanya.Aland, dia mengulurkan tangan kanannya, membantu Elina untuk berdiri."Ada perlu apa mengejar mobilku!" ketus Aland. Dia langsung mengelap tangannya yang baru saja dipegang oleh Elina."Eh ... eh, dielap, om pikir tangan aku najis!" Elina berkacak pinggang, dia kesal karena merasa dilecehkan."Am om, am om, kamu fikir aku Om kamu?" dasar gadis gila." Malas meladeni Elina, Aland pergi meninggalkannya.Kesal pada Aland yang sombong dan galak, Elina mendorong tubuh Aland dari belakang, untung saja Aland tak tersungkur ke jalanan. Tubuhnya yang kuat mampu menahan keseimbangan agar tidak terjatuh."Kurang ajar! Anak siapa sih kamu, berani banget mendorong saya, kamu tidak tahu siapa saya?" Aland tersulut emosinya.Kalau bukan perempuan, mungkin Akan sudah memberikan bogem mentah pada Elina."Emang situ siapa, gak penting juga buat aku. Kamu harus tanggung jawab, lihat nih baju aku jadi kotor kan." Elina mengibaskan bajunya yang kotor.Aland merogoh saku celananya mengambil dompet dan mengeluarkan uang 500 ribu, kemudian dia sematkan di saku baju Elina yang tepat dibagian dada kirinya."Eits ... dasar Om-om mesum!" teriak Elina mengiringi langkah kaki Aland yang semakin menjauh."Minta ganti rugi malah main toel, dasar gak waras itu orang, jangan-jangan punya kelainan, hiii!"Elina bergidik ngeri, dia tak tahu jika Aland menyelipkan uang di saku bajunya.Elina dengan baju kotornya, memasuki sebuah gedung pencakar langit tempat dia magang. Ini adalah hari keduanya berada di perusahaan itu."Elina ... kamu dari mana aja sih, kamu sudah ditunggu Pak Aland di ruangannya," kata Yuan, sekretaris Aland.Sejak pagi tadi Yuan mencari keberadaan Elina. Hari ini Aland ingin bertemu dengan mahasiswi magang di kantornya itu."Pak Aland itu siapa, Mbak?" tanya Elina ingin tahu."Pak Aland itu CEO di kantor ini, sudah sana cepat temui Pak Aland." Yuan meminta agar Elina tak menunda waktunya untuk bertemu dengan Aland."Tapi baju aku bagaimana?"Wajah Elina sedih, tak ingin CEO tempatnya magang memandangnya sebagai mahasiswi yang jorok."Sudah tidak ada waktu Elina." Yuan mendorong pelan tubuh Elina dari belakang.Elina sudah berdiri di depan pintu ruang kerja Aland. Dia menghembuskan nafasnya pelan, mengatur nafasnya kemudian mengetuk pintu ruangan CEO itu dengan pelan."Masuk ...!" Suara berat dan berkharisma itu terdengar dari dalam."Selamat Pagi, Pak. Saya mahasiswi ...."Ucapannya terhenti, saat mengetahui CEO perusahaan tempatnya magang adalah Om-om yang dia maki-maki tadi pagi.Meskipun masih kesal dengan Elina, Aland tetap bersikap profesional. "Jadi kamu Elina Johan, mahasiswi terbaik dari kampus terbaik juga yang magang di kantor ini menjadi sekretaris saya?"Meskipun memuji, ucapan Aland itu terkesan menyindir."Be-benar Pak," ucap Elina terbata, dia sangat gugup takut ditolak magang di perusahaan terbesar di Jakarta itu."Kenapa kamu tidak mengganti bajumu, bukankah saya sudah memberikan kamu uang?" tanya Aland dengan nada tegas."U-uang apa, Pak?" Elina menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal."Lihat saku baju kamu!" Mata Aland melirik saku baju Elina."Uang?" lirihnya. "Jadi tadi Bapak menyelipkan uang ini ke baju saya, Pak. bukannya Bapak tadi mau ....""Melecehkan kamu?" potong Aland."Sekarang kamu keluar dari ruangan saya, dan cepat ganti baju kamu. Saya tidak mau karyawan ataupun mahasiswi magang disini berpakaian tidak bersih.""Untuk pekerjaan kamu, kamu tanya dengan Yuan. Mulai besok, kamu harus sudah ada di ruangan kamu sebelum saya datang, mengerti!" tegas Aland dengan rahangnya yang tegang.Elina menelan salivanya, tenggorokannya terasa begitu kering karena gugup menghadapi CEO galak seperti Aland.Elina, dia berjalan tertatih, setelah keluar dari ruangan Aland. Wajahnya pucat pasi tak memancarkan aura cerianya."Kamu kenapa, Elina. Kamu baik-baik saja?" tanya Yuan, dia khawatir dengan mahasiswi yang akan menggantikan tugasnya itu."I-itu CEOnya?" tanya Elina terbata. "Galak banget Mbak Yuan."Gadis itu terisak dalam pelukan Yuan, membuat Yuan menjadi bingung harus berbuat apa."Aku takut, Mbak!" rengeknya seperti anak kecil.Yuan yang tak tahu harus berkata apa untuk menenangkan Elina, dia hanya menepuk-nepuk pelan gadis itu."Kenapa Mbak Yuan diam, sih?" Elina melepaskan pelukannya."Terus Mbak harus ngapain, Mbak juga bingung kalau kamu nangis begini.""Toko baju dimana, Mbak?" Wajahnya yang sedih tiba-tiba menghilang begitu saja."Toko baju?" Elina mengerutkan keningnya tak mengerti dengan maksut gadis labil itu."Pak Aland minta aku buat beli baju, dia gak mau lihat baju aku yang kotor.""Oh ... di depan kantor ini ada kok toko baju. kamu tinggal nyeberang aja.""Aku Ke sana dulu ya, Mbak."Elina berlari keluar kantor, menuju toko baju yang dimaksud oleh Yuan. Hampir setengah jam, Elina pergi di jam kantor, dan sialnya hal itu diketahui oleh Aland.Dengan senyum merekah bak bunga yang bermekaran, Elina kembali masuk ke rungannya."Dari mana, kamu!" bentak Aland sambil melihat jam tangannya. "Setengah jam kamu meninggalkan jam kantor tan izin dari saya!"Elina menggaruk kepalanya, dia bingung dengan apa maunya CEO galak di depannya itu."Bapak ini bagaimana, tadi kan menyuruh saya buat beli baju, sekarang malah marah-marah gak jelas."Yuan menarik tangan Elina bermaksud untuk menjaga kata-katanya di depan Aland."Tapi tidak di jam kerja Elina!" teriak Aland bak suara petir dikala badai. "Kamu bisa membeli baju di jam istirahat, atau minta OB buat beli!""Mana saya tahu sih, Pak. Bapak tidak bilang secara detail. Bapak cuma bilang, beli baju. Ya sudah saya beli baju." Elina tak mau disalahkan.Yuan langsung menginjak kaki Elina, matanya berkedip-kedip."Apa sih Mbak Yuan, kenapa injak kaki aku?" Elina mengusap punggung kakinya yang hampir saja lecet."Yuan ... urus mahasiswi sok tahu itu, pusing saya mendengar ocehannya.Hawa dingin di pagi hari menguliti wajah Elina. Dia mengusap wajahnya lembut dengan kedua telapak tangannya. Mengusap berkali-kali hingga menimbulkan hawa hangat di sekitar wajahnya. Hari ini, Elina sengaja berangkat lebih pagi. Setengah jam sebelum jam kerja, dia sudah harus duduk manis di ruangannya, menunggu kedatangan CEO tempat dia magang. Dia tidak ingin lagi telat dan menjadi sasaran omelan Aland. "Pagi ... Pak Aland," sapa Elina menyambut kedatangan Aland, sang CEO tampan. Tak membalas sapaan Elina, Aland hanya memandang dingin ke arah gadis imut itu. "Dasar sombong!" gerutu Elina. Sialnya telinga Aland cukup tajam untuk mendengar itu semua. "Kamu bicara apa, Elina?" Elina mendongakkan kepalanya melihat Aland sudah berdiri di hadapannya. Elina terlihat bingung mencari alasan apa yang tepat untuk dia utarakan. "Tidak Pak, saya tidak bicara apa-apa." Elina menarik bibirnya paksa, melukiskan senyuman palsu agar tak terlihat gugup di hadapan Aland. "Jelas-jelas saya mendeng
Elina gadis imut pemilik hidung kecil mancung itu berdiri di samping pintu ruang meeting. Dia merapikan rambut hitam lurus sepunggungnya saat melihat Aland berjalan mendekat ke arahnya. Bibir tipis yang selalu di polesnya dengan lipstik berwarna nude itu tersenyum menyambut Aland yang lewat di hadapannya. "Selamat siang, Pak Aland," sapa Elina dengan ramah. Aland hanya melirikkan matanya tak menghiraukan gadis berponi depan itu. "Sudah sombong anak Mama lagi," sinis Elina mengikuti langkah kaki Aland dari belakang. Meskipun dia kesal karena diabaikan CEO tampan itu, tapi tetap saja Elina mengagumi sosok Aland yang kharismatik itu. Aland, membalikkan badannya, langkahnya membawa dia mendekat ke arah Elina memandang kesal kepada gadis berwajah imut itu. "Siapa yang kamu bilang anak Mama, Elina?" tanya Aland dengan matanya yang memicing. "Bapak lah, siapa lagi!" kesal Elina. Aland semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Elina yang bersandar pada dinding. Aroma parfum maskulin yang
"Mas ... yang bayar Om galak ini ya!" teriak Elina kepada petugas dibagian kasir. "Hei ... Dasar bocah ingusan!" teriak Aland. Elina berlari meninggalkan Aland membayar makanan yang sudah dia makan. "Ba!" Elina mengageti Aland yang baru saja keluar. Tapi bukannya kaget Aland malah mengumpat dengan kesal. "Dasar bodoh, kamu tidak lihat di sini kaca transparan, mau kamu ngumpet pun kelihatan!" ketus Aland menanggapi canda Elina yang sama sekali tak lucu buatnya. "Om ... kamu tidak mau menggandeng tanganku?" Elina mendongakkan pandangannya memberikan pertanyaan yang malas Aland jawab. "Om ... kenapa diam? Om marah?" Elina terus menggoda Aland. "Elina, diamlah!" bentak Alend. Aland tidak mau wibawanya hancur karena si usil Elina selalu saja memanggil dirinya Om. Elina yang iseng terus mengekori Aland, kemanapun dia pergi Elina ada di belakangnya. "Kamu tidak ada kegiatan lain selain mengikuti aku, Elina?" bentak Aland kesal. "Siapa yang ngikutin, saya itu mau masuk ke ruangan
Libur telah tiba Libur telah tiba Hore ... Hore ... Hore ... Sorak semangat Elina, menggosok tubuhnya dengan puff yang penuh dengan busa yang lembut. Penyanyi kamar mandi itu sedang bahagia hatinya. Semalam Aland menelpon memberikan kabar gembira. Elina membongkar lemari pakaiannya, mengeluarkan satu persatu dress yang dia miliki. Tubuhnya berputar-putar di depan cermin, berganti dress satu dengan dress yang lainnya. Akhirnya setelah mencoba beberapa dress, pilihannya jatuh kepada blose berwarna baby pink dengan celana jeans berwarna putih. Ya memang begitulah Elina, pilihannya tak sesuai dengan apa yang dia coba. Seperti hatinya juga, memilih Sean yang terpaut 10 tahun darinya. Elina duduk di depan cermin, dia bersolek dengan cantiknya. Memakai bedak tipis dengan lipstik warn nude andalannya. Elina terlihat sangat cantik dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Kriiing! Ponselnya berbunyi, nama Aland tertera di layar ponselnya. Dengan cepat gadis imut itu menyelipkan kakinya
Di sebuah ruangan semi terbuka yang menghadap langsung ke kolam renang. Nyonya Anita, mengajak Elina duduk di set kursi yang terbuat dari anyaman rotan. "Tante dan Aland pasti suka olahraga ya?" tanya Elina saat matanya menangkap beberapa alat olahraga yang tertata rapi di sebelah kiri ruangan itu "Aland aja sih, Tante jarang." "Masak sih, Tan? Kok badan tante masih oke banget," puji Elina mengambil hati Nyonya Anita. "Kamu bisa aja, Tante jarang olahraga berat-berat kaya gitu." Nyonya Anita menunjuk ke arah treadmill dan beberapa barbel yang tertata dengan rapi. Elina berdiri dari duduknya, dia tertarik dengan deretan foto yang menempel pada dinding sebelah kanan ruangan itu. Elina tersenyum saat melihat foto anak kecil berambut panjang setelinga, dengan poni depan yang menutupi kening. "Ini siapa, Tan?" tanya Elina menunjuk foto itu. Nyonya Anita berdiri, berjalan menghampiri Elina. "Itu foto Aland, ini juga foto Aland." Nyonya Anita menunjuk ke foto sebelahnya, wajah yang s
Tubuh Elina menggigil karena basah kuyup. Gadis imut itu paling tak bisa berlama-lama terkena air, dia bisa pingsan karena kedinginan. Tak tega melihat bibir Elina yang sudah pucat, Aland membawa Elina masuk ke dalam rumahnya. "Ma ...!" Aland memanggil Mamanya. Nyonya Anita panik melihat keadaan Elina yang sudah pucat karena kedinginan. "Astaga Aland kenapa bisa begini sih, kamu cepet bikinin Elina teh panas. Mama mau mengganti bajunya Elina dulu," perintah Nyonya Anita. Nyonya Anita merangkul tubuh Elina yang basah, dia mengajak Elina masuk ke dalam kamarnya. "Kamu pakai ini ya." Nyonya Anita memberikan bajunya kepada Elina. "Terima kasih Mama." Elina mengambil baju itu dari Nyonya Anita, dan segera Elina mengganti bajunya. "Maaf ya, bajunya jelek, tapi kamu tetap terlihat cantik kok, tenang saja," puji Nyonya Anita. Elina mengenakan dress berwarna cokelat selutut miliknya. Meskipun modelnya bukan model anak muda, tapi potongan baju itu sangat pas di tubuh mungil Elina. Dia t
Aland menatap dalam wajah Elina, dia tahu gadis itu tengah gugup sekarang. Wajahnya bersemu merah, tak biasanya gadis imut itu diam tak bereaksi. Elina, dia memejamkan matanya karena tak sanggup lagi mengendalikan detak jantungnya yang terus berdetak dengan kencang. Di saat matanya terpejam, Elina merasakan ada sensasi yang berbeda di bibirnya. Terasa lembab dan hangat saat Aland menempelkan bibirnya ke bibir lembutnya. Aland, dia mencoba merasakan sesuatu yang sudah lama tak dia rasakan. Rasa yang hangat dan lembut, yang mampu membuat Aland terhanyut. Bak petir yang menyambar, dengan kuat Aland mendorong tubuh Elina, membuat gadis itu jatuh tersungkur ke tanah. "Akh ...!" teriak Aland memegangi bibir bawahnya yang terluka, rasa perihnya mampu membuat dirinya menjadi hilang selera. "Om Aland ... kenapa kamu mendorongku!" teriak Elina, pinggangnya terasa mau patah. Baru saja Elina merasakan pengalaman pertamanya, belum juga puas dia harus mengalami kesakitan di pinggangnya karena
Setibanya di rumah Elina."Sudah sampai, cepat turun!" sungut Aland, setelah menghentikan laju mobilnya tepat di depan gerbang rumah Elina.Alih-alih turun, Elina malah memiringkan tubuhnya ke arah Aland. "Om, bukain," rengek Elina melirik ke arah seat belt yang masih melekat pada pinggangnya.Aland mengela nafas. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada gadis semanja Elina. Seat belt saja minta dilepaskan."Emangnya kamu nggak bisa buka sendiri, hem? Punya tangan kan?!" Elina tersenyum, seraya menggelengkan kepalanya. "Bisa sih, cuma males aja. Lagian, ini kan mobilnya Om. Jadi Om lah yang harus bukain."Enggan berdebat dengan gadis cerewet itu, Aland mendekat, sangat dekat bahkan sampai pipinya sampai hampir menyentuh bibir Elina.Tak ingin melewatkan kesempatan, Elina memejamkan matanya, mengendus aroma parfum Aland yang entah kenapa sangat Aland suka. Masa puber benar-benar membuat Elina hampir menggila karena jatuh cinta.Ternyata memang benar apa kata orang, kalau ja
"Pak Aland ... Elina ... kalian ...." Yuan sampai terbengong melihat sang Bos dan Elina yang tampak sangat mencurigakan. Dalam pikiran Yuan, Aland pasti sudah melakukan hal yang tidak-tidak pada Elina. Kalau tidak, tidak mungkin Elina sampai mengatakan kalau Aland orang yang mesum. "Elina, sini!" Yuan menarik tangan Elina. Mengajak gadis itu sedikit menjauh dari Aland. "Ih, Mbak Yuan sebentar, aku belum selesai sama Om galak ini!" sungut Elina menolak. "Om?" Yuan mengerutkan keningnya. Lalu menoleh ke arah Aland. "Pak Aland ...." "Tunggu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Yuan. Ini semua ... haakh!" Aland mengacak rambutnya, ia menjadi kesal dengan keadaan yang seperti menjebaknya sekarang."Kamu bawa deh Elina pergi. Kemana gitu, atau kamu kasih dia perkerjaan biar dia sibuk. Pusing saya!" sungut Aland lalu masuk ke dalam ruang kerjanya, dan menutup pintunya sedikit lebih keras. "Tidak ada apa-apa. Kembali kerja ya, jangan pada ngerumpi di sini, udah sana-sana!" ucap Yuan
Setibanya di rumah Elina."Sudah sampai, cepat turun!" sungut Aland, setelah menghentikan laju mobilnya tepat di depan gerbang rumah Elina.Alih-alih turun, Elina malah memiringkan tubuhnya ke arah Aland. "Om, bukain," rengek Elina melirik ke arah seat belt yang masih melekat pada pinggangnya.Aland mengela nafas. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada gadis semanja Elina. Seat belt saja minta dilepaskan."Emangnya kamu nggak bisa buka sendiri, hem? Punya tangan kan?!" Elina tersenyum, seraya menggelengkan kepalanya. "Bisa sih, cuma males aja. Lagian, ini kan mobilnya Om. Jadi Om lah yang harus bukain."Enggan berdebat dengan gadis cerewet itu, Aland mendekat, sangat dekat bahkan sampai pipinya sampai hampir menyentuh bibir Elina.Tak ingin melewatkan kesempatan, Elina memejamkan matanya, mengendus aroma parfum Aland yang entah kenapa sangat Aland suka. Masa puber benar-benar membuat Elina hampir menggila karena jatuh cinta.Ternyata memang benar apa kata orang, kalau ja
Aland menatap dalam wajah Elina, dia tahu gadis itu tengah gugup sekarang. Wajahnya bersemu merah, tak biasanya gadis imut itu diam tak bereaksi. Elina, dia memejamkan matanya karena tak sanggup lagi mengendalikan detak jantungnya yang terus berdetak dengan kencang. Di saat matanya terpejam, Elina merasakan ada sensasi yang berbeda di bibirnya. Terasa lembab dan hangat saat Aland menempelkan bibirnya ke bibir lembutnya. Aland, dia mencoba merasakan sesuatu yang sudah lama tak dia rasakan. Rasa yang hangat dan lembut, yang mampu membuat Aland terhanyut. Bak petir yang menyambar, dengan kuat Aland mendorong tubuh Elina, membuat gadis itu jatuh tersungkur ke tanah. "Akh ...!" teriak Aland memegangi bibir bawahnya yang terluka, rasa perihnya mampu membuat dirinya menjadi hilang selera. "Om Aland ... kenapa kamu mendorongku!" teriak Elina, pinggangnya terasa mau patah. Baru saja Elina merasakan pengalaman pertamanya, belum juga puas dia harus mengalami kesakitan di pinggangnya karena
Tubuh Elina menggigil karena basah kuyup. Gadis imut itu paling tak bisa berlama-lama terkena air, dia bisa pingsan karena kedinginan. Tak tega melihat bibir Elina yang sudah pucat, Aland membawa Elina masuk ke dalam rumahnya. "Ma ...!" Aland memanggil Mamanya. Nyonya Anita panik melihat keadaan Elina yang sudah pucat karena kedinginan. "Astaga Aland kenapa bisa begini sih, kamu cepet bikinin Elina teh panas. Mama mau mengganti bajunya Elina dulu," perintah Nyonya Anita. Nyonya Anita merangkul tubuh Elina yang basah, dia mengajak Elina masuk ke dalam kamarnya. "Kamu pakai ini ya." Nyonya Anita memberikan bajunya kepada Elina. "Terima kasih Mama." Elina mengambil baju itu dari Nyonya Anita, dan segera Elina mengganti bajunya. "Maaf ya, bajunya jelek, tapi kamu tetap terlihat cantik kok, tenang saja," puji Nyonya Anita. Elina mengenakan dress berwarna cokelat selutut miliknya. Meskipun modelnya bukan model anak muda, tapi potongan baju itu sangat pas di tubuh mungil Elina. Dia t
Di sebuah ruangan semi terbuka yang menghadap langsung ke kolam renang. Nyonya Anita, mengajak Elina duduk di set kursi yang terbuat dari anyaman rotan. "Tante dan Aland pasti suka olahraga ya?" tanya Elina saat matanya menangkap beberapa alat olahraga yang tertata rapi di sebelah kiri ruangan itu "Aland aja sih, Tante jarang." "Masak sih, Tan? Kok badan tante masih oke banget," puji Elina mengambil hati Nyonya Anita. "Kamu bisa aja, Tante jarang olahraga berat-berat kaya gitu." Nyonya Anita menunjuk ke arah treadmill dan beberapa barbel yang tertata dengan rapi. Elina berdiri dari duduknya, dia tertarik dengan deretan foto yang menempel pada dinding sebelah kanan ruangan itu. Elina tersenyum saat melihat foto anak kecil berambut panjang setelinga, dengan poni depan yang menutupi kening. "Ini siapa, Tan?" tanya Elina menunjuk foto itu. Nyonya Anita berdiri, berjalan menghampiri Elina. "Itu foto Aland, ini juga foto Aland." Nyonya Anita menunjuk ke foto sebelahnya, wajah yang s
Libur telah tiba Libur telah tiba Hore ... Hore ... Hore ... Sorak semangat Elina, menggosok tubuhnya dengan puff yang penuh dengan busa yang lembut. Penyanyi kamar mandi itu sedang bahagia hatinya. Semalam Aland menelpon memberikan kabar gembira. Elina membongkar lemari pakaiannya, mengeluarkan satu persatu dress yang dia miliki. Tubuhnya berputar-putar di depan cermin, berganti dress satu dengan dress yang lainnya. Akhirnya setelah mencoba beberapa dress, pilihannya jatuh kepada blose berwarna baby pink dengan celana jeans berwarna putih. Ya memang begitulah Elina, pilihannya tak sesuai dengan apa yang dia coba. Seperti hatinya juga, memilih Sean yang terpaut 10 tahun darinya. Elina duduk di depan cermin, dia bersolek dengan cantiknya. Memakai bedak tipis dengan lipstik warn nude andalannya. Elina terlihat sangat cantik dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Kriiing! Ponselnya berbunyi, nama Aland tertera di layar ponselnya. Dengan cepat gadis imut itu menyelipkan kakinya
"Mas ... yang bayar Om galak ini ya!" teriak Elina kepada petugas dibagian kasir. "Hei ... Dasar bocah ingusan!" teriak Aland. Elina berlari meninggalkan Aland membayar makanan yang sudah dia makan. "Ba!" Elina mengageti Aland yang baru saja keluar. Tapi bukannya kaget Aland malah mengumpat dengan kesal. "Dasar bodoh, kamu tidak lihat di sini kaca transparan, mau kamu ngumpet pun kelihatan!" ketus Aland menanggapi canda Elina yang sama sekali tak lucu buatnya. "Om ... kamu tidak mau menggandeng tanganku?" Elina mendongakkan pandangannya memberikan pertanyaan yang malas Aland jawab. "Om ... kenapa diam? Om marah?" Elina terus menggoda Aland. "Elina, diamlah!" bentak Alend. Aland tidak mau wibawanya hancur karena si usil Elina selalu saja memanggil dirinya Om. Elina yang iseng terus mengekori Aland, kemanapun dia pergi Elina ada di belakangnya. "Kamu tidak ada kegiatan lain selain mengikuti aku, Elina?" bentak Aland kesal. "Siapa yang ngikutin, saya itu mau masuk ke ruangan
Elina gadis imut pemilik hidung kecil mancung itu berdiri di samping pintu ruang meeting. Dia merapikan rambut hitam lurus sepunggungnya saat melihat Aland berjalan mendekat ke arahnya. Bibir tipis yang selalu di polesnya dengan lipstik berwarna nude itu tersenyum menyambut Aland yang lewat di hadapannya. "Selamat siang, Pak Aland," sapa Elina dengan ramah. Aland hanya melirikkan matanya tak menghiraukan gadis berponi depan itu. "Sudah sombong anak Mama lagi," sinis Elina mengikuti langkah kaki Aland dari belakang. Meskipun dia kesal karena diabaikan CEO tampan itu, tapi tetap saja Elina mengagumi sosok Aland yang kharismatik itu. Aland, membalikkan badannya, langkahnya membawa dia mendekat ke arah Elina memandang kesal kepada gadis berwajah imut itu. "Siapa yang kamu bilang anak Mama, Elina?" tanya Aland dengan matanya yang memicing. "Bapak lah, siapa lagi!" kesal Elina. Aland semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Elina yang bersandar pada dinding. Aroma parfum maskulin yang
Hawa dingin di pagi hari menguliti wajah Elina. Dia mengusap wajahnya lembut dengan kedua telapak tangannya. Mengusap berkali-kali hingga menimbulkan hawa hangat di sekitar wajahnya. Hari ini, Elina sengaja berangkat lebih pagi. Setengah jam sebelum jam kerja, dia sudah harus duduk manis di ruangannya, menunggu kedatangan CEO tempat dia magang. Dia tidak ingin lagi telat dan menjadi sasaran omelan Aland. "Pagi ... Pak Aland," sapa Elina menyambut kedatangan Aland, sang CEO tampan. Tak membalas sapaan Elina, Aland hanya memandang dingin ke arah gadis imut itu. "Dasar sombong!" gerutu Elina. Sialnya telinga Aland cukup tajam untuk mendengar itu semua. "Kamu bicara apa, Elina?" Elina mendongakkan kepalanya melihat Aland sudah berdiri di hadapannya. Elina terlihat bingung mencari alasan apa yang tepat untuk dia utarakan. "Tidak Pak, saya tidak bicara apa-apa." Elina menarik bibirnya paksa, melukiskan senyuman palsu agar tak terlihat gugup di hadapan Aland. "Jelas-jelas saya mendeng