Di sebuah ruangan semi terbuka yang menghadap langsung ke kolam renang. Nyonya Anita, mengajak Elina duduk di set kursi yang terbuat dari anyaman rotan.
"Tante dan Aland pasti suka olahraga ya?" tanya Elina saat matanya menangkap beberapa alat olahraga yang tertata rapi di sebelah kiri ruangan itu"Aland aja sih, Tante jarang.""Masak sih, Tan? Kok badan tante masih oke banget," puji Elina mengambil hati Nyonya Anita."Kamu bisa aja, Tante jarang olahraga berat-berat kaya gitu." Nyonya Anita menunjuk ke arah treadmill dan beberapa barbel yang tertata dengan rapi.Elina berdiri dari duduknya, dia tertarik dengan deretan foto yang menempel pada dinding sebelah kanan ruangan itu.Elina tersenyum saat melihat foto anak kecil berambut panjang setelinga, dengan poni depan yang menutupi kening."Ini siapa, Tan?" tanya Elina menunjuk foto itu.Nyonya Anita berdiri, berjalan menghampiri Elina. "Itu foto Aland, ini juga foto Aland."Nyonya Anita menunjuk ke foto sebelahnya, wajah yang sama, hanya potongan rambutnya saja yang berbeda."Lucu sekali, gondrong begitu rambutnya." Elina melihat sisi ketampanan Aland yang memang sudah terlihat sejak masih kecil."Aland itu sejak kecil memang suka rambut panjang begitu, Elina. Baru lulus kuliah dan jadi CEO ini, menggantikan ayahnya, baru dia mau memotong rambutnya jadi pendek."Maaf Tante, menggantikan ayah, maksudnya ...?" Elina tak mengerti dengan maksud Nyonya Anita.Nyonya Anita tersenyum dia mengambil sebuah foto di antara deretan foto yang menempel di dinding itu."Iya ... Ayah Aland, suami Tante, dia sudah meninggal. Ini fotonya." Nyonya Anita memperlihatkan foto suaminya kepada Elina."Wajahnya mirip sekali dengan Om Aland Tante?" tanya Elina. Dia takjub melihat foto Ayah Aland bak pinang dibelah dua dengan Aland."Iya, mereka memang terlihat seperti saudara kembar, mereka berdua sudah seperti sahabat." Nyonya Anita menyeka air mata yang lolos, mengenang suaminy yang sudah meninggal."Tante maaf, Elina tidak bermaksud membuat Tante sedih." Elina membantu mengusap air mata Nyonya Anita.Mereka berdua terlihat sangat hangat, Elina sudah merasa nyaman dengan Nyonya Anita. Bahkan Elina menemukan sosok Mamanya yang sudah meninggal dalam diri Nyonya Anita."Sejak Ayahnya meninggal Aland berubah, jadi galak seperti itu, Elina."Nyonya Anita berusaha tersenyum, meski saat itu kesedihan sedang melanda hatinya karena kembali teringat dengan sosok suaminya yang sudah meninggal lima tahun yang lalu.Elina hanya mengangguk, dia tidak berani jika harus bertanya apapun lagi, Elina takut akan salah bicara dan semakin membuat sedih Nyonya Anita.Elina juga tak menyangka, kehilangan seseorang yang Aland cintai, mampu mengubah sisi baik dari Aland. Itu sangat disayangkan.Elina menunduk, dan bersedih. Nyonya Anita bisa merasakan itu. Tak ingin membuat gadis itu bersedih dan merasa bersalah, Elina mengalihkan pembicaraan dengan hal lain."Elina coba lihat itu!" Elina menunjuk ke arah kolam renang yang mengarah langsung ke samping rumah.Di samping rumah itu ada garasi mobil dan sebuah halaman yang tak terlalu luas untuk kegiatan mencuci mobil dan motor."Ayo kita ke sana Elina." Nyonya Anita mengajaknya ketepi kolam renang.Elina melepaskan sepatu flat shoesnya dan kemudian memasukkannya ke dalam air kolam. Kesedihan yang dia rasakan tadi mendadak hilang teralihkan sejuknya pemandangan kolam renang yang dibuat serba hijau di sisi kanan dan kirimnya."Elina ... coba ceritakan masa kecilmu." Nyonya Anita penasaran dengan latar belakang gadis imut itu."Tidak ada yang menarik Tan," Wajah itu membuang mukanya ke arah lain, seperti ada kisah yang membuat hatinya terluka."Lho, kenapa begitu, bukankah setiap orang mempunyai kisah uniknya sendiri."Elina menyunggingkan senyuman palsu di bibirnya, dia tahu saat ini hatinya sedang tidak baik-baik saja."Mama Elina sudah meninggal Tan, tepat di hari ulang tahun Elina yang ke 17 tahun, dan itu merupakan hal terburuk dalam hidup Elina." Wajah itu mulai menunduk.Nyonya Anita duduk di samping Elina, ikut menceburkan kakinya ke dalam air. Dengan penuh sayang, Nyonya Anita merangkul pundak gadis imut itu."Jangan sedih lagi Elina, kamu bisa menganggap Tante ini Mama kamu." Senyuman tulus terukir di bibir Nyonya Anita. Dia tahu betul bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita sayang."Bolehkan Elina memanggil Tante, Mama?" Wajah Elina penuh harap.Nyonya Anita mengangguk dia sama sekali tak keberatan di panggil Mama oleh Elina. Memang ini adalah pertemuan kedua mereka, tapi rasanya mereka sudah kenal sejak lama hingga hanya rasa nyaman yang mereka rasakan saat bersama.Elina memeluk Nyonya Anita dengan erat, dia memejamkan matanya, hatinya terasa begitu damai. Rasa rindu kepada Mamanya kini terobati dengan hadirnya Nyonya Anita Mama Aland di hidupnya."Hei ... ayolah, jangan bersedih begitu." Nyonya Anita melepaskan pelukannya."Coba lihat ke arah sana," pinta Nyonya Anita.Wajah yang sedih itu mengukir senyuman di bibir Elina. Dia melihat Aland yang tengah mencuci mobilnya."Kamu kesana ya, buatlah Aland menjadi pribadi yang penyayang Elina."Elina mengangguk dengan semangat. "Tapi ... Mama jadi sendirian dong kalau aku kesana?" tanya Elina memastikan terlebih dahulu tentang keadaan Nyonya Anita nantinya."Tidak usah kamu fikirkan. Ayo ... susul Aland.""Siap, Mama." Tanpa menunggu lama Elina pergi untuk menghampiri Aland.Aland terlihat sangat memukau dengan celana kolor selutut dan kaos putih tipis tanpa lengan melekat pada tubuhnya.Perutnya yang kotak-kotak dan dada yang berotot terlihat jelas saat bajunya basah karena terkena cipratan air yang Aland semprotkan ke arah mobil sedan hitam mengkilap miliknya."Hei ... Om seksi!" teriak Elina memanggil Aland.Aland tak menjawab sapaan Elina, dia masih terus saja membasahi mobilnya dengan air."Aku bantu ya." Tanpa menunggu persetujuan Aland, Elina berlari menghampiri Aland."Sini aku saja!" Elina mengambil paksa selang air yang dipegang oleh Aland."Kamu bisa?" tanya Aland meremehkan gadis imut itu."Bisa dong, kamu mau lihat?"Dengan iseng Elina menyemprot tubuh Aland hingga basah kuyup. Aland menyugar rambutnya yang basah, membuat tubuh Eilina jadi terpaku ke tanah, darahnya berdesir terpesona melihat keseksian Aland.Aland merampas selang air ditangan Elina yang bengong. Kemudian membalas menyemprotkan air ke arah Elina."Om Aland, Stop ... nanti bajuku basah!" teriak Elina tapi telat untuk menghindari semprotan air yang mengarah ke tubuhnya.Kini tubuhnya basah, dia merebut kembali selang air dari tangan Aland tapi kali ini Elina tak menyemprotkan ke arah Aland, tapi dia menyemporkannya ke mobil Aland."Sebelah situ, lihat kan, kamu gosok tuh pakai sabun!" perintah Elina menunjuk ke arah bagian mobil yang sudah bersih. Sebenarnya Aland baru saja membilas mobilnya dari sabun yang dia gosokkan ke mobilnya.Aland tersenyum, Elina memang gadis yang sangat menyebalkan, namun Elina juga sangat manis. Aland menyukai gadis seperti Elina itu."Hei ... Om. Tidak dengar aku bilang apa, ayo cepat gosok dibagian situ.""Kamu saja yang gosok, aku capek." Aland meninggalkan Elina yang malah bermain air, Aland hanya menontonnya jasa.Tubuh Elina menggigil karena basah kuyup. Gadis imut itu paling tak bisa berlama-lama terkena air, dia bisa pingsan karena kedinginan. Tak tega melihat bibir Elina yang sudah pucat, Aland membawa Elina masuk ke dalam rumahnya. "Ma ...!" Aland memanggil Mamanya. Nyonya Anita panik melihat keadaan Elina yang sudah pucat karena kedinginan. "Astaga Aland kenapa bisa begini sih, kamu cepet bikinin Elina teh panas. Mama mau mengganti bajunya Elina dulu," perintah Nyonya Anita. Nyonya Anita merangkul tubuh Elina yang basah, dia mengajak Elina masuk ke dalam kamarnya. "Kamu pakai ini ya." Nyonya Anita memberikan bajunya kepada Elina. "Terima kasih Mama." Elina mengambil baju itu dari Nyonya Anita, dan segera Elina mengganti bajunya. "Maaf ya, bajunya jelek, tapi kamu tetap terlihat cantik kok, tenang saja," puji Nyonya Anita. Elina mengenakan dress berwarna cokelat selutut miliknya. Meskipun modelnya bukan model anak muda, tapi potongan baju itu sangat pas di tubuh mungil Elina. Dia t
Aland menatap dalam wajah Elina, dia tahu gadis itu tengah gugup sekarang. Wajahnya bersemu merah, tak biasanya gadis imut itu diam tak bereaksi. Elina, dia memejamkan matanya karena tak sanggup lagi mengendalikan detak jantungnya yang terus berdetak dengan kencang. Di saat matanya terpejam, Elina merasakan ada sensasi yang berbeda di bibirnya. Terasa lembab dan hangat saat Aland menempelkan bibirnya ke bibir lembutnya. Aland, dia mencoba merasakan sesuatu yang sudah lama tak dia rasakan. Rasa yang hangat dan lembut, yang mampu membuat Aland terhanyut. Bak petir yang menyambar, dengan kuat Aland mendorong tubuh Elina, membuat gadis itu jatuh tersungkur ke tanah. "Akh ...!" teriak Aland memegangi bibir bawahnya yang terluka, rasa perihnya mampu membuat dirinya menjadi hilang selera. "Om Aland ... kenapa kamu mendorongku!" teriak Elina, pinggangnya terasa mau patah. Baru saja Elina merasakan pengalaman pertamanya, belum juga puas dia harus mengalami kesakitan di pinggangnya karena
Setibanya di rumah Elina."Sudah sampai, cepat turun!" sungut Aland, setelah menghentikan laju mobilnya tepat di depan gerbang rumah Elina.Alih-alih turun, Elina malah memiringkan tubuhnya ke arah Aland. "Om, bukain," rengek Elina melirik ke arah seat belt yang masih melekat pada pinggangnya.Aland mengela nafas. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada gadis semanja Elina. Seat belt saja minta dilepaskan."Emangnya kamu nggak bisa buka sendiri, hem? Punya tangan kan?!" Elina tersenyum, seraya menggelengkan kepalanya. "Bisa sih, cuma males aja. Lagian, ini kan mobilnya Om. Jadi Om lah yang harus bukain."Enggan berdebat dengan gadis cerewet itu, Aland mendekat, sangat dekat bahkan sampai pipinya sampai hampir menyentuh bibir Elina.Tak ingin melewatkan kesempatan, Elina memejamkan matanya, mengendus aroma parfum Aland yang entah kenapa sangat Aland suka. Masa puber benar-benar membuat Elina hampir menggila karena jatuh cinta.Ternyata memang benar apa kata orang, kalau ja
"Pak Aland ... Elina ... kalian ...." Yuan sampai terbengong melihat sang Bos dan Elina yang tampak sangat mencurigakan. Dalam pikiran Yuan, Aland pasti sudah melakukan hal yang tidak-tidak pada Elina. Kalau tidak, tidak mungkin Elina sampai mengatakan kalau Aland orang yang mesum. "Elina, sini!" Yuan menarik tangan Elina. Mengajak gadis itu sedikit menjauh dari Aland. "Ih, Mbak Yuan sebentar, aku belum selesai sama Om galak ini!" sungut Elina menolak. "Om?" Yuan mengerutkan keningnya. Lalu menoleh ke arah Aland. "Pak Aland ...." "Tunggu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Yuan. Ini semua ... haakh!" Aland mengacak rambutnya, ia menjadi kesal dengan keadaan yang seperti menjebaknya sekarang."Kamu bawa deh Elina pergi. Kemana gitu, atau kamu kasih dia perkerjaan biar dia sibuk. Pusing saya!" sungut Aland lalu masuk ke dalam ruang kerjanya, dan menutup pintunya sedikit lebih keras. "Tidak ada apa-apa. Kembali kerja ya, jangan pada ngerumpi di sini, udah sana-sana!" ucap Yuan
"Woy!" teriak Elina mengejar mobil sedan hitam mengkilat yang tak sengaja mencipratkan air kubangan ke baju putihnya. Elina berlari dengan sepatu heelsnya. Karena tak hati-hati dia tersandung kakinya sendiri hingga tersungkur ke aspal. "Au!" Elina memekik kesakitan, memegangi lututnya yang berdarah. "Hah ... sial banget sih hari ini," keluhnya kesal. Dari kaca spion, Aland melihat seorang gadis yang mengejar mobilnya. Tak tega melihat gadis itu terjatuh Aland keluar dari mobilnya menghampiri Elina. "Kamu mengejar mobil saya?" tanya Aland tanpa basa-basi. Elina mendongakkan kepalanya ke atas mencari sumber suara yang mengingatkan dia akan bajunya yang kotor karena cipratan air kotor tadi. "Heh, kamu gak lihat aku jatuh karena mengejar mobil kamu, bantuin kek, malah diam!" bentak Elina. Dia menutup matanya karena silau. Sinar matahari yang cerah menyilaukan pandangan matanya. Aland, dia mengulurkan tangan kanannya, membantu Elina untuk berdiri. "Ada perlu apa mengejar mobilku!"
Hawa dingin di pagi hari menguliti wajah Elina. Dia mengusap wajahnya lembut dengan kedua telapak tangannya. Mengusap berkali-kali hingga menimbulkan hawa hangat di sekitar wajahnya. Hari ini, Elina sengaja berangkat lebih pagi. Setengah jam sebelum jam kerja, dia sudah harus duduk manis di ruangannya, menunggu kedatangan CEO tempat dia magang. Dia tidak ingin lagi telat dan menjadi sasaran omelan Aland. "Pagi ... Pak Aland," sapa Elina menyambut kedatangan Aland, sang CEO tampan. Tak membalas sapaan Elina, Aland hanya memandang dingin ke arah gadis imut itu. "Dasar sombong!" gerutu Elina. Sialnya telinga Aland cukup tajam untuk mendengar itu semua. "Kamu bicara apa, Elina?" Elina mendongakkan kepalanya melihat Aland sudah berdiri di hadapannya. Elina terlihat bingung mencari alasan apa yang tepat untuk dia utarakan. "Tidak Pak, saya tidak bicara apa-apa." Elina menarik bibirnya paksa, melukiskan senyuman palsu agar tak terlihat gugup di hadapan Aland. "Jelas-jelas saya mendeng
Elina gadis imut pemilik hidung kecil mancung itu berdiri di samping pintu ruang meeting. Dia merapikan rambut hitam lurus sepunggungnya saat melihat Aland berjalan mendekat ke arahnya. Bibir tipis yang selalu di polesnya dengan lipstik berwarna nude itu tersenyum menyambut Aland yang lewat di hadapannya. "Selamat siang, Pak Aland," sapa Elina dengan ramah. Aland hanya melirikkan matanya tak menghiraukan gadis berponi depan itu. "Sudah sombong anak Mama lagi," sinis Elina mengikuti langkah kaki Aland dari belakang. Meskipun dia kesal karena diabaikan CEO tampan itu, tapi tetap saja Elina mengagumi sosok Aland yang kharismatik itu. Aland, membalikkan badannya, langkahnya membawa dia mendekat ke arah Elina memandang kesal kepada gadis berwajah imut itu. "Siapa yang kamu bilang anak Mama, Elina?" tanya Aland dengan matanya yang memicing. "Bapak lah, siapa lagi!" kesal Elina. Aland semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Elina yang bersandar pada dinding. Aroma parfum maskulin yang
"Mas ... yang bayar Om galak ini ya!" teriak Elina kepada petugas dibagian kasir. "Hei ... Dasar bocah ingusan!" teriak Aland. Elina berlari meninggalkan Aland membayar makanan yang sudah dia makan. "Ba!" Elina mengageti Aland yang baru saja keluar. Tapi bukannya kaget Aland malah mengumpat dengan kesal. "Dasar bodoh, kamu tidak lihat di sini kaca transparan, mau kamu ngumpet pun kelihatan!" ketus Aland menanggapi canda Elina yang sama sekali tak lucu buatnya. "Om ... kamu tidak mau menggandeng tanganku?" Elina mendongakkan pandangannya memberikan pertanyaan yang malas Aland jawab. "Om ... kenapa diam? Om marah?" Elina terus menggoda Aland. "Elina, diamlah!" bentak Alend. Aland tidak mau wibawanya hancur karena si usil Elina selalu saja memanggil dirinya Om. Elina yang iseng terus mengekori Aland, kemanapun dia pergi Elina ada di belakangnya. "Kamu tidak ada kegiatan lain selain mengikuti aku, Elina?" bentak Aland kesal. "Siapa yang ngikutin, saya itu mau masuk ke ruangan
"Pak Aland ... Elina ... kalian ...." Yuan sampai terbengong melihat sang Bos dan Elina yang tampak sangat mencurigakan. Dalam pikiran Yuan, Aland pasti sudah melakukan hal yang tidak-tidak pada Elina. Kalau tidak, tidak mungkin Elina sampai mengatakan kalau Aland orang yang mesum. "Elina, sini!" Yuan menarik tangan Elina. Mengajak gadis itu sedikit menjauh dari Aland. "Ih, Mbak Yuan sebentar, aku belum selesai sama Om galak ini!" sungut Elina menolak. "Om?" Yuan mengerutkan keningnya. Lalu menoleh ke arah Aland. "Pak Aland ...." "Tunggu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Yuan. Ini semua ... haakh!" Aland mengacak rambutnya, ia menjadi kesal dengan keadaan yang seperti menjebaknya sekarang."Kamu bawa deh Elina pergi. Kemana gitu, atau kamu kasih dia perkerjaan biar dia sibuk. Pusing saya!" sungut Aland lalu masuk ke dalam ruang kerjanya, dan menutup pintunya sedikit lebih keras. "Tidak ada apa-apa. Kembali kerja ya, jangan pada ngerumpi di sini, udah sana-sana!" ucap Yuan
Setibanya di rumah Elina."Sudah sampai, cepat turun!" sungut Aland, setelah menghentikan laju mobilnya tepat di depan gerbang rumah Elina.Alih-alih turun, Elina malah memiringkan tubuhnya ke arah Aland. "Om, bukain," rengek Elina melirik ke arah seat belt yang masih melekat pada pinggangnya.Aland mengela nafas. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada gadis semanja Elina. Seat belt saja minta dilepaskan."Emangnya kamu nggak bisa buka sendiri, hem? Punya tangan kan?!" Elina tersenyum, seraya menggelengkan kepalanya. "Bisa sih, cuma males aja. Lagian, ini kan mobilnya Om. Jadi Om lah yang harus bukain."Enggan berdebat dengan gadis cerewet itu, Aland mendekat, sangat dekat bahkan sampai pipinya sampai hampir menyentuh bibir Elina.Tak ingin melewatkan kesempatan, Elina memejamkan matanya, mengendus aroma parfum Aland yang entah kenapa sangat Aland suka. Masa puber benar-benar membuat Elina hampir menggila karena jatuh cinta.Ternyata memang benar apa kata orang, kalau ja
Aland menatap dalam wajah Elina, dia tahu gadis itu tengah gugup sekarang. Wajahnya bersemu merah, tak biasanya gadis imut itu diam tak bereaksi. Elina, dia memejamkan matanya karena tak sanggup lagi mengendalikan detak jantungnya yang terus berdetak dengan kencang. Di saat matanya terpejam, Elina merasakan ada sensasi yang berbeda di bibirnya. Terasa lembab dan hangat saat Aland menempelkan bibirnya ke bibir lembutnya. Aland, dia mencoba merasakan sesuatu yang sudah lama tak dia rasakan. Rasa yang hangat dan lembut, yang mampu membuat Aland terhanyut. Bak petir yang menyambar, dengan kuat Aland mendorong tubuh Elina, membuat gadis itu jatuh tersungkur ke tanah. "Akh ...!" teriak Aland memegangi bibir bawahnya yang terluka, rasa perihnya mampu membuat dirinya menjadi hilang selera. "Om Aland ... kenapa kamu mendorongku!" teriak Elina, pinggangnya terasa mau patah. Baru saja Elina merasakan pengalaman pertamanya, belum juga puas dia harus mengalami kesakitan di pinggangnya karena
Tubuh Elina menggigil karena basah kuyup. Gadis imut itu paling tak bisa berlama-lama terkena air, dia bisa pingsan karena kedinginan. Tak tega melihat bibir Elina yang sudah pucat, Aland membawa Elina masuk ke dalam rumahnya. "Ma ...!" Aland memanggil Mamanya. Nyonya Anita panik melihat keadaan Elina yang sudah pucat karena kedinginan. "Astaga Aland kenapa bisa begini sih, kamu cepet bikinin Elina teh panas. Mama mau mengganti bajunya Elina dulu," perintah Nyonya Anita. Nyonya Anita merangkul tubuh Elina yang basah, dia mengajak Elina masuk ke dalam kamarnya. "Kamu pakai ini ya." Nyonya Anita memberikan bajunya kepada Elina. "Terima kasih Mama." Elina mengambil baju itu dari Nyonya Anita, dan segera Elina mengganti bajunya. "Maaf ya, bajunya jelek, tapi kamu tetap terlihat cantik kok, tenang saja," puji Nyonya Anita. Elina mengenakan dress berwarna cokelat selutut miliknya. Meskipun modelnya bukan model anak muda, tapi potongan baju itu sangat pas di tubuh mungil Elina. Dia t
Di sebuah ruangan semi terbuka yang menghadap langsung ke kolam renang. Nyonya Anita, mengajak Elina duduk di set kursi yang terbuat dari anyaman rotan. "Tante dan Aland pasti suka olahraga ya?" tanya Elina saat matanya menangkap beberapa alat olahraga yang tertata rapi di sebelah kiri ruangan itu "Aland aja sih, Tante jarang." "Masak sih, Tan? Kok badan tante masih oke banget," puji Elina mengambil hati Nyonya Anita. "Kamu bisa aja, Tante jarang olahraga berat-berat kaya gitu." Nyonya Anita menunjuk ke arah treadmill dan beberapa barbel yang tertata dengan rapi. Elina berdiri dari duduknya, dia tertarik dengan deretan foto yang menempel pada dinding sebelah kanan ruangan itu. Elina tersenyum saat melihat foto anak kecil berambut panjang setelinga, dengan poni depan yang menutupi kening. "Ini siapa, Tan?" tanya Elina menunjuk foto itu. Nyonya Anita berdiri, berjalan menghampiri Elina. "Itu foto Aland, ini juga foto Aland." Nyonya Anita menunjuk ke foto sebelahnya, wajah yang s
Libur telah tiba Libur telah tiba Hore ... Hore ... Hore ... Sorak semangat Elina, menggosok tubuhnya dengan puff yang penuh dengan busa yang lembut. Penyanyi kamar mandi itu sedang bahagia hatinya. Semalam Aland menelpon memberikan kabar gembira. Elina membongkar lemari pakaiannya, mengeluarkan satu persatu dress yang dia miliki. Tubuhnya berputar-putar di depan cermin, berganti dress satu dengan dress yang lainnya. Akhirnya setelah mencoba beberapa dress, pilihannya jatuh kepada blose berwarna baby pink dengan celana jeans berwarna putih. Ya memang begitulah Elina, pilihannya tak sesuai dengan apa yang dia coba. Seperti hatinya juga, memilih Sean yang terpaut 10 tahun darinya. Elina duduk di depan cermin, dia bersolek dengan cantiknya. Memakai bedak tipis dengan lipstik warn nude andalannya. Elina terlihat sangat cantik dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Kriiing! Ponselnya berbunyi, nama Aland tertera di layar ponselnya. Dengan cepat gadis imut itu menyelipkan kakinya
"Mas ... yang bayar Om galak ini ya!" teriak Elina kepada petugas dibagian kasir. "Hei ... Dasar bocah ingusan!" teriak Aland. Elina berlari meninggalkan Aland membayar makanan yang sudah dia makan. "Ba!" Elina mengageti Aland yang baru saja keluar. Tapi bukannya kaget Aland malah mengumpat dengan kesal. "Dasar bodoh, kamu tidak lihat di sini kaca transparan, mau kamu ngumpet pun kelihatan!" ketus Aland menanggapi canda Elina yang sama sekali tak lucu buatnya. "Om ... kamu tidak mau menggandeng tanganku?" Elina mendongakkan pandangannya memberikan pertanyaan yang malas Aland jawab. "Om ... kenapa diam? Om marah?" Elina terus menggoda Aland. "Elina, diamlah!" bentak Alend. Aland tidak mau wibawanya hancur karena si usil Elina selalu saja memanggil dirinya Om. Elina yang iseng terus mengekori Aland, kemanapun dia pergi Elina ada di belakangnya. "Kamu tidak ada kegiatan lain selain mengikuti aku, Elina?" bentak Aland kesal. "Siapa yang ngikutin, saya itu mau masuk ke ruangan
Elina gadis imut pemilik hidung kecil mancung itu berdiri di samping pintu ruang meeting. Dia merapikan rambut hitam lurus sepunggungnya saat melihat Aland berjalan mendekat ke arahnya. Bibir tipis yang selalu di polesnya dengan lipstik berwarna nude itu tersenyum menyambut Aland yang lewat di hadapannya. "Selamat siang, Pak Aland," sapa Elina dengan ramah. Aland hanya melirikkan matanya tak menghiraukan gadis berponi depan itu. "Sudah sombong anak Mama lagi," sinis Elina mengikuti langkah kaki Aland dari belakang. Meskipun dia kesal karena diabaikan CEO tampan itu, tapi tetap saja Elina mengagumi sosok Aland yang kharismatik itu. Aland, membalikkan badannya, langkahnya membawa dia mendekat ke arah Elina memandang kesal kepada gadis berwajah imut itu. "Siapa yang kamu bilang anak Mama, Elina?" tanya Aland dengan matanya yang memicing. "Bapak lah, siapa lagi!" kesal Elina. Aland semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Elina yang bersandar pada dinding. Aroma parfum maskulin yang
Hawa dingin di pagi hari menguliti wajah Elina. Dia mengusap wajahnya lembut dengan kedua telapak tangannya. Mengusap berkali-kali hingga menimbulkan hawa hangat di sekitar wajahnya. Hari ini, Elina sengaja berangkat lebih pagi. Setengah jam sebelum jam kerja, dia sudah harus duduk manis di ruangannya, menunggu kedatangan CEO tempat dia magang. Dia tidak ingin lagi telat dan menjadi sasaran omelan Aland. "Pagi ... Pak Aland," sapa Elina menyambut kedatangan Aland, sang CEO tampan. Tak membalas sapaan Elina, Aland hanya memandang dingin ke arah gadis imut itu. "Dasar sombong!" gerutu Elina. Sialnya telinga Aland cukup tajam untuk mendengar itu semua. "Kamu bicara apa, Elina?" Elina mendongakkan kepalanya melihat Aland sudah berdiri di hadapannya. Elina terlihat bingung mencari alasan apa yang tepat untuk dia utarakan. "Tidak Pak, saya tidak bicara apa-apa." Elina menarik bibirnya paksa, melukiskan senyuman palsu agar tak terlihat gugup di hadapan Aland. "Jelas-jelas saya mendeng