"Mas ... yang bayar Om galak ini ya!" teriak Elina kepada petugas dibagian kasir.
"Hei ... Dasar bocah ingusan!" teriak Aland.Elina berlari meninggalkan Aland membayar makanan yang sudah dia makan."Ba!"Elina mengageti Aland yang baru saja keluar. Tapi bukannya kaget Aland malah mengumpat dengan kesal."Dasar bodoh, kamu tidak lihat di sini kaca transparan, mau kamu ngumpet pun kelihatan!" ketus Aland menanggapi canda Elina yang sama sekali tak lucu buatnya."Om ... kamu tidak mau menggandeng tanganku?"Elina mendongakkan pandangannya memberikan pertanyaan yang malas Aland jawab."Om ... kenapa diam? Om marah?" Elina terus menggoda Aland."Elina, diamlah!" bentak Alend.Aland tidak mau wibawanya hancur karena si usil Elina selalu saja memanggil dirinya Om.Elina yang iseng terus mengekori Aland, kemanapun dia pergi Elina ada di belakangnya."Kamu tidak ada kegiatan lain selain mengikuti aku, Elina?" bentak Aland kesal."Siapa yang ngikutin, saya itu mau masuk ke ruangan kerja saya Pak. Kan sebelahan, he he he!" Elina terkekeh dia merapikan poni depan yang menghalangi alisnya"Stop!" Elina menghadang Aland yang hendak masuk ke ruangannya."Minggir Elina!" Aland mendorong tubuh mungil Elina, menjauh dari pintu ruangannya."Mama ... kok Mama bisa ada disini?" Aland terkejut.Nyonya Anita, Mama Aland sudah duduk di sofa ruang kerjanya. Menatap kesal kepada anak semata wayangnya itu.Perempuan berusia setengah abad itu seolah tak pernah terlihat tua. Penampilannya yang modis, membuatnya tak terlihat kuno, belum lagi perawatan wajahnya yang estra mahal, yang pastinya membuat kulit kencang dan kenyal.Nyonya Anita berdiri, dia melipat kedua tangannya di depan dada. "Kenapa memang, kamu keberatan?" tanya Nyonya Anita kemudian.Wajah Nyonya Anita terlihat sangat cantik meskipun sedang kesal dengan Aland."Bukan begitu, Mama bukannya lagi di ....""Di London maksud kamu?" Nyonya Anita memotong ucapan Aland. "Tidak jadi, urusannya sudah beres."Tanpa permisi, tanpa izin, Elina nyelonong masuk ke ruangan Aland dan menghampiri Nyonya Anita."Maaf Tan, Tante ini Mamanya Pak Aland?" tanya Elina penasaran.Elina terkagum dengan sosok Nyonya Anita yang awet muda. Pantas saja Aland berwajah tampan dan berkarisma, melihat Mamanya yang memang cantik."Iya, Tante Mamanya Aland, kamu siapa?"Nyonya Anita merasa aneh, tak biasanya ada perempuan lain di ruangan Aland selain Yuan, sekretarisnya dan juga dirinya."Perkenalkan Tante, saya Elina, pacarnya Pak Aland."Dengan percaya diri Elina halu dengan apa yang baru saja dia ucapkan. Dia tak tahu, jika Aland sedang tegang menelan salivanya.Dengan Elina mengatakan dia adalah kekasih Aland, pastilah Mamanya akan meminta Aland untuk cepat melamar Elina dan menikah.Wanita berusia 50 tahun itu sudah ingin menimang cucu."Pacar?" Nyonya Anita melirik Aland. "Aland serius dia pacar kamu."Wajahnya penuh harap, keinginannya hanyalah ingin melihat Aland segera menikah."Bukan Ma, dia hanya mengarang cerita kok."Aland berbicara apa adanya, sayangnya percuma, Anita lebih percaya dengan ucapan Elina."Elina, benar kamu ini pacar anak tante?" tanya Nyonya Anita memastikan.Elina mengangguk. Gadis imut itu terlihat sangat manis meskipun sedang berbohong. Tak sampai hati rasanya jika Aland memarahi Elina di depan Mamanya."Astaga ... Mama gak mimpi kan Aland, akhirnya kamu punya pacar juga." Anita tersenyum, rona diwajahnya bersemu bahagia.Selama ini Aland tak pernah mau mengenalkan pacarnya kepada Nyonya Anita. Yang membuat Nyonya Anita terkejut, tiba-tiba ada gadis imut yang mengaku sebagai kekasih anaknya, dan itu adalah kabar yang yang menggembirakan untuk Nyonya Anita."Memangnya dia selama ini jomblo, Tan?" tanya Elina, dia mulai penasaran dengan semua tentang Aland.Sedangkan Aland dia malah merasa curiga dengan pertanyaan Elina barusan. Aland pasti jawaban Mamanya akan menjadi bahan ejekan Elina nanti."Mana ada sih yang mau dengan dia Elina, sudah tua galak lagi, pantas belum nikah-nikah," celetuk Nyonya Anita, membuat Aland menjadi mati gaya.Kartu Asnya sudah dibuka oleh Mamanya sendiri.Elina, dia menutup mulutnya menahan tawa. Elina sama sekali tidak menyangka, CEO setampan Aland bisa menjadi perjaka tua hanya karena sifatnya yang galak.Aland melirik Elina tajam, memberikan ultimatum lewat matanya, untuk berhenti berbicara."Elina kamu harus main ke rumah Tante. Kita harus ngobrol banyak, kamu asik sekali orangnya, tidak seperti Aland, kayak robot, kaku dan pendiam," ejekan Anita itu membuat Aland merasa terpojok mati gaya."Siap tante!" ucap Elina."Ma, tapi dia bukan pacar Aland, Ma." Aland masih terus saja berusaha mengelak."Mama gak mau tau ya, week and kamu harus bawa Elina ke rumah," kata Nyonya Anita tak ingin mendengar penolakan dari Aland di pergi dari ruangan Aland.Aland mengejar Nyonya Anita. "Tapi, Ma ...," suaranya perlahan menghilang.Tak lama kemudian, Aland kembali, dia langsung menjadikan Elina sebagai sasaran kekesalannya. Ulah Elina sudah membuat Mamanya berharap pada gadis imut itu."Puas kamu, puas!" bentak Aland tepat di depan wajah Elina.Tak merasa takut sedikitpun Elina malah tertawa dengan senangnya. "Ha ha ha, dasar anak Mama."Elina merasa puas sudah meledek Aland, CEO tampan yang diam-diam sudah masuk ke dalam hatinya."Ternyata ... dibalik keangkuhan dan kesombongan seorang Aland, ada anak mama disana, ha ha ha."Elina tak habis-habisnya meledek Aland. Membuat dia tak berkutik di depan Elina."Diamlah, Elina!" bentak Aland. "Puas kamu sudah mengarang cerita bohong ke Mama?"Kali ini sepertinya benar-benar marah. Aland sangat menyayangi Mamanya, tak mungkin Aland bisa berbohong, apalagi soal pacar."Siapa yang bohong?" Elina mengelak dengan manja. Gadis imut itu sedikit menyebalkan."Kamu ngapain bilang sama Mamaku kalau kamu ini pacar aku. Kamu tahu, sekarang Mamaku jadi berharap sama kamu." Aland sudah berada dalam tingkat kebingungan."Memangnya Pak Aland tidak mau jadi pacar saya ya?" Dengan polosnya, gadis imut itu menanyakan hal demikian kepada Aland.Aland terdiam dia tak bisa menjawab pertanyaan Elina. Bukannya dia mau menjadi pacar Elina tapi rasanya tak mungkin dia harus berpacaran dengan mahasiswi yang menyebalkan seperti Elina."Kalau diam, itu artinya mau kan?" tanya Elina mengedipkan matanya.Aland melemparkan bokongnya ke kursi, dia duduk karena tak ingin terlihat gugup. Dia memang tak punya lagi alasan untuk menolak Elina."Weekand aku akan menjemputmu untuk bertemu dengan Mama," kata Aland tanpa memandang wajah imut Elina."Bapak serius?" tanya Elina, dia mengedipkan kedua matanya bersamaan."Iya, mana ponselmu!" ketus Aland mengulurkan tangannya.Elina memberikan ponselnya kepada Aland. Aland mengetikkan nomor ponselnya sendiri di ponsel Elina kemudian memanggil ke nomor ponselnya."Sudah aku simpan nomor kamu." Aland mengembalikan ponsel Elina. "Nanti aku hubungi kamu.""Okey ...!" Elina mengancingkan jari jempolnya ke arah Aland.Libur telah tiba Libur telah tiba Hore ... Hore ... Hore ... Sorak semangat Elina, menggosok tubuhnya dengan puff yang penuh dengan busa yang lembut. Penyanyi kamar mandi itu sedang bahagia hatinya. Semalam Aland menelpon memberikan kabar gembira. Elina membongkar lemari pakaiannya, mengeluarkan satu persatu dress yang dia miliki. Tubuhnya berputar-putar di depan cermin, berganti dress satu dengan dress yang lainnya. Akhirnya setelah mencoba beberapa dress, pilihannya jatuh kepada blose berwarna baby pink dengan celana jeans berwarna putih. Ya memang begitulah Elina, pilihannya tak sesuai dengan apa yang dia coba. Seperti hatinya juga, memilih Sean yang terpaut 10 tahun darinya. Elina duduk di depan cermin, dia bersolek dengan cantiknya. Memakai bedak tipis dengan lipstik warn nude andalannya. Elina terlihat sangat cantik dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Kriiing! Ponselnya berbunyi, nama Aland tertera di layar ponselnya. Dengan cepat gadis imut itu menyelipkan kakinya
Di sebuah ruangan semi terbuka yang menghadap langsung ke kolam renang. Nyonya Anita, mengajak Elina duduk di set kursi yang terbuat dari anyaman rotan. "Tante dan Aland pasti suka olahraga ya?" tanya Elina saat matanya menangkap beberapa alat olahraga yang tertata rapi di sebelah kiri ruangan itu "Aland aja sih, Tante jarang." "Masak sih, Tan? Kok badan tante masih oke banget," puji Elina mengambil hati Nyonya Anita. "Kamu bisa aja, Tante jarang olahraga berat-berat kaya gitu." Nyonya Anita menunjuk ke arah treadmill dan beberapa barbel yang tertata dengan rapi. Elina berdiri dari duduknya, dia tertarik dengan deretan foto yang menempel pada dinding sebelah kanan ruangan itu. Elina tersenyum saat melihat foto anak kecil berambut panjang setelinga, dengan poni depan yang menutupi kening. "Ini siapa, Tan?" tanya Elina menunjuk foto itu. Nyonya Anita berdiri, berjalan menghampiri Elina. "Itu foto Aland, ini juga foto Aland." Nyonya Anita menunjuk ke foto sebelahnya, wajah yang s
Tubuh Elina menggigil karena basah kuyup. Gadis imut itu paling tak bisa berlama-lama terkena air, dia bisa pingsan karena kedinginan. Tak tega melihat bibir Elina yang sudah pucat, Aland membawa Elina masuk ke dalam rumahnya. "Ma ...!" Aland memanggil Mamanya. Nyonya Anita panik melihat keadaan Elina yang sudah pucat karena kedinginan. "Astaga Aland kenapa bisa begini sih, kamu cepet bikinin Elina teh panas. Mama mau mengganti bajunya Elina dulu," perintah Nyonya Anita. Nyonya Anita merangkul tubuh Elina yang basah, dia mengajak Elina masuk ke dalam kamarnya. "Kamu pakai ini ya." Nyonya Anita memberikan bajunya kepada Elina. "Terima kasih Mama." Elina mengambil baju itu dari Nyonya Anita, dan segera Elina mengganti bajunya. "Maaf ya, bajunya jelek, tapi kamu tetap terlihat cantik kok, tenang saja," puji Nyonya Anita. Elina mengenakan dress berwarna cokelat selutut miliknya. Meskipun modelnya bukan model anak muda, tapi potongan baju itu sangat pas di tubuh mungil Elina. Dia t
Aland menatap dalam wajah Elina, dia tahu gadis itu tengah gugup sekarang. Wajahnya bersemu merah, tak biasanya gadis imut itu diam tak bereaksi. Elina, dia memejamkan matanya karena tak sanggup lagi mengendalikan detak jantungnya yang terus berdetak dengan kencang. Di saat matanya terpejam, Elina merasakan ada sensasi yang berbeda di bibirnya. Terasa lembab dan hangat saat Aland menempelkan bibirnya ke bibir lembutnya. Aland, dia mencoba merasakan sesuatu yang sudah lama tak dia rasakan. Rasa yang hangat dan lembut, yang mampu membuat Aland terhanyut. Bak petir yang menyambar, dengan kuat Aland mendorong tubuh Elina, membuat gadis itu jatuh tersungkur ke tanah. "Akh ...!" teriak Aland memegangi bibir bawahnya yang terluka, rasa perihnya mampu membuat dirinya menjadi hilang selera. "Om Aland ... kenapa kamu mendorongku!" teriak Elina, pinggangnya terasa mau patah. Baru saja Elina merasakan pengalaman pertamanya, belum juga puas dia harus mengalami kesakitan di pinggangnya karena
Setibanya di rumah Elina."Sudah sampai, cepat turun!" sungut Aland, setelah menghentikan laju mobilnya tepat di depan gerbang rumah Elina.Alih-alih turun, Elina malah memiringkan tubuhnya ke arah Aland. "Om, bukain," rengek Elina melirik ke arah seat belt yang masih melekat pada pinggangnya.Aland mengela nafas. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada gadis semanja Elina. Seat belt saja minta dilepaskan."Emangnya kamu nggak bisa buka sendiri, hem? Punya tangan kan?!" Elina tersenyum, seraya menggelengkan kepalanya. "Bisa sih, cuma males aja. Lagian, ini kan mobilnya Om. Jadi Om lah yang harus bukain."Enggan berdebat dengan gadis cerewet itu, Aland mendekat, sangat dekat bahkan sampai pipinya sampai hampir menyentuh bibir Elina.Tak ingin melewatkan kesempatan, Elina memejamkan matanya, mengendus aroma parfum Aland yang entah kenapa sangat Aland suka. Masa puber benar-benar membuat Elina hampir menggila karena jatuh cinta.Ternyata memang benar apa kata orang, kalau ja
"Pak Aland ... Elina ... kalian ...." Yuan sampai terbengong melihat sang Bos dan Elina yang tampak sangat mencurigakan. Dalam pikiran Yuan, Aland pasti sudah melakukan hal yang tidak-tidak pada Elina. Kalau tidak, tidak mungkin Elina sampai mengatakan kalau Aland orang yang mesum. "Elina, sini!" Yuan menarik tangan Elina. Mengajak gadis itu sedikit menjauh dari Aland. "Ih, Mbak Yuan sebentar, aku belum selesai sama Om galak ini!" sungut Elina menolak. "Om?" Yuan mengerutkan keningnya. Lalu menoleh ke arah Aland. "Pak Aland ...." "Tunggu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Yuan. Ini semua ... haakh!" Aland mengacak rambutnya, ia menjadi kesal dengan keadaan yang seperti menjebaknya sekarang."Kamu bawa deh Elina pergi. Kemana gitu, atau kamu kasih dia perkerjaan biar dia sibuk. Pusing saya!" sungut Aland lalu masuk ke dalam ruang kerjanya, dan menutup pintunya sedikit lebih keras. "Tidak ada apa-apa. Kembali kerja ya, jangan pada ngerumpi di sini, udah sana-sana!" ucap Yuan
"Woy!" teriak Elina mengejar mobil sedan hitam mengkilat yang tak sengaja mencipratkan air kubangan ke baju putihnya. Elina berlari dengan sepatu heelsnya. Karena tak hati-hati dia tersandung kakinya sendiri hingga tersungkur ke aspal. "Au!" Elina memekik kesakitan, memegangi lututnya yang berdarah. "Hah ... sial banget sih hari ini," keluhnya kesal. Dari kaca spion, Aland melihat seorang gadis yang mengejar mobilnya. Tak tega melihat gadis itu terjatuh Aland keluar dari mobilnya menghampiri Elina. "Kamu mengejar mobil saya?" tanya Aland tanpa basa-basi. Elina mendongakkan kepalanya ke atas mencari sumber suara yang mengingatkan dia akan bajunya yang kotor karena cipratan air kotor tadi. "Heh, kamu gak lihat aku jatuh karena mengejar mobil kamu, bantuin kek, malah diam!" bentak Elina. Dia menutup matanya karena silau. Sinar matahari yang cerah menyilaukan pandangan matanya. Aland, dia mengulurkan tangan kanannya, membantu Elina untuk berdiri. "Ada perlu apa mengejar mobilku!"
Hawa dingin di pagi hari menguliti wajah Elina. Dia mengusap wajahnya lembut dengan kedua telapak tangannya. Mengusap berkali-kali hingga menimbulkan hawa hangat di sekitar wajahnya. Hari ini, Elina sengaja berangkat lebih pagi. Setengah jam sebelum jam kerja, dia sudah harus duduk manis di ruangannya, menunggu kedatangan CEO tempat dia magang. Dia tidak ingin lagi telat dan menjadi sasaran omelan Aland. "Pagi ... Pak Aland," sapa Elina menyambut kedatangan Aland, sang CEO tampan. Tak membalas sapaan Elina, Aland hanya memandang dingin ke arah gadis imut itu. "Dasar sombong!" gerutu Elina. Sialnya telinga Aland cukup tajam untuk mendengar itu semua. "Kamu bicara apa, Elina?" Elina mendongakkan kepalanya melihat Aland sudah berdiri di hadapannya. Elina terlihat bingung mencari alasan apa yang tepat untuk dia utarakan. "Tidak Pak, saya tidak bicara apa-apa." Elina menarik bibirnya paksa, melukiskan senyuman palsu agar tak terlihat gugup di hadapan Aland. "Jelas-jelas saya mendeng
"Pak Aland ... Elina ... kalian ...." Yuan sampai terbengong melihat sang Bos dan Elina yang tampak sangat mencurigakan. Dalam pikiran Yuan, Aland pasti sudah melakukan hal yang tidak-tidak pada Elina. Kalau tidak, tidak mungkin Elina sampai mengatakan kalau Aland orang yang mesum. "Elina, sini!" Yuan menarik tangan Elina. Mengajak gadis itu sedikit menjauh dari Aland. "Ih, Mbak Yuan sebentar, aku belum selesai sama Om galak ini!" sungut Elina menolak. "Om?" Yuan mengerutkan keningnya. Lalu menoleh ke arah Aland. "Pak Aland ...." "Tunggu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Yuan. Ini semua ... haakh!" Aland mengacak rambutnya, ia menjadi kesal dengan keadaan yang seperti menjebaknya sekarang."Kamu bawa deh Elina pergi. Kemana gitu, atau kamu kasih dia perkerjaan biar dia sibuk. Pusing saya!" sungut Aland lalu masuk ke dalam ruang kerjanya, dan menutup pintunya sedikit lebih keras. "Tidak ada apa-apa. Kembali kerja ya, jangan pada ngerumpi di sini, udah sana-sana!" ucap Yuan
Setibanya di rumah Elina."Sudah sampai, cepat turun!" sungut Aland, setelah menghentikan laju mobilnya tepat di depan gerbang rumah Elina.Alih-alih turun, Elina malah memiringkan tubuhnya ke arah Aland. "Om, bukain," rengek Elina melirik ke arah seat belt yang masih melekat pada pinggangnya.Aland mengela nafas. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada gadis semanja Elina. Seat belt saja minta dilepaskan."Emangnya kamu nggak bisa buka sendiri, hem? Punya tangan kan?!" Elina tersenyum, seraya menggelengkan kepalanya. "Bisa sih, cuma males aja. Lagian, ini kan mobilnya Om. Jadi Om lah yang harus bukain."Enggan berdebat dengan gadis cerewet itu, Aland mendekat, sangat dekat bahkan sampai pipinya sampai hampir menyentuh bibir Elina.Tak ingin melewatkan kesempatan, Elina memejamkan matanya, mengendus aroma parfum Aland yang entah kenapa sangat Aland suka. Masa puber benar-benar membuat Elina hampir menggila karena jatuh cinta.Ternyata memang benar apa kata orang, kalau ja
Aland menatap dalam wajah Elina, dia tahu gadis itu tengah gugup sekarang. Wajahnya bersemu merah, tak biasanya gadis imut itu diam tak bereaksi. Elina, dia memejamkan matanya karena tak sanggup lagi mengendalikan detak jantungnya yang terus berdetak dengan kencang. Di saat matanya terpejam, Elina merasakan ada sensasi yang berbeda di bibirnya. Terasa lembab dan hangat saat Aland menempelkan bibirnya ke bibir lembutnya. Aland, dia mencoba merasakan sesuatu yang sudah lama tak dia rasakan. Rasa yang hangat dan lembut, yang mampu membuat Aland terhanyut. Bak petir yang menyambar, dengan kuat Aland mendorong tubuh Elina, membuat gadis itu jatuh tersungkur ke tanah. "Akh ...!" teriak Aland memegangi bibir bawahnya yang terluka, rasa perihnya mampu membuat dirinya menjadi hilang selera. "Om Aland ... kenapa kamu mendorongku!" teriak Elina, pinggangnya terasa mau patah. Baru saja Elina merasakan pengalaman pertamanya, belum juga puas dia harus mengalami kesakitan di pinggangnya karena
Tubuh Elina menggigil karena basah kuyup. Gadis imut itu paling tak bisa berlama-lama terkena air, dia bisa pingsan karena kedinginan. Tak tega melihat bibir Elina yang sudah pucat, Aland membawa Elina masuk ke dalam rumahnya. "Ma ...!" Aland memanggil Mamanya. Nyonya Anita panik melihat keadaan Elina yang sudah pucat karena kedinginan. "Astaga Aland kenapa bisa begini sih, kamu cepet bikinin Elina teh panas. Mama mau mengganti bajunya Elina dulu," perintah Nyonya Anita. Nyonya Anita merangkul tubuh Elina yang basah, dia mengajak Elina masuk ke dalam kamarnya. "Kamu pakai ini ya." Nyonya Anita memberikan bajunya kepada Elina. "Terima kasih Mama." Elina mengambil baju itu dari Nyonya Anita, dan segera Elina mengganti bajunya. "Maaf ya, bajunya jelek, tapi kamu tetap terlihat cantik kok, tenang saja," puji Nyonya Anita. Elina mengenakan dress berwarna cokelat selutut miliknya. Meskipun modelnya bukan model anak muda, tapi potongan baju itu sangat pas di tubuh mungil Elina. Dia t
Di sebuah ruangan semi terbuka yang menghadap langsung ke kolam renang. Nyonya Anita, mengajak Elina duduk di set kursi yang terbuat dari anyaman rotan. "Tante dan Aland pasti suka olahraga ya?" tanya Elina saat matanya menangkap beberapa alat olahraga yang tertata rapi di sebelah kiri ruangan itu "Aland aja sih, Tante jarang." "Masak sih, Tan? Kok badan tante masih oke banget," puji Elina mengambil hati Nyonya Anita. "Kamu bisa aja, Tante jarang olahraga berat-berat kaya gitu." Nyonya Anita menunjuk ke arah treadmill dan beberapa barbel yang tertata dengan rapi. Elina berdiri dari duduknya, dia tertarik dengan deretan foto yang menempel pada dinding sebelah kanan ruangan itu. Elina tersenyum saat melihat foto anak kecil berambut panjang setelinga, dengan poni depan yang menutupi kening. "Ini siapa, Tan?" tanya Elina menunjuk foto itu. Nyonya Anita berdiri, berjalan menghampiri Elina. "Itu foto Aland, ini juga foto Aland." Nyonya Anita menunjuk ke foto sebelahnya, wajah yang s
Libur telah tiba Libur telah tiba Hore ... Hore ... Hore ... Sorak semangat Elina, menggosok tubuhnya dengan puff yang penuh dengan busa yang lembut. Penyanyi kamar mandi itu sedang bahagia hatinya. Semalam Aland menelpon memberikan kabar gembira. Elina membongkar lemari pakaiannya, mengeluarkan satu persatu dress yang dia miliki. Tubuhnya berputar-putar di depan cermin, berganti dress satu dengan dress yang lainnya. Akhirnya setelah mencoba beberapa dress, pilihannya jatuh kepada blose berwarna baby pink dengan celana jeans berwarna putih. Ya memang begitulah Elina, pilihannya tak sesuai dengan apa yang dia coba. Seperti hatinya juga, memilih Sean yang terpaut 10 tahun darinya. Elina duduk di depan cermin, dia bersolek dengan cantiknya. Memakai bedak tipis dengan lipstik warn nude andalannya. Elina terlihat sangat cantik dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Kriiing! Ponselnya berbunyi, nama Aland tertera di layar ponselnya. Dengan cepat gadis imut itu menyelipkan kakinya
"Mas ... yang bayar Om galak ini ya!" teriak Elina kepada petugas dibagian kasir. "Hei ... Dasar bocah ingusan!" teriak Aland. Elina berlari meninggalkan Aland membayar makanan yang sudah dia makan. "Ba!" Elina mengageti Aland yang baru saja keluar. Tapi bukannya kaget Aland malah mengumpat dengan kesal. "Dasar bodoh, kamu tidak lihat di sini kaca transparan, mau kamu ngumpet pun kelihatan!" ketus Aland menanggapi canda Elina yang sama sekali tak lucu buatnya. "Om ... kamu tidak mau menggandeng tanganku?" Elina mendongakkan pandangannya memberikan pertanyaan yang malas Aland jawab. "Om ... kenapa diam? Om marah?" Elina terus menggoda Aland. "Elina, diamlah!" bentak Alend. Aland tidak mau wibawanya hancur karena si usil Elina selalu saja memanggil dirinya Om. Elina yang iseng terus mengekori Aland, kemanapun dia pergi Elina ada di belakangnya. "Kamu tidak ada kegiatan lain selain mengikuti aku, Elina?" bentak Aland kesal. "Siapa yang ngikutin, saya itu mau masuk ke ruangan
Elina gadis imut pemilik hidung kecil mancung itu berdiri di samping pintu ruang meeting. Dia merapikan rambut hitam lurus sepunggungnya saat melihat Aland berjalan mendekat ke arahnya. Bibir tipis yang selalu di polesnya dengan lipstik berwarna nude itu tersenyum menyambut Aland yang lewat di hadapannya. "Selamat siang, Pak Aland," sapa Elina dengan ramah. Aland hanya melirikkan matanya tak menghiraukan gadis berponi depan itu. "Sudah sombong anak Mama lagi," sinis Elina mengikuti langkah kaki Aland dari belakang. Meskipun dia kesal karena diabaikan CEO tampan itu, tapi tetap saja Elina mengagumi sosok Aland yang kharismatik itu. Aland, membalikkan badannya, langkahnya membawa dia mendekat ke arah Elina memandang kesal kepada gadis berwajah imut itu. "Siapa yang kamu bilang anak Mama, Elina?" tanya Aland dengan matanya yang memicing. "Bapak lah, siapa lagi!" kesal Elina. Aland semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Elina yang bersandar pada dinding. Aroma parfum maskulin yang
Hawa dingin di pagi hari menguliti wajah Elina. Dia mengusap wajahnya lembut dengan kedua telapak tangannya. Mengusap berkali-kali hingga menimbulkan hawa hangat di sekitar wajahnya. Hari ini, Elina sengaja berangkat lebih pagi. Setengah jam sebelum jam kerja, dia sudah harus duduk manis di ruangannya, menunggu kedatangan CEO tempat dia magang. Dia tidak ingin lagi telat dan menjadi sasaran omelan Aland. "Pagi ... Pak Aland," sapa Elina menyambut kedatangan Aland, sang CEO tampan. Tak membalas sapaan Elina, Aland hanya memandang dingin ke arah gadis imut itu. "Dasar sombong!" gerutu Elina. Sialnya telinga Aland cukup tajam untuk mendengar itu semua. "Kamu bicara apa, Elina?" Elina mendongakkan kepalanya melihat Aland sudah berdiri di hadapannya. Elina terlihat bingung mencari alasan apa yang tepat untuk dia utarakan. "Tidak Pak, saya tidak bicara apa-apa." Elina menarik bibirnya paksa, melukiskan senyuman palsu agar tak terlihat gugup di hadapan Aland. "Jelas-jelas saya mendeng