Home / Romansa / My Butler Actor / BAB 3. Menjadi Dayang Bukanlah Sebuah Dosa

Share

BAB 3. Menjadi Dayang Bukanlah Sebuah Dosa

    Sebagai dayang pribadi tokoh utama perempuan, peran Kyra nyaris ada dalam setiap scene yang memampilkan tokoh utama. Kyra akan menjadi dayang yang setia dan patuh, juga seorang pendengar yang baik. Ia bersahabat dengan majikannya dan diam-diam menyukai karakter utama pria. Hanya saja, di akhir cerita, Kyra akan mengorbankan dirinya untuk mati.

    Bukankah, nasib Kyra terdengar mengenaskan?

    Meskipun hanya seorang babu, tetapi peran Kyra cukup penting di drama ini. Ia juga yang akan membantu kisah kedua tokoh utama seperti mak comblang.

    Kyra sengaja membeli beberapa perlengkapan yang biasa digunakan oleh para pelayan di era kerajaan jawa dan memamerkannya pada Bianca.

    "Gue beli ini online, langsung dari Jawa Tengah," kata Kyra riang. Ia kemudian menunduk untuk memandang Bianca dengan sorot serius. "Dengan properti ini, gue yakin bisa mendalami peran dayang yang sesungguhnya."

    "Jadi, gimana caranya jadi dayang yang baik dan benar?" tanya Bianca yang melihat Kyra tampak antusias dengan kostum ala penjual jamu yang dibawanya, seperti kain batik, kebaya polos model kutu baru, selendang, dan tak mau ketinggalan, sebuah wadah yang terbuat dari anyaman bambu, yang biasanya sebagai tempat untuk menaruh botol-botol jamu. Bianca sendiri terakhir kali melihat penjual jamu adalah ketika ia berusia tujuh tahun dan masih tinggal di Jawa Tengah.

    Kyra tersenyum sumringah. "Ini namanya bakul," ia mengangkat wadah ayaman bambu. "Gunanya buat bawa pakaian kotor yang mau dicuci di sungai." Kyra kemudian memeragakan cara menggunakan bakul, raut wajahnya begitu serius. "Bakul ini harus ditaruh tepat di atas pinggang, di sisi kiri. Sudut siku gue harus pas. Nggak boleh terlalu tinggi atau rendah, supaya gue tetap bisa kelihatan elegan meski bawa bakul."

    Bianca mendesah sambil memijit pangkal hidungnya. Bagaimana bisa Bianca mempunyai sahabat yang gila seperti Kyra? Tokoh yang akan Kyra perankan hanyalah seorang dayang yang hanya perlu mengangguk, menggeleng dan menuruti perintah tanpa banyak dialog. Kenapa dia bertingkah seperti akan memerankan tokoh utama?

    Akhirnya, Bianca memutuskan untuk mengerjai Kyra sekalian. "Mending lo pake baju sama jariknya deh. Biar gue bisa nilai dengan seksama."

    "Begitu ya?" Kyra mengangguk-angguk polos. Ia kemudian mulai memakai jariknya terlebih dahulu, amat sangat kesusahan karena ia belum pernah memakai jarik sebelumnya. "Ini pakenya gimana biar enggak copot?"

    Bianca kemudian memberi saran, "Coba dipakaein sabuk aja, biar kenceng."

    Kyra seketika melotot. "Lo pikir lagi pakai seragam sekolah SD apa?"

    "Ya terus emangnya lo punya cara?" Bianca bersedekap. Tiba-tiba ia mulai merasa menyesal karena sudah meladeni tingkah gila Kyra. "Udah lah Ra, lo nggak capek apa belajar jadi babu. Udah beberapa hari ini lo heboh banget. Syutingnya mulai besok kan? Kenapa lo nggak istirahat aja supaya fresh pas bangun besok?"

    Kyra menutupi wajahnya dengan kain jarik, kemudian mendengus frustrasi. "Maka dari itu, Bi, gue jadi gugup banget dan nggak bisa melakukan sesuatu yang benar. Gimana kalau peran kecil aja gue nggak bisa bawain? Gue nggak mau kelihatan bodoh di depan Asoka. Gue juga takut nggak bisa ngontrol diri gue buat nggak teriak-teriak dan meluk Asoka."

   "Gue bahkan nggak akan kaget liat lo bawa-bawa lighstik dan poster ke lokasi syuting." Bianca memutar bola mata. "Kalau tingkah lo kayak gini, gue malah heran kenapa lo bisa ditawari kontrak sama KI entertainment. Kok bisa, mereka milih aktris yang nggak profesional dan tingkahnya kayak bayi." melihat wajah Kyra yang berubah masam tak lantas membuat Bianca berhenti. "Lo harusnya bisa nunjukin kemampuan dan bakat lo, juga profesionalitas lo dalam bekerja supaya KI nggak menyesal nerima lo. Jangan malah ngerasa insecure. Emangnya lo nggak inget, berapa tahun lo belajar di kelas akting?"

    "Udah sepuluh tahun," Kyra menunjukkan ke sepuluh jarinya. "Bahkan sampai sekarang pun, gue masih belajar, Bi."

    Bianca kemudian menepuk-nepuk bahu Kyra memberi semangat. "Maka dari itu, lo harus profesional. Jangan karena Asoka, lo jadi lembek begini, oke?"

    "Tap... tapi, alasan gue pengin jadi aktris kan karena Asoka," balas Kyra polos.

    "Hilih udahlah. Males gue sama lo." Bianca kemudian berdiri dan mendorong pundak Kyra agar berdiri dari ranjangnya. "Udah sana lo pergi ke kamar lo sendiri. Gue mau tidur!"

    Kyra menahan Bianca dan menoleh. Tatapannya berubah memelas. "Gue besok pinjem mobil ya?"

    Bianca balas melotot. "Nggak usah serakah!"

    "Yak! Lo juga jangan pelit dong! Gue nggak bisa desak-desakan naik MRT buat besok pagi."

    Bianca berhasil mendorong Kyra melewati ambang pintu dan ia segera menutup pintunya keras-keras. "Mobil gue cuma satu. Derita lo, jangan bagi-bagi ke gue."

    Kyra mengerjab sambil memegangi properti pelayan erat-erat. "Jahatnya..."

    ****

    Pada akhirnya, Tia berbaik hati menjemput Kyra setelah Kyra bicara panjang lebar mengenai tugas manajer yang harus mengikuti artisnya pergi ke mana pun, serta menjadi sopir yang baik dan patuh. Tia mengiyakan saja karena tidak tahan dengan suara cempreng Kyra yang mengganggu sesi tidur paginya. Lagipula, Tia juga kasihan pada Kyra yang sudah kehilangan semua hartanya. Daripada Tia, nasib Kyra kini lebih menyedihkan. Puk puk puk untuk Kyra yang miskin dan bucin. Tia harus mulai memerankan peri baik hati yang melindungi Kyra dari serbuan orang jahat.

    Tia kemudian melirik Kyra di sebelahnya, yang sedang menyanyi dan menari mengikuti alunan musik. Sudut-sudut bibir Kyra terangkat membentuk senyuman lebar. Ya, sebenarnya Kyra nggak menyedihkan amat, sih. Mungkin jika disuruh menukar semua warisannya dengan Asoka, Kyra akan dengan senang hati memberikannya.

    "Udah hapal dialognya?" tanya Tia basa-basi.

    "Di luar kepala," balas Kyra singkat. Sudut-sudut bibirnya melukis senyuman. "Jantung gue rasanya mau meledak karena bisa satu lokasi syuting sama Asoka."

    "Jangan meledak dulu, Ra, kasihani gue yang nggak ada duit buat ngobatin jantung lo nantinya." balas Tia, meladeni kalimat absud Kyra.

    Kyra justru memandang Tia dengan sorot serius. "Tenang, asuransi kesehatan gue masih belum dicabut sama Ayah."

    Mereka berdua saling pandang, sejenak, kemudian tertawa bersamaan. Memangnya apa yang lucu, sih?

    Lokasi syuting kali ini berada di sebuah gedung besar dengan empat lantai. Di lobi, sudah banyak orang yang berwara-wiri sambil membawa properti yang diperlukan untuk syuting. Tia kemudian menyeret Kyra untuk masuk ke dalam pintu yang diperuntukkan untuk para aktris. Mereka mempunyai id card khusus yang nantinya akan diperiksa oleh pengawal-pengawal yang berjaga di depan pintu.

    Mini drama kali ini, rupaya tak main-main dalam membangun set bangunan kerajaan. Mata Kyra seperti dihipnotis saat melihat istana khas istana jawa dengan banyak ukiran kayu, gapura besar, dan juga patung-patung dewa. Istana itu yang dibuat dengan memberikan sentuhan modern, sehingga membuatnya tampak berkelas. Jika dibandingkan dengan istana dinasti Joseon di Korea Selatan, jelas tak mau kalah. Yang Kyra sayangkan adalah, kenapa set kerajaan ini tak dibuat di luar saja? Sehingga orang-orang bisa menikmati budaya jawa setelah syuting selesai?

    Kemudian, mata Kyra bertemu dengan Asoka yang baru saja keluar dari ruang make up. Cowok itu memakai kostum khas raja-raja jawa yang tidak membuatnya terlihat norak, tetapi justru tampak semakin gagah dan memesona. Make up artist yang menangani Asoka, jelas berhasil menonjolkan garis-garis wajah Asoka yang tegas. Postur tubuh Asoka yang menawan membuat Asoka layak dipanggil Raja.

    Rasanya, Kyra mau pingsan dan melambaikan tangan ke arah kamera. Pesona Asoka nyaris melemahkan semua sendi dan syaraf Kyra, membuatnya tak berdaya.

    Kyra kemudian mengerjab saat melihat Videlia keluar dari tempat yang sama dengan Asoka. Kedua orang itu saling bertukar kata. Sesekali, Videlia akan tertawa dan Asoka tersenyum lebar.

    Kyra juga mengagumi Videlia, tetapi hatinya terbakar api cemburu melihat kedekatan keduanya.

    " Ingat, lo nggak boleh berbuat yang aneh-aneh dan bikin lo ditendang dari lokasi syuting," kata Tia, memperingati.

    "Gue mau nyapa mereka," kata Kyra antusias, mengabaikan kalimat Tia. Ia baru saja akan melangkah menghampiri Asoka sebelum kerah belakang kemejanya ditarik oleh Tia.

    "Giliran lo syuting dua jam lagi," kata Tia, memperingati. "Ayo, kita ke ruang ganti. Gue sendiri yang bakal dandanin lo jadi dayang hari ini."

    "Tap... tapi--" Kyra hendak membantah, tetapi pegangan Tia di kerahnya lebih kuat. "Gue masih mau minta tanda tangan sama foto bareng!"

    "Jadi aktris harus punya harga diri juga dong Ra," kata Tia kesal. "Gimana lo mau dianggap kompeten kalau tingkah lo kayak fans fanatik begini!"

    "Sebentar!" kali ini Kyra mengeraskan suara. "Seengaknya, gue harus nyapa Videlia karena peran gue jadi babu pribadinya!" Kyra masih keras kepala. Ditatapnya Tia dengan sorot serius. "Biar gimana pun, kita berdua harus punya chemistry sebelum main, kan? Ini juga demi karakter yang bakal gue peranin!"

    Kyra dan Tia saling melempar tatapan tajam. Jika ini adalah drama aksi, maka keduanya sudah pasti saling membunuh dengan tatapan yang mengeluarkan sinar berwarna merah dan biru. Dan akhirnya, kemenangan ada di pihak Kyra karena Tia melepaskan cengkeramannya di kerah kemeja Kyra.

    Dengan senyum kelewat lebar, Kyra menghampiri Asoka dan Videlia. Sementara itu, Tia menatap punggung Kyra dengan tatapan cemas. Sekarang, Tia hanya bisa berharap jika Kyra tidak mempermalukan dirinya sendiri dan bertingkah seperti fans fanatik gila.

    Rupanya, do'a Tia tidak terkabul, karena Kyra tiba-tiba jatuh tersandung, tepat berlutut di hadapan Asoka!

    Tia, meskipun hanya sebagai penonton, tetapi ia malu melihat tingkah Kyra.

    ****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status