Home / Romansa / My Bad Doctor / Pacar Dadakan

Share

My Bad Doctor
My Bad Doctor
Author: 5Lluna

Pacar Dadakan

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2023-07-31 05:51:02

“Apa sekarang kau sudah percaya?”

Vanessa mendongak ketika mendengar suara bernada tanya itu. Dia langsung meringis, ketika melihat dokter yang tadi dia tendang berdiri di depannya. Kali ini, sudah lengkap dengan sneli dan stetoskop.

“Maaf.” Hanya itu yang bisa Vanessa katakan dengan kepala menunduk.

“Kalau sudah tahu kesalahanmu, mungkin kau bisa mengembalikan tanda pengenalku?” Sang dokter kini mengulurkan tangan.

Dengan gerakan hati-hati, Vanessa meletakkan lanyard beserta kartu ID dokter milik lelaki di depannya. Ada nama Joviandri William N tertulis di sana. Kartu ID yang jelas sangat sakti, dan berlaku di rumah sakit yang Vanessa datangi.

“Maaf.” Vanessa sekali lagi mengatakan hal yang sama. “Aku benar-benar malu karena sudah salah sangka padamu.”

“Apa kau salah sangka karena melihat tatoku?” tanya Jovi tampak mencemooh. “Memangnya kenapa dengan tato? Apa aku terlihat buruk dengan itu?”

“Oh, tidak!” Vanessa menggeleng dengan cepat. “Aku bahkan tidak terlalu memperhatikan tato itu di awal. Aku hanya berpikir kau mesum karena berusaha membuka baju seorang anak remaja, apalagi di tempat sepi.”

Ya. Vanessa menyerang lelaki di depannya dengan membabi buta, karena salah sangka kalau lelaki itu adalah orang mesum. Padahal aslinya, dia hanya ingin menolong orang yang pingsan dan sesak napas.

Tapi bukankah wajar kalau Vanessa salah sangka? Dokter bernama Jovi ini tampak berusaha membuka kemeja seorang anak sekolah di tempat sepi. Itu jelas mencurigakan.

“Maafnya diterima, jadi tolong jangan diulangi lagi.”

Jovi mengembuskan napas pelan. Dia tentu saja tidak bisa lagi berkata banyak, apalagi yang perempuan gempal di depannya katakan bisa dibilang benar. Mungkin, nanti Jovi hanya perlu lebih hati-hati saat mau menolong orang.

“Karena sepertinya semua sudah selesai, mungkin aku pergi saja.” Vanessa pamit dengan suara kecil, tapi masih bisa didengar lelaki di depannya itu.

“Ya, silakan. Kau juga tidak akan dikenakan biaya apa pun, karena keluarga pasien tadi sudah datang.” Jovi tentu akan mengangguk.

“Jovi.”

Baru saja Vanessa berbalik dan ingin melangkah pergi, dia mendengar suara perempuan yang memanggil sang dokter. Tentu saja dia tidak akan peduli dan memutuskan untuk melangkah pergi saja, tapi rupanya tidak semudah itu.

Tiba-tiba saja, tangan Jovi mencekal pergelangan tangan perempuan gempal yang hendak pergi itu. Hal yang jelas akan membuat Vanessa menatap sang dokter dengan mata melotot.

“Tinggallah dulu sebentar,” bisik sang dokter, dengan tatapan yang tertuju pada seseorang yang sedang berjalan mendekat.

“Apa ini pasienmu?” Seorang perempuan dengan baju kulit serba hitam dan riasan tebal, datang mendekat dan menatap Vanessa dari atas ke bawah.

Jujur saja, Vanessa amat sangat tidak suka dengan tatapan itu. Tatapan perempuan itu tidak menyembunyikan cemoohan yang terlihat jelas di wajahnya. Dia memang gendut, tapi haruskan ditatap seperti itu?

“Bukan.” Akhirnya Jovi menjawab perempuan tadi. “Tapi ada masalah apa kau datang ke sini?”

“Ada apa denganmu sih?” Perempuan yang serba hitam tadi balas bertanya. “Aku ini pacarmu loh, Vi. Masa aku harus punya masalah dulu baru bisa datang ketemu kamu.”

Vanessa menaikkan kedua alis mendengar pernyataan barusan. Entah kenapa, dia punya firasat yang tidak enak. Terutama karena tangan si dokter, kini sudah merangkul bahunya yang penuh lemak itu.

“Sayangnya iya,” gumam Jovi dengan senyum tipis. “Kau tahu aku sangat sibuk.”

“Saking sibuknya, sampai selama seminggu aku tidak diberi kabar sama sekali?” tanya perempuan tadi, menatap rangkulan sang dokter di bahu Vanessa.

“Anu! Mungkin saya bisa pergi saja dulu.” Tidak ingin ikut campur, Vanessa memindahkan tangan kurang ajar si dokter, dan bersumpah akan memukulnya jika bertemu lagi.

“Kenapa kau harus pergi?” tanya Jovi malah makin mengeratkan rangkulannya. “Kau tidak perlu pergi, Sayang. Kita kan masih ada janji setelah ini.”

“Maksudnya apa?” geram Vanessa dengan suara, kecil agar tidak terlalu menimbulkan kericuhan yang tidak berarti.

“Sayang?” tanya perempuan serba hitam tadi dengan mata melotot. “Kau memanggil dia dengan sebutan sayang? Tidak salah?”

“Sama sekali tidak. Ada masalah dengan itu?” tanya Jovi dengan santai, sementara Vanessa tidak terlihat santai sama sekali.

“Tentu saja ada masalah,” hardik perempuan tadi tampak marah. “Kau memanggil perempuan lain dengan sebutan sayang.”

“Tapi dia ini bukan perempuan lain. Dia pacarku,” balas Jovi yang makin membuat wajah Vanessa jadi pucat.

***To Be Continued***

Related chapters

  • My Bad Doctor   Taruhan

    “WOI, GUYS. VANESSA BARU PUTUS!” Padahal Vanessa berharap bisa merasakan ketenangan ketika sampai di rumah, tapi rupanya itu sangat salah. Dia baru saja membuka pintu, dan menegur sang adik yang sedang main judi online, tapi sekarang malah dirinya yang diteriaki. "Dari mana kau mendapat informasih tidak masuk akal itu?" hardik Vanessa dengan mata yang sudah hampir keluar dari posisinya. "Semua orang juga tahu ekspresimu ketika diputus pacar." Sang adik segera berlari, setelah mengatakan hal itu. “Hei, brengsek!” Vanessa jelas saja akan mengejar, tapi dia jelas kalah. Tubuhnya lebih besar dari sang adik lelaki. “Jangan kejar-kejaran di tangga.” Sang ibu ikut-ikutan berteriak entah dari mana. “Dia duluan yang cari gara-gara,” hardik Vanessa dengan kesal. “Aku bahkan tidak bilang apa-apa, tapi dia sudah berteriak.” “Dia masih kecil, Nes.” Sayangnya sang ibu malah membela sang adik. “Kecil my ass. Dia sudah bisa bikin anak.” Vanessa hanya berani mengatakan hal itu deng

    Last Updated : 2024-06-22
  • My Bad Doctor   Tawaran Menggiurkan

    [+628xxxxxxxx: Aku tahu permintaanku tadi sangat aneh, jadi tidak usah dipikirkan. Omong-omong ini Vanessa.] “Bagaimana mungkin aku tidak memikirkannya?” bisik Jovi dengan senyum jahil. “Ini terlalu menarik untuk dilewatkan begitu saja.” “Kau berbicara denganku?” Rekan kerja Jovi yang sejak tadi membaca buku, bertanya. “Ya.” Jovi dengan cepat mengangguk. “Aku ingin tahu jadwal jaga IGD hari ini. Apakah ada aku nanti sore?” “Tentu saja. Jadwalmu setelah ini sampai malam.” “Kalau begitu, bisa tolong gantikan aku? Aku punya urusan yang sangat mendesak sore nanti, mungkin sampai besok pagi.” Jovi bertanya dengan senyum lebar. *** [Dokter Mesum: Bagaimana kalau kita membicarakan ini setelah jam pulang kantor?] [Dokter Mesum: Kita bisa makan malam bersama, kemudian lanjut ke hotel mungkin?] Helaan napas disertai dengan geraman pelan terdengar dari balik salah satu kubikel. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah Vanessa Wijaya yang terlihat sangat putus asa sa

    Last Updated : 2024-06-23
  • My Bad Doctor   Menikah

    “Apa yang kau lakukan di kamar hotel?” Pertanyaan itu, menyambut Jovi yang baru saja membuka pintu kamarnya, sepuluh menit setelah dia masuk ke dalam kamar hotel. Itu pun dia terpaksa membuka pintu, karena suara ketukan di pintu benar-benar mengganggu. Siapa yang sangka kalau Jovi akan kedatangan tamu tidak terduga. “Mama,” panggil Jovi dengan ekspresi syok. “Kenapa bisa ada di sini?” “Harusnya Mama yang tanya sama kamu,” hardik perempuan paruh baya yang tampak terkejut itu. “Kenapa kamu ada di sini, dan tadi Mama lihat kamu sama perempuan.” Sungguh, ingin sekali Jovi mengumpat. Padahal dia dan Vanessa baru saja masuk kamar, dan sedang berdiskusi ketika pintu kamar terketuk. Padahal tadi Jovi tidak melihat sang mama ada di sekitar restoran atau lobi hotel, tapi dia malah ketahuan. “Apa kamu mau menghamili perempuan itu untuk mendapat restu Mama?” “Bukan seperti itu, Ma. Tidak ada Manda di dalam.” Tahu apa maksud sang ibu, Jovi segera membantah. “Kalau begitu biar Mama masuk

    Last Updated : 2024-06-23
  • My Bad Doctor   Melamar

    “Apa Mama gila?” hardik Jovi tidak peduli kalau itu kurang ajar. Padahal Jovi dan mamanya baru saja kembali dari mengantar Vanessa, dan mereka bahkan belum masuk ke rumah. Namun, lebih penting bagi Jovi untuk mengonfrontasi ibunya itu. “Justru kau yang gila, Jov.” Mama Cindy balas menghardik. “Kalau Mama tidak sengaja melihat kalian melintas saat keluar dari ruang meeting, kalian pasti sudah melakukan hal yang macam-macam.” “Kalau pun iya, memangnya kenapa?” tanya Jovi dengan mata melotot. “Zaman sudah berubah, Ma. Yang seperti itu bukan lagi sesuatu yang tabu, antar pasangan. Yang bukan pasangan saja banyak.” “Tapi Mama tidak mau kau begitu tanpa ikatan,” balas Cindy terus berjalan masuk ke dalam rumah mereka. “Lagi pula, menikah adalah hal yang paling bagus untukmu.” “Kenapa itu bisa menjadi bagus untukku?” tanya Jovi, tentu saja akan mengejar sang ibu. “Apa ini masih tentang Manda?” “Kalau kau sudah tahu, maka tidak perlu bertanya.” Cindy tiba-tiba saja berbalik d

    Last Updated : 2024-06-29
  • My Bad Doctor   Kebetulan

    “Bagaimana bisa ibumu datang ke rumahku, Brengsek?” Vanessa langsung memaki, begitu teleponnya tersambung. “Maaf, tapi siapa ini?” Suara maskulin di seberang sambungan telepon bertanya. “Ini aku Vanessa.” Perempuan bertubuh gempal yang masih berdiri di luar kantornya berdesis pelan, karena ada rekan kerja yang lewat. Dia tentu tidak ingin dipelototi rekan kerjanya. “Jangan pura-pura melupakanku, Dokter Cabul, lanjutnya masih dalam suara pelan. Vanessa sebenarnya ingin sekali mengikuti orang tuanya dan Cindy pergi sarapan, tapi itu tidak mungkin. Dia harus pergi bekerja, jika tidak ingin mendapat makian dari team leadernya. Kebetulan ada nasabah besar yang harus dikunjungi hari ini. “Apa maksud kalimatmu itu?” Jovi tampak begitu terkejut. “Kalimat yang mana yang kau maksud?” Vanessa balas bertanya. “Tentu saja bagian yang cabul itu,” geram Jovi terdengar begitu kesal. “Astaga! Apakah kau tuli atau bagaimana?” Bukannya memberikan klarifikasi, Vanessa malah makin in

    Last Updated : 2024-07-17
  • My Bad Doctor   Jalan Keluar

    “Ya, aku rasa kau terlalu beruntung.” Meghan segera mengangguk yakin, ketika tadi mendengar omongan Vanessa. “Kalau tidak, mana mungkin kau bisa merayu banyak lelaki.” Vanessa melirik perempuan yang baru saja berbicara itu. Tentu saja yang barusan bicara adalah bos Meghan, yang tampak kesal karena lagi-lagi Vanessa yang berhasil meyakinkan pihak rumah sakit untuk mengambil kredit pada mereka dan harus Vanessa yang mengurus. “Ucapan Bu Meghan tidak salah kok. Aku memang pandai merayu nasabah, untuk menjadi nasabah kita.” Vanessa dengan mudahnya memperbaiki kalimat atasan langsungnya itu. “Kebetulan saja, pengusaha yang butuh modal kerja itu kebanyakan lelaki. Karena itu marketing kebanyakan perempuan kan?” lanjut Vanessa dalam nada tanya dan senyum mengejek. “Bu Meghan juga perempuan kan?” Perkataan itu tentu saja membuat Meghan menjadi makin kesal saja, karena apa yang dikatakan Vanessa tidak salah. Sebagian besar yang mengambil modal kerja memang pengusaha lelaki, dan mark

    Last Updated : 2024-07-19
  • My Bad Doctor   Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah

    “Apa kau janda?” tanya Jovi dengan hati-hati. “APA KAU INGIN MATI?” Suara teriakan Vanessa bukan hanya membuat Jovi terkejut, tapi juga seisi kantin. Hal yang membuat perempuan itu malu sendiri ketika tersadar, dan hanya bisa memberikan senyum canggung pada semua orang yang melihatnya. “Bisa kecilkan suaramu?” desis sang dokter yang ikut merasa malu. “Aku tidak akan berteriak, kalau mulutmu bisa dijaga,” hardik Vanessa dalam desisan pelan. “Aku kan hanya bertanya, memangnya tidak boleh?” “Bertanya boleh, tapi yang masuk akal sedikit,” balas Vanessa masih dengan suara kecil. “Aku bahkan belum pernah menikah, tapi sudah disebut janda. Apa kau mendoakan pernikahanku kelak berumur pendek?” “Sebelum aku lebih banyak bicara, bagaimana kalau kita pindah tempat saja?” tanya Jovi melirik ke sekelilingnya. “Terlalu banyak orang yang melihat kita, dan sebagian besar adalah kolegaku.” Vanessa ikut melirik ke sekelilingnya, dan benar saja. Masih ada cukup banyak orang yang menatap ke ara

    Last Updated : 2024-07-20
  • My Bad Doctor   Batal Nikah

    “Mama barusan bilang apa?” tanya Vanessa dengan mata melotot. “Kami sudah setuju dengan pernikahannya, dan katanya kita juga tidak perlu keluar uang untuk barang hantaran. Katanya pestanya akan sederhana saja, dan kita juga dikasih uang.” Vanessa makin melotot mendengar apa yang dikatakan mamanya itu. Hal yang sebenarnya sudah bisa ditebak, kecuali bagian yang paling terakhir. Sungguh, Vanessa tidak pernah berpikir orang tuanya akan meminta uang. “Kalian yang minta kan?” tanya Vanessa makin melotot saja. “Mama ngaku saja, pasti Bapak yang minta uang kan? Terus Mama setuju begitu saja kan?” “Mereka kan gak mau pesta besar, jadi harus ada kompensasi buat kita dong. Lagian tidak banyak kok, hanya lima juta saja. Mereka sepertinya tidak terlalu kaya, tapi cukuplah untuk biaya listrik, air dan wifi.” Mata Vanessa melotot mendengar nominal yang disebutkan ibunya. Itu adalah jumlah yang sangat besar bagi Vanessa, apalagi bagi keluarga Jovi bukan? Memang Jovi terlihat seperti

    Last Updated : 2024-07-24

Latest chapter

  • My Bad Doctor   144. Dipaksa

    "Perkenalkan, ini menantuku Vanessa." Danapati mengulurkan tangannya dengan senyum cerah, untuk menggandeng perempuan yang dia panggil. "Ke depannya, kalian semua akan sering bertemu dengan dia, karena Vanessa akan bergabung di rumah sakit kita," lanjut Danapati, sembari melihat semua orang yang menghadiri rapat hari ini. "Selamat siang semuanya. Saya Vanessa yang mulai minggu depan, akan ikut bergabung dengan rumah sakit ini, sebagai staff bagian keuangan." Jovi mengembuskan napas pelan ketika istrinya selesai memperkenalkan diri. Rasanya, sudah satu minggu belakangan ini dia terus dan terus dikejutkan dengan keputusan sang istri. Seperti apa yang terjadi kemarin. "Kenapa kau selalu memberikanku kejutan?" tanya Jovi yang segera menggandeng sang istri, keluar dari ruangan rapat. "Memangnya Vanessa memberi kejutan apa lagi?" Danapati yang ikut berjalan dengan kedua anaknya bertanya. "Kemarin Vanessa memutuskan pergi ke dokter kandungan untuk konsultasi dan program keh

  • My Bad Doctor   143. Dokter Kandungan

    "Hey, Vi. Sesekali nongkrong sama kita dong. Jangan pulang cepat terus." Yang empunya nama meringis pelan, ketika mendengar suara teman-temannya yang terdengar sangat keras itu. Padahal, dia sedang merekam pesan suara untuk sang istri. "Kalian ini jangan terlalu ribut dong." Jovi langsung protes. "Coba lihat ini, pesan suara yang berisi suara kalian, malah terkirim pada istriku." "Astaga, Vi!" Salah seorang teman seangkatannya hanya bisa menggeleng. "Memangnya kenapa kalau istrimu dengar? Toh, kita hanya akan pergi nongkrong. Bukan mengajakmu pergi selingkuh." "Iya tahu. Tapi kalau istriku dengar, nanti dia malah mengusirku pergi bersama kalian." "Loh? Bukannya itu bagus?" tanya teman yang lain. "Sama sekali tidak, karena aku akan lebih memilih untuk menemani istriku pergi terapi. Jadi, sekarang aku akan pulang saja." Jovi dengan cepat melangkah pergi. Dia ingin menghindari teman-temannya yang senang sekali menanyakan terlalu banyak hal. Sesuatu yang membuat Jovi nyari

  • My Bad Doctor   142. Menjagamu

    "Aku tidak menyangka akan punya waktu ngobrol berdua dengan Kak Ben." Mendengar namanya dipanggil, Ben langsung mendongak. Dia bisa melihat adik iparnya baru saja duduk di kursi kosong di depannya. Mengesalkan, tapi Ben sendiri yang mengundang lelaki itu datang. "Jadi, kenapa Kak Ben mengundangku makan malam?" tanya Jovi dengan senyum lebar. "Kak Ben tidak suka padaku kan?" "Apa kau ingin mati?" Ben tidak segan untuk bertanya dengan kasar. "Tentu saja belum." Jovi menjawab dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. "Biar bagaimana, aku masih harus menemani Vanessa sampai tua." "Senang kau punya pemikiran yang bijaksana seperti itu." Ben mengembuskan napas pelan, sebelum menenggak segelas wine yang sudah dia pesan lebih dulu. "Pesan saja dulu, kau mungkin lapar setelah kuliah panjang. Aku dengar kau mengambil spesialis." Ben mengangkat tangan untuk memanggil pramusaji restoran. "Aku senang karena kakak iparku pengertian." Jovi menggosok kedua tangan, ketika melihat menu yan

  • My Bad Doctor   141. Memaafkan

    "LEPASKAN AKU." Manda berteriak, ketika ada dua orang polisi yang memeganginya. "Aku harus membunuh perempuan sialan itu." "Singkirkan dia dari sini." Si pengacara memberi perintah pada polisi, walau itu mungkin terdengar arogan. "Kalian tidak apa-apa?" tanya si pengacara, menghampiri kliennya yang terjatuh ke atas lantai. "Tidak apa-apa." Jovi menggeleng pelan. "Bagaimana denganmu, Nes?" "APA KAU GILA ATAU MATI RASA?" Baru juga menoleh, Jovi sudah menemukan ponsel berisi pesan di depan matanya. "Lenganmu tadi tertusuk." Vanessa kembali memperlihatkan pesan yang sudah dia ketik. "Benarkah?" Setelah diberitahu, barulah Jovi menatap ke benda yang masih menancap di lengannya. "Oh, Astaga!" Si pengacara jadi panik sendiri. "Kau harus segera ke rumah sakit," lanjutnya menanggalkan kesopanan. "Apa kau lupa? Aku ini dokter." Jovi tersenyum miring, sembari memegang benda yang menusuk lengannya itu. Kalau diumpamakan, Jovi rasanya seperti tertusuk oleh pulpen dengan ujung y

  • My Bad Doctor   140. Penyerangan

    "Kau sungguh berkeluarga dengan menteri?" tanya Manda terus menatapi Jovi, ketika mereka, Vanessa dan seorang lagi diberikan ruangan untuk berbicara. "Ya. Apa ada masalah dengan itu?" Jovi menjawab dengan kening berkerut kesal. "Tidak ada." Manda menggeleng, sembari tersenyum lebar. Manda bahkan tiba-tiba saja memperbaiki rambut dan merapikan jaket kulitnya. Hal yang membuat Vanessa mencebik kesal. Manda terlihat jelas ingin menggoda Jovi. "Perempuan gatal," gumam Vanessa dengan mata melotot. Untungnya, Manda tidak mendengar umpatan itu karena suara Vanessa memang tidak nyaring. Tepatnya tidak bisa. Tapi, Jovi bisa mendengar umpatan itu karena duduk sangat dekat dengan sang istri. Hal yang membuatnya terbatuk cukup keras, karena tidak menyangka Vanessa akan mengumpat. "Jadi, kenapa kau datang kemari?" Manda hanya menatap Jovi yang kebetulan duduk di depannya. "Apa kau mau membantuku untuk keluar dari sini?" "Membantumu keluar dari sini?" tanya sang dokter dengan sebel

  • My Bad Doctor   139. Ditangkap

    "Manda." Seorang perempuan paruh baya berteriak, ketika melihat yang empunya nama turun dari mobil. "Eh, Ibu Kos. Ada apa ya Bu? Bukannya aku sudah bayar untuk bulan ini dan bulan depan?" tanya Manda dengan senyum lebar. "Ini jauh lebih penting dan mendesak dari pada uang kosmu yang sering menunggak itu." Si ibu kos terlihat begitu panik. "Ada dua orang polisi yang mencarimu." "Polisi?" tanya Manda dengan sebelah alis yang terjungkit naik. "Untuk apa mereka mencariku?" "Mana aku tahu." Si ibu kos memukul lengan Manda. "Mereka tidak mau memberitahu dan terus menunggumu. Memangnya kau melakukan apa sih?" "Aku tidak melakukan apa-apa." Manda mengedikkan bahu dengan santainya. "Biar aku bertemu mereka saja dan bertanya apa yang terjadi." "Awas saja ya kalau kau bikin masalah lagi." Si ibu kos menunjuki wajah Manda. "Kejadian kau dilabrak tempo hari, sudah membuat reputasi kosku menjadi jelek. Jangan makin memperburuk keadaan." Manda memutar bola matanya karena gemas. Memang

  • My Bad Doctor   138. Pelaku

    Vanessa memukul dada Jovi berulang kali. Dia perlu melakukan itu, agar sang suami berhenti dan dia bisa bernapas. Apalagi, sepertinya sejak sampai ke rumah, Jovi sama sekali tidak menahan diri. "Kenapa?" tanya Jovi melepas pagutan pada bibir sang istri. "Katakan sesuatu kalau kau menginginkan lebih." Refleks, Vanessa menggeleng. Biar bagaimana, dia tidak cukup gila untuk bercinta saat kepalanya masih diperban. Apalagi Jovi itu adalah tipe lelaki yang senang mencoba berbagai macam gaya. Siapa yang tahu dia akan melakukan gaya yang tidak masuk akal. "Bicaralah, Vanessa," bisik Jovi tepat di telinga sang istri. "Tadi kau bisa berbicara setelah kucium, jadi sekarang bicaralah lagi." Mata Vanessa melotot mendengar hal itu. Dia dengan cepat merogoh ponsel yang disimpan di saku celana untuk mengetik. "Apa kau gila? Mana ada orang langsung bisa bicara hanya karena dicium?" "Siapa yang tahu." Jovi mengedikkan bahu, sembari men

  • My Bad Doctor   137. Serius

    Vanessa tersentak ketika mendengar suara bantingan pintu mobil di bagian tempatnya duduk. Dia pun hanya bisa melirik, ketika Jovi memutari mobil untuk duduk di kursi pengemudi dan kembali membanting pintu. Kali kedua, Vanessa tidak lagi terlalu kaget. Tapi itu membuatnya kesal dan melipat kedua tangan di depan dada. "Ada apa dengan wajahmu itu?" Jovi bertanya dengan cukup lembut, ketika memasangkan sabuk pengaman pada sang istri. "Kau ngambek?" "Menurutmu?" Vanessa memperlihatkan ketikannya di ponsel. Saking kesalnya, ponsel itu nyaris saja menempel dengan hidung Jovi. "Kau tidak berhak kesal," jawab Jovi yang kin mengurusi diri sendiri. "Aku yang seharusnya kesal di sini." "Apa tidak salah?" Vanessa kembali nyaris menempelkan ponsel di wajah sang suami. "Kau seenaknya datang menjemput dengan kasar, tapi kenapa aku tidak boleh marah." "Karena kau pergi tanpa izin," jawab Jovi mulai menyalakan mesin mobil. "Apa kau pikir aku tidak panik ketika menemukan tidak ada orang di

  • My Bad Doctor   136. Penjemputan Paksa

    "Yakin mau membuat kontrak seperti ini?" tanya seorang lelaki pada Jovi. "Ini pastinya bukan jumlah yang sedikit, apalagi untuk dijalani selama bertahun-tahun." "Itu hanya biaya listrik dan air saja." Jovi memilih menggeleng. "Sekali pun aku menanggung biaya itu sampai mertuaku meninggal, tidak akan seberapa. Memangnya berapa sih per bulan. Paling juga cuma satu atau dua juta per bulan. Paling mahal juga tiga juta." "Jika dibandingkan biaya listrik dan air di rumah orang tuamu juga apartemen kalian, tentu itu tidak ada apa-apanya." Lelaki yang menemani Jovi bicara mengangguk. "Aku akan mengurusi ini. Kau tidak perlu ikut." "Kalau begitu kuserahkan padamu." Jovi bangkit berdiri dan menjabat tangan rekannya itu. "Kau pengacara handal kan?" "Kau tidak mau minum kopi dulu mungkin?" tanya lelaki tadi, sebelum Jovi pergi. "Tidak, terima kasih. Aku harus pulang untuk menemani istriku di rumah. Mungkin dia juga sudah memasak," jawab Jovi dengan senyum lebar. "Sejak kapan kau jadi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status